Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orang yang mula-mula menggunakan filsafat secara serius ialah orang
Yunani yang bernama Thales (kira-kira tahun 624-546 SM). Orang inilah yang
digelari Bapak Filsafat. Gelar itu diberikan kepadanya karena ia mengajukan
pertanyaan yang aneh, yaitu: Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini?  Ia
sendiri menjawab : air. Setelah itu silih berganti filosof sezamannya dan
sesudahnya mengajukan jawaban. Semakin lama persoalan yang dipikirkan oleh
manusia semakin luas,  dan semakin rumit pula pemecahannya.
Puncak kebingungan itu terlihat pada tokoh sofisme terbesar, yaitu
Protagoras. Ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya. Inilah
rumus Relativisme.  Sesuatu yang kita kenal juga ada yang
namanya fallibilisme. Aliran ini menjawab bahwa kita dapat mengetahui sesuatu,
tetapi kita tidak akan pernah mempunyai pengetahuan pasti, sebagaimana
pandangan kaum dogmatis, yang menyatakan bahwa tentu saja kita dapat dan
benar-benar mengetahui. Fallibilisme menyatakan: mungkin (possible),  bukan
pasti.
Ideologi sebagai sebuah hasil refleksi manusia karena berkat
kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak) terhadap dunia
kehidupannya. Antara ideologi dan realita hidup masyarakat terjadi hubungan
yang dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam
interaksi yang di satu pihak memacu ideologi makin realistis dan dilain pihak
mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi adalah suatu
pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkanya.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,
yang akan menjadi penolong dan penuntun umat manusia dalam menjalani hidup
dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban manusia. Tanpa
pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan
manusia masa lampau. Dalam konteks tersebut, peran pendidikan memicu
kemajuan peradaban yang dicapainya.

1
Berkaitan dengan pendidikan, sebagai wadah dalam pengembangan pola
pikir manusia, tentu perubahan sosial yang ada dalam pendidikan mesti
diwujudkan dalam rangka kemajuan mutu pendidikan itu sendiri. Perubahan sosial
merupakan gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat. Faktor perubahan sosial diantaranya ialah majunya komunikasi dan
pola pikir masyarakat. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas tentang Ideologi
Perubahan Sosial Para Pendidik Umum

1.2 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan Pendidik Umum sebagai Fallabilist Relativistik
2. Untuk mengetahui Ideologi Pendidik Umum sebagai ideologi perubahan
sosial
3. Untuk mengetahui kelompok pendidik umum dalam pendidikan
matematika

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ideologi Pendidik Umum

Paul Ernest menyatakan bahwa dunia pendidikan terbagi berdasarkan


ideologi yang mendasarinya. Terdapat lima jenis ideologi yang dikemukakannya
yaitu industrial trainer, technological pragmatist, old humanist, progressive
educator dan public educator. Dalam hal ini, Public Educator disebut sebagai
Pendidik Umum. Pandangan mengenai pembelajaran juga sangat terkait dengan
pandangan mengenai ilmu yang dipelajari yang dalam hal ini adalah matematika.

a. Fallibilisme Relativistik

Fallibilisme relativistik yang menyatakan bahwa semua pengetahuan bisa


salah atau kepastian mutlak pengetahuan itu tidak mungkin, tergantung pada
masing-masing orang dan budaya masyarakatnya.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk menjelaskan ideologi


perubahan sosial pendidik umum.   Berikut akan disajikan unsur-unsur yang
mendasari ideologi fallibilisme relativistik.

1.      Filsafat Matematika
Filsafat matematika dari ideologi ini adalah konstruktivisme sosial. Seperti
yang telah kita ketahui, hal ini membawa sebuah pandangan tentang pengetahuan
matematika sebagai dapat dibetulkan (corrigible) dan empiris semu (quasi-
empirical), runtuhnya batas-batas subyek yang kuat; dan pengakuan nilai-nilai
sosial dan pandangan sosio-historis tentang subyek, dengan matematika yang
dianggap sebagai terikat dengan budaya dan bermuatan nilai. Ini adalah sebuah
pandangan perubahan konseptual tentang pengetahuan (Confrey, 1981).
2.      Epistemologi
Seluruh epistemologi dari kedudukan ini adalah fallibilist, dan berorientasi
kepada perubahan konseptual (Toulmin, 1972; Pearce dan Maynard, 1973), sesuai
dengan filsafat matematika. Maka dari itu, epistemologi mengakui bahwa semua
pengetahuan terikat budaya, bermuatan nilai, saling berhubungan dan berdasarkan
aktivitas dan penelitian manusia. Baik kemunculan maupun pembenaran

3
pengetahuan dipahami sebagai sosial ditempatkan dalam perjanjian manusia.
Menurut pandangan kesadaran sosial dan politik akan ideologi ini, ini adalah
sebuah perspektif epistemologi kritis, yang melihat pengetahuan, etika, dan isu
sosial, politik dan ekonomi semuanya saling berkaitan erat. Terutama,
pengetahuan dianggap sebagai kunci terhadap aksi (tindakan) dan kekuatan, dan
tidak dipisahkan dari realita.

3.      Kumpulan nilai-nilai moral


Nilai-nilai moral dari kedudukan ini adalah nilai-nilai keadilan sosial,
sebuah sintesa tentang nilai-nilai yang terpisah dan terhubung. Dari perspektif
terpisah muncul sebuah penilaian tentang keadilan, hak-hak, dan pengakuan akan
pentingnya struktur sosial, ekonomi dan politik. Dari perspektif terhubung muncul
sebuah penghormatan terhadap hak, perasaan dan pengertian, dan sebuah
perhatian bahwa semuanya dapat hidup dalam masyarakat seperi dalam sebuah
keluarga besar yang ideal. Yang mendasari perhatian ini adalah prinsip
egalitarianisme dan keinginan akan keadilan sosial yang peduli, yang didasarkan
kepada tiga nilai dasar: kesetaraan, kebebasan dan persaudaraan (atau
persahabatan). Ada juga dua nilai turunan yaitu: partisipasi demokrasi (kesetaraan
ditambah kebebasan) dan humanitarianisme (kesetaraan ditambah persaudaraan)
(Lawton, 1988).
Nilai-nilai tersebut dapat diidentifikasi secara longgar dengan golongan
politik kiri. Mereka dapat ditelusuri kebelakang setidaknya pada saat terjadinya
revolusi Amerika dan Perancis. Maka dari itu, Deklarasi Kemerdekaan Amerika
dimulai dengan pernyataan tegas mengenai kesetaraan dan kebebasan sebagai hak
asasi manusia yang universal.
Kita menganggap kebenaran-kebenaran tersebut terbukti dengan
sendirinya, bahwa semua manusia diciptakan sama, bahwa mereka semua
dianugerahi hak-hak tertentu oleh penciptanya yang tidak dapat dicabut; bahwa
diantara hak-hak tersebut adalah kehidupan, kebebasan, dan pencarian
kebahagiaan. (Ridgeway, 1948, hal 576).

4
Tritunggal ini dilengkapi oleh orang-orang revolusioner Perancis yang
menegaskan hak-hak atas “liberte, egalite, dan fraternite’, maka dari itu
menambahkan persaudaraan kedalam kebebasan dan kesetaraan.
4.      Teori anak
Teori kanak-kanak adalah teori tentang orang-orang yang terlahir sama,
dengan hak-hak yang sama dan umumnya berkah dan potensi yang sama. Orang-
orang itu berkembang didalam sebuah matriks sosial dan dipengaruhi oleh
budaya-budaya dan struktur sosial disekitarnya, khususnya kelas. Anak-anak
adalah ‘tanah liat yang akan dicetak’ oleh dampak kekuatan sosial dan budaya
yang kuat. Akan tetapi hal ini terlalu menekankan sifat dapat ditempa
(malleability) dari orang-orang dengan mengorbankan kekuatan pusat
perkembangan mereka. Karena anak-anak dan orang lain dianggap aktif dan
meminta keterangan dari pembuat makna dan pengetahuan. Bahasa dan interaksi
sosial memainkan sebuah peran penting dalam pemerolehan dan penciptaan
pengetahuan pada masa kanak-kanak. Teori psikologis yang menggambarkan
kedudukan ini antara lain adalah teori-teori Vygotsky (1962) dan Leont’ev (1978),
yaitu bahwa perkembangan psikologis, bahasa dan aktivitas sosial pada hakitanya
semuanya saling berhubungan. Yaitu pandangan ‘konstruksionis sosial’ bahwa
pengetahuan dan makna anak merupakan konsep (konstruksi) internal yang timbul
dari interaksi sosial dan ‘negosiasi makna’ (Pollard, 1987).
5.      Teori Masyarakat
Teori melihat masyarakat sebagai sesuatu yang terbagi dan terstruktur oleh
hubungan-hubungan antara kekuatan, budaya, status dan penyebaran kekayaan,
dan mengakui ketidaksetaraan sosial dalam kaitannya dengan hak, kesempatan
hidup, dan kebebasan untuk mencari kebahagiaan. Pandangan ini melihat massa
sebagai tidak berdaya, tanpa pengetahuan untuk menegaskan hak-hak mereka
sebagai warga negara dalam suatu masyarakat demokrasi, dan tanpa keterampilan
untuk memenangkan sebuah tempat yang baik dalam bursa pekerjaan, dengan
remunerasi yang ia bawa. Teori masyarakat juga bersifat dinamis, karena hal ini
melihat bahwa perkembangan sosial dan perubahan diperlukan untuk mencapai
keadilan sosial bagi semuanya. Hal ini terkait dengan perbedaan antara realita

5
sosial dengan cita-cita sosial, dan dalam sebuah pandangan yang berkomitmen
terhadap perubahan guna mencapai nilai-nilai sosialnya.
Perspektif ini juga melihat massa sebagai ‘raksasa yang sedang tidur’ yang
dapat dibangunkan oleh pendidikan untuk menegaskan hak-haknya yang adil.
Kecuali jika orang-orang membiarkan kesadaran mereka tumbuh untuk
mempertanyakan status quo, kekuatan ‘kurikulum tersembunyi’ dalam pendidikan
sekolah dan masyarakat akan cenderung mereproduksi identitas kelas ekkonomi
dan budaya mereka (Giroux, 1983).

6.      Tujuan Pendidikan
Sasaran dari kedudukan ini adalah terpenuhinya potensi individu didalam
konteks masyarakat. Maka dari itu, tujuannya adalah pemberdayaan dan
pembebasan individu melalui pendidikan untuk memainkan peran aktif dalam
membuat takdirnya sendiri dan untuk memprakarsai dan berpartisipasi dalam
pertumbuhan dan perubahan sosial. Tiga tujuan pokok yang saling berkaitan dapat
dibedakan :
a. Pemberdayaan seseorang sepenuhnya melalui pendidikan, yang
menghasilkan ‘alat-alat untuk pemikiran’ yang memungkinkan orang itu
untuk mengambil kendali atas kehidupan mereka, dan untuk berpartisipasi
sepenuhnya dan secara kritis dalam suatu masyarakat yang demokratis.
b.  Penyebaran pendidikan bagi semua orang, seluruh masyarakat, agar sesuai
dengan prinsip egalitarian tentang keadilan sosial.
c.  Pendidikan bagi perubahan sosial – gerakan kearah sebuah masyarakat
yang lebih adil (dan dunia) dalam kaitannya dengan penyebaran kekayaan,
kekuasaan dan peluang
Secara keseluruhan, ideologi ini berorientasi sosial, dengan
epistemologinya berdasarkan konstruksi sosial, dan etika-etikanya berdasarkan
keadilan sosial. Karena ini bersifat relativistik, dalam semua domain hal ini
mengakui kesahihan perspektif alternatif.

6
b. Pendidik Umum sebagai Fallibilist Relativistik

Fallibilist Relativistik adalah ideologi para pendidik umum, yang


menggambarkan sebuah tradisi reformasi radikal, yang  terkait dengan  demokrasi
dan equitas sosial (Williams, 1961).  Tujuannya adalah
“pendidikan bagi semuanya”, untuk memberdayakan kelas pekerja, dan kelas-
kelas lain, agar berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokrasi masyarakat, dan
berbagi dalam kemakmuran masyarakat industri modern. Untuk pendidikan,
tujuan ini berarti mengembangkan kemampuan-kemampuan pemikiran kritis
mandiri, yang memungkinkan para siswa untuk mempertanyakan pengetahuan
yang diterima dengan kepercayaan, bagaimanapun otoritas sumbernya, dan untuk
menerima hanya apa yang dapat dibenarkan secara rasional. Dua hasil dari tujuan
ini adalah bahwa pengetahuan yang diterima tidak lagi dianggap mutlak, dan
bahwa budaya ‘tinggi’ tidak lagi dihargai lebih besar daripada budaya populer
atau ‘rakyat’. Hal ini menjangkau perbedaan antara pengetahuan paktis atau yang
terpancang kepada budaya dan pengetahuan akademis. Meskipun pengetahuan
akademis dihargai karena struktur teoretisnya, hal ini tidak dengan mengorbankan
pengetahuan praktis yang dihargai karena menjadi bagian dari budaya dan kondisi
kehidupan rakyat.
Asal-usul ideologi pendidikan umum
Akar dari tradisi pendidik umum dan pendidik progresif saling berkaitan.
Maka dari itu, ketentuan pendidikan dasar bagi semua orang dalam Undang-
Undang Reformasi 1870, menggambarkan sebuah kemenangan bagi kedua
kelompok tersebut (dalam aliansi dengan para pelatih/trainer industri). Akan
tetapi, tidak semua orang berbagi tujuan pendidik umum karena Undang-undang
ini memberdayakan masyarakat secara politik. Melainkan diharapkan bahwa hal
ini akan memoderasi pengerahan kekutan mereka, setelah pemberian hak kepada
sebagian besar pekerja kota pada tahun 1867. Menurut kata-kata kontemporer 
Robert Lower:
Sejak saat anda mempercayai masyarakat dengan kekuatan, pendidikan
menjadi sebuah kebutuhan wajib … Anda telah meletakkan pemerintahan
negeri ini di tangan masyarakat dan maka dari itu anda harus memberi
mereka sebuah pendidikan.
(Dawson dan Wall, 1969, hal 28)

7
Ada gerakan-gerakan untuk membawa pendidikan universal kepada
masyarakat secara terlepas dari tradisi pendidikan progresif. Pada akhir abad
kedelapanbelas, para pemikir seperti Malthus dan Bentham berpendapat bahwa
sebuah pendidikan negeri bagi seluruh rakyat diperlukan untuk memperbaiki
kebodohan dan kondisi rakyat miskin.
Sebuah gerakan Victorian kuno “ilmu tentang hal-hal umum’,
menghubungkan pendidikan ilmu pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari dan
pengalaman rakyat. Insinyur dari reformasi ini adalah’ Henry Moseley, yang
tujuannya sebagian besar sesuai dengan perspektif pendidik umum. Ia
berpendapat bahwa “membekali seorang anak dnegan kekuatan mekanis membaca
tanpa mengajarinya memahami bahasa buku’ tidak akan memberdayakan. Saat
membahas komponen-komponen dari sebuah kurikulum yang sesuai, ia
berpendapat bahwa:
Aritmatika, jika dilihat sebagai logika dari rakyat dan dikembangkan dengan
relevansi terhadap budaya intelektual anak kelas pekerja, merupakan …
sebuah unsur yang penting; tetapi tidak ada cabang pengajaran sekuler yang
mungkin lebih efektif dalam menaikkan karakter pekerja daripada
pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang memiliki sebuah
aplikasi pada kesejahteraan dan pekerjannya di masa mendatang. Berbekal
ini, anak memiliki sumberdaya yang sangat berharga bagi perjuangannya di
masa mendatang dengan unsur-unsur material eksistensi. Ia akan dibekali
untuk menghindari degradasi tenaga kerja yang bodoh.

Pandangan tentang pendidikan sebagai alat untuk memungkinkan pekerja


memiliki kekuasaan yang lebih besar atas kehidupan mereka dan kondisi-kondisi
material menggambarkan sebuah contoh awal tentang perspektif pendidikan
umum.
Walaupun Moseley pada awalnya sukses dalam memperoleh dana untuk
peralatan ilmiah dan sumberdaya bagi ekperimentasi siswa di sekolah-sekolah,
namun ilmu pengetahuan (sains) tidak menjadi bagian pokok dari tradisi sekolah
dasar. Justru ‘pelajaran obyek’ yang menjadi lumrah, dimana guru
memperlihatkan sebuah obyek biasa, seperti sebuah batu bara, atau gambarannya,
seperti sebuah gambar seekor kuda, dan kemudian memperoleh deskripsi, definisi
dan sifat-sifatnya dari murid-murid. Ini sangat berbeda dengan ‘ilmu tentang
benda-benda umum’ dan kurikulum pendidik umum.

8
Williams menggambarkan sebuah sumber pendidik umum lebih lanjut. Ini
adalah sebuah kelompok yang ditarik dari kelas pekerja, yang memiliki dampak
melalui pendidikan dewasa dengan memperkenalkan unsur-unsur pilihan subyek
‘siswa’, hubungan antara disiplin ilmu dengan kehidupan kontemporer yang
sesungguhnya, dan keseimbangan diskusi umum dengan instruksi ahli’ Williams.
Salah seorang pendukung kedudukan pendidik umum pada awal abad
keduapuluh adalah Dewey. Ia mendukung tiga rangkaian keyakinan yang saling
berhubungan dengan pandangan ini. Hal ini pertama-tama, melalui Pragmatisme,
pandangan bahwa semua pengetahuan bersifat sementara dan bisa keliru. Dalam
hal ini, Dewey jauh lebih unggul pada jamannya, karena ‘kesempurnaan
pengetahuan’ merupakan kekolotan jamannya. Yang kedua, Dewey percaya
dengan pendidikan untuk demokrasi, dan terutama, pentingnya pemikiran reflektif
kritis yang merupakan pengujian yang aktif, hati-hati dan terus menerus terhadap
suatu keyakinan, atau bentuk pengetahuan yang diakui, dalam kaitannya dengan
dasar yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lebih lanjut terhadap apa
yang kepadanya ia condong. Ketiga, Dewey berpendapat bahwa kesenjangan
antara minat dan pengalaman anak, dan subyek kurikulum yang berbeda harus
dijembatani. Pengalaman dan budaya anak seharusnya memberikan landasan bagi
pembelajaran sekolah yang mengeluarkan anak dari lingkungan fisik yang
familier dengannya, dengan luas hampir tidak lebih dari satu mil persegi atau
lebih – ya, dan bahkan sampai batas-batas tata surya. Jangkauan ingatan personal
yang kecil dan tradisi terbebani oleh sejarah semua orang selama berabad-abad
lamanya.Dewey percaya bahwa pendidikan sebaiknya dimulai dengan minat dan
budaya anak-anak, dan bahwa hal ini kemudian membangun keluar, kearah
pencarian disiplin ilmu kurikulum dari landasan ini.Maka dari itu Dewey
merupakan seorang pendukung maksud pendidik umum. Walaupun sekaligus
merupakan kontributor penting pada tradisi progresif dalam pendidikan, namun ia
juga mengkritiknya dalam bentuk yang terlalu romantis, dan sangat berkomitmen
terhadap nilai-nilai ideologi pendidik umum.
Beberapa pernyataan yang kuat dari ideologi pendidik umum datang dari
negara-negara pasca kolonial diluar Inggris, yang terkait dengan pembangunan
sosial. Salah satu contohnya adalah program “Pendidikan untuk Self-Reliance

9
(Kepercayaan Diri)’ di Tanzannia yang diprakarsai oleh Julius Nyrere, dengan
tujuan berikut ini:
untuk mempersiapkan orang-orang menghadapi tanggung jawab mereka
sebagai pekerja dan warganegara yang bebas dalam suatu masyarakat yang
bebas dan demokratis, walaupun sebagian besar merupakan masyarakat
pedesaan. Mereka harus mampu berpikir untuk dirinya sendiri, untuk
membuat penilaian tentang semua masalah yang mempengaruhi mereka;
mereka harus mampu menafsirkan keputusan-keputusan yang dibuat melalui
lembaga-lembaga demokrasi di masyarakat kita … Maka dari itu,
pendidikan harus mendorong berkembangnya pikiran menyelidiki, yaitu
sebuah kemampuan untuk mempelajari apa yang orang lain lakukan dalam
diri setiap warganegara.

Paulo Freier telah mengembangkan sebuah ideologi pendidik umum yang


komprehensif, dengan ajaran-ajaran berikut ini. Semua pengetahuan bersifat
sementara, dan tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan subyektif seseorang.
Dunia dan kesadaran tidak saling bertentangan secara statis, mereka saling
berhubungan satu sama lain secara dialektik … kebenaran dari yang satu harus
diperoleh melalui yang lain; kebenaran tidak diberikan, hal ini menaklukkan
dirinya sendiri dan membuatnya sekali lagi. Yaitu pada penemuan dan sekaligus
penciptaan.
Menurut Freire, tujuan dari pendidikan adalah untuk mencapai kesadaran
yang penting atau “conscientization” yaitu sebuah pendekatan kritis permanen
terhadap realita untuk menemukannya dan menemukan mitos yang menipu kita
dan membantu mempertahankan struktur dehumanisasi yang menindas.
Kesadaran kritis diperoleh melalui pendidikan ‘problem posing(pengajuan
masalah)’ dimana siswa para siswa secara aktif memilih masalah dan obyek
penelitian, adalah bersama-sama menyelidiki (mencari keterangan) dengan guru
dan bebas mempertanyakan kurikulum dan ilmu pendidikan (pedagogi) sekolah.
Hal ini berbeda dengan pendidikan ‘banking (perbankan)’ dimana para siswa
merupakan penerima pengetahuan yang pasif dan tak berdaya. Freire
mengembangkan ideologi pendidikan (terbukti dibawah pengaruh Marxisme)
melalui pengajaran keterampilan membaca dan menulis kepada para petani di
Brazil dengan tujuan untuk memberdayakan mereka agar terlibat dengan struktur
sosial masyarakat dan untuk mengambil alih kehidupan mereka.

10
Semakin banyak peneliti di dunia yang telah mendukung unsur-unsur dari
kurikulum pendidik umum, termasuk refleksi kritis tentang pengetahuan yang
diterima dan sifat masyarakat dan meningkatnya demokrasi dan pengendalian
siswa atas bentuk dan muatan pendidikan sekolah.
Di Britain, Williams (1961) mengusulkan sebuah kurikulum pendidik
umum untuk memberikan penguasaan bahasa Inggris dan matematika kepada para
siswa untuk memperkenalkan siswa kepada budaya masyarakat disekitar mereka –
termasuk budaya populer – dan berlatih dalam pembacaan kritis tentang surat
kabar, majalah, propaganda dan iklan; untuk mempersiapkan mereka dalam
berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokrasi masyarakat; terlibat dalam
metode penyelidikan ilmu pengetahuan dan memahami sejarah dan efek sosial
dari ilmu pengetahuan. Singkat kata, ‘sebuah pendidikan umum yang dirancang
untuk mengekspresikan dan menciptakan nilai-nilai tentang sebuah demokrasi
terdidik dan budaya umum’.Walaupun banyak proyek semadam itu yang tidak
pernah melewati tahap perencanaan, Proyek kurikulum kemanusiaan berhasil
dilaksanakan dengan mempertimbangkan beberapa tujuan pendidik umum.
Tujuan pedagogis dari proyek ini adalah untuk mengembangkan sebuah
pemahaman tentang situasi-situasi sosial dan tindakan manusia dan masalah nilai
kontroversial yang mereka timbulkan.Proyek ini menggunakan kontroversi dan
memuat konflik (argumen) sebagai bagian dari metodologi untuk menumbuhkan
kesadaran kritis dikalangan para siswa. Guru masuk kedalam peran ketua yang
netral, menghindari pengajaran partisan (pengikut) dan muatan indoktrinasi.
Sebuah masalah timbul dalam perlakuan rasisme, dimana dirasakan bahwa
netralitas tidak dapat diterima. Hal ini berada dibalik pengadopsian sebuahmaksud
yang dilakukan dengan sengaja untuk menghapuskan ketegangan ketegangan
rasial dan rasa sakit didalam masyarakat kita – yang merupakan dan akan multi-
rasial – dengan mengurangi praduga, dengan membentuk rasa hormat terhadap
tradisi yang beragam, dan dengan mendorong sikap saling memahami, kelayakan
dan keadilan.
Walaupun proyek ini meliputi unsur-unsur maksud pendidik umum,
namun hal ini tidak sepenuhnya membahas prubahan sosial dan maksud politik.
Di tempat lain, para pendidik telah mengusulkan kurikulum pendidik umum yang

11
membahas berbagai macam tujuan (maksud), sebagai contoh, sebagai ‘pendidikan
kota’. Sebuah pernyataan yang jelas tentang maksud dan prinsip dari salah satu
proyek tersebut diberikan oleh Zimmer.
1. Tidak akan ada pengajaran di kelas lagi. Semuanya akan dilakukan melalui
proyek-proyek.
2.  Proyek-proyek seharusnya memenuhi kebutuhan suatu kelas pekerja yang
bertujuan untuk memperoleh kebulatan tekad.
3.  Prinsip kebulatan tekad seharusnya berlaku di sekolah, dan dalam
pemilihan proyek.
4. Sekolah seharusnya hidup di sebuah dunianya sendiri, tetapi sebaiknya
bergerak kembali kedalam masyarakat di daerah-daerah tersebut dimana
perubahan diperlukan.
5. Anak-anak sebaiknya diberi setiap peluang pemenuhan diri. Mereka
seharusnya bahagia, dan kebutuhan mereka sebaiknya terpenuhi, selama
itu memungkinkan didalam sebuah konteks sekolah.
6. Anak-anak sebaiknya tidak dipisahkan dari masyarakat – sebaliknya
mereka dapat menerapkan tuntutan mereka akan realisasi (perwujudan
diri) hanya pada lingkungan mereka yang terbatas. Mereka mendukung
kepentingan mereka dalam kaitannya dengan kepentingan masyarakat
secara keseluruhan, dan mereka seharusnya menegosiasikan dan
memperoleh kepentingan mereka dengan cara yang demokratis.
Dengan demikian, Zimmer mengusulkan situasi kehidupan pembelajar
adalah titik awal dari perencanaan pendidikan; pemerolehan pengetahuan
merupakan bagian dari proyek; dan perubahan sosial merupakan tujuan tertinggi
dari kurikulum. Ia mengungkapkan bahwa kurikulum sebaiknya didasarkan
kepada proyek-proyek untuk membantu perkembangan diri dan kepercayaan diri
murid, dengan topik-topik seperti ‘konflik di pabrik’ dan ‘kantor kesejahteraan
sosial’.
Baik proyek pabrik maupun kantor kesejahteraan menawarkan peluang
bagi proyek-proyek yang sejajar dan lanjutan. Pada proyek pabrik, orang dapat
mempelajari matematika dan sumbangannya dalam proses produksi, bukan
mengenai hal itu sebagai masalah menularkan keterampilan matematika secara

12
terpisah dari kemungkinan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang
sebaiknya belajar bagaimana cara menganalisa bagaimana nilai-nilai yang ada
diluar matematika dapat diubah menjadi simbol-simbol matematika, aturan-aturan
dan proses-proses. Sebaliknya, orang seharusnya mampu mengenali sifat dan nilai
benda-benda yang terletak dibalik simbol-simbol matematika formal. Orang harus
mampu melakukan hal ini terutama dalam situasi-situasi dimana proses teknologi
dan kegiatan matematika yang terkait dengan mereka memberikan sebuah kesan
tentang rasionalitas obyektif, sementara kepentingan yang berada dibalik mereka
masih tetap tersembunyi.
Dengan demikian, Zimmer mampu mengetahui bagaimana pelajaran yang
paling sulit, yaitu matematika, memiliki peran penuh yang harus dimainkan dalam
pencapaian tujuan pendidikan umum.
Proposal-proposal mengenai sebuah kurikulum pendidik umum terus
berlanjut hingga sekarang ini. Jones (1989), misalnya mengusulkan sebuah
piagam untuk pendidikan yang merupakan sebuah pernyataan lengkap dan kuat
mengenai kedudukan tersebut.
Secara keseluruhan, Williams (1961) berpendapat bahwa para pendidik
umum telah berhasil dalam menjamin perpanjangan pendidikan bagi semua orang
di masyarakat modern Inggris (dan Barat), sebagai suatu hak. Hal ini dilakukan
dengan aliansi yang bijaksana dengan para trainer (pelatih) industri dan lain-lain
yang terutama menghasilkan Undang-Undang Pendidikan Expansionist tahun
1870 dan 1944. Dengan demikian, tujuan pendidik umum yaitu ‘pendidikan bagi
semua orang’ dalam kaitannya dengan pendidikan sekolah yang bebas universal
telah tercapai.
Akan tetapi, pendidik umum belum berhasil dalam mengubah isi dan gaya
transaksional pendidikan sekolah untuk merefleksikan maksud pendidikan
mereka. Maka dari itu, bahkan proyek paling sukses yang dijelaskan diatas, yaitu
Proyek Kurikulum Kemanusiaan, merupakan sebuah eksperimen jangka pendek.
Itu berarti bahwa kesetaraan peluang pendidikan tidak diperoleh di Britain.
Sejumlah kelompok sosial, termasuk siswa perempuan, etnik minoritas, dan kelas
pekerja, kurang terlayani dengan baik oleh sistem pendidikan, dalam kaitannya

13
dengan peluang hidup, dibandingkan dengan siswa laki-laki, kulit putih dan kelas
menengah.

c. Kelompok Pendidik Umum dalam Pendidikan Matematika

Kemunculan suatu kelompok pendidik umum khususnya dalam


pendidikan matematika baru terjadi akhir-akhir ini, karena munculnya filsafat
matematika fallibilist dan konstruktivist sosial. Tonggak bersejarah terjadi pada
tahun 1634, dengan publikasi bagian terbesar dari Lakatos (1976, dalam artikel-
artikel jurnal). Baru setelah ini pandangan fallibilist tentang  matematika
memperoleh legitimasi dan kekinian. Sebelum hal ini terjadi, ideologi pendidik
umum yang lengkap dalam kaitannya dengan matematika tidak memungkinkan.
Akan tetapi, sejak permulaan, implikasi filsafat fallibilist matematika (dan ilmu
pengetahuan) terhadap pendidikan telah muncul dari para pencipta dan elaborator
atau pengurainya.
Sebuah pernyataan yang jelas tentang pandangan fallibilist matematika
dalam pendidikan, walaupun agak subyektivistik dalam dukungan, diebabkan oleh
Asosiasi Guru Matematika.
Matematika dibuat oleh manusia dan memiliki semua  fallibility (sifat bisa
salah) dan ketidakpastian yang tersirat dari hal ini. Hal ini tidak ada diluar pikiran
manusia, dan hal ini membuat kualitasnya dari pikiran manusia yang
menciptakannya. Karena matematika dibuat oleh manusia dan ada hanya didalam
pikirannya, hal ini harus dibuat atau dibuat lagi di pikiran setiap orang yang
mempelajarinya. Dalam hal ini matematika hanya dapat dipelajari dengan
diciptakan.
Akhir-akhir ini, pendidik umum harus mengakui bahwa matematika
merupakan sebuah konsep sosial yang terpancang kepada budaya dan terikat oleh
budaya. Hal ini berlaku pada praktek informasi yang disebut ‘etnomatematik’ oleh
D’Ambrosio. Yang menggambarkan kegunaan dan sumber matematika sehari-
hari.
Keterpancangan pada budaya ini juga berlaku pada matematika formal dan
akademis dan aplikasinya, yang merupakan bagian dari ‘institusi sosial

14
matematika’. Pengetahuan matematika sendiri secara jelas diakui sebagai sebuah
konsep sosial.
Selain pandangan tentang sifat matematika, kelompok pendidik umum
memiliki pandangan tentang sifat pendidikan matematika dan hubungannya
dengan masyarakat. Yang pertama, mengenai tujuan pendidikan matematika.
Hal ini memiliki arti demokratis bagi individu serta masyarakat pada
umumnya, jika warganegara dibekali dengan instrumen-instrumen untuk
memahami peran matematika [dalam masyarakat]. Setiap orang yang tidak
memiliki instrumen tersebut menjadi ‘korban’ proses kemasyarakatan dimana
matematika menjadi salah satu komponennya. Jadi, tujuan dari pendidikan
matematika seharusnya untuk memungkinkan siswa menyadari, memahami,
menilai, memanfaatkan, dan kadang-kadang juga melakukan aplikasi matematika
didalam masyarakat, khususnya pada situasi yang memiliki arti bagi kehidupan
pribadi, sosial, dan profesional.
Untuk memberdayakan para pembelajar dan memberi mereka kontrol yang
lebih besar atas kehidupan mereka (Frankenstein dan Powell, 1988), pengajaran
matematika seharusnya mendorong otonomi siswa dan pilihan siswa atas bidang-
bidang permasalahan yang harus diteliti.
Maka dari itu, pendidikan seharusnya mengarah kepada keterlibatan
personal dan sosial atas nama pembelajar. Hal ini melibatkan pemikiran kritis dan
‘conscientization’ melalui matematika yang merupakan proses penting yang
dengannya hubungan antara matematika dengan masyarakat terkait dengan
perkembangan/situasi pribadi murid atau siswa. Proses ini melibatkan pembelajar
dalam beberapa tahap. Yang pertama keterlibatan dengan suatu bentuk aktivitas
matematika yang terorganisir. Yang kedua, obyektivikasi beberapa masalah
matematika, yaitu menjauhkan diri dari permasalahan sehingga hal ini jelas
terlihat sebagai obyek penelitian. Yang ketiga, refleksi kritis tentang tujuan dan
konsekuensi dari mempelajari masalah ini dalam kaitannya dengan nilai-nilai
yang lebih luas. Akan tetapi, konflik dan kontroversi akan timbul dari
Mempolitisasi pendidikan. Situasi ini tidak semuanya ideal. Kita tidak mungkin
berpikir tentang kepentingan-kepentingan kecil ketika orang sesungguhnya dapat
memiliki kepentingan berbeda dan bahkan bertentangan. Dan kita suka melatih

15
kerjasama dan keselarasan, dan bukan membawa keburukan dari dunia luar
kedalam kelas. Akan tetapi bagaimanapun juga kita harus menghadapi konflik-
konflik apabila mereka nyata. Sebagai pendidik, kebanyakan dari kita menghadapi
situasi-situasi yang meliputi dilema-dilema seperti (persaingan versus kerjasama)
dan (ideologi x versus ideologi y). kita harus menghadapi bukan mengabaikan
permasalahan semacam itu.
Tujuan dari kurikulum matematika pendidik umum adalah untuk
memberikan sumbangan kepada perubahan sosial kearah keadilan sosial yang
lebih besar.Walaupun kelompok pendidik umum merupakan yang terbaru diantara
kelima kelompok ideologi dalam pendidikan matematika, namun kelompok ini
semakin didukung oleh para pendidik matematika. Selain yang disebutkan diatas,
orang-orang berikutnya yang memberikan kontribusi kepada perspektif pendidik
umum dalam pendidikan matematika di Britain dapat disebutkan (misalnya;
Burton, 1986; Ernest, 1986; Evans, 1988; irvine, Miles, dan Evans, 1979; Joseph,
1987; Lerman, 1988; Maxwell, 1984; Noss dkk., 1990).

d. Ideologi Pendidik Umum dalam Pendidikan Matematika

Tujuan pendidikan matematika


Tujuan dari perspektif pendidik umum adalah mengembangkan demokrasi
kewarganegaraan melalui pemikiran kritis dalam matematika. Ini melibatkan
pemberdayaan individu untuk menjadi percaya diri dan mengemukakan
masalahmatematika yang tertanam dalam konteks sosial, dan dengan
demikianpemahaman lembaga sosial matematika. Pada tingkat yang lebih dalam,
iamembantu peserta didik untuk menjadi terlibat dalam kegiatanmatematika, yang
tertanam dalam sosial pelajar dan konteks politik(Mellin-Olsen, 1987). Tujuan-
tujuan ini berasal dari keinginan untukmelihat konstribusi pendidikan matematika
pada kemajuan keadilan sosialbagi semua masyarakat.
Teori pengetahuan matematis sekolah
Pengetahuan matematis sekolah harus mencerminkan sifat matematika
sebagai konstruksi sosial: tentatif, tumbuh dengan cara penciptaan manusiadan
pengambilan keputusan, dan terhubung dengan pengetahuan nyatalainnya, budaya
dan kehidupan sosial. Matematika sekolah tidak harusdilihat sebagai pengetahuan

16
eksternal yang dipaksakan dimana siswamerasa terasing. Sebaliknya itu harus
tertanam dalam budaya siswa danrealitas situasi mereka, melibatkan mereka dan
memungkinkan merekauntuk mengapresiasi diri mereka sendiri. Dalam cara ini,
pengetahuanmatematika adalah untuk menyediakan cara untuk melihat serta
alatberpikir(Mellin-Olsen, 1987). Ini memberikan pemahaman dan kekuasaanatas
kedua struktur abstrak pengetahuan dan budaya, dan lembagalembagasosial
matematika dan realitas politik.

Teori belajar matematika


Teori belajar matematika dari perspektif ini adalah bahwa dari
maknakonstruksi sosial, yang berasal dari teori asal-usul pemikiran
sosialVygotsky (1962) dan teori aktivitas Leont'ev (1978) dan lain-lain.
Menurutteori ini, pengetahuan anak dan arti diinternalisasi ‘konstruksi
sosial’sebagai hasil dari interaksi sosial, negosiasi makna dan keterlibatan
dalam'kegiatan'. Pandangan ini telah secara eksplisit diusulkan oleh
pendukungposisi pendidik umum seperti Uskup (1985), Cobb (1986) dan Mellin-
Olsen(1987), dan dimasukkan di bawah konstruksionisme sosial.Teori ini melihat
anak-anak sebagai perlu terlibat secara aktif dengan matematika, mengemukakan
pemecahan masalah, membahas penanamanmatematika dalam kehidupan mereka
sendiri dan lingkungan(ethnomathematics) serta konteks sosial yang lebih luas.
Konsepsi pelajar(dan guru) dan asumsi perlu diartikulasikan, dihadapkan dengan
perspektiflainnya, dan menantang, untuk memungkinkan pengembangan berpikir
kritis. Hal ini menyebabkan konflik, yang diperlukan untuk akomodasi
danpertumbuhan konsep-konsep baru
Teori kemampuan matematika
Kemampuan Matematika dipandang terutama sebagai suatu
konstruksisosial, dengan dampak dari konteks sosial memiliki peran penting
dalampengembangan individu, dan khususnya pada manifestasi dari'kemampuan'.
Individu dipahami, menurut perspektif ini, jauh lebihsebanding (sama) dalam
karakteristik dan kemampuan saat lahir darisetelah bertahun-tahun sosialisasi
dalam berbagai lingkungan. Jadi'kemampuan' yang diberikanpada siswa oleh

17
pengalaman mereka dan dengan cara mereka dianggap dan'dilabel' oleh orang lain
(Krutetskii, 1976; Meighan, 1986; Ruthven, 1987).
Teori Mengajar Matematika
Teori mengajar mencakup sejumlah komponen:
1. Diskusi dengan sungguh-sungguh, baik siswa-siswa dan siswa-guru,
karena belajar adalah konstruksi sosial bermakna;
2. Tugas kelompok kooperatif, kerja-proyek dan pemecahan masalah, untuk
kepercayaan diri,keterlibatan dan penguasaan;
3. Proyek otonom, eksplorasi, problem posing dan bekerja investigasi,
untukkreativitas, arah-diri siswa dan keterlibatan melalui relevansi pribadi;
4. Pelajar mempertanyakan isi kursus, pedagogi dan motode penilaian
yangdigunakan, untuk berpikir kritis, dan
5. Bahan yang relevan secara sosial, proyek dan topik, termasuk ras,
genderdanmatematika, untuk keterlibatan sosial dan pemberdayaan.
Selanjutnya mengajar perlu demokratis dan terbuka sebagai
kekuatanasimetri dari kelas yang memungkinkan, tetapi dengan pengakuan
eksplisitdari asimetri ini.Guru perlu memainkan peran ketua netral atau
advokatsetan ( devil’s advocate) dalam diskusi, tetapi juga harus
jujurmengungkapkan pandangannya mengenai isu-isu kontroversial. Guru
jugamemiliki tanggung jawab besar untuk mempersiapkan siswa baik
untukpenilaian eksternal, sebagai bagian dari konteks sosial yang nyata
yangmengelilingi situasi sekolah. Di atas semua itu,diakui bahwa konflik
memiliki bagian essessential untuk bermain, dantidak bisa dengan cara yang
mulus.
Teori sumber daya dalam matematika pendidikan
Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa belajar harus aktif,
bervariasi,terlibat secara sosial dan mengatur diri sendiri. Akibatnya teori
sumberdaya memiliki tiga komponen utama:
1. Penyediaan berbagai sumber daya praktis untuk memfasilitasi
keragamandan pendekatan pengajaran aktif;
2. Penyediaan bahan otentik, seperti koran, statistik resmi, dan seterusnya
untuk studi sosial yang relevan dan terlibat secara sosial dan investigasi;

18
3. Fasilitasi kontrol pengaturan-diri siswa dan akses untuk sumber daya
belajar.
Teori assesmen pembelajaran matematika
Teori assesmen dikaitkan untuk menemukan langkah-langkah kompetensi
dan kemampuan positif dalam matematika tanpa meniru-niru siswa
dengankemampuan, ataumengandaikan hirarki model matematika. Di atas semua,
nilai assesmenkompetensi yang wajar, terlepas dari jenis kelamin, ras, kelas atau
variabelsosial lainnya, serta pengurangan persaingan. Dengan demikian berbagai
bentuk assesmendapat digunakan,termasuk profil atau catatan prestasi, perluasan
proyek dan ujian. Tugas assesmen dan hasil harus terbuka untuk diskusi murid,
penelititan dengancermat dan negosiasi mana yang sesuai (seperti dalam catatan
prestasi), dan siswa memilih topik untuk penyelidikan dan kerja-proyek. Isi tugas
assesmen, seperti proyek dan pertanyaan ujian, akan mencakup secara sosial
penanaman masalah matematika, memerlukan pemikiran kritis tentang peran
sosial matematika.
Perspektif ini adalah menyadari sertifikasi kepentingan sosial
dalammatematika, sehingga harus memberikan persiapan yang menyeluruh
untukujian dan assesmen eksternal. Ini adalah bagian penting daritanggungjawab
guru terhadap siswa, meskipun harus dicapai sebagaiproduk sampingan dari
'pemikiran sosial' untuk matematika (Mellin-Olsen,1987). Kemungkinan konflik
nilai-nilai di sini perlu dikenal.
. Teori keragaman sosial dalam pendidikan matematika
Teori keragaman sosial mencerminkan nilai-nilai yang mendasar
danepistemologi. Jadi kurikulum matematika harus mencerminkan
beragamsejarah, budaya dan lokasi geografis dan sumber daya; perannya
dalamkonteks non-akademik (ethnomathematics) dan pengakaran dalam
semuaaspek sosial dan organisasi politik kehidupan modern (lembaga sosial
matematika). Kurikulum matematika harus 'bersahabat' bagi perempuan, etnis
minoritas, dan kelompok sosial lainnya, dan tindakan positif termasukanti-
seksisme dan anti-rasisme yang diperlukan untuk meningkatkanpendidikan
matematika dan pandangan sosial dari semua, bukan hanyauntuk melawan
masalah kelompok yang kurang beruntung. Kurikulumharus disaring untuk

19
menghilangkan hambatan keberhasilan semua, sepertibahasa, stereotip atau
pedagogi sempit yang membatasi keterlibatanpartisipasi atau pengembangan dari
semua segmen sosial. Sebuah diskusiterbuka tentang peran matematika dalam
reproduksi dalam kerugian sosialadalah tepat. Secara keseluruhan, keragaman
sosial diakui, ditampung dandirayakan sebagai sentral sifat matematika.

e. Evaluasi Kritis dari Persepektif Pendidik Umum

Kekuatan
Pertama, perspektif pendidik umum dari yang dianggap, sebagianbesar
merupakan perwujudan dan kelanjutan demokrasi dalam tujuannyauntuk
pendidikan matematika. Hal ini hanya ideologi dengan tujuaneksplisit
meningkatkan realisasi-diri pelajar baik sebagai manusia yang otonom dan
sebagai anggota masyarakat. Hal ini juga satu-satunya ideologiyang berkomitmen
penuh untuk keadilan sosial, sehubungan denganimplikasi penyediaan sosial dan
politik 'matematika untuk semua', ataulebih baik 'matematika oleh semua',
terutama bagi kelompok sosial kurangberuntung (Volmink, 1990). Ini
mempromosikan visi 'pendidikanmatematika sosialis ' mengajar matematika untuk
semua, untuk'kewarganegaraan dalam masyarakat teknologi' (Swetz, 1978,
halaman 3).Dengan demikian, tujuan pendidik umum memperhatikan
pendidikanmatematika berdasarkan prinsip sosialis demokratis dan nilai-nilai.Ini
harus dibedakan dari pendidikan matematika dalam 'masyarakat sosialis', yang
dijelaskan oleh Swetz, karena dari kontra “ideologi teoritis vs realisasi praktis"
(Howson, 1980). Untuk selain dari kenyataan bahwatidak ada negara sosialis yang
pernah menganut sepenuhnya tujuanpendidik umum, ada juga risiko bahwa di
negara-negara sepertikepentingan individu bisa hilang atau tenggelam dalam
pendidikan didorong oleh beberapa pengertian tentang 'baik kolektif' tersebut.
Kedua, perspektif ini hanya untuk mengakomodasi fallibilist atau
konstruktivis sosial filsafat matematika, mewakili pemikiran
kontemporerterdepan. Akibatnya kurikulum matematika pendidik
umummencerminkan sifat matematika sebagai lembaga sosial, dengan
semuakekuatan implikasi pendidikan dari perspektif ini. Peran ras yang
berbeda,negara danperempuan dalam penciptaan matematika yang diakui,

20
mengarah padapenolakan mitos kepemilikan laki-laki kulit putih matematika
Eropa. Juga,sejarah dan konteks manusia matematika menjadi sangat
sentral,menyebabkan kurang mengasingkan dan menakjubkan citra
matematika,dan sehingga menimbulkan satu yang lebih humanistik dan
ramah.Pengakuan dari falibilitas matematika menyangkal sentralitas dari konsep
kebenaran atau kesalahan siswa dalam matematika, yang merupakankontributor
yang kuat untuk sikap negatif dan mathephobia.Secara keseluruhan, perspektif ini
memiliki kekuatan baik dari segi etis danbasis epistemologis, dan terjemahan ini
menjadi tujuan pendidikan.

Kelemahan
Perspektif pendidik umum dan tujuan menghadapi sejumlah kelemahan, terutama
berkaitan dengan masalah pelaksanaan, tetapi jugakarena sejumlah kontradiksi
dalam ideologi.
Membuat pendidikan matematika kontroversial
Pertama, terdapat masalah yang kontroversial dari perspektif pendidik umum dan
implikasinya terhadap pendidikan. Ini telah diakui olehseminar ICMI pada
matematika sekolah di tahun 1990-an dalam suatudiskusi tentang peran sosial
matematika yang membedakan dua pilihan,dan hasil-hasil negatif yang mungkin
timbul.
Alternatif 1 Matematika adalah netral, dan yang terbaik diajarkan dalamisolasi
dariperbedatan isu-isu sosial....
Alternatif 2 Sejak matematika menopang baik teknologi dalam semuabentuk
perwujudan, dan kebijakan yang menentukan bagaimana matematika digunakan,
pengajarannya sengaja harus berkaitan dengan isuini.
Konsekuensi:
1 Hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Memang banyak-jikatidak sebagian besar-
guru matematika tidak akan melihatnya sebagai bagian dari tugas mereka untuk
menyentuh sosial dan perdebatan isu

21
2 Pemerintah cenderung merespon negatif. Ini telah terjadidi beberapa negara
yang telah berusaha untuk menyertakan komponen'tanggung jawab sosial' dalam
pengajaran fisika.(Howson dan Wilson, 1986, halaman 5)
Tujuan pendidik umum, dan nilai-nilai yang mendasari mereka,mewakili
sebuah 'politisasi' pendidikan matematika (Noddings, 1987).Untuk penonton dari
empat kelompok ideologis lainnya, tujuan ini tidaksesuai dengan kemutlakan
filsafat matematika mereka sendiri, yang melihatdisiplin sebagai tidak
bermasalah, netral dan bebas nilai.Perspektif ini, oleh karena itu, menyangkal
bahwa nilai-nilai sosial dan politik bisa masuk kedalam mengajar matematika
murni untuk alasan epistemologis dan pendidikan. Sebaliknya,pendekatan
pendidik umum, dengan sengaja mengobati perdebatanisu-isu sosial dan politik,
yang beresiko menjadi terlihat sebagai upayauntuk menumbangkan pendidikan
matematika menjadi kegiatanpropagandis. Dalam kasus ekstrim, dapat ditafsirkan
sebagai upaya olehMarxis untuk merendahkan pendidikan matematika menjadi
suatu ideologipolitik, dengan politik murni (sebagai lawan pendidikan) berakhir
dalam pikiran. Seperti persepsi oleh orang tua, administrator pendidikan
ataupolitisi, jika cukup luas, mungkin untuk memimpin intervensi
dalamkurikulum matematika.
Pertimbangan ini tidak dapat diabaikan oleh para pendukung
kurikulummatematika pendidik umum. Kenyataan bahwa pelaksanaan
mungkinakan bertemu dengan kontroversi dan oposisi harus diantisipasi.
Duastrategi yang telah diusulkan untuk mengurangi risiko ini adalah
denganmenawarkan kursus murni tersebut sebagai pilihan (Abraham dan
Bibby,1988), dan menawarkan itu diluar mainstream sekolah untuk orang
dewasadatang kembali ke pendidikan (Frankenstein, 1989). Respon ini
menghindari konfrontasi dengan meminggirkan pendekatan
pendidikmasyarakat.Ini seperangkat masalah pertama yang menimbulkan
pertanyaan: apakahsetiap sistem politik benar-benar ingin kurikulum pendidik
umumuntuk mendidik warga negaranya dengan pertanyaan kritisnya
diterbitkansecara statistik, dan asumsi matematis dan model yang
mendasaripengambil keputusan politis?
Mengenalkan konflik ke dalam kelas

22
Area masalah kedua juga konsen dengan kontroversi dan konflik, tetapi dalam
kelas. Pengenalan perdebatan isu-isu sosial dan politik, dandorongan dari siswa
mempertanyakan subyek pelajaran, pedagogik danassesmen akan dengan desain
yang menimbulkan konflik dan kontroversidi dalam kelas. Disamping masalah
yang dijelaskan di atas, ini mungkin
berbeda secara radikal dari mode mengajar peserta didik telahberpengalaman
sebelumnya atau di tempat lain dan dapat meresahkan dan mengganggu peserta
didik. Secara Kontroversi, konflik dan argumenrasional tidak hanya hilang dari
banyak praktek pendidikan, tetapi juga asing bagi kebanyakan latar belakang
budaya peserta didik. Jadi aspekpendekatan pendidik umum ini dapat
menyebabkan ketidakcocokandan krisis bagi peserta didik. Hal ini menimbulkan
pertanyaan: bagaimanasecara etis dibenarkan pendekatan konfliktual ini,
mengingat akibatnyabagi siswa yang dapat diantisipasi?
Para guru di Inggris memiliki tanggung jawab profesional untuk
bertindakdalam orangtua gila (loco parentis) , untuk menyediakan
pendidikanpribadi, sosial dan moral sebagai tutor dan konselor, dan dengan
pribadi, misalnya, sejumlah besar anak-anak dari latar belakang emosional tidak
stabil bisa mendapatkan rasa aman dari stabilitashubungan merekadengan guru.
Pertanyaan diajukan adalah akankah kurikulum matematika pendidik umum
mengancam keamanan anak-anak dan karenanyamenyebabkan hasil destruktif
sebagai lawan konstruktif ? Tentu jawabanharus tergantung pada konteks spesifik
dan implementasi. Namun,mungkin bahwa kurikulum matematika pendidik
umum tidak harus sepenuhnya dilaksanakan sampai dengan tahun terakhir
pendidikan, dan bahwa untuk kontroversi pelajar yang lebih muda dan
236 konflik harus dihindari. Di sisi lain,konflik antara pelajar muda selama
jawaban atas masalah matematikamerupakan strategi pembelajaran yang sangat
efektif (Cobb, 1987,Yackel, 1987) .

3 Propaganda Kelas
Ketiga, penerimaan isu-isu sosial, budaya dan politik ke dalam
kurikulummatematikamembuka pintu untuk pengaruh pada atau manipulasi

23
terang-terangan darikurikulummatematika oleh kelompok komersial dan politik.
Dari perspektif ideologi sendiri tujuan pendidik umum untuk pendidikan
matematika yangterlihat bersifat demokratis, memberdayakan dan tidak memihak.
Namunevaluasi ini tidak sama dengan posisi ideologi lain, yang mungkin
merasabahwa seperangkat nilai-nilai itu perlu dipromosikan. Mengingat
kesempatan yang diberikan oleh penggabungan isu sosial dan politik kedalam
kurikulum matematika, seperti kelompok, yang mungkin lebih kuatdaripada
pengelompokan pendidik umum, dapat menumbangkanbertujuan untuk tujuan
akhir mereka sendiri.
Sebuah kasus ekstrim disediakan dalam ilmu pengetahuan, dimana
usahayang serius dilakukan oleh kelompok-kelompok fundamentalis Kristen
diAmerika Serikat untuk mengganti atau menyeimbangkan pengajaran
teorievolusi di sekolah yang sama dengan 'penciptaan ilmu', meskipun tidakberdiri
secara akademik. Di Inggris, materi kelas dihasilkan untuk sekolaholeh beberapa
kelompok komersial, untuk membangun masyarakatmisalnya, telah mengkritik
untuk mempromosikan kepentingan sektormereka dengan mengorbankan
penawaran pelajar sebuah pandangan yangseimbang secara keseluruhan faktor-
faktor komersial yang terlibat(Nasional Konsumen Council, 1986). Jadi politik
langsung dan tekanan komersial dan politik.Dari perspektif ideologisendiri tujuan
pendidik umum untuk pendidikan matematika yangterlihat bersifat demokratis,
memberdayakan dan tidak memihak. Namunevaluasi ini tidak sama dengan posisi
ideologi lain, yang mungkin merasabahwa seperangkat nilai-nilai itu perlu
dipromosikan. Mengingatkesempatan yang diberikan oleh penggabungan isu
sosial dan politik kedalam kurikulum matematika, seperti kelompok, yang
mungkin lebih kuatdaripada pengelompokan pendidik umum, dapat
menumbangkanbertujuan untuk tujuan akhir mereka sendiri.Sebuah kasus ekstrim
disediakan dalam ilmu pengetahuan, dimana usahayang serius dilakukan oleh
kelompok-kelompok fundamentalis Kristen diAmerika Serikat untuk mengganti
atau menyeimbangkan pengajaran teorievolusi di sekolah yang sama dengan
'penciptaan ilmu', meskipun tidakberdiri secara akademik. Di Inggris, materi kelas
dihasilkan untuk sekolaholeh beberapa kelompok komersial, untuk membangun
masyarakatmisalnya, telah mengkritik untuk mempromosikan kepentingan

24
sektormereka dengan mengorbankan penawaran pelajar sebuah pandangan
yangseimbang secara keseluruhan faktor-faktor komersial yang terlibat(Nasional
Konsumen Council, 1986). Jadi politik langsung dan tekanan komersial pada
kurikulum sekolah sudah ada. Sehingga kepentingankelompok tersebut cenderung
untuk melebihkan pengelompokan pendidik masyarakat dari segi baik kekuasaan
politik dan sumber daya keuangan.Dengan demikian, ada risiko bahwa kurikulum
matematika pendidikmasyarakat akan ditumbangkan dan dieksploitasi oleh
kepentingan politikdan komersial, untuk akhir mereka sendiri.
Kontradiksi
Keempat, terdapat sejumlah kontradiksi, atau mungkin timbul darikurikulum
matematikapendidik umum. Beberapa sudah pernah dibahas, seperti konflikversus
stabilitas, kepercayaan versus ancaman, dan pemikiran kritis versusindoktrinasi .
Tetapi beberapa kontradiksi tetap kuat.
Pemberdayaan pribadi versus keberhasilan ujian: Meskipun kami sebut
diatas, harus diakui bahwa ini adalah sumber konflik yang serius. Ini paralel
antaraperbedaanS-rasional dan I-rasional di bidang pendidikan (Mellin-Olsen,
1987), danbahwaantara pemahaman Relasional dan Instrumental (Mellin-Olsen,
1981; Skemp,1976). Penggunaan contoh, prosedur, dan strategi yang
tidaklangsung berlaku dalam konteks assesmen eksternal dikenakankemungkinan
akan diserang oleh beberapa siswa, orang tua, dan lain-laindidalam dan tanpa
sistem pendidikan. Selanjutnya, pendidik umummemiliki tugas untuk kedua
tujuan yang bertentangan.
Ethnomathematics vs matematika abstrak: terdapat konflik antara
lokasimatematika dalam dunia pengalaman siswa, dan kebutuhan untuk
mengajarmatematika teoritis untuk menyediakan alat-alat berpikir yang kuat
darimatematika abstrak. Paralel ini konflik antara penanaman sosial danaplikasi
matematika yang relevan dan struktur akademik matematika danteori. Sejumlah
penulis telah menunjuk bahaya kurikulum 'ghetto' terbatas(Dewey, 1966; Layton,
1973; Abraham dan Bibby, 1988; Jones, 1989).
Memang Gramsci(1971) berpendapat bahwa pengalaman budaya sempit
anak kelas pekerjamerupakanhambatan bagi pengembangan pemikiran abstrak
dan kritis. Masalahnyaadalah untuk memindahkan dari sosial atau situasi konkret

25
penanamanmatematis untuk konten teoretis mereka, tanpa kehilangan makna
danberalih ke dunia baru, wacana real yang tidak terhubung. Namun,pengamatan
Johnson (1989) menunjukkan bahwa hasil yang umum, bahkandalam gerak
terencana dari praktis menuju matematika formal kelastunggal. Tidak ada cara
untuk menghindari konflik. Mereka harus diakui dan dibahas dalam setiap
kurikulum pendidik umum.

2.2. Tinjauan Kritis dari Model Ideologi


A. Kritik terhadap Model
Gabungan sewenang-wenang dari filsafat, nilai-nilai, dan kelompok
Kritik pertama dari model ini adalah bahwa kesewenang-wenangan dalam
pemilihan jenis komponen utama, hunbungan mereka, dan identifikasi mereka di
masing-masing lima ideologi.

Model ini spekulatif dan interdisiplin, menggambar bersama unsur filsafat,


psikologi, sosiologi dan sejarah, baik dalam dan keluar dari pendidikan
matematika. Sementara bagian pokok yang baik didasarkan pada disiplin ilmu
teoritis yang berbeda, sintesis keseluruhan diakui dugaan. Akibatnya tidak ada
finalitas diklaim untuk daftar komponen dalam model, yang bergabung bersama
oleh asosiasi masuk akal daripada logika.

Menyederhanakan model asumsi


Model, dari kebutuhan, tergantung pada banyak menyederhanakan
asumsi. Hal ini diasumsikan bahwa ideologi tunggal dan kepentingan kelompok
mempertahankan identitasnya terhadap bagian dari waktu perlakuan, meskipun
perubahan besar-besaran dalam pengetahuan, masyarakat dan pendidikan. Dalam
setiap kelompok segmen yang berbeda dapat membentuk, mengikat-eratkan
bersama dalam aliansi, membubarkan, atau istirahat pergi memberikan gambaran
secara keseluruhan dari fluks dan perubahan. Ini mengasumsikan bahwa lima
kelompok diwakili baik didalam dan diluar pendidikan matematika, dan tidak
membedakan antara segmen divergen dalam setiap kelompok. Sebaliknya, sangat
mungkin bahwa tujuan dari dua atau lebih dari posisi yang diadopsi oleh individu

26
atau kelompok. Masing-masing mewakili menyederhanakan asumsi. Di sisi lain,
tanpa asumsi semacam itu, tidak ada model global yang mungkin.

Kurikulum matematika yang direncanakan vs diajarkan


Model ini menyangkut ideologi pendidikan matematika, dan tidak
mempertimbangkan perbedaan antara, direncanakan, diimplementasikan dan
kurikulum matematika yang diajarkan. Penelitian terbaru, baik teoritis dan
empiris, telah menekankan kesenjangan yang ada antara tiga tingkatan
kurikulum. Model ini hanya memperlakukan tingkat atas, tujuan dan ideologi
yang mendasari kurikulum matematika yang direncanakan.

B. Kekuatan Model
Model teoritis grounded

Model ini menggabungkan sejumlah landasan teoritis, termasuk filosofi


matematika, teori perkembangan intelektual dan etis, dan teori sosiologis-historis.
Dengan menggabungkan seperangkat ide dari sumber-sumber ini model memiliki
keutamaan kekuatan teoritis yang baik.

Model akomodasi kompleksitas

Dengan membedakan lima ideologi dan kelompok kepentingan, model ini


mampu menampung beberapa kompleksitas sejarah kurikulum matematika. Ini
merupakan kemajuan pada model sebelumnya, dan karena karakterisasi lebih
halus, lebih mampu mengakomodasi kompleksitas ideologi dan kepentingan yang
mendasari set yang berbeda dari tujuan untuk kurikulum matematika. Ini
mengakui bahwa konflik tujuan dan kepentingan mungkin ada di balik
perkembangan pendidikan yang berbeda, dan dengan demikian merupakan
perbaikan pada akun yang menganggap konsensus.

Model yang dapat diterapkan

27
Model ini menyediakan alat penting untuk mengidentifikasi tujuan dan
ideologi yang tersirat dalam kurikulum matematika proyek, laporan dan
reformasi. Hal ini juga harus berlaku di luar matematika untuk area lain dari
kurikulum sekolah, karena didasarkan pada kelompok lima kelompok kepentingan
yang melampaui pendidikan matematika.

28
BAB III
PENUTUP

Pada pembahasan ‘Ideologi Perubahan Sosial Pendidik Umum’ ini


dijelaskan tentang pandangan penganut ideologi Falibilisme Relativistik dalam hal
pendidikan, bagaimana seharusnya pendidikan itu adalah hal yang seharusnya
didapatkan semua orang tanpa mempedulikan gender, ras, kebangsaan, status sosial,
dan lain-lain. Hal ini disesuaikan dengan unsur-unsur utama ideologi ini yaitu: filsafat
matematika dimana disini dikatakan bahwa filsafat matematika sebagai
konstruktivisme sosial, epistemologi yang mengakui bahwa pengetahuan saling
berhubungan dan berdasarkan pada aktivitas manusia dan penyelidikan. Kumpulan
nilai-nilai moral yang merupakan keadilan sosial, teori anak yang mengatakan bahwa
individu yang dilahirkan adalah sama, dengan hak-hak yang sama, dan secara umum,
bawaan dan potensial yang sama, teori masyarakat sebagai sesuatu yang dibagi dan
disusun oleh hubungan kekuasaan, budaya, status dan kekayaan, dan pengakuan
kesenjangan sosial dalam hak, kesempatan hidup, dan kebebasan untuk mengejar
kebahagiaan, dan tujuan pendidikan.
Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam ideologi fallibilis relativistik
tersebut, maka dikembangkanlah ideologi pendidik umum dimana dalam ideologi ini
disebutkan bahwa pendidikan matematika adalah sesuatu yang harus didapatkan oleh
semua orang, bukan hanya tebatas pada usia sekolah melainkan pada seluruh lapisan
masyarakat, dan juga menjadikan matematika bukan sesuatu yang asing untuk
dipelajari. Artinya pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan isu-isu ynag
terjadi dalam masyarakat ynag dekat dengan kehidupan orang ynag mempelajari
matematika.
Kurikulum matematika di sekolah haruslah disesuaikan dengan isu-isu yang
terkini yang terkait dengan pembelajaran matematika. dalam belajar matematika siswa
harus bisa melihat suatu masalah nyata dan menjadikannya dalam model matematika
dan mengetahui konsep matematiak yang abstrak dalam kaitannya dengan kehidupan
nyata.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ernest, Paul. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Rotledge farmer :


Taylor and Francis Group

30

Anda mungkin juga menyukai