PERSEMBAHAN
Pesan
Janganlah kesibukan duniamu melalaikan untuk menuntut ilmu Agama,
ingatlah bahwa yang wajib ain bagi kalian adalah menuntut ilmu Agama.
ii
KATA PENGANTAR
uku ini ditulis dalam rangka pengadaan buku ajar mata kuliah
Analisis Real I dan II, yang merupakan mata kuliah wajib.
Buku ini berisi materi yang diperuntukan bagi mahasiswa
yang telah mengambil mata Kalkulus I dan Kalkulus II. Topik-topik dalam
buku ini sebenarnya sudah dikenal oleh mahasiswa yang telah mengambil
kedua mata kuliah tersebut. Hanya saja, materi pada buku ini lebih abstrak,
teoritis, dan mendalam. Materi pada buku ini merupakan materi dasar analisis
real. Analisis real merupakan alat yang esensial, baik di dalam berbagai
cabang dari matematika maupun bidang ilmu-ilmu lain, seperti fisika, kimia,
dan ekonomi. Mata kuliah Analisis I adalah gerbang menuju mata kuliah yang
lebih lanjut, baik di dalam maupun di luar jurusan Matematika. Jika mata
kuliah ini dapat dipahami dengan baik maka mahasiswa mempunyai modal
yang sangat berharga untuk memahami mata kuliah lain. Diharapkan, setelah
mempelajari materi pada buku ini, mahasiswa mempunyai kedewasaan
dalam bermatematika, yang meliputi antara lain kemampuan berpikir secara
deduktif, logis, dan runtut, serta memiliki kemampuan menganalisis masalah
dan mengomunikasikan penyelesaiannya secara akurat dan rigorous.
Buku ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang aljabar
himpunan, fungsi, dan induksi matematika. Sebagaimana kita ketahui bahwa
materi pada bab ini adalah materi penunjang pemahaman pada bab-bab
selanjutnya,
maka
diharapkan
para
pembaca
dan
pengajar
tidak
iii
Buku ini masih dalam proses pengembangan dan tentunya masih jauh
dari sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari
pembaca, demi semakin baiknya buku ini sebagai buku ajar mata kuliah wajib
Analisis I.
Abu Abdillah
iv
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ...............................................................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Aljabar Himpunan ...........................................................
17
27
29
38
48
51
54
57
64
65
68
71
80
81
84
89
92
94
97
100
DAFTAR PUSTAKA
vi
BAB I
HIMPUNAN BILANGAN REAL
ada bab ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan
mengulang sekilas tentang aljabar himpunan dan fungsi, yang
x A,
x A,
A B atau B A ,
AB
A B dan B A .
Suatu himpunan dapat ditulis dengan mendaftar anggota-anggotanya,
atau dengan menyatakan sifat keanggotaannya. Kata sifat keanggotaan
memang menimbulkan keragu-raguan, akan tetapi bila P menyatakan sifat
keanggotaan (yang tak bias maknanya) maka suatu himpunan x yang
memenuhi P akan kita tuliskan dengan cara:
P (x )
x S
P (x )
Beberapa himpunan tertentu akan banyak digunakan dalam buku ini, dan
akan kita tuliskan dengan penulisan standar yakni sebagai berikut:
Himpunan bilangan asli, N 1, 2,3,...
Himpunan bilangan bulat 0,1,1,2, 2,...
m, n , n 0
n
Contoh-contoh:
y N
2 x
y 2 x , x N .
cara
x N
dari
pada
kita
menuliskannya
Operasi Himpunan
Pada bagian ini kita akan mendefinisikan aturan untuk membangun
(mengkonstruksi) himpunan baru dari himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi
a. Bila A dan B keduanya adalah himpunan, maka irisan (interseksi) dari A
dan B dituliskan dengan A B , merupakan himpunan yang unsur-unsurnya
adalah anggota himpunan A dan juga merupakan anggota himpunan B .
A B x x A dan x B
A B x x A atau x B
1.1.3. Definisi
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut dengan himpunan kosong,
dituliskan dengan
1.1.4. Teorema
Misalkan A, B dan C sebarang himpunan, maka:
a) A A A, A A A
Idempoten
b) A B B A, A B B A
Komutatif
A B C A B C , A B C A B C
c)
Asosiatif
d) A B C A B A C , A B C A B A C
Distributif.
Bukti teorema diatas diserahkan kepada pembaca!
A1 , A2 ,..., An
A A1 A2 ... An
B B1 B2 ... Bn
Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan
n
A Aj
j 1
B Aj
j 1
1.1.5. Definisi
Misalkan A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap
A , dituliskan dengan A \ B (baca A minus B ) adalah himpunan yang unsurunsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B . Dibeberapa buku
ditulis menggunakan notasi A B atau A B .
A \ B x x A dan x B
Seringkali
tidak
dinyatakan
secara
eksplisit,
karena
sudah
1.1.6. Teorema
Misalkan A, B, C sebarang himpunan, maka A \ ( B C ) ( A \ B) ( A \ C ) ,
A \ ( B C ) ( A \ B) ( A \ C ) .
Bukti:
Kita akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan bagian kedua
pada pembaca sebagai bahan latihan.
Untuk
menunjukkan
ditunjukkan
A \ ( B C ) ( A \ B) ( A \ C ) ,
adalah:
berarti
A \ (B C ) ( A \ B) ( A \ C )
yang
harus
dan
A \ (B C ) ( A \ B) ( A \ C )
Akan ditunjukkan A \ ( B C ) ( A \ B ) ( A \ C )
Ambil sebarang x A \ ( B C ) , maka x A dan x B C , ini berarti
bahwa x di A tetapi
Akan ditunjukkan A \ ( B C ) ( A \ B ) ( A \ C )
dua
bukti
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
A \ ( B C ) ( A \ B) ( A \ C ) .
Latihan 1.1.
1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada
Teorema 1.1.4
2. Buktikan teorema 1.1.4.
3. Buktikan bahwa A B jika dan hanya jika A B A .
4. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari
tepat satu himpunan A atau B diberikan oleh D A \ B B \ A .
D A B \ A B
6. Jika A B tunjukkan B A \ A \ B
7. Diberikan himpunan A dan B , tunjukkan bahwa A B dan A \ B saling
asing dan bahwa A A B A \ B .
8. Diberikan sebarang himpunan A dan B , tunjukkan A B A \ A \ B .
9. Bila
A1 , A2 ,..., An suatu
tunjukkan bahwa E
j 1
j 1
j 1
j 1
j 1
j 1
A j E A j , dan E A j E A j .
j 1
j 1
A j E A j , dan
E A j E A j .
11. Mengacu pada soal nomor 9 buktikan hukum de morgan
n
j 1
j 1
j 1
j 1
E \ A j E \ A j , E \ A j E \ A j
n
n
n
n
C A j C A j , C A j C A j
j 1 j 1
j 1 j 1
12. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j J , A j termuat di E .
Tunjukkan bahwa
C A j C A j , C A j C A j
jJ jJ
jJ jJ
A B A B1 A B2
1.2 FUNGSI
Pada bagian ini kita akan membahas gagasan fundamental suatu fungsi
atau pemetaan. Selanjutnya akan kita ketahui bahwa fungsi merupakan suatu
jenis khusus dari himpunan, walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih
bersifat sugesti. Pada bagian terakhir ini kita akan banyak membahas mengenai
jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit lebih abstrak dibandingkan bagian ini.
Bagi matematikawan abad terdahulu kata fungsi biasanya berarti
formula tertentu, seperti
f x x 2 3x 5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain
x, bila x 0
x
x, bila x 0
Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi
fungsi yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi
sendiri dengan nilai fungsi itu. Disini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini
akan kita lakukan dalam dua tahap.
Definisi pertama:
suatu fungsi f
a, b , a, b' f
, maka
f : A B
Menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B ; akan sering kita
katakan bahwa f suatu pemetaan dari A ke B atau f memetakan dari A ke
dalam B . Bila a, b f , sering ditulis dengan:
b f a
mempunyai
f1 a, b f a D1
Terkadang kita tuliskan
10
1.2.2. Definisi
Misalkan f : A B suatu fungsi dengan domain A dan range B . Bila E
subhimpunan A , maka bayangan langsung dari E terhadap f
adalah
f E f x : x E
Bila H subhimpunan B , maka bayangan invers dari H terhadap f adalah
subhimpunan f
H dari
H x A : f x H
f E jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 E sedemikian
sehingga y1 f x1 . Secara sama bila diberikan H B , titik x 2 A di dalam
bayangan invers f
y f x 2 di H .
1.2.3. Contoh
a. Misalkan f : R R didefinisikan dengan f x x 2 . Bayangan langsung
himpunan E x 0 x 2
G G . Tetapi bila H y 1 y 1,
H x 0 x 1 H
11
G H
G f 1 H
f
i.
G H
G H
yang
G f 1 H
sebaliknya
dan
yakni
Akan dibuktikan f
G H
Ambil sebarang x f
G H ,
G f 1 H
ini berarti bahwa f x G H , hal
x f
dan x f
H ,
G f H
karena itu x f
bukti
selesai.
ii.
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi
Suatu fungsi f : A B dikatakan injektif atau satu-satu bila untuk
setiap x1 , x 2 A demikian sehingga x1 x 2 mengakibatkan f x1 f x 2 . Bila
ekivalen,
injektif
jika
dan
hanya
jika
f x1 f x 2
1.2.5. Definisi
Suatu fungsi f : A B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B
bila f A B . Bila f surjektif, maka kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A B surjektif bila R f B , yaitu untuk setiap
12
1.2.6. Definisi
Suatu fungsi f : A B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila suatu fungsi f bijektif, kita sebut f suatu bijeksi.
Fungsi-Fungsi Invers
Bila f : A B suatu fungsi dari A ke B , (karenanya, subhimpunan
khusus dari A B ), maka pasangan berurut B A diperoleh dengan saling
menukar unsur pertama dan kedua di f . Secara umum hasil penukaran tersebut
bukanlah fungsi. Tetapi bila f injektif, maka penukaran ini menghasilkan fungsi
yang disebut invers dari f .
1.2.7. Definisi
Misalkan f : A B suatu fungsi injektif dengan domain A dan R f
di
berelasi dengan f
y f x .
1.2.8. Contoh
Suatu fungsi f x
x
dengan D f x R x 1 bersifat injektif
x 1
(buktikan f suatu injeksi untuk latihan pembaca). Selanjutnya kita akan peroleh
invers dari f adalah dirinya sendiri (bukti diserahkan pada pembaca)
13
Fungsi Komposisi
Sering kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi dengan mencari
Maka f g
H g 1 f 1 H g 1 f 1 H .
1.2.11. Teorema
Bila
f : A B
dan
g:BC
keduanya
bersifat
injektif,
maka
Barisan
Fungsi dengan sebagai domain memainkan aturan yang sangat
khusus dalam analisis, yang akan kita perkenalkan daalam konsep barisan
berikut ini.
1.2.12. Definisi
Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domannya
himpunan bilangan asli dan rangenya termuat di S .
Untuk barisan X : S , nilai X di n sering ditulis dengan x n
daripada x n , dan nilainya sering kita sebut suku ke- n barisan tersebut. Barisan
14
n n sama artinya
n.
dengan
range dari barisan tersebut adalah 1,1, memuat dua unsur dari R
Latihan 1.2.
E x R 1 x 0
dan
F x R 0 x 1
tunjukkan
bahwa
E F 0 dan f E F 0. Sementara f E f F y R 0 x 1 .
Disini f E F adalah subhimpunan sejati dari f E f F . Apa yang
terjadi bila 0 dibuang dari E dan F ?
3. Bila E dan F seperti soal nomor 2. Tentukan E \ F dan f E \ f F dan
tunjukkan bahwa f E \ F f E \ f F salah!
4. Tunjukkan bahwa bila f : A B dan E , F subhimpunan dari A , maka
f E F f E f F dan f E F f E f F .
5. Tunjukkan bila f : A B , dan G , H subhimpunan dari B , maka
15
G H
G f 1 H dan
G H
G f 1 H
x
2
, x R . Tunjukkan bahwa
x 1
B y 0 y 1 .
8. Tunjukkan bahwa bila
f E E .
H H .
f f
b, a a, b R suatu
injektif dan f
11. Misalkan f : A B
x D f dan f f
y y
f x x untuk setiap
untuk setiap y R f .
f : A B sehingga f : A B , tetapi f : A B
13. Buktikan teorema 1.2.10 dan 1.2.11
14. Misalkan f , g fungsi dan g f x x untuk semua x di D f . Tunjukkan
bahwa f injektif dan R f D f dan R g D g .
15. Misalkan f , g fungsi dan dan g f x x untuk semua x di D f dan
16
disemua
cabang
matematika.
Karena
1,2,3,...
Dengan operasi matematika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan
dengan arti suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan
mengasumsikan sifat fundamental dari berikut ini
m k untuk setiap k S .
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu
versi prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan
dari . Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti
turunan sifat .
17
1 S
ii.
Jika k S , maka k 1 S .
Maka S
Bukti:
Andaikan S . Maka \ S . Karenanya berdasar sifat urutan dengan baik,
maka \ S mempunyai unsur terkecil, sebut m . Karena 1 S , maka m 1 .
Karena itu m 1 dengan m 1 juga bilangan asli. Karena m 1 m dan m
unsur terkecil di N \ S , maka m 1 haruslah di S .
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k m 1 di S , yang
berakibat k 1 m 1 1 m di S . Kesimpulan ini kontradiksi dengan
pernyataan bahwa m tidak di S . Karena m diperoleh dengan pengandaian
diberikan pada 1.3.2, dibuat misalkan S n P n benar maka kondisi (1) dan
(2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan
18
Dalam (b) asumsi jika P k benar disebut hipotesis induksi. Disini, kita
tidak memandang pada benar salahnya P k , tetapi hanya pada validitas
implikasi jika P k benar, maka P k 1 benar.
1.3.3. Contoh
a. Untuk setiap n N , jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 2 ... n
1
nn 1
2
1
.1.1 1 , jadi P1 benar
2
1
1 2 ... k .k k 1
2
Bila kita tambahkan pada kedua ruas dengan k 1 ,maka menjadi:
1
1 2 ... k k 1 .k k 1 k 1
2
1 2 ... k k 1 k 1k 1
2
1 2 ... k k 1
1
k 2 k 1
2
1 2 ... k k 1
1
k 1k 2
2
1 2 ... k k 1
1
k 1k 1 1
2
1 2 ... n
19
1
nn 1 , untuk setiap n
2
12 2 2 ... n 2
nn 12n 1
6
11 12.1 1 6
1 , jadi
6
6
P1 benar
ii. Bila P k kita asumsikan benar yakni
12 2 2 ... k 2
k k 12k 1
6
2
12 2 2 ... k 2 k 1
k k 12k 1
2
k 1
6
k 2k 1
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
k 1
6
k 2k 1 6k 6
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
2k 2 k 6k 6
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
2k 2 7k 6
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
2k 2 7k 6
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
6
k 22k 3
2
12 2 2 ... k 2 k 1 k 1
k 1k 1 12k 1 1
2
12 2 2 ... k 2 k 1
20
a n b n untuk setiap n .
Pertama-tama kita akan melihat untuk n 1 , maka kita ketahui bahwa
pernyataan matematika bernilai benar karena a b adalah faktor dari
b1 a b .
a
a
k 1
k 1
aa
b k 1 a k 1 ab k ab k b k 1
b k 1
b k b k a b
b n untuk setiap n
2 n n 1!
Untuk membuktikan, pertama kita lihat untuk n 1 yakni 21 1 1! 2
bernilai benar.
Selanjutnya kita asumsikan bahwa 2 k k 1! . Dengan menggunakan fakta
2 k 2 , diperoleh:
2 k 1 2.2 k 2k 1! k 2
. k 1! k 2 ! k 1 1!
21
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k , maka berlaku pula untuk
1 r r 2 ... r n
1 r n 1
1 r
1 r2
, jadi formula
1 r
sehingga 1 r r ... r
kita tambahkan r
k 1
1 r k 1
benar. Selanjutnya pada kedua ruas
1 r
, sehingga menjadi:
1 r r 2 ... r k r k 1
1 r r 2 ... r k r k 1
1 r k 1
r k 1
1 r
1 r k 1 1 r r k 1 1 r k 1 r k 1 r k 2 1 r k 2
1 r
1 r
1 r
1 r
1 r
1 r r ... r r
k 1
1 r k 11
1 r
S n rS n 1 r r 2 ... r n r r 2 ... r n r n1
1 r S n 1 r n1
Sn
22
1 r n1
1 r
f.
Prinsip induksi matematika memiliki bentuk dalam versi lain yang kadangkadang sangat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun
sebenarnya ekivalen dengan versi terdahulu.
23
Latihan 1.3.
Buktikan bahwa yang berikut ini berlaku untuk semua n
1.
1
1
1
n
...
1.2 2.3
nn 1 n 1
2. 1 2 ... n nn 1
2
3. 12 2 2 3 ... 1
n 1
nn 1
2
4. n 3 5n dapat dibagi 6
5. 5 2 n 1 dapat dibagi 8
6. 5 n 4n 1 dapat dibagi 16.
7. Buktikan bahwa
jumlah
pangkat
tiga
dari bilangan
asli berurutan,
n, n 1, n 2 habis dibagi 9.
8. Buktikan bahwa n 2 n untuk semua n
9. Tentukan suatu formula untuk jumlah
1
1
1
...
2n 12n 1
1.3 3.5
Dan buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
(dugaan terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut
Conjecture)
10. Tentukan suatu formula untuk jumlah n buah bilangan ganjil pertama
1 3 ... 2n 1
Kemudian
buktikan
dugaan
tersebut
dengan
menggunakan
induksi
matematika
24
11. Buktikan variasi dari 1.3.2 berikut: misalkan S subhimpunan tak kosong dari
1
1
1
2
...
1
n
n untuk setiap n .
S .
17. Misalkan barisan
xn 2
xn
1
xn 1 xn untuk n N . Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4. untuk
2
25
BAB II
HIMPUNAN BILANGAN REAL
Yang dimaksud dengan sistem bilangan real sebagai suatu lapangan di sini
adalah bahwa pada himpunan semua bilangan real R yang dilengkapi dengan
operasi penjumlahan dan perkalian berlaku sifat-sifat aljabar dari lapangan. Sifat
terurut dari R berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara
dua bilangan real, sedangkan sifatnya yang lengkap berkaitan dengan konsep
supremum atau batas atas terkecil. Teorema-teorema dasar dalam kalkulus
elementer, seperti Teorema Eksistensi Titik Maksimum dan Minimum, Teorema
Nilai Tengah, Teorema Rolle, Teorema Nilai Rata-Rata, dan sebagainya,
didasarkan atas sifat kelengkapan dari R ini. Sifat ini berkaitan erat dengan
konsep limit dan kekontinuan. Dapat dikatakan bahwa sifat kelengkapan dari R
mempunyai peran yang sangat besar di dalam analisis real.
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab 2.1 membahas sifat lapangan dari
R . Sub bab 2.2 menjelaskan sifat terurut dari R , dan di dalamnya dibahas juga
tentang konsep nilai mutlak. Pada sub bab 2.3 didiskusikan tentang sifat
kelengkapan dari R . Pada sub bab ini dibahas mengenai sifat Archimedean dan
sifat kerapatan dari himpunan bilangan rasional. Selanjutnya, sub bab 2.4,
menjelaskan tentang interval, sebagai suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Yang terakhir, sub bab 2.5
membahas tentang representasi desimal dari bilangan real. Pada sub bab ini,
juga
dipaparkan
bagaimana
membuktikan
Teorema
Cantor
dengan
26
2.1
Sifat 2.1 (Sifat Aljabar dari R ). Pada himpunan bilangan real R yang
dilengkapi operasi penjumlahan ( ) dan operasi perkalian ( ) berlaku sifat-sifat,
terhadap operasi penjumlahan :
T1.
a b b a untuk setiap a, b R
T2.
a b c a b c
T3.
untuk setiap a, b, c R
aR
T4.
a b b a untuk setiap a, b R
K2.
a b c a b c
untuk setiap a, b, c R
a
K4. Terdapat elemen 1 / a R sedemikian sehingga
1/ a a a 1/ a 1
untuk setiap a R ,
dan
D.
27
z z 0 z a a z a a a a 0 .
b. Berdasarkan sifat K1, K2, K3, dan hipotesis u b b , b 0 ,
u u 1 u b 1/ b u b 1/ b b 1/ b 1 .
c. Berdasarkan sifat K3, D, dan T3,
a a 0 a 1 a 0 a 1 0 a 1 a .
b b 1 b a 1/ a b a 1/ a 1 1/ a 1/ a .
b. Andaikan a 0 dan b 0 . Akibatnya,
a b 1/ a b 1 .
Berdasarkan
a b 1/ a b 0 1/ a b 0 ,
28
a 0 atau b 0 .
Di dalam himpunan bilangan real R dikenal pula operasi lain, yaitu operasi
pengurangan ( ) dan pembagian ( : ). Jika a, b R maka operasi pengurangan
didefinisikan
dengan
a b : a b
sedangkan
operasi
pembagian
didefinisikan dengan a : b : a 1/ b , b 0 .
2.2
Seperti yang telah disinggung pada pendahuluan bab ini, sifat terurut dari R
berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan
real. Seperti apa kedua konsep tersebut? Di sini, kita akan membahasnya.
Terlebih dahulu kita akan membahas konsep kepositifannya.
Sifat 2.4 (Sifat Kepositifan). Terdapat himpunan bagian tak kosong dari R ,
a R , pasti terpenuhi.
Sifat 2.4.c. disebut juga sebagai sifat Trichotomy. Sifat ini mengatakan bahwa R
dibangun oleh tiga buah himpunan yang disjoin. Tiga buah himpunan tersebut
29
bagian dari himpunan R . Himpunan ini memiliki sifat fundamental, yakni bahwa
setiap himpunan bagian tak kosong dari N memiliki elemen terkecil. Sifat yang
demikian disebut sebagai sifat well-ordering dari N .
2 , akar dari
30
1
2
mengandung arti setiap kita mengambil bilangan positif pasti selalu didapat
bilangan positif lain yang lebih kecil daripadanya. Dengan kata lain, tidak terdapat
bilangan positif yang terkecil. Pernyataan ini merupakan maksud dari teorema
berikut ini.
31
Sebelumnya kita telah dikenalkan dengan bilangan real nonnegatif, yaitu elemen
dari himpunan R 0. Jika a 0 atau a 0 maka jelas bahwa a R 0 .
Jika a 0 tentunya a 0 , sehingga a R 0 . Berdasarkan hal tersebut,
akan didefinisikan apa yang disebut sebagai nilai mutlak dari suatu bilangan real.
Nilai mutlak ini akan me-nonnegatif-kan bilangan-bilangan real.
Definisi 2.8 (Nilai Mutlak). Nilai mutlak dari bilangan real a , dinotasikan dengan
a , didefinisikan dengan
a, a 0
a :
a, a 0.
2 2.
ab a b untuk setiap a, b R .
a.
32
Perhatikan kembali sifat nilai mutlak yang terdapat pada Teorema 2.9. Untuk
2
Selanjutnya, kita sampai kepada sifat nilai mutlak yang lain, yang dinamakan
dengan Ketidaksamaan Segitiga. Ketidaksamaan ini mempunyai kegunaan yang
sangat luas di dalam matematika, khususnya di dalam kajian analisis dan aljabar.
33
Lebih jauh, sebagai konsekuensi dari Teorema 2.10, kita memiliki akibat berikut
ini.
Selanjutnya,
perhatikan
bahwa
a b a b a b a b
Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana konsep terurut dari R ini diaplikasikan
untuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksamaan.
4 x 2 4 x 2 6 4 x 2 2 6 2 4 x 8 x 2 .
Tampak
bahwa
x x
: x 2 .
34
ketidaksamaan
4x 2 6
dipenuhi
oleh
semua
x 2 x 6 x 2 x 6 0 x 2 x 3 0 .
Darinya kita peroleh bahwa x 2 0 dan x 3 0 , atau x 2 0 dan x 3 0 .
Untuk kasus yang pertama kita dapatkan x 2 dan x 3 , atau dengan kata
lain 2 x 3 . Untuk kasus yang kedua kita peroleh bahwa x 2 dan x 3 .
Perhatikan bahwa pada kasus kedua tersebut tidak ada nilai x yang
memenuhinya. Dengan demikian, ketidaksamaan x 2 x 6 dipenuhi oleh
semua x x R : 2 x 3 .
x2
2
2x 3
memiliki penyelesaian.
Penyelesaian. Perhatikan bahwa
x 2 2 2 x 3
x2
3 x 8
2
0
0.
2x 3
2x 3
2x 3
Yang demikian berarti 3x 8 0 dan 2 x 3 0 , atau 3x 8 0 dan
8 / 3 x 3 / 2 . Jadi ketidaksamaan
x2
2
2x 3
memiliki
penyelesaian,
dan
himpunan
semua
penyelesaiannya
x R : 8 / 3 x 3 / 2 .
adalah
35
x R : 3 x 2
Bisa juga ketidaksamaan tersebut diselesaikan dengan cara lain. Perhatikan
bahwa
2 x 1, jika x 1/ 2
2x 1
2 x 1 , jika x 1/ 2.
Penyelesaiannya dibagi menjadi dua kasus, yaitu :
Kasus I, x 1 / 2 .
Kita peroleh 2 x 1 2 x 1 5 . Akibatnya, 2 x 4 atau x 2 . Pada kasus ini,
himpunan penyelesaian dari 2 x 1 5 adalah
x R : x 1 / 2 x R : x 2 x R : 1 / 2 x 2 l.
Kasus II, x 1 / 2 .
Kita peroleh 2 x 1 2 x 1 2 x 1 5 . Akibatnya, 2 x 6 atau x 3 .
Pada kasus ini, himpunan penyelesaian dari 2 x 1 5 adalah
x R : x 1 / 2 x R : x 3 x R : 3 x 1 / 2.
Penyelesaian seluruhnya dari 2 x 1 5 adalah himpunan penyelesaian kasus I
digabung dengan himpunan penyelesaian kasus II. Akibatnya, kita dapatkan
himpunan
penyelesaian
keseluruhan
2x 1 5
dari
x R : 3 x 2 .
adalah
Sebelum
melangkah
jauh
di
dalam
menyelesaikan
x, jika x 0
x
x, jika x 0
dan
x 1, jika x 1
x 1
x 1 , jika x 1.
36
Kasus I, x 1 .
Kita
peroleh
x x
dan
x 1 x 1 x 1
Akibatnya,
x R : x 3 / 2 x R : x 1 x R : 3 / 2 x 1.
Kasus II, 1 x 0 .
Kita peroleh x x dan x 1 x 1 . Akibatnya, x x 1 x x 1 2
atau 1 2 . Ketidaksamaan 1 2 dipenuhi oleh semua x R . Untuk kasus II,
himpunan penyelesaian dari x x 1 2 adalah
x R : 1 x 0 x R x R : 1 x 0.
Kasus III, x 0 .
Kita peroleh x x dan x 1 x 1 . Akibatnya, x x 1 x x 1 2 atau
x R : x 0 x R : x 1 / 2 x R : 0 x 1 / 2 .
Dengan menggabungkan himpunan penyelesaian untuk kasus I, kasus II, dan
kasus III, diperoleh seluruh nilai x R yang memenuhi ketidaksamaan
x x 1 2. , yaitu x R : 3 / 2 x 1 / 2 .
Contoh
2.18.
Selidiki apakah
x 3 x 2 4 memiliki
ketidaksamaan
penyelesaian.
Penyelesaian.
Sebelum
melangkah
jauh
di
dalam
menyelesaikan
x 3, jika x 3
x3
x 3 , jika x 3.
dan
x 2, jika x 2
x2
x 2 , jika x 2.
37
Kasus I, x 2 .
Kita peroleh x 3 x 3 x 3 dan x 2 x 2 x 2 . Akibatnya,
x R : x 3 / 2 x R : x 2 .
Kasus II, 2 x 3 .
Kita
peroleh
x 3 x 3 x 3
dan
x2 x2
Akibatnya,
Kasus III, x 3 .
Kita
peroleh
x3 x3
dan
x2 x2
Akibatnya,
x R : x 3 x R : x 5 / 2 .
Secara
keseluruhan,
kita
tidak
memiliki
solusi
untuk
x3 x2 4.
2.3
ketidaksamaan
Pada subbab ini kita akan membahas sifat ketiga dari R , yaitu sifat kelengkapan.
Seperti yang telah dikatakan pada pendahuluan bab ini, sifat kelengkapan
berkaitan dengan konsep supremum atau batas atas terkecil. Untuk itu, kita akan
bahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan batas atas dari suatu
himpunan bilangan real, dan kebalikannya, yaitu batas bawahnya.
38
x R : x 0 .
tidak
ada
aR
sedemikian
sehingga
a x ,
untuk
setiap
x R : x 1 . Himpunan a R : a 1
atas dari x R : x 1 . Tidak ada b R
semua x x R : x 1, karena setiap kita
x R : x 1
tidak
39
himpunan terbatas. Dari batas-batas bawahnya, kita dapat memilih batas bawah
yang terbesar, yaitu elemen 0. Sedangkan dari batas-batas atasnya, kita dapat
memilih batas atas yang terkecil, yaitu elemen 1. Berikut ini adalah definisi
secara formal dari batas atas terkecil, disebut supremum, dan batas bawah
terbesar, disebut infimum, dari suatu himpunan bilangan real.
Selanjutnya, kita akan memberikan formulasi lain dari definisi supremum dan
infimum pada definisi 2.20. Kita mulai dengan definisi supremum. Elemen a
40
sedemikian
Teorema 2.21. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika apabila z a maka
terdapat xz X sedemikian sehingga xz z .
Teorema 2.22. Elemen a R , batas atas dari X , himpunan bagian tak kosong
dari R , adalah supremum dari X jika dan hanya jika untuk setiap 0
terdapat x X sedemikian sehingga x a .
41
Bukti Teorema 2.23 dan Teorema 2.24 ditinggalkan sebagai latihan bagi para
pembaca.
Berdasarkan semua penjelasan pada subbab ini, kita mempunyai suatu aksioma
yang sangat esensial. Aksioma inilah yang dimaksud dengan sifat Kelengkapan
dari R , atau biasa juga disebut sifat supremum dari
Aksioma tersebut mengatakan bahwa R , digambarkan sebagai himpunan titiktitik pada suatu garis, tidaklah berlubang. Sedangkan himpunan bilanganbilangan rasional Q , sebagai himpunan bagian dari R yang juga memenuhi
sifat aljabar (lapangan) dan terurut, memiliki lubang. Inilah yang membedakan
terurut
yang
lengkap.
Penentuan
supremum
dari
himpunan
2 , yang merupakan
2 ini
42
bahwa aksioma kelengkapan tidak berlaku pada Q . Tetapi jika kita bekerja pada
atas.
Menurut
Aksioma
2.25.,
himpunan
x : x V
x : x V .
memiliki
Yang demikian
x : x V .
43
Kita akan coba cara lain untuk menunjukkan bahwa 1 merupakan supremum dari
S , seperti yang tertulis pada Teorema 2.22. Diberikan 0 . Di sini kita akan
memilih apakah ada s S sedemikian sehingga 1 s (pemilihan s yang
demikian tidaklah unik). Jika kita memilih s 1 / 2 maka kita memperoleh apa
yang kita harapkan, karena jelas bahwa s 1 / 2 1 , atau dengan kata lain
I.
Berikutnya, kita akan menggunakan Teorema 2.23 untuk menunjukkan 0 adalah
infimum dari I . Misalkan w 0 . Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dengan
memilih iw w / 2 , kita peroleh bahwa iw I dan iw w . Akibatnya, 0 adalah
infimum dari I .
44
Cara lain, adalah dengan menunjukkan seperti apa yang tercantum pada
Teorema 2.24. Diberikan 0 . Kita akan memilih apakah ada i I sedemikian
sehingga i 0 . Jika i / 2 maka i I dan i . Hal ini selalu
mungkin untuk sembarang 0 yang diberikan. Dengan demikian, 0 adalah
infimum dari I .
a sup S adalah batas atas dari aS atau a sup S as , untuk setiap s S , dan
a sup S v , untuk setiap v , batas atas dari aS . Karena S adalah himpunan
yang terbatas atas, S mempunyai supremum, menurut sifat Kelengkapan dari R .
Karenanya, sup S s , untuk setiap s S . Karena a 0 , a sup S as , untuk
setiap s S . Artinya, a sup S adalah batas atas dari aS . Akibatnya, aS
memiliki supremum. Selanjutnya, misalkan w adalah sembarang batas atas dari
Lebih jauh, kita akan melihat bagaimana sifat kelengkapan dari R ini digunakan
untuk menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan asli N tidak mempunyai
45
Akibat
2.31.
Jika
y 0 maka terdapat n y N
sedemikian
sehingga
ny 1 y n y .
Bukti. Misalkan E y : m N : y m dengan y R . Sifat Archimedean
menjamin bahwa himpunan E y tidaklah kosong. Karena E y himpunan bagian
46
Jika kita memiliki dua buah sembarang bilangan rasional yang berbeda, secara
intuitif kita akan mengatakan bahwa di antara keduanya juga terdapat bilangan
rasional yang lain dan jumlahnya bisa tak berhingga. Dengan kata lain, himpunan
semua bilangan rasional Q adalah himpunan yang rapat. Secara formal,
memang dapat dibuktikan bahwa Q memiliki sifat yang demikian.
Kita juga memiliki fakta lain, yang analog dengan teorema 2.32, untuk himpunan
bilangan-bilangan irasional.
47
2.4
INTERVAL
Pada subbab ini kita membahas suatu himpunan bagian dari R yang
dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari R . Himpunan bagian ini dinamakan
sebagai interval.
a, b : x R : a x b.
b. Interval tutup yang dibentuk dari elemen a dan b adalah himpunan
a, b : x R : a x b .
c. Interval setengah buka (atau setengah tutup) yang dibentuk dari elemen a
dan
adalah
himpunan
a, b : x R : a x b
atau
a, b : x R : a x b.
Semua jenis interval pada Definisi 2.34 merupakan himpunan yang terbatas dan
memiliki panjang interval yang didefinisikan sebagai b a . Jika a b maka
himpunan buka a, a
Selain interval terbatas, terdapat pula interval tak terbatas. Pada interval tak
terbatas ini, kita dikenalkan dengan simbol dan yang berkaitan dengan
ketak terbatasannya.
48
, a : x R : x a.
b. Interval tutup tak terbatas adalah himpunan a, : x R : x a atau
, a : x R : x a .
Himpunan bilangan real R merupakan himpunan yang tak terbatas dan dapat
dinotasikan dengan
, .
a, b S
. Misalkan z a, b atau
xz , y z S
z a, b , maka a, b S .
49
Kasus II, S adalah himpunan yang terbatas atas tetapi tidak terbatas
bawah.
Karena S terbatas atas, maka S mempunyai supremum. Misalkan supremum
dari S adalah b . Kita memperoleh bahwa x b , untuk setiap x S . Akibatnya,
S , b .
z , b . Karena itu, ,b S .
Jika b S maka
,b S
,b S
50
S a, b .
Kasus III, S adalah himpunan yang tidak terbatas atas tetapi terbatas
bawah.
Dengan cara yang serupa, seperti pada kasus II, dapat ditunjukkan bahwa
xz , yz S . Akibatnya,
Semua bilangan real dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang disebut sebagai
bentuk desimal. Misalkan x 0,1 . Jika kita membagi interval 0,1 menjadi 10
sub interval yang sama panjangnya, maka x b1 /10, b1 1 /10 untuk suatu
b1 0,1, 2,...,9 . Jika kita membagi lagi interval b1 /10, b1 1 /10 menjadi 10
sub
interval
yang
sama
panjangnya,
maka
Jika
bn
b1 b2
b
b
b
b 1
2 ... nn x 1 22 ... n n .
10 10
10
10 10
10
51
Representasi desimal dari x 0,1 adalah 0, b1b2 ...bn ... . Jika x 1 dan N N
sedemikian sehingga N x N 1 maka representasi desimal dari x 1 adalah
N , b1b2 ...bn ... dengan 0, b1b2 ...bn ... adalah representasi desimal dari x N 0,1 .
Sebagai contoh, kita akan menentukan bentuk desimal dari 1/7. Jika 0,1 dibagi
menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka 1/ 7 1/10, 1 1 /10 . Jika
1/10, 1 1 /10 dibagi menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka
1/ 7 1/10 4 /102 ,1/10 4 1 /102 .
Selanjutnya,
akan
kita
peroleh
1/ 7 1/10 4 /102 2 /103 ,1/10 4 /102 2 1 /10 3 . Jika proses ini terus
dilanjutkan akan kita dapatkan bahwa 1/ 7 0,142857142857...142857... .
Representasi desimal dari suatu bilangan real adalah unik, kecuali bilanganbilangan real berbentuk m /10n dengan m, n
contoh, representasi decimal dari 1/2 adalah 0,4999 atau 0,5000 (Coba
pembaca
periksa
mengapa
yang
demikian
bisa
terjadi).
Contoh
lain,
1/7
yaitu
1/8=0,124999...=0,125000... .
Coba
perhatikan
kembali
representasi
decimal
dari
Dengan menggunakan representasi desimal dari bilangan real ini, kita akan
membuktikan Teorema Cantor yang mengatakan bahwa himpunan semua
bilangan real
52
0,1
countable. Misalkan
Karena setiap elemen di 0,1 dapat dinyatakan dalam bentuk desimal, maka kita
dapat menyatakan bahwa
4, jika bnn 5
yn :
5, jika bnn 4.
Jelas bahwa y 0,1 . Berdasarkan pendefinisian yn , jelas bahwa y xn untuk
setiap n N . Selain itu, bentuk y : 0, y1 y2 ... yn ... adalah unik karena yn 0,9
untuk semua n N . Hal itu semua mengandung arti bahwa y 0,1 . Terjadi
kontradiksi di sini. Jadi 0,1 haruslah uncountable.
0,1 R
53
BAB III
BARISAN BILANGAN REAL
3.1
literatur lain, barisan bilangan real X ini biasa dituliskan dalam notasi xn n 1 .
54
Pernyataan barisan
Berdasarkan Definisi 3.2, kita bisa mendapatkan fakta bahwa lim xn x jika dan
n
Y ' merupakan suku-suku yang menempati urutan genap pada Y . Barisan Y ' ini
disebut sebagai sub barisan dari Y . Berikut ini adalah definisi formal dari sub
barisan.
55
Teorema
3.5.
Jika
X ': x nk : k N
adalah
sub
barisan
dari
barisan
juga konvergen ke x R .
Bukti. Karena X : x n : n N adalah barisan yang konvergen ke x R , maka
jika diberikan 0 terdapat N 0 sedemikian sehingga untuk semua
n N berlaku xn x .
Apakah kebalikan dari Teorema 3.5 berlaku ? Untuk menjawabnya kita lihat
penjelasan berikut ini. Perhatikan bahwa barisan Z ' 1,1,1,...,1,... adalah sub
n 1
56
Bagaimana halnya dengan limit dari suatu barisan bilangan real yang konvergen,
apakah tunggal atau tidak ? Misalkan x dan y adalah limit dari barisan bilangan
real yang konvergen X : x n : n N . Jika diberikan 0 terdapat N x , N y 0
sehingga
berurutan,
xn x / 2 dan
xn y / 2 . Misalkan N : maks N x , N y .
x y x xn xn y x xn xn y / 2 / 2
untuk semua n N . Karena 0 yang diberikan sembarang, maka x y 0
atau x y . Yang demikian berarti bahwa limit dari suatu barisan bilangan real
yang konvergen adalah tunggal.
Teorema 3.6.
tunggal.
3.2
Berkaitan dengan sifat keterbatasan barisan bilangan real tersebut kita memiliki
teorema berikut ini.
Teorema 3.7. Barisan bilangan real yang konvergen adalah terbatas.
Bukti. Misalkan barisan bilangan real X : x n : n N adalah barisan yang
konvergen ke x R . Itu berarti bahwa jika kita ambil 0 0 maka terdapat
bilangan real N 0 0 sehingga xn x 0 untuk semua n N 0 .
57
xn xn x x xn x x 0 x
untuk semua n N 0 .
cX : cxn : n N
dengan
cR
XY : x n y n : n N
dan
xn yn x y xn x yn y
xn x yn y .
xn yn x y
xn x yn y / 2 / 2 .
58
cxn cx c xn x .
Misalkan c 0 . Jika diberikan 0 maka dengan memilih berapa pun bilangan
real N 0 , selalu berlaku cxn cx c xn x 0 untuk setiap n N .
Sekarang misalkan c 0 . Karena X adalah barisan yang konvergen ke x maka
jika diberikan 0 maka terdapat bilangan real N 0 sedemikian sehingga
untuk setiap n N , berlaku xn x / c . Akibatnya, untuk setiap n N ,
cxn cx c xn x c / c .
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka cX konvergen ke cx .
xn yn xy xn yn xn y xn y xy
xn yn xn y xn y xy
xn yn y xn x y
Menurut Teorema 3.7, X adalah barisan yang terbatas. Itu artinya terdapat
bilangan
real
L0
sehingga
berlaku
xn x / 2M
dan
yn y / 2M .
Misalkan
59
yn y 1/ 2 y . Karena
yn y
yn y atau yn y yn y yn y
maka yn 1/ 2 y atau
1
2
untuk setiap n N1 .
yn
y
1 1
y yn
1
yn y .
yn y
yn y
yn y
Jika N : maks N1 , N 2 maka untuk setiap n N , berlaku
1 1
1
2 1 2
yn y 2 y .
yn y
yn y
y 2
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka 1/ Y konvergen ke 1/ y .
Berdasarkan Teorema 3.8 dan Teorema 3.9, jika X adalah barisan bilangan real
yang konvergen ke x dan Y adalah barisan bilangan real tak nol yang
konvergen ke y 0 maka barisan bilangan real X / Y juga konvergen ke x / y .
Z : z n : n N adalah
barisan-barisan
bilangan
real
yang
memenuhi
60
L xn yn zn L .
Kita peroleh bahwa L yn L atau yn L untuk setiap n N .
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka lim yn L .
n
cos n
: n N . Secara
2
n
1 cos n 1
2 2 untuk setiap n N .
n2
n
n
Akibatnya, lim
n
1
cos n
1
lim 2 lim 2 . Jadi
2
n
n
n
n
0 lim
cos n
cos n
0 atau lim 2 0 .
2
n
n
n
Barisan bilangan real yang terbatas belum tentu konvergen. Sebagai contoh,
barisan bilangan real
konvergen. Syarat cukup lain apa yang diperlukan sehingga barisan yang
terbatas merupakan barisan yang konvergen ? Pembahasan berikut akan
menjelaskannya.
Definisi 3.12. Misalkan X : x n : n N adalah barisan bilangan real. Barisan
61
x1 x2 ... xn xn 1 ... . Barisan bilangan real yang naik atau turun disebut
sebagai barisan yang monoton.
Teorema 3.13 (Teorema Kekonvergenan Monoton). Misalkan X : x n : n N
adalah barisan bilangan real yang monoton. Barisan bilangan real X konvergen
jika dan hanya jika X terbatas. Lebih jauh,
i)
lim x n supx n : n N .
n
ii) Jika X : x n : n N adalah barisan yang turun dan terbatas bawah maka
lim x n inf x n : n N.
n
Bukti.
i)
xn : n N
X adalah barisan naik dan x adalah batas atas dari x n : n N maka kita
mempunyai fakta bahwa
x xK xK 1 xK 2 ... x x .
Dengan kata lain, x xn x atau xn x untuk setiap n K .
Karena 0 yang diberikan sembarang maka barisan X konvergen ke x .
ii) Karena barisan X terbatas bawah, maka, menurut sifat kelengkapan dari R ,
himpunan x n : n N memiliki infimum. Misalkan x inf x n : n N . Jika
diberikan 0 maka x bukanlah batas bawah dari x n : n N . Yang
demikian mengandung arti terdapat K N sehingga x xK x . Karena
x x ... xK 2 xK 1 xK x .
62
xn 1
1
xn 1 dengan x1 0
2
Karena xk xk 1 ,
1
1
xk 1 xk 1 1 atau xk 1 xk 2 . Jadi X : xn : n N adalah
2
2
xk 2 xk 1
1
1
3
xk 1 2 1 xk 1 .
2
2
2
63
xn 1
1
1
1
xn 1 lim xn 1 x x 1 x 1 .
xn 1 lim
n
2
2
2
TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS
dapatkan
Jadi
kita
dapatkan
k 1
barisan
nk
:k N
merupakan
sub
barisan
dari
64
Jelas Himpunan
sehingga
xn min xn : n n1 , xn xn .
2
xn min xn : n n1 , n n2 , xn xn .
3
xn min xn : n n1 , n n2 , n n3 , xn xn .
4
Jadi
kita
k 1
dapatkan
barisan
nk
:k N
merupakan
sub
barisan
dari
Misalkan X ' x nk : k N
Teorema 3.16. Barisan bilangan real yang terbatas memiliki sub barisan yang
konvergen.
3.4
KRITERIA CAUCHY
65
menjadi barisan yang konvergen ? Penjelasan yang akan hadir berikut ini
memberikan syarta perlu dan syarat cukup suatu barisan bilangan real yang tidak
monoton adalah barisan yang konvergen.
Definisi 3.17. Barisan bilangan real X : x n : n N dikatakan sebagai barisan
Cauchy jika untuk setiap 0 terdapat bilangan real N 0 sedemikian
sehingga untuk setiap n, m N berlaku xn xm .
n, m N maka n, m 2 /
1
1
1
1
1
1
2 2 2 2 2 .
2
n m
n
m
n m
2 2
Karena 0
1 / n
Contoh
3.19.
n
Akan
X 1 : n N
kita
perlihatkan
real
bahwa
barisan
bilangan
real
xn xm 0 . Misalkan 0 1/ 2 .
Lema 3.20. Barisan bilangan real Cauchy adalah barisan yang terbatas.
Bukti. Misalkan X x n : n N adalah barisan Cauchy. Yang demikian berarti
jika diberikan 0 maka terdapat N 0 sedemikian sehingga untuk setiap
66
n, m N berlaku
M : maks x1 , x 2 ,...., x N 1 , x N .
Untuk setiap n N , kita memilki x n M . Jadi X x n : n N adalah barisan
yang terbatas.
Selanjutnya, kita akan melihat bahwa setiap barisan bilangan real Cauchyi
adalah barisan yang konvergen dan setiap barisan bilangan real yang konvergen
adalah barisan Cauchy.
Teorema 3.21. Suatu barisan bilangan real adalah konvergen jika dan hanya jika
barisan itu adalah barisan Cauchy.
Bukti.
Kita
akan
buktikan
syarat
perlunya
terlebih
dahulu.
Misalkan
n, m N berlaku
xn xm xn x x xm xn x x xm / 2 / 2 .
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka X x n : n N adalah barisan
Cauchy.
Berikutnya, kita akan membuktikan syarat cukupnya. Misalkan X x n : n N
adalah barisan Cauchy. Itu berarti bahwa jika diberikan 0 maka terdapat
Bolzano-weierstrass,
X xn : n N
mempunyai
sub
barisan
67
terdapat
x n x x n x H x H x x n x H x H x / 2 / 2 .
Karena 0 yang diberikan sembarang, maka X x n : n N adalah barisan
yang konvergen ke x .
3.5
BARISAN DIVERGEN
Coba perhatikan kembali Definisi 3.17, definisi tentang barisan bilangan real
Chauchy. Definisi tersebut ekuivalen dengan pernyataan bahwa suatu barisan
bilangan real divergen jika dan hanya jika barisan tersebut bukanlah barisan
Cauchy. Itu artinya untuk suatu 0 0 tidak terdapat K 0 sedemikian
sehingga untuk setiap n, m K berlaku x n x m . Akibatnya, untuk setiap
k N terdapat n, m k berlaku x n x m .
n 1
: n N . Ambil 0 1 . Untuk n k
dan m k 1 berlaku
k 1
x n x m x k x k 1 1
1 2 1 .
n 1
68
n 1
bahwa barisan ini juga merupakan barisan yang divergen. Suku-suku barisan ini
nilainya berosilasi atau berubah-ubah, secara berselang-seling dan terusmenerus tanpa henti, antara 1 atau -1. Barisan ini divergen tetapi tidak menuju ke
maupun .
Dari tiga contoh barisan divergen di atas, kita dapat membuat definisi formal
barisan yang divergen.
Definisi 3.22. Misalkan X x n : n N adalah barisan bilangan real. Barisan
69
Ada cara lain untuk menunjukkan bahwa suatu barisan bilangan real adalah
barisan yang divergen. Teorema berikut, dinamakan Teorema Perbandingan,
menjelaskan kondisi yang membuat suatu barisan dikatakan sebagai barisan
yang divergen.
Teorema 3.24. Jika x n : n N dan y n : n N adalah barisan bilangan real
yang memenuhi
x n y n untuk setiap n N
Maka
a. Jika lim x n maka lim y n .
n
Bukti.
a. Misalkan M 0 . Karena lim x n , maka terdapat N 0 sehingga untuk
n
Namun demikian, tidaklah selalu kita bisa menjumpai kondisi dua barisan seperti
yang
ada
pada
hipotesis
Teorema
3.24,
sehingga
kita
tidak
dapat
Perbandingan
Limit,
menjelaskan
kondisi
(yang
lebih
umum
70
lim
xn
L dengan L R dan L 0
yn
xn
L , maka jika diberikan L / 2 terdapat N 0
yn
x n / y n L L / 2 atau
jika
2 / 3L xn y n
dengan
menggunakan
L / 2 y n x n
untuk n N . Jadi
3.6
fakta
s n : x1 x 2 x3 ... x n dengan n N .
Barisan S yang demikian dinamakan sebagai deret tak hingga (atau deret saja)
yang dibangkitkan oleh barisan X : x n : n N . Bilangan s n disebut sebagai
jumlah parsial dari derat tak hingga. Bilangan x n disebut sebagai suku dari deret
tak hingga. Jika lim s n ada maka S dikatakan sebagai deret tak hingga yang
n
konvergen dan limit tersebut disebut sebagai jumlah deret tak hingga S atau
jumlah dari x1 x 2 x3 ... x n ... . Deret tak hingga S dapat pula dinotasikan
dengan
71
atau
n 1
n 1
1 1 1
1
...
2 4 8
n 1 2
adalah deret yang konvergen.
Perhatikan bahwa
n
1 1
1 1 1
... .
2 n1 2
4 8 16
Akibatnya,
1 1
1
1 1
1
1
1
1.
2 n1 2
2
2 n 1 2
2
n 1 2
n 1 2
Dengan demikian,
n
1 1 1
1
...
2 4 8
n 1 2
ar
ar ar 2 ar 3 ...
n 1
ar
r 1
jika r 1 (coba pembaca buktikan). Deret yang demikian dinamakan deret deret
geometrik.
2n 1 1 3 5 ...
n 1
72
adalah salah satu contoh deret tak hingga yang divergen karena jumlah deret
tersebut tidak terbatas..
Tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk menunjukkan suatu deret tak
hingga adalah deret yang konvergen. Melalui fakta-fakta berikut ini, kita akan
diberikan syarat perlu untuk kekonvergenan deret tak hingga.
n 1
Bukti.
Jika
s n x1 x 2 x3 ... x n
maka
s n 1 x1 x 2 x3 ... x n 1 .
konvergen maka
n 1
n 1
konvergen. Menurut Kriteria Cauchy untuk barisan, kita memperoleh fakta seperti
yang tertuang dalam teorema berikut ini.
Teorema 3.28 (Kriteria Cauchy untuk Deret Tak Hingga). Barisan s n : n N
n 1
s m sn
j n 1
Jika
xn : n N
s n : n N
73
adalah
barisan
yang
monoton
naik.
Menurut
Teorema
s n : n N
adalah konvergen.
n 1
Lebih jauh,
x
n 1
lim s n sups n : n N .
n
n .
n 1
bahwa
s 2n 1
1 1 1
1
1
... n1
... n
2 3 4
2
2 1
1 1 1
1
1
... n ... n
2 4 4
2
2
1 1
1
...
2 2
2
n
.
2
divergen.
n 1
konvergen.
n 1
Barisan jumlah parsial dari deret tak hingga tersebut adalah barisan yang
monoton naik. Untuk menunjukkan barisan jumlah parsial
terbatas, cukup
74
n2 : 2 2 1 3 maka
s n2 1 1 / 2 2 1 / 3 2 1 2 / 2 2 1 1 / 2 ,
dan jika n3 : 2 3 1 7 maka
s n3 s n2 1 / 4 2 1 / 5 2 1 / 6 2 1 / 7 2 s n2 4 / 4 2 1 1 / 2 1 / 2 2 .
Secara umum, dengan menggunakan induksi matematika, kita peroleh bahwa
jika nk : 2 k 1 maka
0 s nk 1 1 / 2 1 / 2 ... 1 / 2
2
k 1
Karena 1 1 / 2 1 / 2 ... 1 / 2
k 1
1 / n
n 1
konvergen.
Kita juga bisa menentukan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan cara
membandingkan suku ke- k pada deret takhingga tersebut dengan suku ke- k
pada deret tak hingga yang lain.
xn : n N
yn : n N
dan
a. Jika
y n konvergen maka
n 1
b. Jika
konvergen.
n 1
xn divergen maka
n 1
konvergen.
n 1
konvergen
n 1
m n N maka
75
yj
j n 1
j n 1
j n 1
j n 1
konvergen.
n 1
n
n 1
n
1
n
1
2 untuk setiap n N .
n 1 n
3
Kita
ketahui bahwa
deret
tak
hingga
konvergen.
Menurut
Uji
n 1
Perbandingan,
n 1
n
deret tak hingga yang konvergen.
1
L : lim
xn
yn
Nilainya ada.
a. Untuk L 0 ,
b. Untuk L 0 , jika
konvergen.
n 1
konvergen maka
n 1
konvergen.
n 1
76
sehingga
untuk
setiap
nN
xn / y n L L / 2
atau
n 1
hanya jika
konvergen.
n 1
Perbandingan, jika
y n konvergen maka
n 1
konvergen.
n 1
n 1
n
pada contoh 3.33. Perhatikan
1
bahwa
n / n3 1
n3
lim
1 0 .
n
n n 3 1
1/ n2
lim
n 1
n
n 1
n
konvergen.
1
Ada cara lain, selain menggunakan Teorema 3.29, yaitu dengan menggunakan
suatu uji yang disebut sebagai Uji Kondensasi Cauchy, untuk menunjukkan
1 / n dan
n 1
1 / n
n 1
konvergen, secara berurutan. Bahkan dengan Uji Kondensasi Cauchy kita dapat
1 / n
n 1
divergen jika p 1 .
77
a k : k N
k 1
a 2k konvergen.
k 1
k 1
s n a1 a 2 a3 a 4 a5 a 6 a 7 ... a 2k ... a 2k 1
a1 2a 2 2 2 a 22 ... 2 k a 2k t k .
Jelas jika
konvergen.
k 1
Untuk n 2 k ,
s n a1 a 2 a3 a 4 ... a 2k 1 1 ... a 2k
a1 / 2 a 2 2a 22 ... 2 k 1 a 2k t k / 2 .
a k konvergen maka
k 1
a 2k konvergen.
k 1
1 / n
n 1
k 1
2k
k p
2 1 p k dengan p 0 .
k 1
deret-p,
1 / n
n 1
Kita pun dapat menunjukkan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan
membandingkan dua suku pada deret tak hingga tersebut.
78
konvergen.
divergen.
n 1
a
n 1
n 1
konvergen.
n 1
hingga
divergen.
n 1
1/ n dan
n 1
1 / n
. Diperoleh
n 1
1 / n 1
1/ n2 1
1 dan lim
1.
n
n
1/ n
1/ n2
lim
1/ n dan
n 1
1 / n
n 1
79
BAB IV
LIMIT FUNGSI
Contoh 4.2.
1. Misalkan A = ( 2 , 3 ), tentukan titik timbun A.
Penyelesaian
2 titik timbun A, karena dengan mengambil sebarang = , dimana
V1 / 2 (1) /{1} B .
yang
lain..
80
Teorema 4.3.
Misalkan
Bukti:
() Misal c titik timbun A. Sehingga V 1 (c) memuat sedikitnya satu titik di A yang
n
berbeda
dari
c.
Jika
an
titik
tersebut,
maka
an A, an c, n N lim (an ) c .
n
Definisi 4.4.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Misalkan L limit
dari
di
titik
c,
ditulis
lim f ( x) L
x c
jika
0, 0,
untuk
Definisi
limit
di
atas
dapat
ditulis
lim f ( x) L
x c
jika
dan
hanya
Contoh 4.5
1
n
Bukti:
x A berlaku f ( x ) L 2 x 0 2 x 2 x 2 2 .
2
Jadi terbukti lim 2 x 0 .
Ambil 0 sebarang. Pilih
x0
81
2. Buktikan lim x 2 c 2 .
x c
Analisa pendahuluan
Tujuan
pembuktian
ini
mencari
sehingga
untuk
0, 0 x c , x A berlaku x 2 c 2 .
2
Perhatikan bahwa x c ( x c )( x c) x c x c .
Jika diambil 1 maka x c 1 .
Menurut pertidaksamaan segitiga x c x c 1 atau x 1 c .
2
Sehingga x c x c x c 1 2 c x c ,
Dengan mengambil
2
2
maka diperoleh x c .
1 2 c
Bukti:
, Sehingga jika 0 x c
1 2 c
dan x R berlaku x c x c x c 1 2 c x c
Jadi terbukti lim x 2 c 2 .
x c
Teorema 4.6.
Jika f : A R dan c titik timbun A , c R maka f hanya mempunyai satu limit
di titik c.
Selanjutnya akan dibicarakan kaitan antara barisan dengan limit fungsi dan
kriteria kedivergenan.
Teorema 4.7 (Kriteria Barisan untuk Limit).
Misalkan f : A R dan c titik timbun A , maka
lim f ( x) L jika dan hanya jika untuk setiap barisan (xn) di A yang konvergen
x c
ke c dimana xn c, n N, f ( xn ) konvergen ke L.
Bukti dari teorema 4.6 dan 4.7 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
82
Contoh 4.8.
Buktikan lim x 2 4 dengan menggunakan kriteria barisan.
x2
Bukti:
Ambil x n 2
1
, n . Akan ditunjukkan f ( x n ) konvergen ke 4.
n
x 2
4 1
4.
n n2
x2
f ( xn ) tidak
konvergen ke L.
b) f
tidak punya limit di c jika dan hanya jika ada barisan (xn) di A yang
R.
Contoh 4.10.
1
tidak ada di R .
x0 x
1. Buktikan lim
Bukti:
f ( x)
Misalkan
f ( xn )
1
x
Ambil
xn
1
,n N
n2
Tetapi
1
n 2 ,sehingga f ( x n ) tidak konvergen karena tidak terbatas
1 2
n
1
tidak ada di R .
x0 x
Bukti:
83
1, x 0
Ambil xn
x
,x 0.
x
(1) n
, n N . Tetapi
n
(1) n
xn
n (1) n ,
f ( x n ) sgn( x n )
n
xn
(1)
n
sehingga f ( x n ) divergen.
Definisi 4.11.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. f dikatakan
terbatas pada lingkungan c jika ada lingkungan dari c, yaitu V (c) dan
konstanta M > 0 sehingga f ( x ) M , x A V (c ).
Teorema 4.12.
Misalkan A R, f : A R dan f mempunyai limit di c R , maka f terbatas
pada suatu lingkungan dari c.
Definisi 4.13
Misalkan A R , f : A R, g : A R . Definisikan
( f g )( x ) f ( x) g ( x ) ( f g )( x) f ( x ) g ( x )
(bf )( x) bf ( x ), b
84
f ( x)
f
, h( x) 0
( x)
h( x)
h
, ( fg )( x) f ( x) g ( x)
, x A
Teorema 4.14.
Misalkan A R , f : A R, g : A R dan c R , dengan c titik timbun A.
Misalkan b .
lim f ( x) L
1. Jika
dan
x c
lim g ( x) M
lim ( f g )( x) L M
lim ( f g )( x) L M
lim ( fg )( x ) LM
lim (bf )( x) bL
x c
xc
x c
maka
x c
xc
f L
.
x c h
H
Bukti:
1. Ambil 0 sebarang.
Misal lim f ( x) L , artinya 1 0, untuk 0 x c 1 dan x A
x c
berlaku
f ( x) L
.
2
berlaku g ( x ) M
.
2
( f g )( x) ( L M ) ( f ( x ) L) ( g ( x) M )
f ( x) L g ( x ) M
2 2
x2 4
x 4
b
).
lim
2
x2
x 2 3 x 6
x
85
a) Kita dapat menggunakan teorema 4.13 (b), karena jika dimisalkan f(x) = x + 4
h(x) = x2 , h( x) 0, x , lim h( x ) H 0 maka
dan
x 2
x 4 lim ( x 4) 6 3
lim 2 x2
x 2
4 2
lim x 2
x
x2
b) Tidak dapat menggunakan teorema 4.13 (b), karena jika dimisalkan
f ( x) x 2 4, h( x) 3x 6, x
tetapi
H lim h( x) lim (3 x 6) 0
x 2
maka
x2
untuk
x2 4
1
1
1
4
lim ( x 2) lim x 2 (2 2) .
x 2, lim
x2 3 x 6
x2 3
x
2
3
3
3
Teorema 4.16.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
a f ( x) b
xc
f ( x) g ( x ) h( x )
x A, x c
dan
jika
lim f ( x) L lim h( x )
x c
x c
maka
lim g ( x ) L .
x c
Contoh 4.18.
1
x
1
x
x0
Bukti.
1
x
1
x
86
Ambil subbarisan
lim
dimana
xn
1
, n dan subbarisan
2 n
1
1
0 , lim
0
n
2n
(2n 1)
.Tetapi
yn
1
, n ,
(2n 1)
f ( x n ) cos 2n 1
dan
1
x
1
x
1
x
x0
1
x
Teorema 4.19.
Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Jika
Bukti:
L
0 , sehingga menurut definisi limit fungsi
2
0 0 x c , x A f ( x ) L
Karena
f ( x)
87
f ( x) L
L
2
maka
L
0, x A V (c), x c .
2
L
.
2
L
L
f ( x) L
2
2
atau
Soal soal
2. Misalkan A (0,2), f : A R, f ( x ) 3x 5 .
Buktikan lim f ( x ) 5 dan lim f ( x ) 8
x0
x 1
1 1
,c 0.
x c
5. Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Buktikan
jika lim f ( x) L lim f ( x ) L 0 .
4. Buktikan lim
x c
x c
xc
I R, f : I R
Misalkan K & L f ( x ) L K x c
6. Misalkan
c I
, x I Buktikan lim f ( x) L .
dan
x c
1
x2
x0
( x 0)
( x 0)
x
1
(c) lim ( x sgn( x )) (d ) lim sin( 2 ) ( x 0)
x0
x 0
x
8. Misalkan A R , f , g : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Misalkan f
terbatas pada lingkungan dari c dan lim g ( x ) 0 . Buktikan bahwa
(a) lim
(b) lim
x 0
x c
lim ( fg )( x) 0 .
x c
9. Berikan contoh fungsi f dan g dimana fungsi f dan g tidak punya limit di titik c,
tetapi f + g dan fg mempunyai limit di titik c.
10. Buktikan teorema 4.15
11. Misalkan A R, f : A R dan c R , dengan c titik timbun A. Buktikan
jika lim f ( x) 0 maka V (c ) f ( x ) 0, x A V (c ), x c .
x c
88
BAB V
KEKONTINUAN FUNGSI
Definisi 5.1.
Misalkan A R, f : A R dan c A . f dikatakan kontinu di titik c jika untuk
setiap lingkungan V ( f (c )) dari f(c) terdapat lingkungan V (c) dari c sehingga
jika x A V (c ) maka f ( x ) V ( f (c )) .
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan titik c;
1. Jika c A , dimana c titik timbun A, maka dari definisi limit dan definisi fungsi
kontinu dapat disimpulkan bahwa f
kontinu di c f (c ) lim f ( x ) .
x c
Dengan kata lain, jika c titik timbun A maka f dikatakan kontinu di titik c jika
memenuhi syarat
f terdefinisi di titik c
lim f ( x ) ada
f (c) lim f ( x)
xc
xc
2. Jika c A , dimana c bukan titik timbun A, maka ada lingkungan V (c) dari c
sehingga A V (c) {c} . Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi f jelas
kontinu di titik c A walaupun c bukan titik timbun A. Titik ini disebut titik
terisolasi dari A.
89
Teorema 5.3
Misalkan A R, f : A R dan c A . Pernyataan berikut ekuivalen :
1) f dikatakan kontinu di titik c jika untuk setiap lingkungan V ( f (c )) dari f(c)
terdapat lingkungan V (c) dari c sehingga jika x A V (c ) maka
f ( x ) V ( f (c )) .
2) Untuk 0, 0 x A, x c f ( x ) f (c ) .
3) Jika (xn) barisan bilangan riil, xn A, n R dan (xn) konvergen ke-c
maka barisan f((xn)) konvergen ke f(c).
Kriteria Ketakkontinuan 5.4
Misalkan A R, f : A R dan c A . f tidak kontinu di titik c jika dan hanya
jika ( x n ) A ( x n ) konvergen ke c, f((xn)) tidak konvergen ke f(c).
Contoh 5.5
1. Misalkan f(x) = 2x. Buktikan f(x) kontinu pada R .
Bukti:
Ambil 0 sebarang dan c R sebarang.
Pilih
x c , x D f f ( x) f (c) 2 x 2c 2 x c 2 .
2
90
4. Misalkan A R , dan f
, x Q
1
0 , x \ Q
berikut: f ( x )
Misalkan
cQ
( xn ) \ Q, ( xn ) c, n N
ambil
Misalkan
bR \Q
ambil
( y n ) Q , ( y n ) b, n N
berikut:
,x c
L
F( x )
f ( x ) ,x A
Maka F kontinu di titik c.
2) Misalkan fungsi g : A R tidak mempunyai limit di titik c, maka tidak
dapat dibuat fungsi G : A {c} R yang kontinu di titik c dan
didefinisikan sebagai berikut:
,x c
C
G( x )
g( x ) , x A
Untuk membuktikan pernyataan di atas andaikan lim G( x ) C . Bukti
xc
91
Contoh 5.6
1
x
1
x
1
x
0
,x 0
1
.
F( x )
x sin , x 0
x
Sehingga F kontinu di x = 0.
92
x c
xc
x c
xc
f (c ) g (c) ( f g )(c)
Teorema 5.8.
Misalkan A R , f , g : A R , b R . Misalkan c A dan f dan g kontinu pada
A,
a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu pada A.
b) Jika h : A R kontinu pada A
kontinu di pada A.
Teorema 5.9.
Misalkan
f ( x ) f ( x ) , x A .
a) Jika f kontinu di titik c A maka | f | kontinu di titik c.
b) Jika f kontinu pada A maka | f | kontinu pada A.
Bukti teorema 5.8 dan 5.9 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Teorema 5.10.
Misalkan A R , f : A R, f ( x ) 0 x A , dan misalkan
sebagai ( f )( x)
f didefinisikan
f ( x) , x A
f kontinu di titik c.
f kontinu pada A.
Bukti.
a) Ambil 0 sebarang. Misalkan c A . Jika f c 0 maka
f c 0 .
93
0 x A, x c f ( x ) f x 2 atau
f x 0
f x
f c .
c A maka 0 x A, x c f ( x) f c
kontinu di
f c .
f ( x)
f (c )
Jadi terbukti
f ( x)
f (c )
f ( x)
f ( x) f ( c)
f ( x)
f (c )
f ( x)
f ( c)
f (c )
f ( x ) f (c )
f (c )
f ( x ) f (c )
f ( x)
f (c )
f ( c)
f (c )
f kontinu di titik c.
Pada teorema 5.7 membahas tentang perkalian dua fungsi kontinu adalah
kontinu. Selanjutnya akan dibahas tentang komposisi fungsi kontinu.
Komposisi Fungsi Kontinu
Teorema 5.11.
Misal A, B R, f : A R , g : B R , f ( A) B . Jika f kontinu di titik c A
dan g kontinu pada b f ( c ) B maka g f : A R kontinu di titik c.
Teorema 5.12.
Misal A, B R, f : A R , g : B R , f ( A) B . Misalkan f kontinu pada A
dan g kontinu pada B . Jika f ( A) B maka g f : A R kontinu pada A.
Bukti teorema 5.11 dan 5.12 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
5.3 Fungsi Kontinu pada Interval
Definisi 5.13.
Misal f : A R . f dikatakan terbatas pada A jika M 0 f ( x ) M , x A .
94
Dari definisi di atas dapat dikatakan suatu fungsi dikatakan terbatas jika range
fungsi tersebut terbatas di R . Ingat bahwa fungsi kontinu tidak selalu terbatas,
contohnya pada f ( x)
1
, A {x R : x 0} , f
x
terbatas pada A.
Jika f ( x )
1
, B {x R : 0 x 1} juga f kontinu pada B tetapi
x
tidak
1
, C {x R : x 1} f kontinu pada C
x
f ( xnr ) nr r
Definisi 5.15
Misalkan A R, f : A R . f mempunyai maksimum absolut pada A jika ada
95
1
n
xn I s *
1
f ( xn ) s*, n N .
n
Karena
1
lim s *
n
nr
s* lim s *
n
maka
1
f ( x nr ) s*, r .
nr
menurut
teorema
apit
, , I f ( ) 0 f ( )
atau
f ( ) 0 f ( )
maka
c ( , ) f (c) 0 .
Bukti dari teorema lokasi akar diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
96
I,
sehingga
menurut
teorema
lokasi
akar
Misalkan b < a dan misalkan h(x) = k - f(x). Karena f (a) k f (b) maka
h(b) 0 h(a) . Karena f(x) kontinu pada I maka h(x) juga kontinu pada I,
sehingga
menurut
teorema
lokasi
akar
Akibat 5.19.
Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan f : I R kontinu pada I.
Jika k yang memenuhi inf f ( I ) k sup f ( I ) maka c I f (c) k .
Definisi 5.20.
Misalkan A R , f : A R. f dikatakan kontinu seragam pada A jika untuk
0, ( ) 0 x, u A, x u ( ) f ( x) f (u ) .
97
Dari definisi kekontinuan fungsi jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A maka
f kontinu di setiap titik dari A. Tetapi jika f kontinu di setiap titik dari A tidak
mengakibatkan
g ( x)
1
x
tidak
kontinu
seragam
pada
A.
Contohnya
misalkan
kontinu
seragam
pada
karena
dengan
mengambil
1
1
0 12 , x n , u n
lim ( x n u n ) 0 dan
n
n 1 n
g ( xn ) g (un ) | n (n 1) | 1
1
2
0 , n R .
Selanjutnya jika f kontinu pada suatu interval tertutup terbatas, sebut I maka f
kontinu seragam pada I.
Teorema 5.22 (Kekontinuan Seragam).
Misalkan I adalah interval tertutup terbatas, dan f : I R kontinu pada I maka
f kontinu seragam pada I.
Pada teorema 5.22 suatu fungsi kontinu akan kontinu seragam jika intervalnya
tertutup dan terbatas. Apabila intrervalnya tidak tertutup dan terbatas akan sulit
menentukan kekontinuan seragam. Untuk itu diperlukan kondisi lain, yaitu
kondisi Lipschitz .
Definisi 5.23 (Fungsi Lipschitz).
Misalkan
A R , f : A R.
Jika K 0 f ( x) f (u ) K x u , x, u A
Teorema 5.24.
Jika f : A R dan f fungsi Lipschitz maka f kontinu seragam pada A.
98
Bukti:
Ambil 0 sebarang.
Misalkan f fungsi Lipschitz maka K 0 f ( x) f (u ) K x u , x, u A .
Akan
ditunjukkan
kontinu
seragam
pada
atau
0 x, u A, x u f ( x) f (u ) .
Pilih
, sehingga x, u A,
K
f ( x) f (u ) K x u K K
.
K
Kebalikan dari teorema di atas tidak benar, artinya tidak setiap fungsi kontinu
seragam
adalah
fungsi
Lipschitz.
Contohnya,
misalkan
Contoh 5.25.
1. Misalkan f(x) = x2 pada A = [0,b] dengan b konstanta positif. Tunjukkan
bahwa f kon tinu seragam.
Jawab:
Ambil x, u [0, b] sebarang. Perhatikan bahwa
f ( x ) f (u ) x 2 u 2 x u x u 2b x u .
Sehingga dengan mengambil K = 2b , f merupakan fungsi Lipschitz. Menurut
teorema 5.24 f kontinu seragam.
2. Misalkan g ( x)
x,
Jawab:
Ambil x, u A sebarang. Perhatikan bahwa
g ( x ) g (u )
x u
xu
x u
1
xu .
2
99
Definisi 5.26.
Misalkan f : A R , f dikatakan naik pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x 2 maka
f ( x1 ) f ( x 2 ) .
f
A jika x1 , x 2 A dan
x1 x 2 maka
f ( x1 ) f ( x 2 ) .
Misalkan f : A R , f dikatakan turun pada A jika x1 , x 2 A dan x1 x 2
maka f ( x1 ) f ( x 2 ) .
f
A jika x1 , x 2 A dan
x1 x 2 maka
f ( x1 ) f ( x 2 ) .
Jika f : A R, naik pada A maka g = -f
0 , x [ 0,1 ]
1, x ( 1,2 ]
Misalkan f ( x )
Teorema 5.27.
Misal I R, f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka
( i ). lim f ( x ) sup{ f ( x ) : x I , x c }
x c
( ii ). lim f ( x ) inf{ f ( x ) : x I , x c }
x c
Bukti:
(i). Ambil 0 sebarang.
Misalkan x I dan x < c. Karena f naik maka f ( x ) f ( c ) . Sehingga
100
terbatas
di
atas
maka
mempunyai
supremum,sebut
L sup{ f ( x ) : x I , x c } .
Maka 0 , L bukan batas atas { f ( x ) : x I , x c } , sehingga
y I dimana y c L f ( y ) L.
c y 0 c y
Pilih
y y c
maka
dan
sebarang,
maka
dapat
disimpulkan
lim f ( x ) sup{ f ( x) : x I , x c} .
x c
Akibat 5.28.
Misal I R, f : I R , f naik pada I. Misal c I dimana c bukan titik ujung
dari I, maka pernyataan berikut equivalent:
a) f kontinu di c
b)
lim f ( x ) f ( c ) lim f ( x )
x c
xc
c) sup{ f ( x ) : x I , x c } f ( c ) inf{ f ( x ) : x I , x c }
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal a titik ujung kiri dari I, dan f
kontinu di a jika dan hanya jika f ( a ) inf{ f ( x ) : x I , x a }, atau f kontinu
pada a jika dan hanya jika f ( a ) lim f ( x ) .
xa
Misal I interval dan f : I R , f fungsi naik. Misal b titik ujung kanan dari I, dan
f kontinu di b jika dan hanya jika f ( b ) sup{ f ( x ) : x I , x b }, atau f kontinu
pada b jika dan hanya jika f ( b ) lim f ( x ) .
x b
101
Soal-Soal
1. Misalkan A R , f : A R, dan c A , f
0, V (c) x, y A V (c ) f ( x) f ( y ) .
2. Misalkan f ( x) sgn( x), x R . Buktikan bahwa f(x) kontinu di di c R , c 0 .
f : R R,
3. Misalkan
V (c ) x V (c) f ( x ) 0 .
4. Misalkan g : R R,
,x Q
2x
g ( x)
x 3 , x R \ Q
x 2 2x 1
x2 1
(b).g ( x) x x
1 | sin x |
(c).h( x)
x
(d ).k ( x ) cos 1 x 2
(a). f ( x )
, x
,x 0
,x 0
, x
f : R R,
6. Misalkan
f ( x) f ( y) K x y
dan
>
yang
memenuhi
cR .
7. Misalkan A R, f : A R , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai
didefinisikan
[a,b]
dan
misalkan
f ( x) 0, x I . Buktikan 0 f ( x) , x I .
102
12. Misal
[a,b]
dan
x I , y I f ( y )
misalkan
1
2
f ( x) . Buktikan c I f (c) 0 .
x,
A.
17. Misalkan g ( x)
1
,
x
1
,
x2
(a ). f ( x) x 2
A [0, )
(b).g ( x) sin(1 x) B (0, )
22. Buktikan jika f dan g kontinu seragam pada R maka f g kontinu seragam
pada R .
23. Misalkan A R , f : A R, g : A R, b R . Misalkan c A dan f dan g
kontinu di titik c, buktikan (f + g), f - g, fg, bf
kontinu di c dengan
103
DAFTAR PUSTAKA
104