Anda di halaman 1dari 209

Catatan Selama Kuliah

ANALISIS REAL I DAN II


Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real
Analysis karangan Robert G. Bartle

Drs. Jafar., M.Si


Printed by:
Abu Musa Al Khwarizmi

KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI


UNAAHA
2012

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas


perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan hand-
out ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al
Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya.
Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan
Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis
Real II.
Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat
diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar
untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat
anda kirimkan ke: ks.algorizm@gmail.com; karyanto@bismillah.com; Atau melalui
facebook: -Yanto Kendari.
Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin
bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya
kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam
memahami ilmu. Amien

Unaaha, Januari 2012

KSA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iii
Bab I PENDAHULUAN.......................................................................................................................2
1.1 Aljabar Himpunan..............................................................................................................2
1.2 Fungsi....................................................................................................................................8
1.3 Induksi Matematika.........................................................................................................15
Bab II BILANGAN REAL.................................................................................................................22
2.1 Sifat Aljabar R..................................................................................................................22
2.2 Sifat Urutan dalam R......................................................................................................30
2.3 Nilai Mutlak......................................................................................................................40
2.4 Sifat Kelengkapan R.......................................................................................................46
2.5 Aplikasi Sifat Supremum...............................................................................................51
Bab III BARISAN BILANGAN REAL.........................................................................................60
3.1 Barisan dan Limit Barisan.............................................................................................60
3.2 Teorema-teorema Limit..................................................................................................72
3.3 Barisan Monoton..............................................................................................................82
3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass.........................................................90
3.5 Kriteria Cauchy................................................................................................................97
3.6 Barisan-barisan Divergen Murni..............................................................................105
Bab IV LIMIT FUNGSI...................................................................................................................110
4.1 Limit-limit Fungsi.........................................................................................................110
4.2 Teorema-teorema Limit...............................................................................................123
4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit..................................................................133
Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU..........................................................................................149
5.1 Fungsi-fungsi Kontinu.................................................................................................150
5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu..................................................................157
5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval.......................................................................164
5.4 Kekontinuan Seragam..................................................................................................174
5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers.........................................................................189
Daftar Pustaka......................................................................................................................................201

iii
Aljabar Himpunan

BAB
1
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang
diperlukan untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang
sekilas ten-tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua
cabang mate-matika.

Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.

1.1. Aljabar Himpunan


Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan
dengan
xÎA,
untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat
di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
xÏA.

Bila A dan B suatu himpunan sehingga xÎA mengakibatkan xÎB (yaitu,


setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B me-
muat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan
A Í B atau B Ê A.

Bila A Í B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim-
punan sejati dari B.

Analisis Real I 2
Pendahuluan

1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-
unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A Í B dan
B Í A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “ sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{x½P(x)}

untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de-
ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemiki an sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ xÎS½P(x)}

untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.


Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan
menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :
· Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}
· Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}
· Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n m,n Î Z, n¹0}
· Himpunan semua bilangan real, R.

Contoh-contoh :
2
(a). Himpunan {x Î N x -3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
2
memenuhi x - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him-
punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x xÎ N}, daripada {yÎ N y = 2x, xÎ N}.
Analisis Real I 3
Aljabar Himpunan

Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.

1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A Ì B
dituliskan dengan AÇB, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di
B. Dengan kata lain kita mempunyai
AÇB = {x xÎA dan xÎB}.

(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan AÈB, adalah himpunan yang unsur-
unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun-
yai
AÈB = {x xÎA atau xÎB}.

1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau Æ. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un-
sur bersama (yaitu, AÇB = Æ), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.

1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka


(a). AÇA = A, AÈA = A;
(b). AÇB = BÇA, AÈB = BÈA;
(c). (AÇB) ÇC = AÇ(B ÇC), (AÈB)ÈC = AÈ(BÈC);
(d). AÇ(BÈC) = (AÇB)È(AÇC), AÈ(B ÇC) = (AÈB) Ç (AÈC);
Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, ko-
mutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan.
Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan
cukup ditulis dengan
AÇB ÇC, AÈBÈC.

Analisis Real I 4
Pendahuluan

Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang-
galkan kurung, kita tuliskan dengan

A = A1 ÈA2 È È An = {x xÎAj untuk suatu j}, B


= A1 Ç A2...ÇAn = {x xÎAj untuk semua j}.
Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan
n
A = UA j
j=1

n
B = IA j
j=1

Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka U A j
jÎJ

menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan I A j , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
jÎJ

semua Aj untuk jÎJ.

1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha-
dap A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) a dalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng-
gunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai

A\B = {x Î A x Ï B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan C(B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(BÈC) = (A\B)Ç(A\C),
A\(BÇC) = (A\B) È(A\C).

Analisis Real I 5
Aljabar Himpunan

Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di A\
(BÈC) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya.
Bila x di A\(BÈC), maka x di A, tetapi tidak di BÈC. Dari sini x suatu unsur di
A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak di
B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x Î A\B dan x Î A\C, yang menunjukkan bahwa
x Î(A\B)Ç(A\C).
Sebaliknya, bila x Î(A\B)Ç(A\C), maka x Î(A\B)dan x Î (A\C). Jadi x Î A tetapi
bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x Î A dan x Ï (BÈC), karena itu x Î A\(BÈC).
Karena himpunan (A\B)Ç(A\C) dan A\(BÈC).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A\(BÈC).= (A\B)Ç(A\C).

Produk (hasil kali) Cartesius


Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius.
1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius A´B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan aÎ A dan b
Î B.
Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka
A´B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)}
Latihan 1.1.
1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema
1.1.4.
2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4.
3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d).
4. Buktikan bahwa A Í B jika dan hanya jika AÇB = A.

Analisis Real I 6
Pendahuluan

5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat


satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (A\B) È (B\A). Himpunan D ini ser-
ing disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram.
6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh
D = (AÈB)\(AÇB).
7. Bila A Í B, tunjukkan bahwa B = A\(A\B).
8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa AÇB dan A\B saling asing dan
bahwa A = (AÇB) È (A\B).
9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa AÇB = A\(A\B).
10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
n n n n

kan bahwa E Ç UA j = U(E Ç A j ), E È U A j = U(E È A j )


j =1 j =1 j=1 j =1

11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
n n n n

kan bahwa E Ç I A j = I (E Ç A j ), E È I A j = I (E È A j )
j=1 j =1 j=1 j =1

12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
n n n n

E \ I A j = U (E \ A j ), E \ U A j = I(E \ A j ).
j=1 j=1 j=1 j =1

Catatan bila E\Aj dituliskan dengan C(Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
n n n n

C IAj =UC(Aj), C UAj = IC ( A j ).


j=1 j=1 j=1 j =1

13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap jÎJ, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa

C IAj =UC(Aj), CUAj = IC A j . ( )


j ÎJ jÎJ j ÎJ jÎJ

14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 È B2, tunjukkan bahwa

Analisis Real I 7
Aljabar Himpunan

A´B = (A´B1) È (A´B2).


1.2. Fungsi.
Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau
pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,
walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari bagian
terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak di-bandingkan
bagian ini.
Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” bi asanya berarti rumus ter-
tentu, seperti
f(x) = x2 + 3x -5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x).
Mung-kin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak
h(x) = ½x½
dari suatu bilangan real merupakan “ fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi
½x½diberikan pula dengan
x, bila x ³ 0
½x½=

Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi


yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri den-
gan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita la-
kukan dalam dua tahap.

Definisi pertama :

Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang


memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B.
Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase
“ aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi
de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.

Analisis Real I 8
Pendahuluan

De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi; yaitu,
suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.

1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him-punan
pasangan berurut f di A´B sedemikian sehingga untuk masing-masing a Î A terdapat b Î
B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) Î f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur
pertama dari f disebut daerah asal atau “ domain” dari f, dan dituliskan D(f). Sedangkan
unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “ range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f :A ® B

menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) Î f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.

Pembatasan dan Perluasan Fungsi


Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f),
seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan
f1(x) = f(x) untuk semua x Î D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1. Menurut
definisi 1.2.1, kita mempunyai
f1 = { (a,b) Î f a Î D1}
Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada
himpunan D1.

Analisis Real I 9
Aljabar Himpunan

Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 Ê D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian
sehingga g2(x) = g(x) untuk semua x Î D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A ® B suatu fungsi dengan domain A dan range B.

1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f


adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x Î E}.

Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhim-


punan
-1
f (H) dari A, yang diberikan oleh

f-1(H) = { x Î A : f(x) Î H}
Jadi bila diberikan himpunan E Í A, maka titik y1 Î B di bayangan langsung
f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x 1 Î E sedemikian sehingga y1 =
-1
f(x1). Secara sama, bila diberikan HÍB, titik x2ÎA di dalam bayangan invers f (H) jika dan
hanya jika y2 = f(x2) di H.

1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R ¾® R didefinisikan dengan f(x) = x2. Bayangan


langsung himpunan E = {x 0 £ x £ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 £ y £ 4}. Bila G
-1
= {y 0 £ y £ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f (G) = {x -2 £ x £ 2}.
Jadi f-1(f(E)) ¹ E.
-1
Disatu pihak, kita mempunyai f(f (G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 £ y £ 1},
maka kita peroleh f(f-1(H)) = {x 0 £ x £ 1} ¹ H.
(b). Misalkan f : A ® B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
-1 -1 -1
f (GÇH) Í f (G)Ç f (H)

Kenyataannya, bila x Î f-1(GÇH) maka f(x) Î GÇH, jadi f(x) Î G dan f(x) Î H. Hal ini
mengakibatkan x Î f-1(G) dan x Î f-1(H). Karena itu x Î f-1(G)Ç f-1(H), bukti sele-sai.
Sebaliknya, f-1(GÇH) Ê f-1(G)Ç f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se-
bagai latihan.
Analisis Real I 10
Pendahuluan

Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A ¾® B dikatakan injektif atau satu-satu bila x 1 ¹ x2,
mengakibatkan f(x1) ¹ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x Î R x ¹ 1} dan f : A ¾® R dengan f(x) =
x . Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
x-1
Maka kita mempunyai
x1 = x2
x -1 x2 - 1
1
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa x1 = x2 dan dari sini x1 = x2. Karena
x - 1 x2 -1
1

itu f injektif.

1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A ® B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila
f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A ® B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu
untuk setiap y Î B terdapat x Î A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah
fungsi tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A ¾® B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.

Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A´B),
maka himpunan pasangan berurut di B´A yang diperoleh dengan saling menukar un-
sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.

Analisis Real I 11
Aljabar Himpunan

. Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R( f)

1.2.7. Definisi. Misalkan f : A ¾® B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range
R(f) di B. Bila g = {(b,a)ÎB´A (a,b) Î f}, maka g fungsi injektif dengan do-main D(g) =
-1
R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan dengan f .

Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1 berelasi dengan f sebagai
-1
berikut : y = f (y) jika dan hanya jika y = f(x).
x
Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) = x - 1 didefinisikan un-
tuk x Î A = {x x ¹ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau
x
hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =

x-1
y
dan diperoleh x =

y-1

= {y y ¹ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ¹ -1} dan f-1(y)
y
= .
y-1
Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,
fungsi invers dari f-1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.

Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal ini
hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa range
dari f termuat di domain g.

1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A ® B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhati-kan


urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x)) untuk x Î
A.

1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g
fungsi-fungsi yang nilainya di x Î R ditentukan oleh
2
f(x) = 2x, g(x) = 3x - 1

Analisis Real I 12
Pendahuluan

Karena D(g) = R dan R(f) Í R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom-
posisi gof ditentukan oleh

gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1


Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
mempunyai fog(x) = 2(3x2 - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ¹ gof.
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain
2
dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x dan y = x , maka fungsi komposisi yang

diberikan oleh gof(x) = 1 - x2 didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi f(x)
³ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 £ x £ 1. Bila kita tukar urutannya, maka kom-
posisi
fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan {x Î R : x ³ 0}.
Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan
petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.

1.2.10. Teorema. Misalkan f : A ¾® B dan g : B ¾® C fungsi dan H suatu sub-


-1 -1 -1
himpunan dari C. Maka (fog) (H) = g (f (H)).
Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi
yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.

1.2.11. Teorema. Bila f : A ¾® B dan g : B ¾® C keduanya bersifat injektif, maka


komposisi gof juga bersifat injektif.

Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.

1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain-nya
himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.

Untuk barisan X : N ¾® S, nilai X di nÎN sering dituliskan dengan xn dari-


pada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri
sering dituliskan dengan (xn n Î N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai con-
Analisis Real I 13
Aljabar Himpunan

toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n n Î N) sama artinya dengan fungsi X :

N ¾® R dengan X(n) = n.
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn n Î N) dengan
nilainya

{xn n Î N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba-
risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari-san
n
((-1) n Î N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah {-1,1},
memuat dua unsur dari R.

Latihan 1.2.
2 2
1. Misalkan A = B = {xÎR -1 £ x £ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x + y = 1} dari
A´B, apakah himpunan ini fungsi ?
2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2, dan E = {xÎR -1 £
x £ 0} dan F = {xÎR 0 £ x £ 1}. Tunjukkan bahwa EÇF = {0} dan f(EÇF) = {0},
sementara f(E) = f(F) = {yÎR 0 £ y £ 1}. Di sini f(EÇF) adalah subhimpunan se-jati
dari f(E) Ç f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f(E)\f(F) dan tunjukkan bahwa
f(E\F) £ f(E)\f(F) salah.
4. Tunjukkan bahwa bila f : A®B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(EÈF) = f(E)
È f(F) dan f(E Ç F) £ f(E) Ç f(F)
5. Tunjukkan bahwa bila f : A®B dan G,H sub himpunan dari B,

maka f-1(GÈH) = f-1(G) È f-1(H) dan f-1(G Ç H) £ f-1(G) Ç f-1(H)


6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) = x , x ÎR. Tunjukkan bahwa f bijektif
x2 + 1
dari R pada {y : -1 £ y £ 1}..
7. Untuk a,b ÎR dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y 0 <
y < 1}

Analisis Real I 14
Pendahuluan

-1
8. Tunjukkan bahwa bila f : A®B bersifat injektif dan E Í A, maka f (f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A®B bersifat surjektif dan H Í B, maka f(f-1(H)). Beri-kan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek-tif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)Îf} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1of(x) = x, untuk semua x Î D(f) dan
-1
fof (y) = y untuk semua y Î R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ¹ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in-
jektif dan R(f) Í D(f) dan R(g) Ê D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1..

1.3. Induksi Matematika


Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering
digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu
pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terba-
tas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua ca-
bang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen
yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya m engikuti induksi matematika”
dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita memba-
has prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan
bagaimana proses bukti induksi.
Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan
asli
N = {1,2,3,...}
Analisis Real I 15
Aljabar Himpunan

dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda-
men-
tal dari N berikut.

1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem-
punyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ¹ Æ, maka terdapat suatu unsur m Î S sedemikian sehingga m £ k untuk
semua k Î S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.

1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu-
nyai sifat
(i).1 Î S
(ii).jika k Î S., maka k + 1 Î S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ¹ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 Î S, maka m ¹ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka m -
1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kos-
ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n Î N, maka P(n)

Analisis Real I 16
Pendahuluan

benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
2
pernyataan “ n = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untu k semua n ¹ 1, nÎN.
Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri-kut :

Untuk setiap n Î N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa


(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua n Î N.
Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan
pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n Î N P(n) benar}. Maka kondisi (1) dan
(2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S = N
pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n Î N.
Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotes is induksi. Di sini, kita ti-
dak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi
“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai conto h, bila kita perhatikan
pernyataan P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bil a k = k + 5, maka k + 1
= k + 6” juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena
pernyataan P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika
untuk meny-impulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n Î N.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi mate-
matika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.

1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n Î N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 + 2 + ... + n = 1 n (n + 1).
2

Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n Î N, sehingga ke-


samaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipe-
nuhi.
1
Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 2 .1(1 + 1), jadi 1 Î S dan dengan asumsi ini
akan ditunjukkan k + 1 Î S. Bila k Î S, maka kita mempunyai
1
1+2+...+k = 2
(k+1). (*)

Analisis Real I 17
Aljabar Himpunan

Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh

1+2+...+k+(k+1) = 21 k(k+1) + (k+1)

= 21 (k+1) (k+2)
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1
Î S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n Î
N.
(b). Untuk masing-masing n Î N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberi-
kan oleh

12+22+...+n2 = 16 n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini benar
2
untuk n = 1, karena 1 = 16 .1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k,
2
maka dengan menambahkan (k+1) pada kedua ruas, memberikan hasil
2 2 2 2 2
1 +2 +...+k + (k+1) = 16 k(k+1)(2k+1) + (k+1)

=
1
6 (k+1)(2k2+k+6k+6)
1
= 6 (k+1)(k+2)(2k+3)

Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n Î N.


n n
(c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari a - b untuk
semua n Î N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila
sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak - bk, maka kita tuliskan

ak+1 - bk+1 = ak+1 - abk + abk - bk+1


k k k
= a(a - b ) + b (a - b).
k k
Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(a -b ). Disamp-
ing itu a-b juga faktor dari bk(a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1 - bk+1. Dengan in-
n n
duksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari a - b untuk semua
nÎN.

Analisis Real I 18
Pendahuluan

n
(d). Ketaksamaan 2 £ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai
berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsi-
k
kan bahwa 2 £ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 £ (k+2), diperoleh
k+1 k
2 = 2.2 £ 2(k+1)! £ (k+2)(k+1)! = (k+2)!
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n Î
N.
(e). Bila r Î R, r ¹ 1 dan n Î N, maka

1 + r + r2 + ... + rn = - n +1
1 r

1-r
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
1 - r2
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = 1-r , jadi formula

tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh
1 - rk +2
kk+1 k+1
1 - r k +1
1+r+ ... +r + r = +r =
1- r 1- r
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n Î N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn, maka rSn = r+r2+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “ bukti teorema” beri-
kut.

Analisis Real I 19
Aljabar Himpunan

Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).

Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 Î
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k Î S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 Î S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n Î N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
2
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n - n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san-
gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den-
gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva-
lensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1ÎS, dan
bila {1,2,...,k}Í S maka k + 1 Î S. Maka S = N.

Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n Î N,
1. 1 + 1 + ...+ 1 = n
1.2 2.3 n(n + 1) n + 1

2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 21 n(n+1)]2
3. 12-22+32-...+(-1)n+1n(n+1)/2
4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9

Analisis Real I 20
Pendahuluan

8. Buktikan bahwa n < 2n untuk semua n Î N


9. Tentukan suatu formula untuk jumlah
1 + 1 + ...+ 1
1.3 3.5 ( 2n - 1 (2n + 1)
)
dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan
terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “ Conjecture”).
10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama
1 + 3 + ... + (2n - 1)
kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N
sedemikian sehingga untuk suatu n0 Î N berlaku (a). n0 Î S, dan (b) bila k ³ n0 dan
k Î S, maka k + 1 Î S. Maka S memuat himpunan { n Î N n ³ n0}.
12. Buktikan bahwa 2n < n! untuk semua n ³ 4, n Î N. (lihat latihan 11).
n-2
13. Buktikan bahwa 2n - 3 £ 2 untuk semua n ³ 5, n Î N. (lihat latihan 11).
2 n
14. Untuk bilangan asli yang mana n < 2 ? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan
11).
15. Buktikan bahwa 1 + 1 + ...+ 1 > n untuk semua n Î N.
1 2 n
k
16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2 Î S untuk semua k
Î N, dan (b). bila k Î S, dan k ³ 2, maka k - 1 Î S. Buktikan S = N.
17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 =
1
2 (xn+1 + xn) untuk nÎN. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan

1 £ xn £ 2 untuk semua n Î N.

Analisis Real I 21
Aljabar Himpunan

BAB
2
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di-
dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal-
kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun-
jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih
berman-faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu
model un-tuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya se cara detail. Demi kejelasan,
kita tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih
berkonsentrasi pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah.
Pertama kita perke-nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan)
yang didasarkan pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita
perkenalkan, dalam bagian 2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa
konsekuensinya yang berkaitan dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi
penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten-tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada
sifat urutan, dibahas secara singkat pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“ kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.

Analisis Real I 22
Pendahuluan

2.1 Sifat Aljabar R


Dalam bagian ini kita akan membahas “ struktur aljabar” sistem bilangan real.
Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini men-
dasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain
dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real meru-
pakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan
disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “ Aksioma medan”.
Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan
domain F´F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut
(a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping
menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional
a+b dan a.b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian.
Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan.

2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi biner,
dituliskan dengan “ +” dan “ .” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan dan
perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :

(A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);


(A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);
(A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (ek-
sistensi unsur nol);
(A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0
(eksistensi negatif dari unsur);
(M1). a.b = b.a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);
(M2). (a.b) . c = a . (b.c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);
(M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1.a = a dan a.1 = a untuk
semua a di R (eksistensi unsur satuan);
(M4). untuk setiap a ¹ 0 di R terdapat unsur 1/a di R sehingga a.1/a = 1 dan (1/a).a =
1 (eksistensi balikan);

Analisis Real I 23
Aljabar Himpunan

(D). a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (b+c) . a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c di R (si-
fat distributif perkalian terhadap penjumlahan);
Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan me-
mudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.
Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).

2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.


(b). Bila u dan b ¹ 0 unsur R sehingga u.b = b, maka u = 1.
Bukti :
(a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksis-
tensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh
(z + a) + (-a) = a + (-a)
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita
peroleh
(z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 =
z; bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan
a + (-a) = 0.
Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ¹ 0 sangat
penting.
Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a
dan 1/a (bila a ¹ 0) ditentukan secara tunggal.

2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.


(b). Bila a ¹ 0 dan b unsur di R sehingga a.b = 1, maka b = 1/a.
Bukti :
(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh
(-a) + (a + b) = (-a) + 0.
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita
peroleh (-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;
bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan

Analisis Real I 24
Pendahuluan

(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ¹ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh

bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0


dan a . x = 1 (bila a ¹ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya
tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat
sebarang unsur di R.

2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka :


(a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b;
(b). bila a ¹ 0, persamaan a . x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) . b.
Bukti :
Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh
a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b,
yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk
menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi
dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan
-a, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a) + b.
Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1.
Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.
Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan
penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara kedua-
nya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema
berikut.

2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :

Analisis Real I 25
Aljabar Himpunan
(a). a . 0 = 0 (b). (-1) . a = -a

(c). -(-a) = a (d). (-1) . (-1) =


1
Bukti :

(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a+a.0=a.1+a.0
= a. (1 + 0) = a . 1 = a.
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk
memperoleh a + (-1) . a = 1 . a + (-1) . a = 0 . a = 0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) . a = - a.
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a = - (-a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(-1) . (-1) = -(-1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.

2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.


(a). Bila a ¹ 0, maka 1/a ¹ 0 dan 1/(1/a) = a (b).
Bila a . b = a . c dan a ¹ 0, maka b = c
(c). Bila a . b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar.
Bukti :
(a). Bila a ¹ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a . (1/a) = a . 0 = 0,

kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ¹ 0 dan karena (1/a) . a = 1, Teorema 2.1.3(b) men-
gakibatkan 1/(1/a) = a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b = a . c dengan 1/a dan menggunakan
sifat asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a) . a) . b = ((1/a) . a) . c.

Analisis Real I 26
Pendahuluan

Jadi 1 . b = 1 . c yang berarti juga b = c


(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ¹ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?)
Karena a . b = 0 = a . 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b = a .
0 yang menghasilkan b = 0, bila a ¹ 0.
Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat
aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan
dan beberapa diberikan dalam latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Se-
cara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ¹ 0 dengan a/b = a.(1/b).
Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.
Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menulis-
2 3
kan ab untuk a.b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a untuk aa, a untuk
(a2)a; secara umum, untuk nÎN, kita definisikan an+1 = (an)a. Kita juga menyetujui
0 1
penulisan a = 1dan a = a untuk sebarang a di R (a ¹ 0). Kita tinggalkan ini sebagai
latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka

am+n = aman
untuk semua m,n di N. Bila a ¹ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila
-n n
nÎN, kita tuliskan a untuk (1/a) , bila memang hal ini memudahkan.

Bilangan Rasional dan Irasional


Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan
mengidentifikasi bilangan asli nÎN sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1ÎR.
Secara sama, kita identifikasi 0ÎZ dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali
unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R.
Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan
a ¹ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan de-ngan
notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilan-gan
rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal bagian

Analisis Real I 27
Aljabar Himpunan

ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q.


Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali.
Pa-
da abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras me-
nemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku,
ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini
mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu
konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang
dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (=
hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional.
Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bi-lang-
an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan gagasan
bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap mempu-
nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n
- 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak
pernah bersifat keduanya.

2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2 = 2


Bukti :
Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilan-
gan bulat p dan q sehingga (p/q)2 = 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mem-
2 2
punyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p = 2q , kita peroleh
bahwa p2 genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil,
2 2 2
maka kuadratnya, p = 4n - 4n + 1 = 2(2n - 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teo-
rema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil.
Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m Î N, dan dari sini 4m2 = 2q2,
jadi 2m2 = q2. Akibatnya q2 genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti
pada paragraf terdahulu.

Analisis Real I 28
Pendahuluan

Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber-
sifat genap dan ganjil.

Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;
2
(c). x = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a).(-b) = a.b
(-a) = -(1/a) bila a ¹ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ¹ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ¹ 0 dan b ¹ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a).(1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
2
ada bilangan rasional s, sehingga s = 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti-
dak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3.
9. Tunjukkan bahwa bila x di R irasional dan r ¹ 0 rasional, maka r + x dan rx ira-
sional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
1 1
(a). B1(a,b) = 2 (a + b) (b). B2(a,b) = 2
(ab)
(c). B3(a,b) = a - b (d). B4(a,b) = 1 + ab

Analisis Real I 29
Aljabar Himpunan

11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me-
menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila ada)
dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
m+n m n m n m .n
maka a = a a dan (a ) = a .
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber-
samaan.

2.2. Sifat Urutan Dalam R


Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bi-
lang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita
utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling
sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan meng-
gunakan gagasan “ positivitas”.

2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut : (i). Bila a,b di P,
maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a.b di P
(iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a Î P, a = 0, -a Î P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “ Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a
a Î P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.

2.2.2 Definisi. Bila aÎP, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan kita
tulis a > 0. Bila aÎPÈ{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ³
0.

Analisis Real I 30
Pendahuluan

Bila -aÎP, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -aÎPÈ{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a £ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.

2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R.


(i). Bila a - b Î P, maka kita tulis a > b atau b < a.
(ii). Bila a - b Î PÈ{0} maka kita tulis a ³ b.atau b £ a.
Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan
b < c dipenuhi. Secara sama, bila a £ b dan b £ c benar, kita akan menuliskannya de-
ngan
a£b£c

Juga, bila a £ b dan b < d benar, dituliskan dengan


a£b<d
dan seterusnya.

Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.

2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R.


(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c
(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b
(c). Bila a ³ b dan b ³ a, maka a = b
Bukti :
(a). . Bila a - b Î P dan b - c Î P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b - c) =
a - c unsur di P. Dari sini a > c.
(b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b Î P, a -
b = 0, -(a - b) = b - a Î P.

Analisis Real I 31
Aljabar Himpunan

(c). . Bila a ¹ b, maka a - b ¹ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
Î P atau b - a Î P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den-
gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol
posi-tif.

2.2.5 Teorema. (a). Bila aÎR dan a ¹ 0, maka a2 > 0


(b). 1 > 0
(c). Bila nÎN, maka n > 0
Bukti :
(a). Dengan sifat trikotomi bila a ¹ 0, maka a Î P atau -a Î P. Bila a Î P., maka de-ngan
2
2.2.1(ii), kita mempunyai a = a.a Î P. Secara sama bila -a Î P, maka 2.2.1 (ii), kita
mempunyai (-a).(-a) Î P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai (-a).(-a) = ((-
2 2
1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a = a ,
2 2
jadi a Î P. Kita simpulkan bahwa bila a ¹ 0, maka a > 0.
2
(b). Karena 1 = (1) , (a) mengakibatkan 1 > 0.
(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila
per-nyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka kÎP. Karena 1 Î P, maka k + 1 Î P,
menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua nÎN benar.
Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan per-
kalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja den-
gan ketaksamaan.

2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d Î R


(a). bila a > b, maka a + c > b + c
(b). bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb
bila a > b dan c < 0, maka ca < cb

Analisis Real I 32
Pendahuluan

(d). bila a > 0, maka 1/a > 0


bila a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a). Bila a - b Î P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c
(b). Bila a - b Î P dan c - d Î P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di P
menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d.
(c). Bila a - b Î P dan c Î P, maka ca - cb = c(a - b) Î P menurut 2.2.1(ii), karena itu ca >
cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c Î P sehingga cb - ca = (-c)(a - b) unsur
di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0.
(d). Bila a > 0, maka a ¹ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ¹ 0 menurut 2.1.6(a).
Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 =
a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0.
Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang
kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0.
1
Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa dengan
nn
sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan
m 1
bentuk =m , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif.
n n
1
2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 2 (a + b) < b.
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai

2a < a + b < 2 b
1
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 2 >
0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan a =
1 1 1
2 (2a) < 2 (a + b) < 2 (2b) = b

Analisis Real I 33
Aljabar Himpunan

Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan-
gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
1
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b Î R dan b > 0, maka 0 < 2 b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut-
nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ³ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.

2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 £ a < e untuk setiap e positif, maka a = 0.


Bukti :
1
Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 2 a <a. Sekarang tetapkan e0 =
1
2 a, maka 0 < e0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < e untuk setiap e
positif. Jadi a = 0.

2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - e < b untuk setiap e >0. Maka a £ b.
Bukti :
1
Andaikan b < a dan tetapkan e0 = 2 (a - b). Maka e0 dan b < a - e0, kontradiksi
dengan hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, posi-
tivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Ken-
yataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau
sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.

2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka


(i). a > 0 dan b > 0 atau
(ii). a < 0 dan b < 0
Bukti :

Analisis Real I 34
Pendahuluan

Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ¹ 0 dan b ¹ 0 (karena bila a


= 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0,
maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya
b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0
Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0.

2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka


(i). a < 0 dan b > 0 atau
(ii). a > 0 dan b < 0
Buktinya sebagai latihan.

Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.

2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 £ 6.
Kita catat bahwa x Î A Û 2x + 3 £ 6 Û 2x £ 3 Û x £ 3/2.
Karenanya, A = {x Î R x £ 3/2}.
2
(b). Tentukan himpunan B = {x Î R x + x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
2
Î B Û x + x - 2 > 0 Û (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1 >
0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem-
punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x Î R x > 1}È{x Î R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x Î R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x Î C Û
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 Û (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x

Analisis Real I 35
Aljabar Himpunan

< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti-
dak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x Î R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak-
samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap
lang-kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar
kuadrat dari bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi
eksistensinya kita ter-ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut. (Eksistensi
akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
2 2
2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ³ 0 dan b ³ 0. Maka (i). a < b Û a < b Û
a< b

Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
2 2
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b - a = (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
2
Bila a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a ) dan b =
2
( b ) , maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna-
kan bukti di atas diperoleh a < b Û a < b
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ³ 0
dan b ³ 0, maka
2 2 £
a£bÛa £b Û
a b
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1 (a + b)
2

dan rata-rata geometrisnya adalah ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris


diberikan oleh

ab £ 12 (a + b) (2)

dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.

Analisis Real I 36
Pendahuluan

Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ¹ b,
maka a > 0, b > 0 dan a ¹ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh bahwa
2
( a - b ) > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh

a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
1
ab < 2 (a + b).

Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ¹ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
1
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 2 (a + b). Maka dengan meng-
kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
2 2 2

4ab = (a + b) = a + 2ab + b ,

2 2 2
0 = a - 2ab + b = (a - b) .
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) men-
gakibatkan a = b.
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a 1, a2,...,an adalah
(a1 a2 ... an)1/n £ a1 + a2 +...+an (3)

n
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.

(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka


n
(1 + x) ³ 1 + nx ; untuk semua n Î N. (4) Buktinya dengan
menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan ke-samaan sehingga
pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsi-kan bahwa
ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan valid juga
untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n £ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan bahwa

Analisis Real I 37
Aljabar Himpunan
n+1 n
(1 + x) = (1 + x) (1 + x)
³ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
³ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila nÎN dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2 £ (a12 + ... + an2) (b12 + ... + bn2). (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R ¾® R, untuk tÎR de-
ngan
2 2
F(t) = (a1 - tb1) + ... + (an - tbn) .
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ³ 0 untuk semua tÎR. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh

F(t) = A - 2Bt + Ct2 ³ 0,


dengan A,B,C sebagai berikut
2 2
A = a1 + ... + an ;
B = a1b1 + ... + anbn;
C = b12 + ... + bn2.
Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t Î R, hal ini tidak mungkin
mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya
2 2
D= (-2B) - 4AC = 4(B - AC)
harus memenuhi D £ 0. Karenanya, kita mempunyai B £ AC, yang tidak lain adalah
(5).
Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk
sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu

Analisis Real I 38
Pendahuluan
2 2
sÎR dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s (b1 +
2 2
... +bn ) . Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah D = 0, se-
hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men-
gakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n Î N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real
maka [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 £ [a12 + ... + an2]1/2 + [b12 + ... + bn2]1/2
(6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
2 2 2
Karena (aj + bj) = aj + 2ajbj + bj untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
2 2
(a1 + b1) + ... + (an + bn) = A + 2B + C
2
£ A + 2 AC + C = ( A + C )

Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)


2 2 1/2

[(a1 + b1) + ... + (an + bn) ] £ A+ C,


yang tidak lain adalah (b).

Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B = AC , yang mengakibatkan ke-


samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi.

Latihan 2.2
1. (a). Bila a £ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a £ b dan c £ d, buktikan bahwa a + c £ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 £ c £ d, buktikan bahwa 0 £ ac £ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
2 2
5. Bila a,b Î R, tunjukkan bahwa a + b = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
Analisis Real I 39
Aljabar Himpunan

2 2
6. Bila 0 £ a < b, buktikan bahwa a £ ab < b . Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n Î N, tunjukan bahwa n2 ³ n dan dari sini 1/n2 £ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2 > 3x + 4; (b). 1 < x < 4;
2

2
(c). 1/x < x; (d). 1/x < x .
10. Misal a,b Î R dan untuk setiap e > 0 kita mempunyai a £ b + e.
(a). Tunjukkan bahwa a £ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 21 (a + b))2 £ 2
1
(a2 + b2) untuk semua a,b Î R. Tunjukkan
bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.
12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1
(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn ³ c untuk semua n Î N. (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c = 1 + x).
14. Bila c > 1, dan m,n Î N, tunjukkan bahwa cm > cn jika dan hanya jika m > n.
n
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa c £ c untuk semua n Î N.
16. Bila 0 < c < 1 dan m,n Î N, tunjukkan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n.
n n
17. Bila a > 0, b > 0 dan n Î N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika a < b .
18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa

2
n £ (c1 + c2 + ... + cn) ( c
1
1
1
+ c 2 + . . .+ c
1
n )
19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa
c + c +...+c
12 n
1/ 2
2
+ ...+cn 2 ] £ c1 + c2 + ... + cn
[
£ 2
n c1 + c 2
20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m < c1/n
jika dan hanya jika m > n.

2.3. Nilai Mutlak

Analisis Real I 40
Pendahuluan

Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a Î R dan a ¹ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ¹ 0 didefinisikan sebagai bi-
langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.

2.3.1 Definisi. Bila a Î R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a , didefinisikan den-


gan
a , bila a > 0
a 0 , bila a = 0
=
bila a < 0
-a ,
Sebagai contoh 3 = 3 dan -2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa a ³

0, untuk semua a Î R. Juga a = a bila a ³ 0, dan a = -a bila a < 0.

2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0


(b). -a = a , untuk semua a Î R.
(c). ab = a b , untuk semua a,b Î R.
(d). Bila c ³ 0, maka a £ c jika dan hanya jika -c £ a £ c.
(e). - a £ a £ a untuk semua a Î R.

Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ¹ 0, maka -a ¹ 0, jadi a ¹ 0. Jadi bila a = 0,
maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0 . Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a) = -a .
Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a .
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan a b sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka
ab > 0, sehingga ab = ab = a b . Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se-hingga ab =
-ab = a(-b) = a b . Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a £ c. Maka kita mempunyai a £ c dan -a £ c. (Mengapa?) Karena ke-
taksamaan terakhir ekivalen dengan a ³ -c, maka kita mempunyai -c £ a £ c. Se-balik-
nya, bila -c £ a £ c, maka kita mempunyai a £ c dan -a £ c. (Mengapa?), se-hingga a
£ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).

Analisis Real I 41
Aljabar Himpunan

Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan.

2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai


a+b£a+b

Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai - a £ a £ a dan - b £ b £ b . Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh

-(a+b)£a+b£a+b

Dari sini, kita mempunyai a + b £ a + b dengan menggunakan 2.3.2(d).

Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di


antaranya.

2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai

(a). a - b £ a - b

(b). a - b £ a + b

Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a =a - b + b £ a - + b . - £ a-
b b
Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a b . Secara

sama, dari b = b - a + £ b- + a dan 2.3.2(b), kita peroleh - a - = -b-


a a b a
£ a - b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan

2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a).


(b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a - b £ a + -b
Karena - b = b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b).

Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga un-


tuk sejumlah hingga bilangan real.

2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an Î R, kita mempunyai


a1 + a2 + ...+ an £ a1 + a2 + ...+ an
Analisis Real I 42
Pendahuluan

Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak


terdahulu dapat digunakan.

2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x + 3 < 6

Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x Î A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
A = {x Î R -9/2 < x < 3/2}.

(b). Tentukan himpunan B = {x Î R x - 1 < x }.

Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan.


Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ³ 1, (ii). 0 £ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita
hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita men-
jadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ³ 1 ter-
muat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan
pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan
1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang
ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi
ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini
diperoleh bahwa
B = {x Î R x > 1/2}.
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x) = 2x2 - 3x + 1 untuk 2 £ x £

2x - 1

3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) £ M untuk semua x yang memenuhi 2 £ x £

3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
2
f (x) = 2x - 3x + 1
2x - 1

Analisis Real I 43
Aljabar Himpunan
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x2 - 3x + 1 £ 2 x 2 +3x + 1

£ 2 × 32 + 3× 3 + 1 = 28, karena x £ 3 untuk semua x yang kita bicarakan. Juga,


2x - 1 ³ 2 x - 1³ 2 × 2 - 1 = 3, karena x ³ 2 untuk semua x yang kita bicarakan.
(Mengapa?) Karena itu, untuk 2 £ x £ 3 kita memperoleh bahwa f (x) £28 . Dari

3
sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah kon-
stanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ³ 28/3 juga memenuhi
f (x) £ M . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).

Garis Bilangan Real


Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real
adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R diang-gap
seba-
gai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah
a-b.

Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi-
langan real “ dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, mak a bilangan real x
dikatakan “ dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x - a

“ kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunaka n kata lingkungan,
yang sebentar lagi akan kita definisikan.

2.3.7 Definisi. Misalkan a Î R dan e > 0. Maka lingkungan-e dari a adalah himpunan
Ve(a) = {x Î R x - a < e}.

Untuk a Î R, pernyataan x termuat di Ve(a) ekivalen dengan pernyataan


-e < x - a < e Û a - e < x < a + e

2.3.8 Teorema. Misalkan a Î R. Bila x termuat dalam lingkungan Ve(a) untuk setiap
e > 0, maka x = a.
Bukti :

Analisis Real I 44
Pendahuluan

Bila x memenuhi x - a < e untuk setiap e > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa x - a

= 0, dan dari sini x = a.

2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a Î U, misalkan e bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Ve(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-e yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 £ x £ 1}, maka untuk sebarang e > 0, lingkungan-e Ve(0) memuat
titik di luar I, sehingga Ve(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xe =
-e/2 unsur di Ve(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x - a < e dan y - b < e , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( ) ( ) ( ) ( )
x+y - a+b = x-a + y-b

= x - a + y - b < 2e.

Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -e dari a,b maka x + y ter-
muat di lingkungan -2e dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -e dari (a + b)).

Latihan 2.3.
1. Misalkan a Î R. tunjukkan bahwa

(a). a = a2 (b). a
2
=a
2

2. Bila a,b Î R. dan b ¹ 0, tunjukkan bahwa a / b = a / b .

3. Bila a,b Î R, tunjukkan bahwa a + b = a + b .jika dan hanya jika ab > 0.

4. Bila x,y,z Î R, x £ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x - y + y - z = x

- z Interpretasikan secara geometris.

5. Tentukan x Î R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :

(a). 4x - 3 £ 13 ; (b). x 2 - 1 £ 3 ;
(c). x - 1 > x + 1 ; (d). x + x + 1 < 2 .
6. Tunjukkan bahwa x - a < e jika dan hanya jika a - e < x < a + e.

Analisis Real I 45
Aljabar Himpunan

7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x - y < b - a . Interpretasikan se-
cara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R´R yang memenuhi
(a x = y ; (b). x + y = 1;
(c xy = 2 ; (d). x - y = 2 .

9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi


(a). x £ y ; (b). x + y £ 1;
(c). xy £ 2 ; (d). x - y ³ 2 .

10. Misalkan e > 0 dan d > 0, a Î R. Tunjukkan bahwa Ve(a) Ç Vd(a) dan Ve(a) È
Vd(a) adalah lingkungan-g dari a untuk suatu g.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b Î R, dan a ¹ b, maka terdapat lingkungan-e U dari a dan
lingkungan-g V dari b, sehingga UÇV = Æ.

2.4. Sifat Kelengkapan R


Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sis-
tem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang ser-
ing disebut dengan “ sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat
aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat 2 tidak dapat direpre-
sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu 2 tidak termuat di Q. Observasi ini
menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu
sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R.
Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling
efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supre-
mum.

Supremum dan Infimum


Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan
bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya.

2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R.


(i). Bilangan u Î R dikatakan batas atas dari S bila s £ u, untuk semua s Î S.

Analisis Real I 46
Pendahuluan

(ii). Bilangan w Î R dikatakan batas bawah dari S bila w £ s, untuk semua s Î S


Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud
dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pem-
baca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v Î R bukan batas atas dari S jika dan
hanya jika terdapat s’ Î S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z Î R bukan batas
bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ Î S, sehingga s” < z).
Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai
batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S
mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka
sebarang v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga
berlaku untuk batas bawah).
Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah
tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan him-
punan S1 = {x Î R : x ³ 0} dan S2 = {x Î R : x < 0}
Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong Æ, kita dipaksa kepada ke-
simpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari Æ. Karena agar u Î R bukan batas atas dari
S, unsur s’ Î S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = Æ, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap bilangan
real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real meru-pakan batas bawah
dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi logis dari definisi.

Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di


atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai batas
bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R dikatakan
tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas atau batas bawah.
Sebagai contoh, {x Î R : x £ 2} tidak terbatas (walaupun mempun-yai batas atas) karena
tidak mempunyai batas bawah.

2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R,


(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas ter-
kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.

Analisis Real I 47
Aljabar Himpunan

(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.

2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s £ u untuk semua s Î S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ Î S sehingga v < s’.

Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se-
rupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi-fat
tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas atas dari
S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1 bukan batas
atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre-mum menga-
kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2. (Pembaca
seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis-
kan-nya dengan
sup S dan inf S

Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S £ u’.
Yaitu, bila s £ u’ untuk semua s Î S, maka sup S £ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.

2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre-
mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap e > 0 terdapat se Î S sehingga u - e < se.

Analisis Real I 48
Pendahuluan

Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan e = u - v, maka e > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat s e Î S
sehingga v = u - e < se. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un-
tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan e > 0. Karena u - e < u, maka u - e bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur se di S yang lebih dari u - e, yaitu u - e <
se.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru-
pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem-
punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan
dapat digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 £ x £ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti-
kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s ’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se-
barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S 2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng-
gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him-
punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him-
punan kosong juga tidak mempunyai infimum.

Sifat Supremum dari R


Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut
dengan Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu
medan terurut yang lengkap.

Analisis Real I 49
Aljabar Himpunan

2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
Î S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti-
kan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.

Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x Î R : x ³ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x Î R : x ³ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n Î N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ³ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
n
4. Misalkan S4 = {1 - (-1) /n : n Î N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s Î S}.
6. Bila S Í R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S Í R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u Î R merupakan batas atas dari
R jika dan hanya jika kondisi t Î R dan t > u mengakibatkan t Ï S.
8. Misalkan S Í R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
nÎN, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali-
knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).

Analisis Real I 50
Pendahuluan

9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka AÈB
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (AÈB) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S £ inf S0 £ sup S0 £ sup S.

11.Misalkan S Í R dan s* = sup S termuat di S. Bila uÏ S, tunjukkan bahwa sup


*
(SÈ{u}) = sup {s ,u}.
12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S Í R memuat su-
premumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).

2.5 Aplikasi Sifat Supremum


Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan.
Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan
dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini un-
tuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering diguna-
kan.

2.5.1 Contoh-contoh

(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu .,KKMNBV
himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ; yaitu
tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan

himpunan a + S = {a + x : x Î S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.

Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x £ u untuk semua x Î S, kita mempunyai
a + x £ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) £ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x £ v untuk
semua x Î S. Maka x £ v - a untuk semua x Î S, yang mengakibatkan u = sup S £ v -
a, sehingga a + u £ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v

Analisis Real I 51
Aljabar Himpunan

dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u £ sup (a + S). Dengan menggabungkan


ketaksamaan di
atas diperoleh bahwa
sup (a + S) = a + u = a + sup S.

(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D Í R. Kita asumsi-
kan rangenya f(D) = {f(x) : x Î D} dan g(D) = {g(x) : x Î D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) £ g(x) untuk semua x Î D, maka sup f(D) £ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x Î D, kita mempunyai f(x) £ g(x) £ sup g(D).
Karenanya sup f(D) £ sup g(D).
(ii). Bila f(x) £ g(y) untuk semua x,y Î D, maka sup f(D) £ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) £ g(y) untuk semua x Î D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki-
batnya sup f(D) £ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y Î D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) £ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) £ g(x) untuk semua x Î D pada (b) tidak
2
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x
dan g(x) = x dengan D = {x Î R : 0 < x < 1}, maka f(x) £ g(x) untuk semua x Î D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.

Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan

Analisis Real I 52
Pendahuluan

urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.

2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x Î R, maka terdapat nx Î N sehingga x < nx.


Bukti :
Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menu-
rut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum uÎR. Oleh
karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m Î N sehingga u -1 < m.
Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 Î N, yang kontradiksi den-
gan u batas atas dari N.
Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan
tiga variasi diantaranya.

2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka :


(a). Terdapat n Î N sehingga z < ny.
(b). Terdapat n Î N sehingga 0 < 1/n < y.
(c). Terdapat n Î N sehingga n - 1 £ z < n.
Bukti :
(a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n Î N sehingga z/y = x < n dan dari sini diper-
oleh z < ny.
(b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y.
(c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m Î N : z < m} dari N tidak kosong.
Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur
himpunan tersebut, akibatnya n - 1 £ z < n.

Eksistensi 2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be-
berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti-

kan eksistensi bilangan positif x sehingga x2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema

Analisis Real I 53
Aljabar Himpunan

2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.

2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x 2 = 2.


Bukti :
Misalkan S = {s Î R 0 £ s, s2 < 2}. Karena 1 Î s, maka S bukan himpunan
2
kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t > 4 sehingga t Ï S.
Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup
S. Catatan : x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2
2
< 2 dan x > 2.
Pertama andaikan x2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi
dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n Î N sehingga x + 1/n Î S,
yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara
memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2 £ 1/n, sehingga
( n) 2 n n n( )
2 2
x+1 =x +
2x
+ 1
2 £x +
1
2x + 1

Dari sini kita dapat memilih n sehingga


1
(2x + 1) < 2 - x2,
n

maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -
2 2
x > 0, sehingga (2 - x )/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un-
tuk memperoleh n Î N sehingga
2
1 <2-x
+ 1n2x
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
1
kita mempunyai x + n Î S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
2
Karenanya, haruslah x ³ 2.
2
Sekarang andaikan x > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m Î N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng-
kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
Analisis Real I 54
Pendahuluan

maka (x - 1/m)2

(x + m ) = x 2 + m + m2 > x 2 - m
2

1 2x 1 2x

Dari sini kita dapat memilih m sehingga


2x
< x2 - 2 ,
m

> x2 - (x2 - 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2 - 2 > 0, maka


x2 - 2
> 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m Î N
sehingga 2x
2
1 <x -2
m2x
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai (x - 1/m)2 > 2. Sekarang bila s Î S, maka s2 < 2 < (x - 1/m)2, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m meru-
pakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak
mungkin x2 > 2.
2 2 2
Karena tidak mungkin dipenuhi x > 2 atau x < 2, haruslah x = 2. (*) Dengan sedikit
modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,

maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat
1/2
positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a . Dengan cara sedikit lebih rumit
yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari akar
n 1/n
pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan a atau a , untuk n Î N.

Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R


Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional,
yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “ lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi-
langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan
bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan
bilangan rasional “ padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan
diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda.

Analisis Real I 55
Aljabar Himpunan

2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi-
langan rasional r sehingga x < r < y.

Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
De-
ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n Î N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki-
bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m Î N sehingga m - 1 £ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira-
sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.

2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan-gan
irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :

Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x 2 dan y


2 , kita peroleh bilangan rasional r ¹ 0 sehingga

x 2 <r<y 2.

Maka z = r 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y.

Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n n Î N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m n,m Î N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S Í R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n Î N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n Î N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.

Analisis Real I 56
Pendahuluan

(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as s Î S}. Tunjukkan bahwa


inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.
(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs s Î S}. Tunjukkan bahwa
inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S.
5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X ¾®R mempunyai range yang terbatas
di R. Bila a Î R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa
sup {a + f(x) x Î X} = a + sup {f(x) x Î X}.
Tunjukkan pula bahwa
inf {a + f(x) x Î X} = a + inf {f(x) x Î X}.
6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b a Î
A, b Î B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf A +
inf B.
7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempun-
yai range yang terbatas di R.
Tunjukkan bahwa
sup{f(x) + g(x) x Î X} £ sup{f(x) x Î X} + sup{g(x) x Î X}
dan
inf{f(x) x Î X} + inf {g(x) x Î X} £ inf{f(x) + g(x) x Î X}
Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan
murni.
8. Misalkan X = Y = {xÎR 0 < x < 1}. Tentukan h : X´Y ¾®R dan h(x,y) = 2x + y.

(a). untuk setiap x Î X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y Î Y}


Kemudian tentukan inf {f(x) x Î X}.
(b). untuk setiap y Î Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x Î X}
Kemudian tentukan sup {g(y) y Î Y}.
Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).
9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X´Y ¾® R
yang didefinisikan dengan
Analisis Real I 57
Aljabar Himpunan

( ) 0 , bila x < y h x,
y=
1 , bila x ³ y
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X´Y ¾® R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X ¾® R dan g : Y ¾® R didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y Î Y}, g(y) = inf {h(x,y) x Î X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y Î Y} £ inf {f(x) x Î X}
Kita akan menuliskannya dengan
sup inf h(x,y) £ sup inf h( x,y)
y x x y

Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan


bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni.
11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X´Y ¾® R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan F : X ¾® R dan G : Y ¾® R didefinisikan dengan
F(x) = sup {h(x,y) y Î Y}, G(y) = inf {h(x,y) x Î X}.
Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum :
sup{h(x,y) x Î X, y Î Y} = sup {F(x) x Î X}
= sup {G(y) y Î Y}.
Hal ini sering dituliskan dengan
sup h(x, y) = sup sup h(x, y) = sup sup h(x, y)
x,y x y y x

12. Diberikan sebarang xÎR, tunjukkan bahwa terdapat nÎZ yang tungal sehingga n - 1
£ x < n.
n
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n Î N sehingga 1/2 < y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
2
bilangan real positif y sehingga y = 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
2
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z = a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
3
bilangan real positif u sehingga u = 2.

Analisis Real I 58
Pendahuluan

17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.
18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru
< y. (Dari sini himpunan {ru r Î Q} padat di R).

Analisis Real I 59
Aljabar Himpunan

BAB
3
BARISAN BILANGAN REAL
3.1. Barisan dan Limit Barisan
Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan
suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3,
...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan
barisan di R.

3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan real (atau suatu barisan di R) adalah suatu fungsi
pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R.
Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan
asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan real. Bilangan real yang diperoleh
tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa
untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan nÎN, dengan suatu simbol

seperti xn (atau an, atau zn). Jadi bila X : N ¾¾® R suatu barisan, kita akan biasa

menuliskan nilai X di n dengan Xn, dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini
dengan notasi
X, Xn, (Xn : n Î N),
Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N
adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (X n : nÎN), yang suku-
sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { Xn : nÎN}
n
yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1) : nÎN) yang
n
berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1) : nÎN } sama
dengan {-1, 1}.

Analisis Real I 60
Pendahuluan

Dalam mendefinisikan barisan sering lebih mudah dengan menulis secara


berurutan suku-sukunya, dan berhenti setelah aturan formasinya kelihatan. Jadi kita
boleh menulis
X = (2, 4, 6, 8, ...)
untuk barisan bilangan genap positif,
atau

Y = (1 1 , 1
2 , 1
3 , 1
4 , ...)

untuk barisan kebalikan dari bilangan asli,


atau

Z = (1 1 , 1
2 , 1
3 , 1
4 , ...)

untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan
adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti
1
X = (2n : nÎN), Y=( : mÎN), Z = ( 1 : sÎN)
m 2
s
Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x 1 dan suatu
formula untuk mendapatkan xn + 1 (n ³ 1) bila xn diketahui dan formula xn+1 (n ³ 1)
dari x1, x2, ... xn. Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif
atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita de-
finisikan dengan
x1 = 2 xn+1 = xn + 2 (n ³ 1);
atau dengan definisi

x1 = 2 xn+1 = x1 + xn (n ³ 1).

Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khusus-nya,
barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x 1 = diberikan, xn+1 = f(xn) untuk
nÎN dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan yang
didefinisikan dengan proses : y1 = diberikan, yn = .gn(y1,y2, ... ,yn) untuk nÎN juga dapat dikerja-kan (secara
sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang besar, karena kita
harus menyimpan masing-masing nilai y1, ..., yn dalam urutan untuk menghitung yn+1.

3.1.2. Contoh-contoh.

Analisis Real I 61
Aljabar Himpunan

(a). Bila b Î R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan kon-stan
b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan bari-san
konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...).
2 2 2 2
(b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (1 , 2 , 3 , ...) = (n : nÎN), yang
2
tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n , ...).
n
(c). Bila aÎR, maka barisan A = (a : nÎN) adalah barisan (a1, a2, a3, ..., an, ...).
1
Khususnya bila a = , maka kita peroleh barisan
2
1
:n ÎN
n
2
(d). Barisan Fibonacci F = (fn : n Î N) diberikan secara induktif sebagai berikut :
f1 = 1, f2 = 1, f2+1 = fn-1 + fn (n ³ 2)
Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3,
5, 8, 13, 21, 34, 55, ...)

Sekarang akan kita kenalkan cara-cara penting dalam mengkonstruksi barisan


baru dari barisan-barisan yang diberikan.

3.1.3. Definisi. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real, kita definisikan jum-lah
X + Y = (xn + yn : nÎN), selisih X - Y = (xn - yn : nÎN), dan hasil kali XY = (xnyn

: nÎN). Bila c Î R, kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cxn : nÎN).
Akhirnya, bila Z = (zn) suatu barisan dengan zn ¹ 0 untuk semua nÎN, maka hasil bagi
X oleh Z adalah X/Z = (xn/ zn : nÎN).
Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan
X = (2, 4, 6, ..., 2n, ...), Y = ( 1 , 1 , 1 , ..., 1 , ... ,
)
1 2 3 n

maka kita mempunyai


, 9 , 19 , ..., 2n +1
( )
3 2

X+Y= 1 2 3 n
, ...

X-Y=( , ...),
1 7 17 2n 2
-1

1 ,2 , 3 , ..., n

XY = (2, 2, 2, ...,2, ...),


3X = (6, 12, 18, ..., 6n, ...),

Analisis Real I 62
Pendahuluan

X = 2, 8, 18, ...,2n2, ...).


Y
Kita catat bahwa bila z menyatakan barisan
n
Z = (0, 2, 0, ..., 1 + (-1) , ...),
maka kita dapat mendefinisikan X + Z, X-Z, dan X.Z; tetapi tidak dengan X/Z, karena
Z mempunyai suku 0.

Limit suatu barisan


Terdapat beberapa konsep limit dalam analisa real. Pemikiran limit barisan
merupakan yang paling mendasar dan merupakan fokus kita dalam bab ini.

3.1.4. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikata-kan
limit dari (xn), bila untuk setiap e > 0 terdapat bilangan asli K(e), sedemikian se-hingga
untuk semua n ³ K(e), suku-suku xn terletak dalam lingkungan-e, Ve(x).

Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X
= (xn) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit,
kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen.
Penulisan K(e) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemili-
han K bergantung pada e; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya
dengan K, dari pada K(e). Dalam banyak hal nilai e yang “ kecil” biasanya akan

memerlukan nilai K yang “ besar” untuk menjamin bahwa x n terletak di dalam


lingkungan Ve(x) untuk semua n ³ K = K(e).
Kita juga dapat mendefinisikan kekonvergenan X = (xn) ke x dengan menga-
takan : untuk setiap lingkungan-e Ve(x) dari x, semua (kecuali sejumlah hingga) suku-

suku dari x terletak di dalam Ve(x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin ti-
dak terletak di dalam Ve(x) yaitu x1, x2, ..., xK(e)-1.
Bila suatu barisan x = (xn) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan
notasi.
lim X = x atau lim (xn) = x.

Analisis Real I 63
Aljabar Himpunan

Kita juga akan menggunakan simbol xn ¾® x, yang menyatakan bahwa nilai xn


“mendekati” x bila n menuju 0.
3.1.5. Ketunggalan limit. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu
limit.
Bukti :
Andaikan sebaliknya, yaitu x¢ dan x¢¢ keduanya limit dari X = (xn) dan x’¹x”. Kita
pilih e > 0 sehingga Ve(x’) dan Ve(x”) saling asing (yaitu, e < ½½x” - x’½). Sekarang

misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka xnÎVe(x’) dan bila n > K”

maka xnÎVe(x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa Ve(x’) dan Ve(x”)
saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”.
3.1.6. Teorema. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real dan misalkan pula xÎR.
Maka pernyataan berikut ekivalen.
(a). X konvergen ke x.
(b). untuk setiap lingkungan-e Ve(x), terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk se-
mua n ³ K(e), suku-suku xnÎVe(x).
(c). untuk setiap e > 0, terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk semua n ³ K(e),
suku-suku xn memenuhi ½xn - x½<e.
(d). untuk setiap e > 0, terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk semua n ³ K(e),
suku-suku xn memenuhi

x-e < xn< + e, " n ³ K(e)


Bukti :
Ekivalensi dari (a) dan (b) merupakan definisi. Sedangkan ekivalensi dari (b), (c), dan
(d) mengikuti implikasi berikut :

xnÎVe(x) Û ½xn - x½ < e. Û -e < xn - x < e

Û x- e < xn < x + e

Catatan : Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang telah
ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga diperlukan
latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung suku-suku barisan
tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena

Analisis Real I 64
Pendahuluan

komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian
bukanlah bukti.

Untuk menunjukkan bahwa suatu barisan X = (xn) tidak konvergen ke x, cu-


kup dengan memilih eo > 0 sehingga berapapun nilai K yang diambil, diperoleh suatu
nk > K sehingga xn k tidak terletak dalam Ve(x), (Perubahan lebih detail pada 3.4).

3.1.7. Contoh-contoh
(a). 1 =0.
lim
n
Misalkan diberikan sebarang e > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat KÎN

sehingga sehingga
1
< e . Akibatnya untuk semua n ³ K dipenuhi
K
1 1 1
-0 = £ <e
n n K
1=0
Ini membuktikan lim
n
(b). 1 =0
lim
2
n
1
Bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat KÎN, sehingga < e . Karena itu un-
K
tuk semua n ³ K dipenuhi

(e ) = e
1 -0 1 £ 1 <
2 = 2 2
2
n n K
Ini membuktikan 1 =0
lim
2
n
( (
(c). Barisan 0,2,0,2,L , 1 + ( -1)n ,L , tidak konvergen ke 0. ))
Pilih e0 = 1, sehingga untuk sebarang KÎN, jika n ³ K dan n bilangan ganjil,
maka
xn - 0 = 2 - 0 = 2 > 1.

Ini mengatakan bahwa barisan 1 + ( -1)n ( ) tidak konvergen ke 0.


Analisis Real I 65
Aljabar Himpunan
3n + 2
(d). lim =3
n-1
Perhatikan kesamaan berikut
3n + 2 - 3 = 5

n-1 n-1
Bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat KÎN, K>1, sehingga 1 < e . Aki-
K-1 5
batnya untuk semua n ³ K > 1 dipenuhi
3n + 2 5 e
-3 = <5 =e
n-1 n-1 5
3n + 2
Ini membuktikan bahwa lim = 3.
n-1

Ekor Barisan
Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan ber-
gantung hanya pada prilaku suku-suku “ terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m

suku pertama suatu barisan yang menghasilkan Xm konvergen jika hanya jika barisan
asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama.

3.1.8. Definisi. Bila X = (x1, x2, ..., xn, ...) suatu barisan bilangan real dan m selalu
bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan
X = (xm+n : nÎN) = (xm+1,xm+2, ...).

Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah baris-
an X3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...).

3.1.9. Teorema. Misalkan X = (xn : nÎN) suatu barisan bilangan real dan mÎN. Maka
ekor-m adalah Xm = (xm+n : nÎN) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen,
dalam hal ini, lim Xm = lim X.
Bukti :
Dapat kita catat untuk sebarang pÎN, suku ke-p dari Xm merupakan suku ke-(m+p)
dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari
Xm.

Analisis Real I 66
Pendahuluan

Misalkan X konvergen ke x. Maka untuk sebarang e > 0, bila untuk n ³ K(e)


suku-suku dari X memenuhi xn -x < e, maka suku-suku dari Xm dengan k ³ Km(e) - m

memenuhi xn -x < e. Jadi kita dapat memilih Km(e) = Km(e) - m, sehingga Xm juga
konvergen ke x.
Sebaliknya, bila suku-suku dari Xm untuk k ³ Km(e) memenuhi xn -x < e
maka suku-suku dari X dengan n ³ Km(e) + m memenuhi xn -x < e. Jadi kita dapat
memilih K(e) = Km(e) + m. Karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika X m
kon-vergen ke x.
Kadang-kadang kita akan mengatakan suatu barisan X pada akhirnya mempunyai sifat ter-
tentu, bila beberapa akar x mempunyai sifat tersebut. Sebagai contoh, kita katakan bahwa barisan (3, 4,
5, 5, 5, ...,5, ...) pada akhirnya konstan. Di lain pihak, barisan 3, 5, 3, 5, ..., 5, 5, ...) tidaklah pada
akhirnya konstan. Gagasan kekonvergenan dapat pula dinyatakan dengan begini : suatu barisan X
kon-vergen ke x jika dan hanya jika suku-suku dari X pada akhirnya terletak di dalam lingkungan-e ke
x.

3.1.10. Teorema. Misalkan A = (an) dan X = (xn) barisan bilangan real dan xÎR. Bila
untuk suatu C > 0 dan suatu mÎN, kita mempunyai
xn -x £ Can untuk semua nÎN dengan n ³ m, dan lim (an) = 0, maka lim (xn) = x.
Bukti :
Misalkan diberikane > 0. Karena lim (an) = 0, maka terdapat bilangan asli K A(e/C),
sehingga bila n ³ KA(e/C) maka an = an - 0 < e/C.
Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ³ KA(e/C) dan n ³ m, maka

xn -x £ C xn - x < C (Ce ) = e.
Karena e > 0 sebarang, kita simpulkan x = lim (xn).

3.1.11. Contoh-contoh.
1
(a). Bila a > 0, maka lim = 0.
1 + na
Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 < 1 < 1 , yang selanjutnya
na + 1 na
mengakibatkan
1 -0£1 1 untuk semua nÎN.

1+ a n
na

Analisis Real I 67
Aljabar Himpunan

C = (1 + d n )n

Karena lim 1 = 0 , menurut Teorema 3.1.10 dengan C = 1 dan m = 1 diperoleh


a
n
bahwa
1
lim = 0.
1 + na
1 =0
(b). lim
2n
1 1
n < yang
Karena 0 < n < 2 (buktikan !) untuk semua nÎN, kita mempunyai 0 < n
2 n
mengakibatkan

1 - 0 £1 untuk semua nÎN.


2n n
1 1
Tetapi lim = 0 , dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim =0
n 2n
n
(c). Bila 0 < b < 1, maka lim (b ) = 0.
Karena 0 < b < 1, kita dapat menuliskan b = 1 , dimana a = 1 - 1 sehingga a >
(1 + a) b
0. Dengan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14 kita mempunyai (1 + a)n ³ 1 + na. Dari sini
0 < bn = 1 £ 1 < 1 ,

(1 + a)n 1 + na na
n
sehingga dengan menggunakan Teorema 3.1.10, diperoleh lim (b ) = 0.

( ) = 1.
(d). Bila C > 0, maka lim C 1 n

Untuk kasus C = 1 mudah, karena (C ) merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang
1
n

jelas konvergen ke 1.
1
n
Bila C > 1, maka C = 1 + d n untuk suatu dn > 0.
Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c),

³ 1 + nd n , untuk semua nÎN.

Analisis Real I 68
Pendahuluan
C-1 n
( )1
Karenanya C - 1 ³ ndn, sehingga dn £ . Akibatnya C1 n -1 = d £ C - 1 n un-
n
tuk semua nÎN.

Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C 1 n ( ) = 1.


Sedangkan bila 0 < C < 1; maka C 1 n = 1/(1 + hn) untuk suatu hn > 0. Dengan meng-
gunakan kesamaan Bernoulli diperoleh
1 1 1
C= £ <
(1 + hn )n 1 + nhn nhn
1 untuk semua nÎN.
yang diikuti oleh 0 < hn < nC
Karenanya kita mempunyai
0 < 1 - C1 = hn n < hn < 1

1 + hn nC

1
1 1 untuk semua nÎN.
sehingga Cn -1 <
C n

Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C 1 ( ) = 1 untuk 0 < C < 1.


n

( ) = 1.
(e). lim n 1 n

Karena (n ) > 1 untuk n > 1, maka n


1
n
1
n = 1 + kn untuk suatu kn > 0 bila n > 1. Aki-
batnya n = (1 + kn)n untuk n > 1. Dengan teorema Binomial, bila n > 1 kita mempun-yai
n 2
(
)n 2
(
)n
1 2 1
n = 1 + nk + n n - 1 k + ...³ 1 + n n - 1 k2 ,

yang diikuti oleh

n - 1 ³ 12 n (n - 1)k2n .

Analisis Real I 69
Aljabar Himpunan

2
Dari sini k n £ untuk n > 1. Sekarang bila e > 0 diberikan, maka menurut sifat Ar-n

chimedes terdapat bilangan asli Ne sehingga 2 < e2 . Hal ini akan diikuti oleh bila n

Ne
2 2
³ sup{2, Ne} maka < e , karena barisan itu n
1
2 12

0 < n n - 1= k n £ <e.
n

Karena e > 0 sebarang, maka lim n 1 ( ) = 1.


n

Latihan 3.1
1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima
suku pertama dari masing-masing barisan tersebut

( -1)n ,
=
(a) xn = 1 + (-1)n (b). xn
n
= 1
(c). xn = 1 2
nn+1 (d). xn n + 2
( )
2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola da-
sarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, x n,
(a). 5, 7, 9, 11, ... (b). 1 2 , - 1 4 , 18 , - 116 , ...
(c). 1 2 , 2
3 , 3
4 , 4 5 , ... (d). 1, 4, 9, 16, ...
3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut

(a). x1 = 1, xn+1 = 3xn + 1;

( );
yn+1 = 1 2
(b). y1 = 2, y +
2 n
yn

(c). z1 = 1, z2 = 2, zn+2 = (zn+1 +zn)/zn+1 - zn);


(d). s1 = 3, s2 = 5, sn+2 = sn + sn+1.
b
4. Untuk sebarang bÎR, buktikan lim =0
n
5. Gunakan definisi limit untuk membuktikan limit barisan berikut.

Analisis Real I 70
Pendahuluan

1 =0 2n =0
(a). lim (b). lim
n 2+ 1 n+
1
2
3n + 1 = 3 n -1 =0
(c). lim (d). lim
2n + 5 2 2n
2 +3
6. Tunjukkan bahwa
1 =0 2n =2
(a). lim (b). lim
n+7 n+2
( )n
n =0 -1 n = 0
(c). lim (c). lim
n+1 n2+
1

7. Buktikan bahwa lim (xn) = 0 jika dan hanya jika lim ( xn ) = 0. Berikan contoh
yang menunjukkan bahwa kekonvergenan dari ( xn ) tidak perlu mengakibatkan
kekonvergenan dari (xn).

8. Tunjukkan bahwa bila xn³0 " nÎN dan lim (xn) = 0, maka lim ( x ) = 0.
n

9. Tunjukkan bahwa bila lim (xn) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan MÎN se-
hingga xn > 0 untuk semua n ³ M.
1 - 1 =0
10. Tunjukkan bahwa lim
n n+1
1 =0
11. Tunjukkan lim
n
3
12. Misalkan bÎR memenuhi 0 < b < 1. Tunjukkan bahwa lim(nbn)

13. Tunjukkan bahwa lim (( 2n) ) = 1 1n

n2 = 0
14. Tunjukkan bahwa lim
n!
n -2
2n 2n
2

15. Tunjukkan bahwa lim = 0. Bila n ³ 3, maka 0 < £2


n! n! (3)

Analisis Real I 71
Aljabar Himpunan

3.2. Teorema-teorema Limit


Dalam bagian ini kita akan memperoleh beberapa hal yang memungkinkan
kita mengevaluasi limit dari barisan bilangan real yang tertentu. Hasil ini memung-
kinkan kita menambah koleksi barisan konvergen.

3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X = (xn) dikatakan terbatas bila terdapat bilan-gan
real M > 0 sehingga xn £ M; untuk semua nÎN.
Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan hanya jika himpunan {xn : nÎN} terba-
tas di R,
3.2.2. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang konvergen tarbatas.
Bukti :
Misalkan lim (xn) = x dan e = 1. Dengan menggunakan teorema 3.1.6(c), terdapat bi-

langan asli K = K(1) sehingga bila n ³ K maka xn - x < 1. Dari sini, dengan meng-

gunakan akibat 2.3.4(a) tentang ketaksamaan segitiga, bila n ³ K, maka xn < x + 1.


Dengan menetapkan
M = sup { x , x , ..., x K -1 , x + 1 ,
2

1 }

maka diperoleh xn £ M untuk semua nÎM.

Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan
pembagian barisan bilangan real. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan
yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan
limit barisan barunya dapat diprediksi.

3.2.3. Teorema.
(a). Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real yang berturut-turut konver-
gen ke x dan y, serta cÎR. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturut-turut
konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx.
(b). . Bila X = (xn) konvergen ke x dan Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen ke z,
dan z ¹ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z.
Bukti :

Analisis Real I 72
Pendahuluan

(a). Untuk membuktikan lim (xn + yn) = x + y kita akan


menaksir (xn + yn) - (x + y) = (xn + x) + (yn + y)
£ xn - x + yn - y .

Dari hipotesis, untuk sebarang e > 0 terdapat KÎN sehingga bila n ³ K1, maka
x n - x <e , juga terdapat K2ÎN sehingga bila n ³ K2, maka x n - x < e . Bila K(e) =
2 2

sup{K1, K2}, maka untuk semua n ³ K(e)


( xn + yn ) - (x + y) £ xn - x + yn - y

< 12 e + 12 e = e

Karena e > 0 sebarang, kita peroleh bahwa X + Y = (x n + yn) konvergen ke x + y.


Argumen serupa dapat digunakan untuk membuktikan bahwa X - Y = (x n - yn)
konvergen ke x - y.
Untuk membuktikan bahwa XY = (xnyn) konvergen ke xy, kita akan menges-
timasi
xn yn - xy = (xn yn - xn y) + (xny - xy)

£ xn (yn - y) + (xn - x)y

= xn yn - y + xn - x y

Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan real M1 > 0 sehingga xn £ M1 untuk semua

nÎN dan tetapkan M = sup {M 1 , y }. Selanjutnya kita mempunyai

xn yn - xy £ M yn - y + M xn - x

Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat K1, K2,ÎN
sehingga bila n ³ K1 maka x n - x < e 2M , dan bila n ³ K2 maka y n - y < e 2M . Sekarang
tetapkan K(e) = sup {K1, K2}, maka untuk semua n ³ K(e) diperoleh
xnyn - xy £ M yn - y + x n - x
M
< (2eM )+ M(2eM ) = e .
Karena e > 0 sebarang, hal ini membuktikan bahwa barisan XY = (xnyn) konvergen
ke xy.
Analisis Real I 73
Aljabar Himpunan

Bukti untuk barisan cX= (cxn) konvergen ke cx ditinggalkan sebagai latihan.

(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen
1 1 1
ke z, maka barisan konvergen ke (karena z ¹ 0). Pertama misalkan a = z
zn z 2

maka a > 0. Karena lim (zn) = z, maka terdapat K1ÎN, sehingga bila n ³ K1 maka zn - z
<a. Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga diperoleh -a £ - zn - z £

zn - z untuk n ³ K1. Karena itu 1 £ 2 untuk n ³ K1, jadi kita mempunyai


zn z
1 -1 = z - zn = 1 z - zn

zn z znz znz
£ 2 z - zn untuk semua n > K(e).
2
zn

Sekarang kita berikan e > 0, mak terdapat K2ÎN sehingga bila n ³ K2 maka
1
1 - £ e untuk semua n > K(e). zn
z

1 =1
Karena e > 0 sebarang, jadi lim .
zn z
1 x n

Dengan mendefinisikan Y barisan dalam menggunakan XY = konvergen


yn zn
1 =x
ke x , bukti (b) telah selesai.
z z
Beberapa hasil Teorema 3.2.3 dapat diperluas, dengan induksi matematika,
untuk sejumlah hingga barisan konvergen. Sebagai contoh, bila A = (a n), B = (bn), ...,
Z = (zn) barisan konvergen, maka jumlahnya A + B + ... + Z = ( a n + bn + ... + zn) juga
merupakan barisan konvergen dan
(1) lim(an + bn + ... + zn) = lim(an) + lim(bn) + ... + lim(zn)
Hasil kalinya juga konvergen dan

(2) lim (anbn ...zn) = lim(an ) [ ][lim(bn )] ... lim(zn ).


Analisis Real I 74
Pendahuluan

Dan bila bÎN dan A = (an) barisan konvergen, maka

(3) [ ]k .
lim (an ) = lim( a n )
k

Buktinya ditingggalkan sebagai latihan.

3.2.4. Teorema. Bila X = (xn) barisan konvergen dan xn ³ 0, untuk semua nÎN, maka x =

lim (xn) ³ 0.
Bukti :
Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat
KÎN, sehingga x - e < xn < + e untuk semua n ³ K. Khususnya, kita mempunyai xK <
x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa xn ³ 0 untuk se-
mua nÎN. Jadi haruslah x ³ 0.

3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan x n £ yn untuk semua
nÎN, maka lim (xn) £ lim (yn).
Bukti :
Misalkan zn = yn - xn sehingga Z = (zn) = Y - X dan zn ³ 0 untuk semua nÎN.
Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 £ lim Z = lim (yn) - lim (xn).
Jadi lim (xn) £ lim (yn).
Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen me-
menuhi ketaksamaan a £ xn £ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.

3.2.6. Teorema. Bila x = (xn) suatu barisan konvergen dan a £ xn £ b untuk semua nÎN,
maka a £ lim (xn) £ b.
Bukti :
Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X £ lim Y
= b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a £ lim X.

Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua ba-
risan konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit
dari kedua barisan yang mengapitnya.

Analisis Real I 75
Aljabar Himpunan

3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang
memenuhi
xn £ yn £ zn untuk semua nÎN,
dan lim (xn) = lim (zn) maka (yn) konvergen dan lim (xn) = lim (yn) = lim (xn).
Bukti :
Misalkan w = lim (xn) = lim (zn). Bila e > 0 diberikan, maka karena X dan Z
konvergen ke w, terdapat KÎN sehingga untuk semua nÎN dengan n ³ K dipenuhi
xn - w < e dan xn - w < e

Dari hipotesis diperoleh bahwa xn - w £ yn - w £ zn -w, untuk semua nÎN, yang dii-
kuti oleh (mengapa ?)
-e < yn - w < e
untuk semua n ³ K. Karena e > 0 sebarang, jadi lim (yn) = w.

Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5, 3.2.6,
dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada Teorema 3.2.4,
bila X = (xn) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat mÎN sehingga xn ³ 0 untuk semua n ³ m,
maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ³ 0. Modifikasi yang sama juga berlaku untuk Teorema
yang lain, yang pembaca perlu buktikan.

3.2.8. Beberapa Contoh


(a). Barisan (n) divergen.
Mengikuti Teorema 3.2.2, andaikan barisan X = (n) konvergen, maka terdapat bilan-
gan real M > 0 sehingga n = n < M untuk semua nÎN. Tetapi hal ini melanggar sifat
Archimedes.
n
(b). Barisan ((-1) ) divergen
Barisan ini terbatas (ambil M = 2), sehingga kita tidak dapat menggunakan Teorema
n
3.2.2. Karena itu, andaikan X = ((-1) ) konvergen dan a = lim X. Misalkan e = 1,
maka terdapat KÎN sehingga

( -1)n - a < 1, untuk semua n ³ K.


Tetapi bila n ganjil dan n ³ K, hal ini memberikan -1 - a < 1 , sehingga -2 < a < 0

(Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ³ K, hal ini memberikan 1 - a < 1, se-

Analisis Real I 76
Pendahuluan

hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut, maka
pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah X divergen.
(c). 2n + 1 = 2
lim
n
1 2n + 1
Misalkan X = (2) dan Y = , maka = X + Y,
n n
Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(a) diperoleh bahwa lim (X + Y) = lim X + lim Y = 2 + 0 = 2.
2n + 1 = 2.
(d). lim
n+5
Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan Teorema 3.2.3(b)
secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut

2n + 1 = 2 + 1 n ,
n + 51 + 5n
1 +5
yang memberikan X = 2 + dan Z = 1 sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat
n n
digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya diperoleh
2n + 1 2 + 1n lim 2 + 1 2
lim = lim = ( n )
= =2
n+5 1 + 5
n lim(1+ 5
n ) 1
(e) 2n = 0
lim
n2 + 1
Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada
2n = 2 ,
2
n +1 n + 1n
(mengapa ?). Tetapi karena
2n = n ,
2
2
n2 + 1 n + 1n
dan

Analisis Real I 77
Aljabar Himpunan

2 1 2n 0 =0,
lim = 0 dan lim 1 + = 1, maka lim = 1
n 2 2
n n +1
dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b).
sin n
(f) lim =
0n
Di sini kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi perlu
dicatat bahwa -1 £ sin n £ 1, maka
1 sinn 1
- £ £ , untuk semua nÎN.
nnn
Karena lim (- 1 n) = lim(1 n) = 0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa
sin n =
lim 0.

(g). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan p polinomial, sebagai


contoh
2 k
p(t) = a0 + a1t + a2t + ... + akt
dengan kÎN dan ajÎR untuk j = 0, 1, ..., k, ak ¹ 0. Dengan menggunakan Teorema 3.2.3
barisan (p(xn)) konvergen ke p(x).
Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
p(t)
(h). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan r(t) = ( ) dengan p q t

dan q polinomial. Misalkan juga q(xn) ¹ 0 untuk semua nÎN dan q(x) = 0. Maka bari-
san r(xn) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut.

3.2.4. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x, maka barisan ( xn ) kon-

vergen ke x , yaitu bila x = lim (xn), maka x = lim( xn ).

Bukti :
Mengikuti sifat segitiga diperoleh

xn - x £ xn - x untuk semua nÎN.

Analisis Real I 78
Pendahuluan

Selanjutnya kekonvergenan dari ( xn ) ke x suatu akibat langsung dari kekonver-


genan dari (xn) ke x.

3.2.10. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x dan xn ³ 0 , untuk semua

nÎN. Maka barisan ( x ) konvergen dan lim ( x ) =


n n x.

Bukti :
Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (xn) ³ 0.
Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0.
(i). Misalkan x = 0, dan e > 0 sebarang diberikan. Karena xn ® 0 maka terdapat KÎN
2
sehingga 0 £ xn = xn - 0 < e .

Karena itu [lihat contoh 2.2.14(a)], 0 £ xn £ e untuk n ³ K.

Karena e > 0 sebarang, maka ( x )®0.


n

(ii). Bila x > 0, maka x > 0 dan kita mempunyai


( - )( + )
xn x xn x xn - x
xn - x= =
xn + x xn + x
Karena + ³ > 0 , maka
xn x x
- £ 1 -x
xn x xn .
x

Kekonvergenan dari x n ® x merupakan akibat yang mudah dari xn ® x .


Untuk jenis-jenis barisan tertentu, yang berikut menyajikan “uji rasio” yang mudah
dan cepat untuk kekonvergenan.
x
3.2.11. Teorema. Misalkan (xn) barisan bilangan real positif sehingga L = lim n +1
xn
ada. Bila L < 1, maka (xn) konvergen dan lim (xn) = 0.
Bukti :
Menurut 3.2.4 diperoleh bahwa L ³ 0. Misalkan r bilangan dengan L < r < 1, dan e = r
- L > 0. Maka terdapat nÎK. dipenuhi

Analisis Real I 79
Aljabar Himpunan
x
n +1 -L <e.

xn
Akibatnya (mengapa ?) untuk bila n ³ K, maka
xn +1
< L + e = L + ( r - L) = r .
xn
Karena itu, bila n ³ K diperoleh
2 n-K+1
0 < xn+1 < xnr < xn-1r < ... < xKr
K n+1
Bila kita tetapkan C = xK/r , kita peroleh 0 < xn+1 < Cr untuk semua n ³ K. Karena
n
0 < r <1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim (r ) = 0 dan karenanya menurut Teorema
3.1.10 lim (xn) = 0.

Latihan 3.2
1. Untuk xn yang diberikan berikut, tunjukkan kekonvergenan atau kedivergenan
dari X = (xn)
(a). xn = n , (b). xn = (-1)n n ,
n+ 1 n+1
(c). xn = n2 , (d). xn = 2n2 + 3
n+ 1 n2 + 1
2. Berikan contoh barisan X.Y yang divergen, tetapi jumlahnya X + Y konvergen.
3. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X dan X + Y konvergen, maka Y
konvergen.
4. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X konvergen ke x dan xy konver-
gen, maka Y konvergen.
n
5. Tunjukkan bahwa barisan (2 ) tidak konvergen.
n 2
6. Tunjukkan bahwa barisan ((-1) n ) tidak konvergen.
7. Tentukan limit dari barisan-barisan berikut :
n n
(-1)
1
(a). lim 2+ (b). lim
n n+2

Analisis Real I 80
Pendahuluan

n-1 n+1
(d). lim (d). lim

n+1 n n

8. Misalkan yn = n + 1 - n , untuk nÎN. Tunjukkan bahwa (yn) dan ( nyn ) kon-


vergen.

9. Misalkan zn = ( a n + bn )1n dengan 0 < a < b, maka lim (zn) = b.


10. Gunakan Teorema 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a <
1 dan b > 1.
2
(a). (a )
n b
(b).
n
2

(2 )
3n
n
(c). (d).

b
n 32n
11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga
x =1 n +1
lim
xn
(b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak
dapat digunakan untuk uji konvergensi).
x n +1 = L > 1 . Tunjuk-
12. Misalkan X = (xn) barisan bilangan positif sehingga lim
xn
kan bahwa X barisan tak terbatas, karenanya X tidak konvergen.
13. Selidiki konvergensi barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan b >
1
n
b
2 n
(a). (n a ), (b). n2
n
b n!
(c). (d). n
n! n

Analisis Real I 81
Aljabar Himpunan

14. Misalkan (xn) barisan bilangan positif dengan lim (x ) = L < 1. Tunjukkan
n
1
n

n
bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < xn < r untuk suatu nÎN
yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (xn) = 0.

15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga lim xn (
1
n ) = 1.
( )=
(b). Berikan contoh barisan bilangan positif (x n) yang divergen sehingga lim xn 1n

1. (Jadi , sifat ini tidak dapat digunakan untuk uji konvergensi).


16. Misalkan (xn) barisan konvergen dan (yn) barisan sehingga untuk sebarang e > 0
terdapat M sehingga xn - yn < e untuk semua n ³ M. Apakah hal ini mengaki-
batkan (yn) konvergen ?

3.3. Barisan Monoton


Sampai saat ini, kita telah mempunyai beberapa metode untuk menunjukkan
bahwa barisan X = (xn) konvergen :
(i). Kita dapat menggunakan defenisi 3.1.4. atau Teorema 3.1.6. secara langsung.
Tetapi ini sering (tetapi tidak selalu) sukar dikerjakan.
(ii). Kita dapat mendominasi ½xn - x½ dengan perkalian dari suku-suku dalam
barisan (an) yang diketahui konvergen ke 0, kemudian menggunakan Teorema 3.1.10.
(iii). Kita dapat mengidentifikasi barisan X diperoleh dari barisan-barisan yang
diketahui konvergennya dari lebar barisannya, kombinasi aljabar, nilai mutlak atau
datar dengan menggunakan Teorema 3.1.9, 3.2.3, 3.2.9, atau 3.2.10.
(iv). Kita dapat mengapit X dengan dua barisan yang konvergen ke limit yang sama
dengan menggunakan Teorema 3.2.7.
(v). Kita dapat menggunakan “Uji rasio” dari Teorem a 3.2.4.
Kecuali (iii), semua metode ini mengharuskan kita terlebih dahulu mengetahui (atau
paling tidak dugaan) nilai limitnya yang benar, dan kemudian membuktikan bahwa
dugaan kita benar.

Analisis Real I 82
Pendahuluan

Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari
suatu barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen.
Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang
lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk mem-
perkenalkan konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah.

3.3.1 Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila
memenuhi ketaksamaan :
x1 £ x2 .... £ xn £ xn + 1 £ .....
Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan
x1 ³ x2 ³ .... ³ xn ³ xn+1 ³ ......
Kita katakan X monoton bila X tak naik, atau tak turun.
Berikut ini barisan-barisan tak turun

(1,2,3,4,.....,n,.....); (1,2,2,3,3,3, .......);


2 3 n
(a,a ,a ,.....,a ,......) bila a > 1
Berikut ini barisan-barisan tak naik
(1,1/2,1/3,.....,1/n,...), 3 n-1
(1,1/2,1/2 ,.......,1/2 ,......),
2 3 n
(b,b ,b ,.......,b ,....), bila 0 < b < 1.
Barisan-barisan berikut tak monoton
n+1 n
(+1, -1, +1, ......, (-1) ,....), (-1, +2, -3, ....., (-1) n, ....)
Berisan-barisan berikut tak monoton, tetapi pada akhirnya monoton
(7,6,2,1,2,3,4,......), (-2,0,1,1/2,1/3,1/4,.....).

3.3.2 Teorema Konvergensi Monoton. Barisan bilangan real monoton konvergen


jika dan hanya jika barisan ini terbatas.
Lebih dari itu :
(a). Bila X = (xn) barisan tak turun yang terbatas, maka lim (xn) = sup{xn}
(b). Bila Y = (yn) barisan tak naik yang terbatas, maka lim (yn) = inf{yn}.
Bukti :
Dari teorema 3.2.2 diketahui bahwa barisan konvergen pasti terbatas.
Analisis Real I 83
Aljabar Himpunan

Sekarang kita akan buktikan sebaliknya, misalkan X barisan monoton yang


terbatas. Maka X tak turun atau tak naik.
(a). Pertama misalkan X barisan tak turun dan terbatas.Dari hipotesis terdapat MÎR,
*
sehingga Rn £ M untuk semua nÎN. Menurut prinsip supremum terdapat x = sup{xn :
*
nÎN.}; kita akan tunjukkan bahwa x = lim (xn).
*
Bila e > 0 diberikan, maka x - e bukanlah batas atas dari {xn : nÎN}; dari sini terda-
*
pat KÎN sehingga x - e < xk. Tetapi karena (xn) tak turun maka hal ini diikuti
* *
x - e < xk £ xn £ x untuk semua n ³ K.
Akibatnya
*
xn - x < e untuk semua n ³ K.
*
Karena e > 0 sebarang, jadi (xn) konvergen ke x .
(b). Bila Y = (yn) barisan terbatas tak naik, maka jelaslah bahwa X = -Y= (-y n) barisan
terbatas tak turun. Dari (a) diperoleh lim X = sup{-y n : nÎN}. Di lain pihak, dengan
Teorema 3.2.3 (a) lim X = - lim Y, sedangkan dari latihan 2.5.4(b), kita mempunyai sup{-
yn ; nÎN} = - inf {yn ; nÎN }. Karenanya lim Y = -lim X = inf{yn ; nÎN }

Teorema konvergensi monoton memperkenalkan eksistensi limit dari barisan


monoton terbatas. Hal ini juga memberikan cara perhitungan limit yang menyajikan
kita dapat memperoleh supremum (a), infimum (b). Sering kali sukar untuk menge-
valuasi supremum (atau infimum), tetapi kita ketahui bahwa hal ini ada, sering pula
mungkin mengevaluasi limit ini dengan metode lain.

3.3.3. Beberapa contoh


1 =
(a). lim 0.

Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema
1
Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan { :
n

nÎN}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini
1
0 = lim .
n

Analisis Real I 84
Pendahuluan
1
Di lain pihak, kita ketahui bahwa X = .terbatas dan tak naik, yang men-
n
1
gakibatkan X konvergen ke bilangan real x. Karena X = .konvergen ke x,
n
2 2
menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x . Karena itu x = 0, akibatnya x =
0.
(b). Misalkan xn = 1 + 1 +1 + ...+1 untuk nÎN.
2 3 n
Karena xn +1 = xn + 1 > xn , kita melihat bahwa (xn) suatu barisan naik. Dengan
n+1
menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini
konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas
atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba
pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (xn) mengarah pada
frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan
nilai aproksiasi xn » 11,4 untuk n = 50.000 dan xn » 12,1 untuk n = 100.000. Fakta
numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa
barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperli-
hatkan oleh
1 1 1 1 1
Xn = 1 + + + + ...+ + ....+
2 2 3 4 n
2n -1 + 1 2
1 1 1 1 1
>1 + + + + ...+ + ...+
2 4 42n 2n
= 1 + 1 + 1 + ...+1 = 1 +n
2 2 2 2
Dari sini barisan (xn) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).
(c) Misalkan Y = (yn) didefenisikan secara induktif oleh Y1 = 1, Yn+1 = 14 (2yn + 3)

untuk n ³ 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y = 23 .

Analisis Real I 85
Aljabar Himpunan

2z
K +1

5
Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 = 4 . Dari sini kita mempunyai y1

< y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua nÎN. Ini
benar untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu kÎN, maka
yk+1 = 1
4 (2yk + 3) < 14 (4 + 3) = 1 + 43 < 2
Dengan demikian yk+1 < 2. Oleh karena itu yn < 2 untuk semua nÎN.
Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa y n < yn+1 untuk semua
nÎN. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa y k <
yk+1 untuk suatu kÎN;

yk+1 = 1
4 (2yk + 3) < 14 (2yk +1 + 3) < yk + 2

Jadi yk < yk+1 mengakibatkan yk+1 < yk+2. Oleh karena itu yn < yn+1 untuk semua nÎN.
Kita telah menunjukkan bahwa Y = (yn) adalah barisan naik dan terbatas di
atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit
yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk
mengevaluasi lim(yn) dengan menghitung sup{yn : nÎN}. Tetapi terdapat cara lain
untuk mengevaluasi limitnya. Karena yn+1 = 4
1
(2yn + 3) untuk semua nÎN, maka
suku ke n dari 1-ekor Y1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana.
Dengan Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y 1 = lim Y yang diikuti dengan
Teorema 3.2.3 diperoleh y = 14 (2y + 3) yang selanjutnya mengakibatkan y = 23 .

(d). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 = 2zn untuk semua nÎN, kita akan lan-
jutkan lim (zn) = 2.

Catatan bahwa z1 = 1 dan z2 = 2 ; Dari sini 1 £ z1 £ z2 < 2. Kita klaim bahwa


Z tak turun dan terbatas di atas oleh 2. Untuk membuktikannya kita akan lakukan se-cara
induksi, yaitu 1 £ zn < zn+1 < 2 untuk semua nÎN. Faktor ini dipenuhi untuk n = 1.
Misalkan hal ini juga dipenuhi untuk n = K, maka 2 £ 2zK < 2zK+1 < 4, yang diikuti

oleh 1< 2 £ zK+1 = 2zK < zK+2 = < 4 = 2.

[Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1
£ zK < zK+1 < 2 mengakibatkan 1 £ zK+1 < zK+2 < 2. Karena itu 1 £ zn < zn+1 < 2
untuk semua nÎN.

Analisis Real I 86
Pendahuluan

Karena Z = (zn) terbatas dan tak turun, menurut Teorema Konvergensi


Monoton Z konvergen ke z = sup {z n}. Akan ditunjukkan secara langsung bahwa
sup{zn}= 2, jadi z = 2. Atau kita dapat menggunakan cara bagian (c). Relasi z n+1 =
2zn memberikan relasi antara suku ke n dari Z 1 dan suku ke n dari Z. Dengan Teorema
3.1.9,kita mempunyai lim Z1 = z = lim Z. Lebih dari itu, menurut Teorema 3.2.3 dan
3.2.10, z harus memenuhi z = 2z . Ini menghasilkan z = 0, 2. Karena 1 £ z
£ 2. Jadi z = 2

Perhitungan akar kuadrat


3.3.4. Contoh
Misalkan a > 0, kita akan mengkonstruksi barisan (sn) yang konvergen ke a .
1 +a
Misalkan s1 > 0 sebarang dan didefinisikan sn+1 = sn untuk semua
2
sn
nÎN. Kita akan tunjukkan bahwa (sn) konvergen ke a . (Proses ini untuk menghi-tung
akar kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.).
2 2
Pertama kita tunjukkan bahwa s n +1 ³ a untuk semua n ³ 2. Karena sn - 2sn+1
2
sn + a = 0, persamaan ini mempunyai akar real. Dari sini diskriminannya 4s n +1 - 4a
2
harus tak negatif, yaitu s n +1 ³ a untuk n ³ 1.
Untuk melihat (sn) Pada akhirnya tak naik, kita catat bahwa untuk n ³ 2 kita
mempunyai
+ a =1 s
( )
1 ³0
sn - sn +1 = sn - n
2

2 sn 2
sn
sn
Dari sini, sn+1 £ sn untuk semua n ³ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn)
= s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi
1 a
s= s+ ,
s 2

yang mengakibatkan s = a atau s2 = a. Jadi s = .


a
s

Analisis Real I 87
Aljabar Himpunan

Untuk perhitungan, sering penting untuk mengestimasi bagaimana cepatnya


ba-risan (sn) konvergen ke a . Dari di atas, kita mempunyai a ³ sn untuk semua n

³ 2. Dengan menggunakan ketaksamaan ini kita dapat menghitung a dengan dera-jat


akurasi yang diinginkan.

Bilangan Euler
3.3.5 Contoh.
n
Misal en = (1 + 1/n) untuk nÎN. Kita akan tunjukkan bahwa E = (en) terbatas
atau tak turun, karenanya E konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya
didekati dengan e » 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan
dasar logaritma natural.
Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai
n 1 n n 1 ( ) 1 ( )( ) 1 ( ) 1
n n -1 n n -1 n -2 n n -1 K2 ×1
e + + + ... +
= (1 + n )=1+
×
× × ×
1 n 2! n
2 3! n
3 n! n
n

Ini dapat ditulis menjadi


n ) ( n )( n ) ( n )( n )( )
2! ( 3! n! n
1 1 1
e = 1 + 1 + 1 - + 1 - 1-
n
1 2
+ ... + 1
1 - 1 1 - 2 K 1- n -1

Dengan cara serupa kita mempunyai :


(1-

) + (1 - )(1 - ) + ...
n+1 1 1 1 1 2
e =1+1+
2! n +1 3! n +1 n +1
+1
(1 - )(1 - )K(1 - ) + ( (1 - )(1 - )...(1 - )
1 2 n-1 1 1 2 n

n! n +1 n+1 n+1 n +1 ! n +1 n +1 n+1


)
Perhatikan bahwa ekspresi untuk en menurut n + 1 suku, sedangkan untuk en+1 menu-
rut n+2 suku. Selain itu, masing-masing suku dalam en adalah lebih kecil atau sama
dengan suku yang bersesuaian dalam en+1 dan en+1 mengandung lebih satu suku posi-
tif. Oleh karena itu, kita mempunyai 2 £ e1£ e2 < ... < en < en+1 < ..., dengan demikian
suku-suku dari E naik.
Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan
- p < 1. Selain itu 2p-1 £ p! [lihat 1.3.3 (d)]
bahwa jika p = 1 , 2 , ... , n, maka 1
n
dengan demikian 1 £ 1 Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai
p! 2p -1
2 < e < 1 + 1 + 1 + 1 + ...+ 1
2
2n -1
n
2 2

Analisis Real I 88
Pendahuluan

Karena dapat dibuktikan bahwa [lihat 1.3.3 (b)]


1 + 1 + ...+ 1 =1- 1 < 1,
2 22 2n - 1
2n -1
kita simpulkan bukan 2 £ en < 3 untuk semua nÎN. Menurut Teorema Konvergensi
Monoton, kita peroleh bahwa barisan E konvergen ke suatu bilangan real antara 2 dan
3. Kita definisikan bilangan e merupakan limit dari barisan ini.
Dengan penghalusan estimasi kita dapat menemukan bilangan yang dekat
sekali ke e, tetapi kita tidak dapat menghitungnya secara eksak, karena e adalah suatu
bilangan irasional. Akan tetapi mungkin untuk menghitung e sampai beberapa tempat
desimal yang diinginkan. Pembaca boleh menggunakan kalkulator (atau komputer)

untuk menghitung en dengan mengambil nilai n yang “besar”

Latihan 3.3.
1
1. Misalkan x1 > 1 dan xn +1 = 2 - untuk n ³ 2. Tunjukkan bahwa (xn) terbatas
xn

dan menoton. Tentukan limitnya.

2. Misalkan y1 = 1 dan yn+1 = 2 + yn . Tunjukkan bahwa (yn) konvergen dan tentu-


kan limitnya.
1/2
3. Misalkan a > 0 dan z1 > 0, Definisikan zn+1 = (a + zn) untuk nÎN. Tunjukkan
bahwa (zn) konvergen dan tentukan limitnya.
4. Misalkan x1 = a > 0 dan xn+1 = xn + 1/xn. Tentukan apakah (xn) konvergen atau
divergen.
5. Misalkan (xn) barisan terbatas dan, untuk masing-masing nÎN, sn = sup{xk : k ³
n} dan tn = inf{xk : k ³ n}. Buktikan bahwa (sn) dan (tn) konvergen,. Juga
buktikan bahwa bila lim (sn) = lim (tn), maka (xn) konvergen. [ lim (sn) disebut
limit supe-rior dari (xn), dan lim (tn) disebut limit inferior dari (xn) ]

6. Misalkan (an) barisan tak turun, (bn) barisan tak naik dan misalkan an £ bn untuk
semua nÎN. Tunjukkan bahwa lim (an) £ lim (bn), dan dari sini buktikan Teorema
Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2.

Analisis Real I 89
Aljabar Himpunan

7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A.
Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (xn) dengan xn Î A untuk se-
mua nÎN sehingga u = lim (xn).
8. Tentukan apakah barisan (yn) konvergen atau divergen, bila yn = n 1+ 1 + n +1 2 + ...
+ 2n1 untuk nÎN.

9. Misalkan xn = 1 + 1+L+ 1 untuk nÎN. Buktikan bahwa (xn) tak turun dan
2 2 2

1 2 n
terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ³ 2, maka 1 £ 1 = 1 -1 ]
( )
2
k kk-1 k-1 k
10. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya.
+1
)
(1 ) (1
1 n 1 2n

(a). +n ; (b). +n ;
1 n 1 n

()
) (d). -n .
(
n +1
(c). (1 + ; 1 )
11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 2 , dengan benar sampai 4

desimal.

12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 5 , dengan benar sampai 5
desimal.

13. Hitung en pada contoh 3.3.5 untuk n = 2, 4, 8, 16.


14. Gunakan kalkulator untuk menghitung en untuk n = 50 dan n = 100.
15. Gunakan Komputer untuk menghitung en untuk n = 1000.

3.4. Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass


Dalam bagian ini kita akan memperkenalkan gagasan subbarisan dari barisan
yang diberikan. Gagasan ini agak lebih umum daripada ekor barisan (yaitu dibahas
pada 3.1.8) sering bermanfaat dalam membuktikan divergensi barisan. Kita juga akan
membuktikan Teorema Bolzano-Weistrass, yang akan digunakan untuk memperke-
nalkan sejumlah hasil akibatnya.

3.4.1. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan dan r1 < r2 < ... < rn < ..., barisan bilangan asli
yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh

Analisis Real I 90
Pendahuluan

(x r1
,x
r 2
,x
r 3
,L ,x
rn
,L
)
disebut subbarisan dari X.
1 1 1 1
Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X = , , ,L , ,L .
1 2 3 n

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , ,L , ,L , , , ,L , ,L , , , ,L , ( )
,L .
3 4 5 n+2 1 3 5 2n - 1 2! 4! 6! 2n !
1
Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X = :

n
1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , , , , ,L , ,0, ,0, ,0,L .
2 1 4 3 6 5 1 3 5
Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan
barisan yang ditentukan dengan
r1 = m + 1, r2 = m + 2, ..., rn = m + n1...
Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.

Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti
yang akan kita tunjukkan berikut.

3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan real X = (x n) konvergen ke x, maka se-
barang subbarisan dari X juga konvergen ke x.
Bukti :
Misalkan e > 0 diberikan dan pilih bilangan asli K(e) sedemikian sehingga jika n ³

K(e), maka xn - x < e. Karena r1 < r2 <...< rn < ... adalah barisan bilangan real naik

maka dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa rn ³ n .Dari sini, bila n ³ K(e) kita

juga mempunyai rn ³ n ³ K(e) dengan demikian xrn - x < e. Oleh karena itu su-

barisan xrn ( ) juga konvergen ke x.


3.4.3 Beberapa contoh
n
(a). lim (b ) = 0 bila 0 < b < 1.

Analisis Real I 91
Aljabar Himpunan

Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila xn =
n
b , maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(x n) = 0. Cara lain, kita
n+1 n
melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka xn+1 = b < b = xn dengan demikian (xn) adalah
barisan turun. Jelas juga bahwa 0 £ xn £ 1, sehingga menurut Teorema Kon-vergensi
Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (x n). Karena (x2n)
subbarisan dari (xn) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x 2n). Di lain pihak, karena
2n n 2 2
x2n = b = (b ) = (xn) , menurut Teorema 3.2.3 diperoleh
2 2
x = lim (x2n) = [lim (xn)] = x
Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (x n) barisan turun dan
terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.

( ) = 1 untuk c > 1.
(b). lim c1 n

Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan
pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain
1/n
untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika zn = c , maka zn > 1 dan zn+1 < zn untuk
semua nÎN. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Zn)
ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z2n). Di lain pihak, karena

z2n = c
1
2n = (c )
1
n
12
= zn12

dan Teorema 3.2.10,maka

z = lim( Z2n ) = (lim( Zn ))12 = z12 .


2
Karena itu z = z yang menghasilkan z = 0 atau z = 1. Karena Z n > 1 untuk semua
nÎN, maka haruslah z = 1.
Untuk kasus 0 < c < 1, kita tinggalkan sebagai latihan.
Kegunaan subbarisan membuatnya mudah untuk menyajikan uji divergensi
suatu barisan.
3.4.4. Kriterian Divergensi. Misalkan X = (xn) suatu barisan.
maka pernyataan berikut ekivalen :
(i) Barisan X = (xn) tidak konvergen ke xÎR.

Analisis Real I 92
Pendahuluan

(ii) Terdapat e0 > 0 sehingga untuk sebarang kÎN, terdapat rkÎN sehingga rk ³ k dan

x rk - x ³ e0

(iii) Terdapat e0 > 0 dan subbarisan X = xrn ( ) dari X sehingga xrn - x ³ 0 untuk se-

mua nÎN.
Bukti :
(i) ⇒ (ii). Bila X = (xn) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu e0 > 0 tidak mungkin

memperoleh bilangan K(e) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang kÎN

tidak benar bahwa untuk semua n ³ k sehingga x rk - x ³ e0 .

(ii) ⇒ (iii). Misalkan e0 seperti pada (ii) dan misalkan r1ÎN sehingga r1 ³1 dan x r1 -

x ³ e0 . Sekarang misalkan r2ÎN sehingga r2 > r1 dan x r2 - x ³ e0 ; misalkan r3

> r2 dan xr3 - x ³ e0. dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X’ =
( xrn )(xrn) dari X sehingga xrn - x ³ e0.

(iii) ⇒ (i) Misalkan X = (xn) mempunyai subbarisan X’ = xrn ( ) memenuhi kondisi


(iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menu-
rut Teorema 3.4.2 subbarisan X’ juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin
suku dari x’ termuat dilingkungan x0 dari x.

3.4.5. Beberapa contoh.

(a). Barisan (( -1) ) divergen .


n

Bila barisan X = (( -1) ) konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap sub-
n

barisan dari X harus konvergen ke x. Karena terdapat subbarisan yang konvergen ke


+1 dan sub-barisan yang lain konvergen ke -1, maka haruslah X divergen.

(b). Barisan (1, 21 ,3, 14 ,...) divergen.

[Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (yn), yang mana yn = n bila
1
n ganjil, dan yn = bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak
n

Analisis Real I 93
Aljabar Himpunan

terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Se-

cara alternatif, walaupun sub-barisan ( 12 , 1 4 , 1 6 ,...) dari Y konvergen ke 0,


keseluru-han barisan Y tidak konvergen ke 0. Yaitu, terdapat subbarisan (3,5,7,...) dari
Y yang berada di luar lingkungan -1 dari 0; karena itu Y tidak konvergen ke 0.

Eksistensi Subbarisan Monoton


Sementara tidak setiap barisan monoton, kita sekarang akan menunjukkan
bahwa setiap barisan mempunyai sub-barisan monoton.

3.4.6. Teorema Subbarisan Monoton. Setiap barisan X = (xn) mempunyai subbarisan


monoton.
Bukti
Untuk tujuan ini kita akan menyatakan suku ke-m xm merupakan puncak bila

xm ³ xn untuk semua n ³ m. Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dua kasus.


Kasus 1. X mempunyai sejumlah tak hingga puncak. Dalam kasus ini, kita mengururt

puncak-puncak tersebut dengan indeks naik. Jad kita mempunyai puncak-puncak x m1 , xm

2 ,..., xmk ,... dengan m1 < m2 < ... < mk < ...,.Karena masing-masing suku tersebut

puncak, kita mempunyai xm1 ³ xm 2 ³ xm 3 ³...³ xm k ³... Karenanya subbarisan xmk ( )


merupakan subbarisan tak naik dari X.
Kasus 2. X mempunyai sejumlah hingga (mungkin nol) puncak. Misalkan puncak-
puncak ini xm 1 ,xm 2 ,...,xm r ,... . Misalkan s1 = mr + 1 (indeks pertama setelah puncak

terakhir) Karena xs1 bukan puncak, maka terdapat s2 > s1 sehingga xs 2 > xs1 . Karena xs2

bukan puncak, maka terdapat s3 > s2, sehingga xs 3 > xs2 . Bila kita meneruskan proses ini,

kita peroleh subbarisan tak turun (bukan naik) xsn ( ) dari X.


Teorema Bolzana Weierstrass
3.4.7. Teorema Bolzana-Weierstrass. Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan
konvergen.
Bukti

Analisis Real I 94
Pendahuluan

Mengikuti Teorema Subbarisan Monoton, maka barisan terbatas X = (xn)

( ) monoton. Subbarisan inipun juga terbatas, se-


mempu-nyai subbarisan X’ = xsn

hingga menururt Teorema Konvergensi Monoton X’ = (xs ) konvergen.


n

Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa

sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan (( -1) )
n

mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke
+1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.
Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan bari-
san, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X ”. Di sini dapat kita catat ba-
hawa X” juga merupakan subbarisan dari X.

3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan xÎR yang mempunyai sifat bahwa
setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke x.

Bukti
Misalkan M > 0, sehingga xn £ M untuk semua nÎN. Andaikan X tidak konvergen

( ) dari
ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat e0 > 0 dan subbarisan X’ = xrn

X sehingga

(#) x r n - x ³ e0 , untuk semua nÎN.

Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teo-
rema Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen.
Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menu-

rut hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X” terletak di dalam lingkungan-e0 dari x.


Karena setiap suku dari X” juga merupakan suku dari X’, hal ini membawa kita ke
suatu yang kontradiksi dengan (#)

Latihan 3.4
1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.

Analisis Real I 95
Aljabar Himpunan

2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1,

maka lim c1n ( ) = 1.


3. Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) dan barisan Z = (zn) didefenisikan dengan z1 = x1,
z2 = y1, ... z2n-1 = xn, z2n = yn,.... Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya
jika X dan Y konvergen dan lim X = lim Y.
4. Misalkan xn = n 1 untuk nÎN.
n

(a). Tunjukkan bahwa xn+1 < xn ekivalen dengan (1 + 1 n)n < n, dan diduga bahwa

ketaksamaan ini benar untuk n ³ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (xn)

pada akhirnya tak naik dan h = lim (xn) ada.

(b) Gunakan fakta subbarisan (x2n) juga konvergen ke x untuk menunjukkan

bahwa x = x . Simpulkan x = 1
5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (xn) mempunyai subbarisan lagi yang kon-
vergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0.
6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut :

(
(a). (1 + 1 2n)2
) +1 n
(b). (1 2n)( )
( 1 + 1n ) n + ) )
(d). ((1
2 n
2 2
n

(c).

7. Misalkan (xn) barisan terbatas dan untuk masing-masing nÎN sn = sup{xk: k ³ n}


dan s = inf{ sn : nÎN}. Tunjukkan bahwa terdapat subbarisan dari (xn) yang kon-
vergen ke s.

8. Misalkan bahwa xn ³ 0 untuk semua nÎN dan lim (( -1) x ) ada. Tunjukkan
n
n

bahwa (xn) konvergen.

9. Tunjukkan bahwa bila (xn) tak terbatas, maka terdapat subbarisan xn k ( ) sehingga
1
lim =0
x
nk

Analisis Real I 96
Pendahuluan

( -1)n
10. Bila xn = , tentukan subbarisan (xn) yang dikonstruksi pada bukti kedua n

Teorema Bolzano-Weierstrass.
11. Misalkan (xn) barisan terbatas dan s = sup{ xn : nÎN }. Tunjukkan bahwa bila s Ï
{xn : nÎN}, maka terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s.
12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihi-
langkan.

3.5 Kriteria Cauchy


Teorema Konvergensi Monoton sangat penting dan berguna, tetapi sayangnya
hanya dapat diterapkan pada barisan monoton. Padahal sangat penting untuk mem-
perkenalkan kriteria konvergensi yang tidak bergantung pada barisan monoton mau-
pun nilai limitnya,seperti yang akan kita bahas berikut ini.

3.5.1 Definis.i Barisan X = (xn) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap e > 0
terdapat H(e)ÎN sehingga bila m,n ³ H(e), maka xm dan xn memenuhi xn - xm < e .

Pembaca sebaiknya membandingkan definisi ini dekat dengan Teorema 3.1.6


(c) yang menyinggung konvergensi barisan x. Akan kita lihat bahwa barisan Cauchy
ekivalen dengan barisan konvergen. Untuk membuktikannya kita akan tunjukkan ter-
lebih dahulu bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy.

3.5.2. Lemma. Bila X = (xn) barisan konvergen, maka X barisan Cauchy.


Bukti :
Misalkan x = lim X, maka menurut Teorema 3.1.6(c) untuk sebarang e > 0, ter-
dapat K( e )ÎN sehingga x n - x <e untuk semua n ³ K( e ). Jadi, bila m,n ³ K( e )
2 2 2 2
maka

xn - xm = (xn - xm ) + (x - xm )

e e
£ xn - x + xm - x < 2 + 2 = e

Karena e > 0 sebarang, maka (xn) barisan Cauchy.

Analisis Real I 97
Aljabar Himpunan

Untuk menunjukkan bahwa barisan Cauchy konvergen kita akan mengguna-


kan hasil berikut.

3.5.3. Lemma. Barisan Cauchy terbatas.


Bukti :

Misalkan x barisan Cauchy dan e = 1. Bila H = H(1) dan n ³ H, maka xn - xH £ 1 .

Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga kita mempunyai xn £ xH + 1 untuk n ³


H. Bila kita definisikan

M = sup{x1 , x2 ,..., xH -1 , xH + 1 },

maka xn £ M untuk semua nÎN.

3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya
jika merupakan barisan cauchy.
Bukti :
Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan
Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X
konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terba-
tas. Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ =
( xn k ) dari X yang konvergen ke x* suatu bilangan real. Kita akan melengkapi bukti

*
dengan menunjukkan bahwa X konvergen ke x .
e
Karena X = (xn) barisan Cauchy, untuk sebarang e > 0 terdapat H( 2 )ÎN se-
e
hingga bila m,n ³ H( 2 ) maka
e
(*) x n - xm < 2

Karena subbarisan X’ = (x n k ) konvergen ke x*, maka terdapat bilangan asli K ³


e * e
H( 2 ) unsur dari {n1,n2,...} sehingga xK - x < 2 .
e
Karena K ³ H( 2 ), dari (*) dengan m = K diperoleh
e e
x n - xk < 2 , untuk n ³ H( 2 )

Analisis Real I 98
Pendahuluan

e
Karena itu, bila n ³ H( 2 ), kita mempunyai

xn-x
*
=(xn-xK)+ xK-x ( *
)
£ xn - xK + xK - x *
e e
< 2 + 2 =e

*
Karena e > 0 sebarang, maka lim (xn) = x .
Berikut kita lihat beberapa contoh aplikasi dari Kriteria Cauchy.

3.5.5. Beberapa Contoh


1
(a) Barisankonvergen.

Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada
3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita
catat bahwa bila diberikan sebarang e > 0. maka terdapat H = H(e)ÎN, sehingga H >

(
2
e )(Mengapa?). Dari sini, bila m,n ³ H, maka
1 - 1 £1 + 1 £ 2 < e
n m n m H
Karena e > 0 sebarang, maka 1
barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi
n
Cauchy barisan ini konvergen.

(b). Misalkan X = (xn) didefinisikan dengan


x1 = 1, x2 = 2 dan x n = 2
1
(x n - 2 + xn -1) untuk n > 2.
Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa 1 £ xn £ 2 untuk semua nÎN. Beberapa
perhitungan menunjukkan bahwa barisan x tidak menoton. Tetapi, karena suku-sukunya diperoleh
dari rata-rata, mudah dilihat bahwa
x -x = 1 untuk nÎN
n n +1

2n -1
(Buktikan dengan induksi) Jadi, bila m > n, kita dapat menggunakan ketaksamaan
segitiga untuk memperoleh

Analisis Real I 99
Aljabar Himpunan
x n - x m £ x -x + x -x + ...+ x -x
n n+1 n+1 n+2 m-1 m

= 1 + 1 + ...+ 1

2n - 1 2n 2m - 2
1 1 1 1
= 1+ + ...+ <
2
2n - 1 2m - n - 1 2n - 2
Karena itu, bila diberikan e > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga
e n
1 < dan bila M ³ n, maka xn - xm < e . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan 2
4
menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan
x.
1
Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi xn = 2

(xn - 1 + xn - 2 ) yang akan sampai pada kesimpulan x = 12 (x + x) , yang memang


benar, tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain.
Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks
ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)]
x = 1 + 1 + 1 + ...+ 1
2n +1

2 23 22n -1
=1 + 2 - 1
1
3 4n
2 5.
Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X ’ = 1 + =3
3
(c) Misalkan Y = (yn) barisan dengan
1 1 1 1 1 ( -1)n +1
y1 = , y2 = - ,L , yn = - +L+ ,L
1! 1! 2! 1! 2! n! Jelaslah, Y bukan barisan monoton.
Tetapi, bila m > n, maka
( ) ( ) ( )

-1 n + 2 -1 n + 3 -1 m +1
ym - yn = n + 1 ! + (n + 2 ! + ...+ m! .
( ) )
r-1
Karena 2 £ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)

Analisis Real I 100


Pendahuluan

y m - yn £ 1 + 1 + ...+ 1
(n + 1 ! ( n + 2 ! m!
) )
£ 1 + 1 + ...+ 1 < 1 .
2n
2n + 1 2m - 1 2n -1
Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak
dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai yn - y £ 1.

2n -2
dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan
menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan
1
menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- e )
1 + 1 + 1 + ...+ 1
(d) Barisan divergen.
1 2 3 n
Misalkan H = (hn) barisan yang didefinisikan dengan hn =1 + 1 + L+ 1 un-

1 2 n
tuk nÎN, yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila m > n, maka
hm - hn = 1 + ...+ 1 .

n+1 m
Karena masing-masing suku m-n ini melebihi 1 , maka hm - hn . > m - n = 1 - n .
m n m
1
Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h 2n - hn > 2 . Hal ini menunjukkan bahwa
H bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen.

3.5.6. Definisi. Barisan X = (xn) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 < C <

1, sehingga xn + 2 - xn + 1 £ C xn +1 - xn untuk semua nÎN. Bilangan C disebut konstanta


barisan kontraktif tersebut.

3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya kon-
vergen.
Bukti :
Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik lang-
kah kerja kita untuk memperoleh :

Analisis Real I 101


Aljabar Himpunan

xn + 2 - xn + 1 £ C xn + 1 - xn £ C2 xn - xn -1
3 n
£ C xn - 1 - xn -2 £ L £ C x2 - x1

untuk m > n, kita mempunyai


xm - xn £ xm - xm -1 + xm - 1 - xm -2 + ... + xn +1 - xn
m-2 m-3 n-1
£ (C +C + ... + C )½x2-x1½
n-1 m-n-1 m-n-2
=C (C +C + ... + 1)½x2 - x1½
n-1 m -1 -x
1-C
=C x
1-C 2 1

1
n-1
£C x2 - x1
1-C
n
Karena 0 < C < 1, maka lim(C ) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (xn) barisan Cauchy,
sehingga (xn) konvergen.
Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting
untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua es-
timasi; pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan

selisih xn-xn-1.

3.5.8. Akibat. Bila x = (xn) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x * =
lim X, maka :
(i). x* - x n £ Cn -1 x 2 -x
1
1- C
(ii). x* - xn £ C x -x
n n -1
1- C
Bukti :

Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka xm - xn £
Cn -1
x2 - x1 . Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita
1-C
peroleh (i).
Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n,

maka xm - xn .£ xm - xm -1 + ... + xn +1 - xn

Analisis Real I 102


Pendahuluan

Dengan induksi diperoleh


x n + k - x n + k - 1 £ C k x n -xn -1

karenanya

xm - xn £ C ( m-n 2
)
+ ...+ C + C xn - xn -1

Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).

3.5.9. Contoh.
3
Diketahui solusi dari x - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan
mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur it-
1 3
erasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x = 7 (x + 2) dan
gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,
kemudian definisikan

xn+1 = 7
1
(xn3 + 2), nÎN
Karena 0< x1 < 1, maka 0< xn <1 untuk semua nÎN. (Mengapa?) lebih dari itu kita
mempunyai
x n + 2 - x n + 1 = 71 (x 3n +1 + 2 )- 71 (x 3n + 2)

1 3 3
= 7 x n +1 -x n

1 2 2
= 7 x n+1 + xn + 1xn + x n xn +1 - xn
3
£ 7 x n +1 - xn

Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (x n) = r. Bila kita

menggunakan limit pada kedua sisi (terhadap n) pada xn+1 = 7


1
(x3n ), diperoleh r =
7
1
(r 3 + 2) atau r 3 - 7r + 2 = 0. Jadi r merupakan solusi dari persamaan tersebut.
Kita dapat mendekati nilai r dengan memilih x1 kemudian menghitung x2,
x3, ..., secara berturut-turut. Sebagai contoh, bila kita memilih x1 = 0,5 kita peroleh
(sam-pai sembilan tempat desimal) x2 = 0,303571429, x3 = 0,289710830, x4 =
0,289188016, x5 = 0,289169244, x6 = 0,289 168 571, dan seterusnya. Untuk menges-

Analisis Real I 103


Aljabar Himpunan
timasi akurasi, kita catat bahwa x2 - x 1 < 0,2.Jadi, setelah langkah ke n menurut

Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa x* - x £ 35 = 243 < 0,0051 . Sebenarnya


6 4 ( )

7 20 48020

pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x6 - x5 < 0,000005, menurut 3.5.8
* 3
(ii) maka x - x6 £ 4 x 6 - x5 < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per-
tama benar.
Latihan 3.5
1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.
2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy
n+1 + 1 + ...+ 1
(a). ; (b) 1 .
n 2! n!
3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan
Cauchy
( -1
n n

(a).
(( -1 ) ; (b) n+ )

)
n
4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn +
yn) dan (xn yn) juga barisan Cauchy.
5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua nÎN. Tunjukkan
bahwa (xn) pada akhirnya konstan.
6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan
Cauchy.
7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n = 2
1
(x n - 2 + xn -1 ) untuk n > 2,
tunjuk-kan bahwa (xn) konvergen. Hitunglah limitnya.
1 2
8. Bila y1 < y2 sebarang bilangan real dan y n = 3 yn-1+ 3 yn -2 untuk n > 2,
hitun-glah limitnya.
n
9. Bila 0 < r < 1 dan x n +1 - x n < r untuk semua nÎN, tunjukkan bahwa (xn) bari-

san Cauchy.

Analisis Real I 104


Pendahuluan

Bila x1 > 0 dan xn +1 = (2 + xn )


-1
10. untuk n ³ 1, tunjukkan bahwa (xn) barisan kon-
traktif. Tentukan limitnya.
3
11. Persamaan x - 5x + 1 = 0 mempunyai akar r antara 0 dan 1. Gunakan barisan
-4
kontraktif yang bersesuaian untuk menghitung r sampai 10 .
3.6. Barisan-barisan Divergen Murni
Untuk tujuan-tujuan tertentu dipandang baik sekali untuk mendefinisikan atau
yang dimaksudkan dengan suatu barisan bilangan real (xn) yang “ menuju ke ± ¥“.

3.6.1. Definisi. Misalkan (xn) suatu barisan bilangan real.


(i). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke + ¥, dan ditulis lim (xn) = +¥, jika untuk
setiap aÎR terdapat bilangan asli K(a) sedemikian sehingga jika n ³ K(a), maka
xn > a.
(ii). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke - ¥, dan ditulis lim (xn) = - ¥, jika untuk
setiap bÎR terdapat bilangan asli K(b) sedemikian sehingga jika n ³ K(b), maka xn
< b.
Kita katakan bahwa (xn) divergen murni dalam hal kita mempunyai lim (xn) =
+¥ dan (xn) = - ¥.

3.6.2. Contoh-contoh
(a). lim (n) = + ¥.
Kenyataannya, jika diberikan aÎR, misal K(a) sebarang bilangan asli
sedemikian sehingga K(a) > a.
2
(b). lim (n ) = + ¥.
Jika K(a) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(a) > a, dan jika n ³ K(a)
2
maka kita mempunyai n ³ n > a. n

Misalkan c = 1 + b, dimana b > a, Jika diberikan aÎR, misal K(a) suatu bi-
a
langan asli sedemikian sehingga K(a) > b . Jika n ³ K(a) maka menurut ketaksama-
an Bernoulli

Analisis Real I 105


Aljabar Himpunan
n n
c = (1 + b) ³ 1 + nb > 1+ a > a.
n

Barisan-barisan monoton khususnya adalah sederhana dalam memandang


konvergennya. Kita telah melihat dalam Teorema Konvergensi Monoton 3.2.2 bahwa
suatu barisan monoton adalah konvergen jika dan hanya jika terbatas. Hasil berikut
adalah suatu reformulasi dari hasil tersebut di atas.

3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan
hanya jika barisan tersebut tidak terbatas.
(a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = +¥
(b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = -¥
Bukti :
(a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (x n) terbatas,
maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang aÎR terdapat n(a)ÎN
sedemikian sehingga a < xn(a). Tetapi karena (xn), kita mempunyai a < xn untuk
semua n ³ n(a). Karena a sebarang, maka berarti lim (n) = + ¥.
Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.

“ Teorema perbandingan” berikut senantiasa akan dipergunakan dalam


menunjukkan bahwa suatu barisan divergen murni. [Pada kenyataannya, tidak
digunakan secara implisit dalam contoh 3.6.2 (c)].

3.6.4. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real dan anggaplah bahwa

(*) xn £ yn untuk semua nÎN.

(a). Jika lim (xn) = + ¥, maka lim (yn) = + ¥.


(b). Jika lim (yn) = - ¥, maka lim (xn) = - ¥.
Bukti :
(a) Jika lim (xn) = + ¥, dan jika diberikan aÎR, maka terdapat bilangan asli K(a)
sedemikian sehingga jika n ³ K(a), maka a < xn. Mengingat (*), berarti a < yn untuk
semua n ³ K(a). Karena a sebarang, maka ini menyatakan bahwa lim (yn) = + ¥.

Analisis Real I 106


Pendahuluan

Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara yang serupa.

Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika
terdapat m Î N sedemikian sehingga xn £ yn untuk semua n ³ m.
(b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (y n) = + ¥, tidak mesti berlaku bukan lim
(xn) = + ¥. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (x n) = - ¥, belum tentu berlaku lim (y n) = - ¥.
Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ¥ [atau ke -¥]
kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari
[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita
ketahui bahwa menuju ke + ¥ [atau ke - ¥].

Karena kadang-kadang sangat sulit untuk memperlihatkan ketaksamaan seba-


gaimana (*), maka “ Teorema Perbandingan Limit” berikut masing-masing lebih
tepat untuk digunakan daripada Teorema 3.6.4.

3.6.5. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan ang-gaplah
bahwa untuk suatu LÎR, L > 0, kita mempunyai

(#) lim xn
=L
yn
Maka lim (xn) = + ¥ jika dan hanya jika lim (yn) = + ¥
Bukti :
Jika (#) berlaku, maka terdapat KÎN sedemikian sehingga
1 xn 3
L< < L untuk semua n ³ K
2 yn 2

Dari sini kita mempunyai (21 L)yn < xn < (23 L)yn untuk semua n ³ K. Sekarang ke-
simpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan
untuk dikerjakan oleh pembaca.

Pembaca dapat menunjukkan bahwa konklusi tidak perlu berlaku jika L = 0


atau L = + ¥. Akan tetapi ada suatu hasil parsial belum dapat ditunjukkan dalam ka-
sus-kasus ini, seperti telah diperlihatkan dalam latihan.

Latihan 3.6.
1. Tunjukkan bahwa jika (xn) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem
barisannya yang divergen murni.
Analisis Real I 107
Aljabar Himpunan

2. Berikan contoh dari barisan-barisan (xn) dan (yn) yang divergen murni dengan yn
¹ 0 untuk semua nÎN sedemikian sehingga
x x n
(a) n konvergen (b) divergen murni
yn yn

3. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua nÎN, maka lim (xn) = 0 jika dan hanya
1
jika lim =+¥
xn
4. Perlihatkan kedivergenan murni dari barisan-barisan berikut :

(a). n
)
( (b). n + 1 ) (
n
(c). ( n - 1) (d).

n +1
5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ?
6. Misalkan (xn) divergen murni dan misalkan (yn) barisan sedemikian sehingga lim

(xnyn) masuk ke R. Tunjukkan bahwa (yn) konvergen ke 0.


7. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
x n
=0
yn
(a) Tunjukkan bahwa jika lim (xn) = + ¥, maka lim (yn) = + ¥
(b) Tunjukkan bahwa jika (yn) terbatas, maka lim (xn) = 0
8. Selidikilah bahwa kekonvergenan atau kedivergenan dari barisan-barisan berikut :

(a). ( 2
n -2
)
(b)
n

n2 +1

n2 + 1
(c). (d) (sin n)
n

9. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
1
=+¥

(a) Tunjukkan bahwa jika lim (yn) = + ¥, maka lim (yn) = + ¥

Analisis Real I 108


Pendahuluan
(b) Tunjukkan bahwa jika (xn) terbatas, maka lim (xn) = 0

= L , dimana l > 0, maka lim (an ) = + ¥.


n
a
10. Tunjukkan bahwa jika lim
n

Analisis Real I 109


Aljabar Himpunan

BAB
4
LIMIT-LIMIT
Secara umum, “Analisis secara matematika” merupaka n dasar matematika
yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah
menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari
suatu barisan bilangan real. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit
suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan
pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya penger-
tian limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan
tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat
dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal
4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering
dipergunakan.

4.1. Limit-limit Fungsi


Pada pasal ini kita akan mendefinisikan pengertian penting dari limit suatu
fungsi. Pembaca akan memperoleh pengertian yang paralel dengan definisi limit
suatu barisan. Gagasan secara intuisi dari suatu fungsi yang mempunyai limit L pada
c adalah bahwa nilai f(x) sangat dekat dengan L untuk x yang sangat dekat dengan c.
Akan tetapi kita perlu mempunyai teknik-teknik pengerjaan dengan gagasan “dekat
sekali”, dan ini memerlukan penggunaan pengertian l ingkungan dari suatu titik. Jadi
pernyataan: “fungsi f mendekati L pada c” berarti bahwa nilai f(x) akan terletak dalam
sebarang lingkungan-e yang diberikan dari L, asalkan kita mengambil x dalam ling-
kungan-d dari c yang cukup kecil, dimana x ¹ c. Pemilihan d akan bergantung pada e
yang diberikan. Kita tidak ingin terpengaruh dengan nilai dari f(c) pada c, karena

Analisis Real I 110


Pendahuluan

kita hanya ingin memandang “ kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titik-
titik yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c.
Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada
sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau
pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat
sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan ala-
san untuk definisi berikut.

4.1.1. Definisi. Misalkan AÍR. Suatu titik cÎR adalah titik cluster dari A jika
setiap lingkungan-d Vd(c) = (c-d,c+d) dari c memuat aling kurang satu titik dari A yang
berbeda dengan c.

Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan
menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan

adalah bahwa adanya titik-titik dalam Vd(c)ÇA yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari
A.

4.1.2. Teorema. Suatu bilangan cÎR merupakan titik cluster dari AÍR jika dan
hanya jika terdapat barisan bilangan real (a n) dalam A dengan an ¹ c untuk semua nÎN

sedemikian sehingga lim (an) = c.

Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap nÎN, ling-
kungan-(1/n) V1/n(c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik
yang dimaksud adalah an, maka anÎA, an ¹ c, dan lim (an) = c.
Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an) dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka
untuk sebarang d>0 terdapat bilangan asli K(d) sedemikian sehingga jika n³K(d),

maka anÎVd(c). Oleh karena itu lingkungan-d dari c Vd(c) memuat titik-titik an,
n³K(d), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c.

Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu
himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu,
suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster.

Analisis Real I 111


Aljabar Himpunan

4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tu-tup
[0,1] merupakan titik cluster dari A1. Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster dari
A1, messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A 1. Semua titik dalam A1 adalah titik
cluster dari A1 (mengapa ?)
(b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?)
(c) Himpunan tak berhingga N tidak mempunyai titik cluster.
(d) Himpunan A4 = {1/n : nÎN} hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya.
Tidak satu pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A4.
(e) Himpunan A5 = IÇQ yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam inter-
val tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I me-
rupakan titik cluster dari A5.
Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik
cluster domainnya.

Definisi Limit
Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu
titik.

(
Lo
Diberikan Ve(L)

( o ( x
c
Ada Vd(c)

Gambar 4.1 1. Limit dari f pada c adalah L

Analisis Real I 112


Pendahuluan

4.1.4 Definisi. Misalkan AÍR, f : A ¾¾® R, dan c suatu titik cluster dari A. Kita
katakan bahwa suatu bilangan real L merupakan limit dari f pada c jika diberikan
sebarang lingkungan-e dari L Ve(L), terdapat lingkungan-d dari c Vd(c) sedemikian
sehingga jika x ¹ c sebarang titik dari Vd(c)ÇA, maka f(x) termasuk dalam Ve(L). (Lihat
Gambar 4.1.1)
Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa
f konvergen ke L pada c. Sering dituliskan
L = lim f atau L = lim f (x)
x®c x®c

Kita juga mengatakan bahwa “ f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau “
f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol
F(x) ® L sebagaimana x®c
juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f
tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f diver-
gen pada c.

Teorema berikut memberikan jaminan kepada kita akan ketunggalan


limit suatu fungsi, jika limit dimaksud ada. Ketunggalan limit ini bukan merupakan
bagian dari definisi limit, akan tetapi merupakan fakta yang harus dibuktikan.

4.1.5. Teorema. Jika f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A, maka f hanya
dapat mempunyai satu limit pada c.

Bukti. Andaikan kontradiksi, yaitu terdapat bilangan real L’ ¹ L” yang me-


menuhi definisi 4.1.4. Kita pilih e>0 sedemikain sehingga lingkungan-e Ve(L’) dan
Ve(L”) saling lepas. Sebagai contoh, kita dapat mengamb il sebarang e yang lebih kecil
dari ½ L’ – L” . Maka menurut definisi 4.1.4, terdapat d’ > 0 sedemikian sehingga jika x

sebarang titik dalam AÇVd’ (c) dan x ¹ c, maka f(x) termuat dalam Ve(L’). Se-cara serupa,

terdapat d” > 0 sedemikain sehingga jika x sebarang titik dal am AÇVd” (c) dan x ¹ c,
maka f(x) termuat dalam Ve(L”). Sekarang ambil d = min {d’, d”}, dan misalkan V d(c)
lingkungan-d dari c. Karena c titik cluster dar A, maka

Analisis Real I 113


Aljabar Himpunan

terdapat paling sedikit satu titik x0 ¹ c sedemikian sehingga x0ÎAÇVd(c). Akibatnya,

f(x0) mesti termasuk dalam Ve(L’) dan V e(L”), yang mana kontradiksi dengan fakta
bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’ ¹ L” merupakan limit-limit
f pada c menimbulkan kontradiksi.

Kriteria e-d untuk Limit


Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4
dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh
yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk
memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria
sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi.

4.1.6 Teorema. Misalkan f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A; maka


(i) lim f = L jika dan hanya jika
x®c

(ii) untuk sebarang e > 0 terdapat suatu d(e) > 0 sedemikian sehingga jika xÎA
dan 0 < x - c < d(e), maka f(x) - L < e.

Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberi-kan
e > 0 sebarang, terdapat d = d(e) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A yang
merupakan unsur dalam lingkungan-d dari c Vdc), x ¹ c, nilai f(x) termasuk dalam
lingkungan-e dari L Ve(L). Akan tetapi, xÎVd(c) dan x¹c jika dan hanya jika 0
< x - c < d. (Perhatikan bahwa 0 < x - c adalah cara lain untuk menyatakan bahwa x
¹ c). Juga, f(x) termasuk dalam Ve(L) jika dan hanya jika f(x) – L < e. Jadi jika xÎA
memenuhi 0 < x - c < d, maka f(x) memenuhi f(x) - L <e.

(ii) ⇒ (i) Jika syarat yang dinyatakan dalam (ii) berlaku, maka kita ambil lingkungan-
d Vd(c) = (c - d,c + d) dan lingkungan-e Ve(L) = (L - e,L + e). Maka syarat (ii)
beraki-bat jika x masuk dalam Vd(c), dimana xÎA dan x¹c, maka f(x) termasuk dalam
Ve(L). Oleh karena itu, menurut definisi 4.1.4, f mempunyai limit L pada c.

Sekarang akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan ba-


gaimana Teorema 4.1.6. sering dipergunakan.

Analisis Real I 114


Pendahuluan

4.1.7. Contoh-contoh.. (a) lim b = b.


x®c

Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua xÎR; kita claim
bahwa lim f = b. Memang, diberikan e > 0, misalkan d = 1. Maka jika 0 < x - c < 1,
x®c

kita mem[unyai f(x) - b = b-b = 0 < e. Karena e > 0 sebarang, kita simpulkan
dari 4.1.6(ii) bahwa lim f = b.
x®c

(b). lim x = c.
x®c

Misalkan g(x) = x untuk semua xÎR. Jika e > 0 misalkan d(e) = e. Maka jika
0 < x - c < d(e), maka secara triviaal kita mempunyai g(x) - c = x - c < e. Karena e > 0
sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa lim g = c.
x®c

(c). lim x2 = c2.


x®c

2
Misalkan h(x) = x untuk semua xÎR. Kita ingin membuat selisih
h(x) – c2 = x2 – c2
lebih kecil dari suatu e > 0 yang diberikan dengan pengambilan x yang cukup dekat

dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x2 – c2 = (x – c)(x + c). Selain itu, jka x -
c < 1, makaa
x £ c + 1 dengan demikian x + c £ x + c £ 2 c + 1. Oleh karena
itu, jika x - c < 1, kita mempunyai
2 2
( x – c = x – c x + c £ (2 c + 1) x - c
Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari e asalkan kita mengambil x - c < e/(2
c + 1). Akibatnya, jika kita memilih
e
d(e) = inf 1, ,

2c +1

maka jika 0 < x - c < d(e), pertama akan berlaku bahwa x - c < 1 dengan demikian
2
( valid, dan oleh karena itu, karena x - c < e/(2 c + 1) maka x
2
– c < e/(2 c + 1) x - c < e.

Analisis Real I 115


Aljabar Himpunan

Karena kita mempunyai pilihan d(e) > 0 untuk sebarang pilihan dari e > 0, maka den-
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim h(x) = lim x2 = c2.
x®c x®c
(d) lim 1 = 1 , jika c > 0.
x®c x c
Misalkan j(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan
bahwa lim j = 1/c kita ingin membuat selisih
x ®c

1 1 1
j( x)- = -
c x c

lebih kecil dar e >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0.
Pertama kita perhatikan bahwa

1 -1 = 1 (c - x) = 1 x-
c
x c c cx
x
untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala
1 1 3
suatu lingkungan c. Khususnya, jika x - c < 2 c, maka 2 c<x< 2 c (mengapa?),
dengan demikian
0 < 1 < 2 untuk x - c < 1 c.
2
cx
c2
Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai
1 2
( j( x)- < x-c.
2
cc
Agar suku terakhir lebih kecil dar e, maka cukup mengambil x – c < 1 2
c e.
2
Akibatnya, jika kita memilih
d(e) = inf{ 1 c, 1 2
c e},
2 2
maka jika 0 < x - c < d(e), pertama yang berlaku bahwa x - c < 1c dengan
2
demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena x – c < 1 2
c e maka berlaku
2

j( x)- 1 = 1 - 1 < e.

c x c

Analisis Real I 116


Pendahuluan

Karena kita mempunyai pilihan d(e) > 0 untuk sebarang pilihan dari e > 0, maka den-
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim j(x) = lim 1 = 1 .
x ®c x ®c x c
(e). lim x3 - 4 = 4

2 +1 5
x
x®c

Misalkan y(x) = (x3 – 4)/(x 2 + 1) untuk xÎR. Maka sedikit manipulasi secara
aljabar memberikan

y ( x )- 4 = 5x - 4x - 24
3 2

5 5(x2 +1)

2
5x + 6x -12
x-2
=
(
5 x2 +1 )
Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien x - 2 , kita membatasi x dengan syarat 1
2 2
< x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x + 6x + 12 £ 5(3 ) + 6(3) +
2
12 =75 dan 5(x + 1) ³ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian

y ( x )- 4 £ 75 x - 2 = 15 x - 2 .
5 10 2
Sekarang diberikan e > 0, kita pilih

2
d(e) = inf 1, e.
15
Maka jika 0 < x - 2 < d(e), kita mempunyai y(x) – (4/5) £ (15/2) x - 2 £ e.

Karena e > 0 sebarang, maka contoh (e) terbukti.

Kriteria Barisan Untuk Limit


Berikut ini merupakan formulasi penting dari limit suatu fungsi dalam kai-
tannya dengan limir suatu barisan. Karakterisasi ini memungkinkan teori-teori pada
bab3 dapat dipergunakan untuk mempelajari limit-limit fungsi.

4.1.8. Teorema. (Kriteria Barisan) Misalkan f : A ¾® R dan c suatu titik cluster


dari A; maka :
(i) lim f = L jika dan hanya jika
x ®c

Analisis Real I 117


Aljabar Himpunan

(ii) untuk sebarang barisan (xn) dalam A yang konvergen ke c sedemikian se-
hingga x ¹ c untuk semua nÎN, barisan (f(xn)) konvergen ke L.

Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (xn)
barisan dalam A dengan lim(xn ) = c dan xn ¹ c untuk semua nÎN. Kita mesti mem-
x ®c

buktikan bahwa barisan (f(xn)) konvergen ke L. Misalkan diberikan e > 0 sebarang.


Maka dengan kriteria e-d 4.1.6, terdapat d > 0 sedemikian sehingga jika x memenuhi
0 < x - c < d, dimana xÎA maka f(x) memenuhi f(x) - L < e. Sekarang kita akan
menggunakan definisi kekonvergenan barisan untuk d yang diberikan untuk mem-
peroleh bilangan asli K(d) sedemikian sehingga jika n > K(d) maka xn – c < d. Akan

tetapi untuk setiap xn yang demikian kita mempunyai f(xn) - L < e. Jadi, jika n > K(d),

maka f(xn) - L < e. Oleh karena itu, barisan (f(xn)) konvergen ke L.

(ii) ⇒ (i). [Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar,
maka terdapat suatu lingkungan-e0 dari L, Ve0 (L), sedemikian sehingga lingkunga-d

apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu xd dalam AÇVd(c)

dengan xd ¹ c sedemikian sehingga f(xd)ÏVe0 (L). Dari sini untuk setiap nÎN, ling-

kungan-(1/n) dari c memuat suatu bilangan xn sedemikian sehingga


0 < xn - c < 1/n dan xnÎA,
tetapi sedemikian sehingga
f(xn) - L ³ e0 untuk semua nÎN.
Kita menyimpulkan bahwa barisan (xn) dalam A\{c} konvergen ke c, tetapi barisan
(f(xn)) tidak konvergen ke L. Oleh karena itu kita telah menunjukkan bahwa jika (i)
tidak benar, maka (ii) juga tidak benar. Kita simpulkan bahwa (ii) menyebabkan (i).

Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit
fungsi dapat diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan bari-
san yang bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika
2 2
(xn) sebarang barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn ) konvergen ke c . Oleh

Analisis Real I 118


Pendahuluan
2
karena itu dengan kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x
2
mempuntai limit lim h(x) = c .
x ®c

Kriteria Kedivergenan
Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan ter-
tentu bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak
mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi dari
pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk dikerjakan
oleh pembaca.

4.1.9. Kriteria Divergensi. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik


cluster dari A.
(a). Jika LÎR, maka f tidak mempunyai limit L pada c jika dan hanya jika
terdapat suatu barisan (xn) dalam A dengan xn ¹ c untuk semua nÎN sedemikian se-
hingga barisan (xn) konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke L.
(b). Fungsi f tidak mempunyai limit pada c jika dan hanya jika terdapat suatu
barisan (xn) dalam A dengan xn ¹ c untuk semua nÎN sedemikian sehingga barisan (xn)
konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen dalam R.

Berikut ini diberikan beberapa aplikasi dari kriteria divergensi untuk


menunjukkan bagaimana kriteria itu dapat dipergunakan.

4.1.10. Contoh-contoh. (a). lim(1/ x) tidak ada dalam R.


x ®0

Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan j(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi,
disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) ga-
gal berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana
dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (x n) dengan xn = 1/n un-
tuk nÎN, maka lim (xn) = 0, tetapi j(xn) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa bari-
san (j(xn)) = (n) tidak konvergen dalam R, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,
dengan teorema 4.1.9(b), lim(1/ x) tidak ada dalam R. [Akan tetapi, lihat contoh
x ®0

4.3.9(a).]

Analisis Real I 119


Aljabar Himpunan

(b) lim sgn(x) tidak ada.


x ®0

1
. (

) -1

Gambar 4.1.2 Fungsi Signum

Misalkan fungsi signum didefinisikan dengan


+1, untuk x > 0
untuk x = 0
sgn (x) =0,
untuk x < 0
-1,
Perhatikan bahwa sgn(x) = x/ x untuk x ¹ 0. (Lihat Gambar 4.1.2) Kita akan menun-
jukkan bahwa sgn tidak mempunyai limit pada x = 0. Kita akan mengerjakan ini den-
gan menunjukkan bahwa terdapat barisan (xn) sedemikian sehingga lim(xn) = 0, tetapi
sedemikian sehingga (sgn(xn)) tidak konvergen.
Misalkan xn = (-1)n/n untuk nÎN dengan demikian lim(xn) = 0. Akan tetapi ,
karena
n
sgn (xn) = (-1) untuk nÎN,
maka dari Contoh 3.4.5(a), (sgn(xn)) tidak konvergen. Oleh karena itu lim(1/ x) tidak
x ®0

ada.
(c) lim sin(1/ x) tidak ada dalam R.
x ®0

Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ¹ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menun-
jukkan bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan

(xn) dan (yn) dengan xn ¹ 0 dan yn ¹ 0 untuk semua nÎN dan sedemikian sehingga lim

Analisis Real I 120


Pendahuluan

(xn) = 0 = lim (yn), tetapi sedemikian sehingga lim (g(xn)) ¹ lim (g(yn)). Mengingat
Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan lim g tidak ada. (Jelaskan mengapa.)
x ®0

Gambar 4.1 3. Grafik f(x) = sin(1/x), x ¹ 0

Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa sin t = 0 jika t = np untuk nÎZ,
dan sin t = +1 jika t = ½p + 2pn untuk nÎZ. Sekarang missalkan xn = 1/np untuk nÎN;
maka lim (xn) = 0 dan g(xn) = 0 untuk semua nÎN, dengan demikian lim (g(xn)) = 0. Di
-1
pihak lain, misalkan yn = (½p + 2pn) untuk nÎN; maka lim (yn) = 0 dan g(yn) = sin (½p
+ 2pn) = 1 untuk semua nÎN, dengan demikian lim (g(yn)) = 1. Kita simpulkan bahwa
lim sin(1/ x) tidak ada.
x ®0

Soal-soal Latihan
1. Tentukan suatu syarat pada x - 1 yang akan menjamin bahhwa :
2
(a) x - 1 < ½,
2 3
(b) x - 1 < 1/10
2
(c) x - 1 < 1/n untuk suatu nÎN yang diberikan,
3
(d) x - 1 < 1/n untuk suatu nÎN yang diberikan.

Analisis Real I 121


Aljabar Himpunan
2. Misalkan c suatu titik cluster dari AÍR dan f : A ¾® R. Buktikan bahwa lim f (x ) =
x ®0
L jika dan hanya jika lim f (x )- L = 0.
x ®0
3. Misalkan f : R ¾® R, dan cÎ R. Tunjukkan bahwa lim f (x ) = L jika dan hanya jika
x ®c

lim f (x + c) = L.
x ®0

4. Misalkan f : R ¾® R, IÍ R suatu interval buka, dan cÎI. Jika f1 merupakan pembata-san


dari f pada I, tunjukkan bahwa f1 mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f
mempunyai suatu limit pada c dan tunjukkan pula bahwa lim f = lim f1 .
x ®c x ®c

5. Misalkan f : R ¾® R, JÍ R suatu interval tutup, dan cÎJ. Jika f2 merupakan pembata-san


dari f pada I, tunjukkan bahwa jika f mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f2
mempunyai suatu limit pada c. Tunjukkan bahwa tidak berlaku bahwa jika f2 mempun-
yai suatu limit pada c dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c.
6. Misalkan I = (0,a), a > 0, dan misalkan g(x) = x2 untuk xÎI. Untuk sebarang x,c dalam I,
tunjukkan bahwa g(x) – c2 £ 2a x - c . Gunakan ketaksamaan ini untuk membuktikan
2
bahwa lim x = c2 untuk sebarang cÎI.
x ®c
7. Misalkan IÍ R suatu interval, f : I ¾® R, dan cÎI. Misalkan pula terdapat K dan L

sedemikian sehingga f(x) - L £K x - c untuk xÎI. Tunjukkan bahwa lim f = L.


x ®c
8. Tunjukkan bahwa lim x3 = c3 untuk sebarang cÎ R.
x ®c
Tunjukkan bahwa lim = untuk sebatang c ³ 0.
9. x c
x ®c

10. Gunakan formulasi e-d dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk mem-
perlihatkan berikut :
(a) lim 1 = -1 (x > 1), (b) lim x = 1 (x > 0),
x ®2 1 - x x ®1 1 + x 2
(c) lim x2 = 0 (x ¹ 0), (d) lim x2 - x +1 = 1 (x > 0).
x ®0 x x ®1 x +1 2
11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam R:

Analisis Real I 122


Pendahuluan

(a) lim 1 (x > 0), (b) lim 1 (x > 0),


x®0 x®0 x
x2
1
(c) . lim (x + sgn(x)), (d) lim sin ¹ 0).
2 (x
x®0 x®1 x
12. Misalkan fungsi f : R ¾® R mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika g
: R ¾® R didefinisikan oleh g(x) = f(ax) untuk xÎR, tunjukkan bahwa lim g = L.
x®0

13. Misalkan c titik cluster dari AÍ R dan f : A ¾® R sedemikian sehingga lim ( f (x))
2
x®c

= L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f (x) = 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa
x®c

jika L ¹ 0, maka f bisa mungkin tidak mempunyai suatu limit pada c.


14. Misalkna f : R ¾® R didefinisikan oleh f(x) = x jika x rasional, dan f(x) = 0 jika x ira-

sional. Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan
untuk menunjukkan bahwa jika c ¹ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c.

4.2. Teorema-teorema Limit


Sekarang kita akan memperlihatkan hasil-hasil yang dipergunakan dalam me-
nentukan limit fungsi. Hasil-hasil ini serupa dengan teorema-teorema limit untuk ba-
risan.yang telah diperlihatkan pada Pasal 3.2. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus
hasil-hasil ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.1.8 dan hasil-hasil dari
Pasal 3.2. Secara alternatif, hasil-hasil dalam Pasal ini dapat dibuktikan dengan
menggunakan argumen e-d yang sangat serupa untuk hal yang sama dalam Pasal 3.2.

4.2.1 Definisi. Misalkan AÍ R, f : R ¾® R, dan cÎR suatu titik cluster dari A.


Kita mengatakan bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c jika terdapat
lingkungan-d dari c Vd(c) dan suatu konstanta M > 0 sedemikian sehingga kita mem-
punyai f(x) £ M untuk semua x Î AÇVd(c).

4.2.2 Teorema Jika AÍ R dan f : A ¾® R mempunyai suatu limit pada cÎ


R, maka f terbatas pada suatu lingkungan dar c.

Analisis Real I 123


Aljabar Himpunan

Bukti. Jika L = lim f (x) , maka oleh Teorema 4.1.6, dengan e = 1, terdapat d
x®c

> 0 sedemikian sehingga jika 0 < x - c < d, maka f(x) - L < 1; dari sini (oleh Teo-rema
Akibat 2.3.4(a)),
f(x) - L £ f(x) - L < 1.
Oleh karena itu, jika xÎAÇVd(c), x¹c, maka f(x) £ L + 1. Jika cÏA, kita ambil M =
L + 1, sedangkan jika cÎA kita ambil M = sup{ f(c) , L +1}. Ini berarti bahwa jika
cÎAÇVd(c), maka f(x) £ M. Ini menunjukkan bahwa f terbatas pada Vd(c) suatu
lingkungan-d dari c.

Definisi berikut serupa dengan definisi 3.1.3 untuk jumlah, selisih, ha-
sil kali, dan hasil bagi barisan-barisan.

4.2.3 Definisi Misalkan AÍR dan misalkan pula f dan g fungsi-fungsi


yang terdefinisi pada A ke R. Kita mendefinisikan jumlah f + g, selisih f – g, dan ha-sil
kali fg pada A ke R sebagai fungsi-fungsi yang diberikan oleh
(f + g)(x) = f(x) + g(x), (f - g)(x) = f(x) - g(x), (fg)
(x) = f(x)g(x),
untuk semua xÎA. Selanjutnya, jika bÎR, kita definisikan kelipatan bf sebagai fungsi
yang diberikan oleh
(bf)(x) = bf(x) untuk semua xÎA.
Akhirnya, jika h(x) ¹ 0 untuk xÎA, kita definisikan hasil bagi f/h adalah fungsi yang
didefinisikan sebagai
f f (x)
( x) = untuk semua xÎA.
h h( x)

4.2.4 Teorema. Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi pada A ke R, dan


cÎR titik cluster dari A. Selanjutnya, misalkan bÎR.
(a) Jika lim f = L dan lim g = M, maka
x®c x®c

lim( f + g ) = L + M, lim( f - g ) = L -
x®c x®c

M,

Analisis Real I 124


Pendahuluan
lim( fg ) = LM, lim(bf ) = bL.
x®c x®c
(b) Jika h : A ¾® R, h(x) ¹ 0 untuk semua xÎA, dan jika lim h = H
x®c
¹ 0, maka
f L
lim = .
x®c h H

Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat se-
rupa dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibukti-kan
dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misal-kan (x n)
sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga xn ¹ c untuk semua nÎN,dan
c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa
Lim (f(xn)) = L, lim (g(xn)) = M.
Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan
(fg)(xn) = f(xn)g(xn) untuk semua nÎN.
Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan
Lim ((fg)(xn)) = lim (f(xn)g(xn))
= (lim f(xn)) (lim (g(xn)))
= LM.
Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita
tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca.
Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat
bahwa H = lim h ¹ 0. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka
x®c

lim f ( x)

h( x)
x®c

tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghi-
tungnya.
(2) Misalkan AÎR, dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk clus-
ter dari A. Jika
Lk = lim fk untuk k = 1,2, …, n,
x®c

Analisis Real I 125


Aljabar Himpunan

maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa
L1 + L2 + ¼ + Ln = lim ( f +f +L+f )
1 2 n

x®c

dan
L1 · L2 · … · Ln = lim ( f1 × f 2 ×L× fn )
x ®c
(3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L = lim f dan nÎN, maka
x®c

Ln = lim( f (x))
n

x®c

4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat
dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini
2 2
bahwa karena lim x = c, maka lim x = c , dan jika c > 0, maka
x®c x®c
lim 1 = 1 .

x c
x®c
23
(b) lim (x + 1)(x – 4) = 20
x®2

Berdasarkan Teorema 4.2.4, kita peroleh bahwa


2 3 2 3
lim (x + 1)(x – 4) = ( lim (x + 1))( lim (x – 4))
x®2 x®2 x®2
= 5(4) = 20.
3 -4 4
x
(c) lim = .
2
x®2 x +1 5

Jika kita menggunakan Teorema 4.2.4(b), maka kita mempunyai


( )
3
x -4 3
lim x - 4
4
lim = x®2 = .
x®2 x 2 +1 lim (x )
2 +1 5
x®2

Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim x +1 = 5] tidak sama den- (2 )
x®2

gan 0, maka Teorema 4.2.4(b) dapat dipergunakan.


2 -4 4
x
(d) lim = .
x®2 3x - 6 3

Analisis Real I 126


Pendahuluan
2
Jika kita misalkan f(x) = x – 4 dan h(x) = 3x – 6 untuk x ÎR, maka kita tidak
dapat menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk meneghitung lim (f(x)/h(x)) sebab
x®2

H = lim h(x) = lim (3x - 6)


x®2 x®2

= 3 lim x - 6 = 3(2) – 6 = 0
x®2

Akan tetapi, jika x ¹ 2, maka berarti bahwa


x2 - 4 (x - 2)(x + 2)
= ( ) = 1 (x + 2).
3
3x - 6 3x-2
Oleh karena itu kita mempunyai
2 -4 (x + 2) =
1 1
x
lim = lim 3 3 lim x + 2
x®2 3x - 6 x®2 x®2

1 4
= 3 (2 + 2) = 3
2
Perhatikan bahwa fungsi g(x) = (x – 4)/(3x – 6) mempunyai limit pada x = 2
meskipun tidak terdefinisi pada titik tersebut.
(e) lim 1 tidak ada dalam R.
x®0 x
Tentu saja lim 1 = 1 dan H = lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak
x®0 x®0
dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim 1 . Kenyataannya,
x®0 x
seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi j(x) = 1/x tidak mempunyai limit
pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi j(x) = 1/x
tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?)
(f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p(x) = p(c).
x®c

n n-1
Misalkan p fungsi polinimial pada R dengan demikian p(x) = anx + an-1x +
k
… + a1x + a0 untuk semua xÎR. Menurut Teorema 4.2.4 dan fakta bahwa lim x =
x®c
k
c , maka
lim
[ -1
p(x) = lim an xn + an-1xn + L + a1x + a0 ]
x®c x®c

Analisis Real I 127


Aljabar Himpunan
n n-1
= lim (an x ) + lim (an-1x )+…+ lim (a1x) + lim a0
x®c x®c x®c x®c
n n-1

= anc + an-1c + … + a1c + a0

Dari sini lim p(x) = p(c) untuk ssebarang fungsi polinomial p.


x®c

(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q(c) ¹ 0, maka
p(x) = p(c)
lim () ().
x®c qx qc

Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar
bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan real a1, a2, … , am [pembuat
nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(aj) = 0 dan sedemikian sehingga jika x Ï{a1, a2,
…, am} maka q(x) ¹ 0. Dari sini, jika xÏ{a1, a2, …, am} kita dapat mendefinisikan
p(x)
r(x) = ().
qx
Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ¹ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa
lim q(x) = q(c). ¹ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk
x®c

menyimpulkan bahwa
p( x) lim p(x) p(c)
lim = x®c = .
x®c q( x)lim q( x) q(c)
x®c

Hasil berikut adalah suatu analog langsung dari Teorema 3.2.6.

4.2.6 Teorema Misalkan AÍR. f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari
A. Jika
a £ f(x) £ b untuk semua xÎA, x ¹ c, dan
jika lim f ada, maka a £ lim f £ b.
x®c x®c

Bukti. Jika L = lim f , maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (xn) sebarang
x®c

barisan bilangan real sedemikain sehingga c¹ xnÎA untuk semua nÎN dan jika bari-

Analisis Real I 128


Pendahuluan

san (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke L. Karena a £ f(xn) £ b


untuk semua nÎN, berarti menurut Teorema 3.2.6 bahwa a £ L £ b.
Sekarang kita akan menyatakan suatu hasil yang analog dengan Teorema Apit
3.2.7. Kita akan tinggalkan pembuktiannya untuk dicoba oleh pembaca.

4.2.7 Teorema Apit. Misalkan AÍR, f,g,h : A ¾® R, dan cÎR suatu titik cluster
dari A. Jika
f(x) £ g(x) £ h(x) untuk semua xÎA, x ¹ c,
dan jika lim f = L = lim h , maka lim g = L.
x®c x®c x®c
4.2.8 Contoh-contoh (a) lim x3 / 2 = 0 (x > 0).

x®0
3/2 1/2
Misalkan f(x) = x untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x £ 1 berlaku un-
2 3/2
tuk 0 < x £ 1, maka berarti bahwa x < f(x) = x £ x untuk 0 < x £ 1. Karena
2
lim x = 0 dan lim x = 0,
x®0 x®0
3/2
maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh lim x = 0.
x®0

(b) lim sin x = 0.


x®0

Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan diba-


has pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa
-x £ sin x £ x untuk semua x ³ 0.
Karena lim (± x) = 0, maka menurut Teorema Apit bahwa lim sin x = 0.
x®0 x®0

(c) lim cos x = 1.


x®0

Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan diba-has pada
lanjutan dari tulisan ini) bahwa
2
(*) 1 - ½x £ cos x £ 1 untuk semua x Î R.
(
Karena lim 1 - x
1 2
2
) = 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1.
x®0 x®0
cos x -1
(d) lim = 0.
x®0 x

Analisis Real I 129


Aljabar Himpunan

Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk men-
ghitung limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c)
bahwa
-½x£ (cos x – 1)/x £ 0 untuk x > 0
dan juga bahwa
0 £ (cos x – 1)/x £ ½x untuk x < 0.
Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ³ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan pula
h(x) = 0 untuk x ³ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai
f(x) £ (cos x – 1)/x £ h(x) untuk x ¹ 0.
Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa lim f = lim h , maka menurut Teorema
x®0 x®0
Apit bahwa lim cos x -1 = 0.
x®0 x
sin x
(e) lim = 1.
x®0 x
Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung
limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa
3
x £ sin x £ x
x- 1 untuk x ³ 0
6
dan bahwa
x £ sin x £ x - 1 3 untuk x £ 0.
x
6
Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa
2
x £ (sin x)/x £ 1 untuk semua x ¹ 0.
1- 1

6
Tetapi karena
(
lim 1 - x
1 2
6
)=1- 1
6
2
lim x = 1, kita simpulkan dari Teorema Apit
x®0 x®0
sin x
bahwa lim = 1.
x®0 x
(f) lim(x sin(1 / x)) = 0.
x®0

Misalkan f(x) = x sin (1/x) untuk x ¹ 0. Karena –1 £ sin z £ 1 untuk semua z


Î R, kita mempunyai ketaksamaan

Analisis Real I 130


Pendahuluan

- x £ f(x) = x sin(1/x) £ x
untuk semua x Î R, x ¹ 0. Karena lim x = 0, maka dari Teorema Apit diperoleh
x®0

bahwa lim f = 0.
x®0

Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan
tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan
suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6.

4.2.9 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari
A. Jika
lim f > 0 [ atau, lim f < 0],
x®c x®c

maka terdapat suatu lingkungan dari c Vd(c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) <
0] untuk semua xÎAÇVd(c), x ¹ c.
Bukti. Misalkan L = lim f and anggaplah L > 0. Kita ambil e = ½L > 0
x®c

dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan d > 0 sedemikain sehingga jika
0 < x - c < d dan xÎA, maka f(x) - L < ½L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti bbahwa
jika xÎAÇVd(c), x ¹ c, maka f(x) > ½L > 0.
Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa.

Latihan 4.2
1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut :
(a) lim (x + 1)(2x + 3) (xÎR), (b) lim x2 + 2 (x > 0),
x®1 2 -2
x®1 x
1 - 1 x +1
(c) lim (x > 0), (d) lim (xÎR)
x®2 x +12x 2 +2
x®0 x
2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam
setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.)

(a) lim 2x +1 (x > 0), (b) lim x2 - 4 (x > 0),


x®2 x+3 x®2 x - 2

Analisis Real I 131


Aljabar Himpunan

(c) lim (x +1) -1 (d) lim x -1 (x > 0)


2
(x > 0),
x®0 x x®1 x -1

-
3. Carilah lim 1 + 2x 1 + 3x dimana x > 0.
2
x®0 x + 2x
4. Buktikan bahwa lim cos(1 / x) tidak ada, akan tetapi lim x cos(1/ x) = 0.
x®0 x®0
5. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada AÍR ke R, dan misalkan c suatu

titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan lim g
x®c

= 0. Buktikan bahwa lim fg = 0.


x®c

6. Gunakanlah formuasi e-d dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama
dalam Teorema 4.2.4(a).
7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema
4.2.4(b).
8. Misalkan nÎN sedemikian sehingga n ³ 3. Buktikan ketaksamaan –x 2 £ xn £ x2 untuk –1
2
< x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x = 0 untuk menunjukkan bahwa
x®0
n
lim x = 0.
x®0

9. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada AÍR ke R, dan misalkan c suatu titik
cluster dari A.
(a) Tunjukkan bahwa jika lim f dan lim( f + g ) ada, tunjukkanlah bahwa lim f ada.
x®c x®c x®c

(b) Jika lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ?
x®c x®c x®c

10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit
pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit
pada c.
11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R.
(a)
( 2
lim sin 1 / x (x ¹ 0), ) (b)
lim x sin 1/ x
2
( ) (x ¹ 0),
x®0 x®0

(c) lim sgn sin(1/ x) (x ¹ 0), (d)


lim (
x sin 1/ x
2
) (x > 0)
x®0 x®0

Analisis Real I 132


Pendahuluan

12. Misalkan f : R ¾® R sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam
R. Anggaplah lim f = L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f
x®0

mempunyai suatu limit pada setiap titik cÎR. [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa
f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua xÎR. Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c)
untuk semua x,c dalam R.]
13. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f ada, dan jika
x®0
f menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk xÎA dengan f (x) = f(x) , buktikan

bahwa lim f = lim f .


x®0 x®0

14. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah

bahwa f(x) ³ 0 untuk semua x Î A, dan misalkan f suatu fungsi yang terdefinisi pada

A dengan f (x) = f (x) untuk semua xÎA. Jika lim f ada, buktikan bahwa
x®0

lim f = lim f .
x®0 x®0

Pasal 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit


Pada pasal ini kita akan menyajikan tiga macam perluasan dari pengertian
limit fungsi yang sering terjadi.

Limit-limit Sepihak
Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik
c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval se-
pihak dari titik cluster c.
Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperli-

hatkan pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi

signum pada interval (0,¥), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian

juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-¥,0), maka fungsi hasil pembatasannya mem-

punyai limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-

kanan dari sutu fungsi pada suatu titik c = 0.

Analisis Real I 133


Aljabar Himpunan

Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4.

Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan AÇ(c,¥) menghasilkan de-

finisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari AÇ(c,¥). Demikian

juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan AÇ(-¥,c) menghasilkan definisi limit-

kiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari AÇ(-¥,c). Untuk lebih mudahnya,

definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk e-d, analog

dengan Teorema 4.1.6 seperti berikut ini.

4.3.1 Definisi. Misalkan AÍR dan f : A ¾® R

(i) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(c,¥) = {xÎA:x > c}, maka kita mengatakan bahwa
LÎR adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan
lim f =L
+
x®c

jika diberikan sebarang e > 0 terdapat suatu d = d(e)> 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA

dengan 0 < x – c < d, maka f(x) - L < e.

(ii) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(-¥,c) = {xÎA : x < c}, maka kita mengatakan bahwa
LÎR adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan
lim f =L
-
x®c

jika diberikan sebarang e > 0 terdapat suatu d = d(e)> 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA

dengan 0 < c – x < d, maka f(x) - L < e.

Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L

adalah limit dari kanan pada c. Kita menggunakan notasi

lim f (x) = L.
+
x ®c

Terminologi dan notasi yang serupa digunakan juga untuk limit-kiri.

Analisis Real I 134


Pendahuluan

(2) Limit-limit lim f dan lim f disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimung-
+ -
x ®c x ®c

kinkan kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti

kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.

(3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A ¾® R
mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu,
dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku
x ®c x +
®c

untuk limit-kiri suatu interval dengan titik ujung kanan adalah c.

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limit-
kanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang
diperli-hatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-
pihak da-pat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.

4.3.2 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari AÇ(c,¥). Maka

pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen.

(i) lim f = LÎR;


+
x®c

(ii) Untuk sebarang barisan (xn) yang konvergen ke c sedemikian sehingga xnÎA dan xn
> c untuk semua nÎN, barisan (f(xn)) konvergen ke LÎR.
Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema
yang analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.

Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi
dengan limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.

4.3.3 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik Cluster dari AÇ(c,¥) dan
AÇ(-¥,c). Maka lim f = LÎR jika dan hanya jika lim f = L = lim f .
x ®c + -
x®c x®c

4.3.4 Contoh-contoh (a) Misalkan f(x) = sgn(x).

Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas
bahwa lim sgn(x) = +1 dan bahwa lim sgn( x) = -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda,
+ -
x®0 x®0

maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0.

Analisis Real I 135


Aljabar Himpunan

(b) Misalkan g(x) = e1/x untuk x ¹ 0. (Lihat gambar 4.3.1)

Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g
ti-dak terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,¥) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan

(*) 0 < t < et untuk t > 0

yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1

Grafik dari g(x) = e1 / x (x ¹ 0)

0 maka 0 < 1/x < e1/x. Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(xn) > n untuk semua nÎN. Oleh

karena itu lim e1 / x tidak ada dalam R.


+
x®0

Akan tetapi, lim e1 / x = 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita men-
x®0 -

gambil t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e-1/x. Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e1/x < -x
1/x
un-tuk semua x < 0. Mengikuti ketaksamaan ini diperoleh lim e = 0.
-
x®0

(c) Misalkan h(x) = 1/(e1/x + 1) untuk x ¹ 0. (lihat gambar 4.3.2).

Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e1/x untuk x > 0, dengan
demikian

Analisis Real I 136


Pendahuluan

1 1
0< < <x
e1 / x +1 e1 / x

yang mengakibatkan bahwa lim h = 0.


+
x®0

GAMBAR 4.3.2. Grafik dari h(x) = 1/(e1/x+1) (x ¹ 0)

Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa lim e1/x = 0, maka dari
+
x®0

analog Teorema 4.2.4(b) untuk untuk limit-kiri, kita peroleh

1 1 1
lim = = =1
x®0
- e1 / x +1 lim- (e1 / x +1) 0 +1
x®0

Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.

Limit-limit Tak Hingga

Analisis Real I 137


Aljabar Himpunan

Fungsi f(x) = 1/x2 untuk x ¹ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu

lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam

Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ¥ (= +¥) dan -¥ tidak menyatakan suatu bilangan real, ini

kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “ f(x) = 1/x2 cenderung ke ¥ apabila x ®

0”.

Analisis Real I 138


Pendahuluan

4.3.5 Definisi. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari A.

(i) Kita katakan bahwa f menuju ke ¥ apabila x®c, dan ditulis


lim f = ¥
x ®c

jika untuk setiap aÎR terdapat d = d(a) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua xÎA dengan 0 < x-c

< d, maka f(x) > a.

(ii) Kita katakan bahwa f menuju ke ¥ apabila x®c, dan ditulis


lim f = -¥
x ®c

jika untuk setiap bÎR terdapat d = d(b) > 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < x - c <

d, maka f(x) < b.

(
4.3.6 Contoh-contoh (a) lim 1/ x
2
)= -¥ .
x ®0

Karena, jika a > 0 diberikan, misalkan d = 1 / a . Ini erarti bahwa jika 0 < x <d, maka x2 <

1/a dengan demikian 1/x2 > a.

(b) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ¹ 0. (Lihat Gambar 4.3.4)

Fungsi g tidak menuju ke ¥ atau ke -¥ sebagaimana x®0. Karena, jika a > 0 maka g(x) < a

untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ¥ apabila x®0. Serupa juga, jika b < 0 maka

g(x) > b untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -¥ apabila x®0.

Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4).

4.3.7 Teorema Misalkan AÍR, f,g : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari A. Anggaplah

bahwa f(x) £ g(x) untuk semua xÎA, x ¹ c.

(a) Jika lim f = ¥ , maka lim g = ¥ .


x®c x®c

(b) Jika lim g = -¥ , maka lim f = -¥ .


x®c x ®c

Analisis Real I 139


Aljabar Himpunan

Analisis Real I 140


Pendahuluan

GAMBAR 4.3.3 Grafik dari f(x) = 1/x2 (x ¹ 0)

GAMBAR 4.3.4 Grafik dari g(x) = 1/x (x ¹ 0)

Bukti. (a) Jika lim f = ¥ dan aÎR diberikan, maka terdapat d(a) > 0 sedemikian sehingga
x®c

jika 0 < x - c < d(a) dan xÎA, maka f(x) > a. Akan tetapi, jika f(x) £ g(x) untuk semua xÎA x ¹ c,
maka berarti jika 0 < x - c < d(a) dan xÎA, maka g(x) > 0. Oleh karena itu lim g = ¥ .
x®c

Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara serupa.

Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk me-

mandang limit-limit sepihaknya.

4.3.8 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ¾® R.

Analisis Real I 141


Aljabar Himpunan

(i) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(c,¥) ={xÎA: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ¥ [atau -¥] apabila x®c+, dan ditulis
lim f = ¥ atau , lim f = -¥ ,
+ +
x®c x®c

jika untuk setiap aÎR terdapat d=d(a) sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < x – c < d,

maka f(x) > a [atau, f(x) < a].

(ii) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(-¥,c) ={xÎA: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ¥ [atau -¥] apabila x®c-, dan ditulis
lim f = ¥ atau , lim f = -¥ ,
- -
x®c x®c

jika untuk setiap aÎR terdapat d=d(a) sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < c – x < d,

maka f(x) > a [atau, f(x) < a].

4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ¹ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh

4.3.6(b) bahwa lim g tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa
x ®0

lim (1 / x) = ¥ dan lim (1/ x) = -¥


+ -
x®0 x®c

(b) Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e1/x untuk x ¹ 0 tidak terba-
tas pada sebarang interval (0,d), d > 0. Dari sini limit-kanan dari e1/x apabila x®0+ tidak ada dalam
pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena
1/x < e1/x untuk x > 0,

maka secara mudah kita melihat bahwa lim (e1 / x )= ¥ dalam pengertian dari Definisi 4.3.8.
+
x®0

Limit-limit pada Ketakhinggaan

Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi

apabila x®¥ [atau, x®-¥].

4.3.10 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ¾® R.

Analisis Real I 142


Pendahuluan

(i) Anggaplah bahwa (a,¥) Í A untuk suatu aÎR. Kita mengatakan bahwa LÎR merupakan limit
dari f apabila x®¥, dan ditulis
lim f = L ,
x®¥

jika diberikan sebarang e > 0 terdapat K=K(e) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K,

maka f(x) - L < e.

(ii) Anggaplah bahwa (-¥,b) Í A untuk suatu bÎR. Kita mengatakan bahwa LÎR meru-pakan
limit dari f apabila x®-¥, dan ditulis
lim f = L ,
x®-¥

jika diberikan sebarang e > 0 terdapat K=K(e) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K,

maka f(x) - L < e.

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x®±¥

adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan

menyatakan kriteria apabila x®¥. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen

murni (lihat Definisi 3.6.1)

4.3.11 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R, dan anggaplah bahwa (a,¥) Í A untuk suatu aÎR.

Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen :

(i) L = lim f ;
x ®¥

(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam AÇ(a,¥) sedemikian sehingga lim(xn) = ¥, barisan
(f(xn)) konvergen ke L.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta

membuktikan teorema serupa dengannya untuk limit dimana x®-¥.

4.3.12 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ¹ 0.

Analisis Real I 143


Aljabar Himpunan

Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa lim(1/ x) = 0 = lim (1 / x).
x®¥ x ®-¥

(Lihat Gambar 4.3.4)

(b) Misalkan f(x) = 1/x2 untuk x ¹ 0.


Pembaca dapat menunjukkan bahwa bahwa lim (1 / x2 ) = 0 = lim (1 / x2 ). (Lihat
Gambar
x ®¥ x®-¥

4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ³ 1 maka 0 £ 1/x2 £

1/x. Mengingat bagian (a), ini mengakibatkan lim (1 / x2 ) = 0.


x ®¥

y
K(a)

GAMBAR 4.3.5 lim f = -¥


x®¥

4.3.13 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ¾® R.

(i) Anggaplah bahwa (a,¥)ÍA untuk suatu aÎA. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ¥
[atau, -¥] apabila x®¥, dan ditulis
lim f = ¥ atau lim f = -¥ ,
x ®¥ x ®¥

jika diberikan sebarang aÎR terdapat K = K(a) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka

f(x) > a [atau, f(x) < a]. (Lihat Gambar 4.3.5)

Analisis Real I 144


Pendahuluan

(ii) Anggaplah bahwa (-¥,b)ÍA untuk suatu bÎA. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ¥
[atau, -¥] apabila x®-¥, dan ditulis
lim f = ¥ atau lim f = -¥ ,
x®-¥ x®-¥

jika diberikan sebarang aÎR terdapat K = K(a) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka

f(x) > a [atau, f(x) < a].

Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulas-

inya apabila x®¥.S

4.3.14 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R, dan anggaplah bahwa (a,¥)ÍA untuk suatu

aÎR. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :

(i) lim f = ¥ [atau, lim f = -¥]


x ®¥ x ®¥

(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam (a,¥) sedemikian sehingga lim(xn) = ¥, maka lim
(f(xn)) = ¥ [atau lim (f(xn)) = -¥].

Hasil berikut ini analog dengan Teorema 3.6.5.

4.3.15 Teorema Misalkan AÍR, f,g : A ¾® R, dan anggaplah ahwa (a,¥)ÍA untuk suatu

aÎR. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa

lim f ( x) = L

g(
®¥
x

x)

untuk suatu LÎR, L ¹ 0.

(i) Jika L > 0, maka lim f = ¥ jika dan hanya jika lim g = ¥.
x ®¥ x®¥

(ii) Jika L < 0, maka lim f = -¥ jika dan hanya jika lim g = -¥.
x ®¥ x®¥

Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian sehingga

f ( x)
0 < ½L < < 3 L untuk x > a1.
2
g( x)

Analisis Real I 145


Aljabar Himpunan

3
Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 2 L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini dengan mu-

dah kita peroleh kesimpulannya.

Pembuktian bagian (ii) dikerjakan dengan cara serupa.

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema

di atas, apabila x®-¥.

n
4.3.16 Conyoh-contoh (a) lim x = ¥ untuk nÎN.
x®¥

Misalkan g(x) = xn untuk xÎ(0,¥). Diberikan aÎR, misalkan K = sup{1,a}. Maka untuk se-

mua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ³ x ³ a. Karena aÎR sebarang, maka ini berarti lim g = ¥.
x®¥

(b) lim xn = ¥ untuk nÎN, n genap, dan lim xn = -¥ untuk nÎN, n ganjil.
x®-¥ x®-¥

Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . DiberikanaÎR,

misalkan K = inf{a,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x2)k ³ 1, kita mempunyai xn = (x2)kx £ x

< a. Karena aÎR sebarang, maka berarti lim xn = -¥.


x®-¥

(c) Misalkan p : R ¾® R fungsi polinomial


p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x + a0
Maka lim p = ¥, jika an > 0, dan lim p = -¥ jika an < 0.

x®¥ x®¥

Misalkan g(x) = xn dan gunakan Teorema 4.3.15. Karena

p(x) 1 1 1
= an + an-1 +…+ a1 + a0 ,
g( x) x xn
x n -1
p(x)
maka diperoleh lim () = an. Karena lim g = ¥, maka menurut Teorema 4.3.15, lim p = ¥.
x®¥ x®¥
x®¥ g x

Analisis Real I 146


Pendahuluan

(d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka lim p = ¥ [atau, -¥] jika n
x ®-¥

genap [atau, ganjil] dan an > 0.


Kita tinggalkan detailnya untuk pemaca kerjakan.

Latihan-latihan

1. Buktikan Teorema 4.3.2.


2. Berikan contoh suatu fungsi yang mempunyai limit-kanan, tetapi tidak mempunyai limit-
kiri pada suatu titik.
3. Misalkan f(x) = x ½
untuk x ¹ 0.. Tunjukkan bahwa lim f (x) = lim f (x) = +¥.
+ -
x®0 x®0

4. Misalkan cÎR dan f didefinisikan untuk xÎ(c,¥) dan f(x) > 0 untuk semua xÎ(c,¥).
Tunjukkan bahwa lim f = ¥ jika dan hanya jika lim(1 f ) = 0.
x ®c x ®c

5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada.
x x
(a) lim (x ¹ 1), (b) lim (x ¹ 1),
x®1
+
x -1
x -1
x ®1

(c) lim x + 2 (x > 0), (d) lim x + 2 (x > 0),


x®1
+
x x®¥
x
(e) lim x +1 (x > -1), (f) lim x +1 (x > 0),
x ®0 x x®¥ x
-5 -x
(g) lim x (x > 0), (h) lim x (x > 0).
x®¥
x+3 x®¥
x+
x
6. Buktikan Teorema 4.3.11.
7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam R apabila x®¥ dan f(x) £ g(x)
untuk semua (a,¥). Buktikan bahwa lim f £ lim g .
x ®¥ x®¥
8. Misalkan f terdefinisi pada (0,¥) ke R. Buktikan bahwa lim f (x) = L jika dan hanya
x®¥

jika lim f (1 x) = L.
+
x®0

9. Tunjukkan bahwa jika f : (a,¥) ¾® R sedemikian sehingga lim xf (x) = L dimana


x®¥

LÎR, maka lim f (x) = 0.


x®¥

10. Buktikan Teorema 4.3.14.

Analisis Real I 147


Aljabar Himpunan

11. Lengkapkan bukti dari Teorema 4.3.15.


12. Misalkan lim f (x) = L dimana L > 0, dan lim g (x) = ¥. Tunjukkan bahwa
x®c x®c

lim f (x)g(x) = ¥. Jika L = 0, tunjukkan dengan contoh bahwa konklusi ini gagal.
x®c

13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,¥) sedemikain sehingga lim f
x ®¥
= ¥ dan lim g = ¥, akan tetapi lim( f - g ) = 0. Dapatkan anda menemukan fungsi-
x®¥ x®¥
fungsi demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua xÎ(0,¥), sedemikain sehingga lim f g
x®¥
= 0?
14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,¥) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ¥.
x ®¥ x®¥

Buktikan bahwa lim f o g = L.


x®¥

Analisis Real I 148


Pendahuluan

BAB
5
FUNGSI-FUNGSI KONTINU

Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsi-
fungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertama-
tama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada
suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kon-
tinu menghasilkan fungsi kontinu.

Sifat-sifat dasar yang membuat fungsi-fungsi kontinu demikain penting diper-


lihatkan pada Pasal 5.3. Misalnya, kita akan memuktikan bahwa suatu fungsi kontinu
pada suatu interval tertutup dan terbatas mesti mencapai nilai maksimum dan mini-
mum.Kita juga akan membuktikan bahwa suatu fungsi kontinu mesti selalu memuat
nilai antara untuk sebarang dua nilai yang dicapainya. Sifat-sifat ini dan beberapa
lainnya tidak dimiliki oleh fungsi-fungsi pada umumnya, dan dengan demikian ini
membedakan fungsi-fungsi kontinu sebagai suatu kelas yang sangat khusus dari
fungsi-fungsi.

Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari
kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari
pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar
(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting
dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan
dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mem-
punyai fungsi invers yang monoton kontinu juga.

Analisis Real I 149


Aljabar Himpunan

PASAL 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu


Dalam Pasal ini, yang mana sangat serupa dengan pasal 4.1, kita akan
mendefinisikan tentang apa yang dimaksudkan dengan fungsi kontinu pada suatu
titik, atau pada suatu himpunan. Pengertian kekontinuan ini adalah salah satu dari
penger-tian sentral dari analisis matematika dan akan dipergunakan dalam hampir
semua pada pembahasan dalam buku ini. Akibatnya, konsep ini sangat esensial yang
pem-baca mesti menguasainya.

5.1.1 Definisi Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎA. Kita katakan bahwa f


kontinu pada c jika, diberikan sebarang lingkungan Ve(f(c)) dari f(c) terdapat suatu
lingkungan
Vd(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A ÇVd(c), maka f(x) ter-muat

dalam Ve(f(c)). (Lihat Gambar 5.1.1).

GAMBAR 5.1.1 Diberikan Ve(f(c)), lingkungan Vd(c) ditentukan

Peringatan (1) Jika cÎA merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari Definisi
4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika
(1) f(c) = lim f .
x ®c

Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus
terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam R

Analisis Real I 150


Pendahuluan

(dengan demikian lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus
x ®c x ®c

sama.
(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkun-

gan Vd(c) dari c sedemikian sehingga AÇVd(c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu
fungsi f kontinu secara otomatis pada cÎA yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik demikian
ini sering disebut “titik-titik terisolasi ” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk kita bahas,
karena “ far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk titik-titik
terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik cluster. Jadi
kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada
c.

Dalam definisi berikut kita mendefinisikan kekontinuan


dari f pada suatu himpunan.

5.1.2 Definisi Misalkan AÍR, f : A ¾® R. Jika


BÍA, kita katakan bahwa f kontinu pada B jika f kontinu pada setiap titik dalam B.

Sekarang kita berikan suatu formulasi yang setara untuk

Definisi 5.1.1.

5.1.3 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R, dan cÎA. Maka kondisi-


kondisi berikut ekivalen.
(i) f kontinu pada c; yaitu, diberikan sebarang lingkungan Ve(f(c)) dari f(c)
terdapat suatu lingkungan Vd(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada
AÇVd(c), maka f(x) termuat dalam Ve(f(c))
(ii) Diberikan sebarang e > 0 terdapat suatu d > 0 sedemikian sehingga untuk
semua xÎA dengan x - c < d, maka f(x) – f(c) < e.
(iii) Jika (xn) sebarang barisan bilangan real sedemikian sehingga xnÎA untuk
semua nÎN dan (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke f(c).
Pembuktian teorema ini hanya memerlukan sedikit
modifikasi pembuktian dari Teorema 4.1.6 dan 4.1.8. Kita tinggalkan detailnya seba-
gai suatu latihan penting bagi pembaca.

Kriteria Diskontinu berikut adalah suatu konsekuensi


dari ekuivalensi dari (i) dan (ii) dari teorema sebelumnya; ini akan dibandingkan den-

Analisis Real I 151


Aljabar Himpunan

gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan se-
cara detail oleh pembaca.

5.1.4. Kriteria Diskontinu Misalkan AÍR, f : A ¾®

R, dan cÎA. Maka f diskontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (x n)
dalam A sedemikian sehingga (x n) konvergen ke c, tetapi barisan (f(xn)) tidak kon-vergen
ke f(c).

5.1.5 Contoh-contoh (a) f(x) = b kontinu pada R


Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(a) bahwa jika
cÎR, maka kita mempunyai lim f = b. Karena f(c) = b, maka f kontinu pada setiap
x ®c

titik cÎR. Jadi f kontinu pada R.


(b) g(x) = x kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(b) bahwa jika
cÎR, maka kita mempunyai lim g = c. Karena g(c) = c, maka g kontinu pada setiap
x®c

titik cÎR. Jadi g kontinu pada R.


2
(c) h(x) = x kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(c) bahwa jika cÎR, maka kita mempunyai
2 2
lim h = c . Karena h(c) = c , maka h kontinu pada setiap titik cÎR. Jadi h kontinu
x®c

pada R.
(d) j(x) = 1/x kontinu pada A = {xÎR : x > 0}.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika cÎA, maka kita mempunyai
lim j = 1/c. Karena j(c) = 1/c, maka j kontinu pada setiap titik cÎA. Jadi j kontinu
x ®c

pada A.
(e) j(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0
Memang, jika j(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan
demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con-

Analisis Real I 152


Pendahuluan

toh 4.1.10(a) bahwa lim j tidak ada dalam R, dengan demikian j tidak kontinu pada
x ®0

x = 0.
(f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0.
Fungsi signum telah didefinisikan pada contoh
4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn(x) tidak ada dalam R. Oleh
x ®0

karena itu sgn tidak kontinu pada x = 0 meskipun sgn 0 terdefinisi.


(g) Misalkan A = R dan f “fungsi diskontinu” Dirichlet yang didefinisikan
oleh
1, jika x rasional
f(x) =
0, jika x irasional

Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini diperke-
nalkan pada tahun 1829 oleh Dirichlet)
Memang, jika c bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan
irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin
adanya barisan seperti ini.) Karena f(xn) = 0 untuk semua nÎN, maka kita mempunyai
lim (f(xn)) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan ra-
sional c.
Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (yn)
suatu barisan bilangan irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk
Teo-rema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(yn) = 1 untuk semua
nÎN, maka kita mempunyai lim (f(yn)) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak
kon-tinu pada bilangan irasional b.
Karena setiap bilangan real adalah bilangan rasional
atau irasional, kita simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R.
(h) Misalkan A = {xÎR : x > 0}. Untuk sebarang bilangan irasional x > 0 kita
definisikan h(x) = 0. Untuk suatu bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n,
dengan bilangan asli m,n tidak mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisi-
kan h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar 5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bi-

Analisis Real I 153


Aljabar Himpunan

langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.
(Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae)
Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn)
suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0
sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a.
Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan e > 0,
maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 <
e. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari
n0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini d > 0 dapat dipilih sekecil mungkin
yang mana lingkungan (b - d,b + d) tidak memuat tidak memuat bilangan rasional dengan
penyebut lebih kecil dari n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b < d, xÎA, kita mempunyai
h(x) – h(b) = h(x) £ 1/n0 < e. Jadi h kontinu pada bilangan irasional b.

Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h


kontinu hanya pada titik-titik irasional dalam A.

1 * *

1/2 * * * * * *

1/7 * * * * * * * *
* * * * * * * * *
** * ** * ** * **

1/2 1 3/2 2

GAMBAR 5.1.2 Grafik Fungsi Thomae

5.1.6 Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A ¾® R tidak kontinu pada suatu titik c,
sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L pada
tiitik c dan jika kita definisikan F pada AÈ{c} ¾®R dengan
L untuk x = c
F (x) = untuk x Î A
f (x)

Analisis Real I 154


Pendahuluan

maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa lim F = L, tetapi ini brlaku (men-
x ®c

gapa?), karena lim f = L


x ®c

(b) Jika fungsi g : A ¾® R tidak mempunyai suatu limit pada c,


maka tidak ada cara untuk memperoleh suatu fungsi G : AÈ{c} ¾® R yang kontinu pada c dengan
pendefinisian
C untuk x=c
G(x) = untuk xÎA
g (x)
Untuk melihatnya, amati bahwa jika lim G ada dan sama dengan C, maka lim g mesti ada juga dan
x ®c x ®c

sama dengan C.

5.1.7 Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ¹ 0 (lihat Gambar 4.1.3)
tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat nilai yang
dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu dari g pada x =
0.
(b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ¹ 0. (Lihat Gam-
bar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik
ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa lim(x sin(1 x)) = 0.
x ®0

Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : R ¾®
R dengan
0 untuk x = 0
F (x) = untuk x ¹ 0
x sin(1 x )
maka F kontinu pada x = 0.

Analisis Real I 155


Aljabar Himpunan

Gambar 5.1.3 Grafik dari f(x) = x sin(1/x) x ¹ 0


Latihan-latihan
1. Buktikan Teorema 5.1.4.
2. Perlihatkan Kriteria Diskontinu 5.1.4.
3. Misalkan a < b < c. Misalkan pula bahwa f kontinu pada [a,b], g kontinu pada [b,c], dan
f(b) = g(b). Definisikan h pada [a,c] dengan h(x) = f(x) untuk xÎ[a,b] dan h(x) = g(x) un-tuk
xÎ(b,c]. Buktikan bahwa h kontinu pada [a,c].
4. Jika xÎR, kita definisikan ⇓x◊ adalah bilangan bulat terbesar nÎZ sedemikian sehingga n
£ x. (Jadi, sebagai contoh, ⇓8,3◊ = 8, ⇓p◊ = 3, ⇓-p◊ = -4.) Fungsi x a ⇓x◊ disebut
fungsi bilangan bulat terbesar. Tentukan titik-titik dimana fungsi-fungsi berikut kon-
tinu :
(a). f(x) = ⇓x◊, (b) g(x) = x⇓x◊,
(c). h(x) = ⇓sin x◊, (d) k(x) = ⇓1/x◊ (x ¹ 0).

5. Misalkan f terdefinisi untuk semua xÎR, x ¹ 2, dengan f(x) = (x2 + x – 6)/(x – 2). Dapat-
kah f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik ini?

Analisis Real I 156


Pendahuluan

6. Misalkan AÍR dan f : A ¾® R kontinu pada titik cÎA. Tunjukkan bahwa untuk se-barang

e > 0, terdapat lingkungan Vd(c) dari c sedemikian sehingga jika x,yÎAÇVd(c), maka f(x)
– f(y) < e.
7. Misalkan f : R ¾® R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat

Vd(c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang xÎ Vd(c) maka f(x) > 0.

8. Misalkan f : R ¾® R kontinu pada R dan misalkan S = {xÎR : f(x) = 0} adalah “him-


punan nol” dari f. Jika (xn) Í S dan x = lim (xn), tunjukkan bahwa xÎS.
9. Misalkan AÍBÍR, f : B ¾® R dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x) un-tuk
xÎA).
(a). Jika f kontinu pada cÎA, tunjukkan bahwa g kontinu pada c.
(b). Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku bahwa f
kontinu pada c.
10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = x kontinu pada setiap titik cÎR.

11. Misalkan K > 0 dan f : ¾® R memenuhi syarat f(x) – f(y) £ K x - y untuk semua x,yÎR.

Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik cÎR.


12. Misalkan bahwa f : R ¾® R kontinu pada R dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan rasional r.

Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua xÎR.


13. Definisikan g : R ¾® R dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x
irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu.
14. Misalkan A = (0,¥) dan k : A ¾® R didefinisikan sebagai berikut. Untuk xÎA, x ra-sional,

kita definisikan k(x) = 0; untuk xÎA rasional dan berbentuk x = m/n dengan bi-langan asli
m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n. Buktikan
bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa k tidak
kontinu pada sebarang titik dari A.
PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu
Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan bÎR.
Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan
fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A ¾® R sedemikian sehingga

Analisis Real I 157


Aljabar Himpunan

h(x) ¹ 0 untuk semua xÎA, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan
f/h.
Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4.
5.2.1 Teorema Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke
R dan bÎR. Andaikan bahwa cÎA dan f dan g kontinu pada c.
(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c.
(b) Jika h : A ¾® R kontinu pada cÎA dan jika h(x) ¹ 0 untuk semua xÎA,
maka fungsi f/h kontinu pada c.
Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara
otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.
(a) Karena f dan g kontinu pad
(b) a c, maka
f(c) = lim f dan g(c) = lim g
x ®c x®c

Oleh karena itu mengikuti Teorema 4.2.4(a) diperoleh


(f + g)(c) = f(c) + g(c) = lim( f + g )
x ®c

Dengan demikian f + g kontinu pada c. Pernyataan-pernyataan lain pada bagian (a) dibuktikan
dengan cara serupa.
(c) Karena cÎA, maka h(c) ¹ 0. Tetapi karena h(c) = lim h , berikut dari Teo-
x®c
rema 4.2.4(b) bahwa
f (c) = f (c) lim f f
x ®c
= = lim .
h h(c) lim h x ®c h
x ®c

Oleh karena itu f/h kontinu pada c.


Hasil berikut merupakan konsekuensi dari Teorema 5.2.1, diterapkan untuk
semua titik dalam A. Akan tetapi, secara ekstrim, ini adalah suatu hasil penting, kita
akan menyatakannya secara formal.
5.2.2 Teorema Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke
R dan bÎR.

Analisis Real I 158


Pendahuluan

(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada A.


(b) Jika h : A ¾® R kontinu pada A dan h(x) ¹ 0 untuk xÎA, maka fungsi
f/h kontinu pada A.
5.2.3 Komentar Untuk mendefinisikan fungsi hasil bagi, kadang-kadang lebih cocok me-
mulainya sebagai berikut : Jika j : ¾® R, misalkan A1 = {xÎA : j(x) ¹ 0}. Kita akan mendefinisikan
fungsi hasil bagi f/j pada himpunan A1 dengan
f f (x)
(*) (x) = untuk x Î A1.
j j(x)
Jika j kontinu pada titik cÎA1, maka jelas bahwa pembatasan j1 dari j pada A1 juga kontinu pada c. Oleh
karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk j1 bahwa f/j kontinu pada cÎA1. Se-rupa juga
jika f dan j kontinu pada A, maka fungsi f/j, didefinisikan pada A1 oleh (*), kontinu pada A1.

5.2.4 Contoh-contoh (a) Fungsi-fungsi polinomial.


Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + …
+ a1x + a0 untuk semua xÎR, maka mengikuti Contoh 4.2.5(f) bahwa p(c) = lim p
x ®c

untuk sebarang cÎR. Jadi fungsi polinomial kontinu pada R.


(b) Fungsi-fungsi rasional
Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R, maka terdapat paling banyak
sejumlah hingga a1,a2, … , an akar-akar real dari q. Jika xÏ{a1,a2, … , an} maka q(x) ¹ 0
dengan demikian kita dapat mendefinisikan fungsi rasional r dengan
r(x) = p(x) untukxÏ{a1,a2, … , an}.
q(x)

Telah diperlihatkan dalam Contoh 4.2.5(g) bahwa jika q(c) ¹ 0, maka


p(c) lim p(x)
r(c) = = x®c = lim r(x)
q(c) lim q(x) x ®c
x®c

Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar
dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan real
dimana fungsi tersebut terdefinisi.
(c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada R.

Analisis Real I 159


Aljabar Himpunan

Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus
dan cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,zÎR kita
mem-punyai
sin z £ z , cos z £ 1,
sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)].
Dari sini, jika cÎR, maka kita mempunyai
sin x – sin c £ 2(½ x – c )(1) = x - c .
Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena cÎR sebarang, maka ini berarti fungsi sin
kontinu pada R.
(d) Fungsi cosinus kontinu pada R.
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,zÎR kita mem-
punyai
sin z £ z , sin z £ 1,
cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)].
Dari sini, jika cÎR, maka kita mempunyai
cos x – cos c £ 2(1)(½ c – x ) = x - c .
Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena cÎR sebarang, maka ini berarti fungsi cos
kontinu pada R. (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + p/2).)
(e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terde-
finisi.
Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan
cos x
Cot x =

Asalkan sin x ¹ 0 (yaitu, asalkan x ¹ np, nÎZ). Karena sin dan cos kontinu pada R,
maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsi-
fungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.
5.2.5 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan f didefinisikan untuk xÎA dengan

f (x) = f(x) .

Analisis Real I 160


Pendahuluan

(a) Jika f kontinu pada suatu titik cÎA, maka f kontinu pada c.
(b) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.
Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13.
5.2.6 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan f(x) ³ 0 untuk semua
xÎA. Kita misalkan didefinisikan untuk xÎA dengan
f f (x) = f (x) .
(c) Jika f kontinu pada suatu titik cÎA, maka kontinu pada c.
f

(d) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.

Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.14.

Komposisi Fungsi-fungsi Kontinu


Sekarang kita akan menunjukkan bahwa jika f : A ¾® R kontinu pada suatu
titik c dan jika g : B ¾® R kontinu pada b = f(c), maka komposisi g o f kontinu pada c.
Agar menjamin bahwa g o f terdefinisi pada seleruh A, kita perlu menganggap
bahwa f(A) Í B.
5.2.7 Teorema Misalkan A,BÍR, f : A ¾® R dan g : B ¾® R fungsi-fungsi
sedemikian sehingga f(A)ÍB. Jika f kontinu pada suatu titik cÎA dan g kon-tinu pada b =
f(c) ÎB, maka komposisi g o f : A ¾® R kontinu pada c.
Bukti. Misalkan W suatu lingkungan-e dari g(b). Karena g kontinu pada b, maka
terdapat suatu lingkungan-d V dari b = f(c) sedemikian sehingga jika yÎBÇV maka
g(y)ÎW. Karena f kontinu pada c, maka terdapat suatu lingkungan-g U dari c sedemikian
sehingga jika xÎUÇA, maka f(x)ÎV. (Lihat Gambar 5.2.1.) Karena
f(A)ÍB, maka ini berarti jika x ÎAÇU, maka f(x)ÎBÇV dengan demikian g o f(x) =
g(f(x))ÎW. Tetapi karena W suatu lingkungan-e dari g(b), ini mengakibatkan bahwa g o f
kontinu pada c.
5.2.7 Teorema Misalkan A,BÍR, f : A ¾® R kontinu pada A dan g : B ¾® R

kontinu pada B. Jika f(A)ÍB, maka komposisi g o f : A ¾® R kontinu pada A.

Analisis Real I 161


Aljabar Himpunan

Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , ber-
turut-turut, f dan g kontinu pada setiap titik A dan B.
Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam ber-
bagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan
secara langsung.

5.2.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g1(x) = x untuk xÎR. Menurut Ketaksamaan


Segitiga (Lihat Akibat 2.3.4) bahwa
g1(x) – g1(c) £ x - c
untuk semua x,cÎR. Dari sini g1 kontinu pada cÎR. Jika f : A ¾® R sebarang fungsi
kontinu pada A, maka Teorema 5.2.8 mengakibatkan bahwa g1 o f = f kon-tinu pada A.
Ini memberikan cara lain pembuktian dari Teorema 5.2.5.
(b) Misalkan g2(x) = x untuk x ³ 0. Mengikuti Teorema 3.2.10 dan 5.1.3
bahwa g2 kontinu pada sebarang c ³ 0. Jika f : A ¾® R kontinu pada A dan jika f(x)

³ 0 untuk semua xÎA, maka menurut Teorema 5.2.8 g2 o f = f kontinu pada A. Ini
memberikan pembuktian lain dari Teorema 5.2.6.

(c) Misalkan g3(x) = sin x untuk xÎR. Kita telah tunjukkan dalam Contoh
5.2.4(c) bahwa g3 kontinu pada R. Jika f : A ¾® R kontinu pada A, maka mengikuti
Teorema 5.2.8 bahwa g3 o f kontinu pada A.
Khususnya, jika f(x) = 1/x untuk x ¹ 0, maka fungsi g(x) = sin(1/x) kontinu
pada setiap titik c ¹ 0. [Kita telah tunjukkan, dalam Contoh 5.1.7(a), bahwa g tidak
didefinisikan pada 0 agar g menjadi kontinu pada titik itu.]

V
W

U b g(b)

Analisis Real I f g 162

A B C

GAMBAR 5.2.1 Komposisi dari f dan g


Pendahuluan

Soal-soal
1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teorema-
teorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :
x2 + 2x + 1
(a). f(x) = (xÎR); (b) g(x) = x + x (x ³ 0);
2
x +1
1 + sin
x (x ¹ 0); (d) k(x) = cos x2 + 1 (xÎR).
(c). h(x) =
x
2. Tunjukkan bahwa jika f : A® R kontinu pada AÍR dan jika nÎN, maka fungsi fn dide-
finisikan oleh fn(x) = (f(x))n untuk xÎA, kontinu pada A.
3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam R
sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kon-
tinu pada c.

4. Misalkan x x ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentu-
kan titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, xÎR.
5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ¹ 1, dan misalkan f(x)
= x + 1 untuk semua xÎR. Tunjukkan bahwa lim g o f ¹ g o f(0). Mengapa ini tidak
x®0

kontradiksi dengan Teorema 5.2.7?


6. Misalkan f,g didefinisikan pada R dan cÎR. Misalkan juga bahwa lim f = b dan g kon-
x ®0

tinu pada b. Tunjukkan bahwa lim g o f = g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema
x®0

5.2.7 dan latihan sebelumnya.)

7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] ® R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1]
tetapi sedemikian sehingga f kontinu pada [0,1].
8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk se-
mua bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua xÎR?
9. Misalkan h : R ® R kontinu pada R memenuhi h(m/2n) = 0 untuk semua mÎZ, nÎN.
Tunjukkan bahwa h(x) = 0 untuk semua xÎR.
10. Misalkan f : R ® R kontinu pada R, dan misalkan pula P = {xÎR : f(x) > 0}. Jika cÎP,

tunjukkan bahwa terdapat suatu lingkungan Vd(c)ÍP.

Analisis Real I 163


Aljabar Himpunan

11. Jika f dan g kontinu pada R, misalkan pula S = {xÎR : f(x) ³ g(x)}. Jika (sn)ÍS dan lim (sn)
= s, tunjukkan bahwa sÎS.
12. Suatu fungsi f : R ® R dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,yÎR.

Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x 0, maka fungsi itu kontinu pada setiap ti-
tik dalam R. (Lihat Latihan 4.2.12.)
13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada R. Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai
f(x) = cx untuk semua xÎR. [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bi-
langan rasional, maka f(r) = cr.]
14. Misalkan g : R ® R memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,yÎR. Tun-
jukkan bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam R. Juga
jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ÎR, maka g(x) = 0 untuk semua xÎR.
15. Misalkan f,g : R ® R kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk xÎR.

Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½ f(x) – g(x) untuk semua xÎR. Gunakan hasil
ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c.
16. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I ® R den-
gan g(x) = sup{f(t) : a £ t £ b} untuk semua xÎI. Buktikan bahwa g kontinu pada I.
PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval
Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat
penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita
akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang
penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya.
5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A ® R dikatakan terbatas pada A, jika terda-pat
M > 0 sedemikan sehingga f(x) £ M untuk semua xÎA.
Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu
himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas.
Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {xÎR : x > 0}. Akan
tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B
= {xÎR : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C =
{xÎR : 1 £ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.

Analisis Real I 164


Pendahuluan

5.3.2 Teorema Keterbatasan Misalkan I = [a,b] suatu interval tertutup dan


terbatas dan misalkan f : I ® R kontinu pada I. Maka f terbatas pada I.
Bukti. Andaikan f tidak terbatas pada I. Maka, untuk sebarang nÎN terdapat

suatu bilangan xnÎI sedemikian sehingga f(xn) > n. Karena I terbatas, barisan X = (xn)
terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa ter-dapat

subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang konvergen ke x. Karena I tertutup dan unsur-unsur X’


masuk kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, xÎI. Karena f kontinu pada x, dengan

demikian barisan (f( xnr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpul-kan dari

Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( xnr )) mesti terbatas. Tetapi ini suatu
kontradiksi karena

f( xnr ) > nr ³ r untuk rÎN

Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertu-
tup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.
5.3.3 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ® R. Kita katakan f mempunyai suatu
*
maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x ÎA sedemikian se-
hingga
*
f(x ) ³ f(x) untuk semua xÎA.
Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik
x*ÎA sedemikian sehingga
f(x*) £ f(x) untuk semua xÎA.
*
Kita katakan bahwa x suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x* suatu
titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.
Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun-

Analisis Real I 165


Aljabar Himpunan

yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh,
f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak
pada himpunan A = {xÎR : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum ab-
solut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f
mencapai nilai 0 = inf{f(x) : xÎA}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu mak-
simum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {xÎR : 0 < x < 1},
sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila
dibatasi pada himpunan {xÎR : 1 £ x £ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu
maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan
{xÎR : x ³ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai mini-
mum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {xÎR : x > 1}.

GAMBAR 5.3.1 Grafik fungsi f(x) = 1/x (x > 0)


Jika suatu fungsi mempunyai suatu titik maksimum mutlak, maka titik ini ti-
2
dak perlu ditentukan secara tunggal. Sebagai contoh, fungsi g(x) = x didefinisikan
untuk xÎA = [-1,+1] mempunyai dua titik x = !1 yang memberikan titik maksimum
pada A, dan titik tunggal x = 0 menghasilkan minimum mutlaknya pada A. (Lihat
Gambar 5.3.2.) Untuk memilih suatu contoh ekstrim, fungsi konstan h(x) = 1 untuk
xÎR adalah sedemikian sehingga setiap titik dalam R merupakan titik maksimum
mutlak dan sekaligus titik minimum mutlak untuk f.
5.3.4 Teorema Maksimum-Minimum Misalkan I = [a,b] interval tertutup
dan terbatas dan f : I ® R kontinu pada I. Maka f mempunyai maksimum mutlak dan
minimum mutlak pada I.
Bukti. Pandang himpunan tak kosong f(I) = {f(x) : xÎI} nilai-nilai dari f pada I.
Dalam Teorema 5.3.2 sebelumnya telah diperlihatkan bahwa f(I) merupakan sub-

Analisis Real I 166


Pendahuluan
*
himpunan dari R yang terbatas. Misalkan s = sup f(I) dan s* = inf f(I). Kita claim
* * *
bahwa terdapat titik-titik x dan x* sedemikian sehingga s = f(x ) dan s* = f(x*). Kita
*
akan memperlihatkan bahwa keberadaan titik x , meninggalkan pembuktian
eksistensi dari x* untuk pembaca.

GAMBAR 5.3.2 Grafik fungsi g(x) = x2 ( x £ 1)


* *
Karena s = sup f(I), jika nÎN, maka s - 1/n bukan suatu batas atas dari him-
punan f(I). Akibatnya terdapat bilangan real xnÎI sedemikian sehingga
* *
(#) s - 1 < f(xn) £ s untuk nÎN.
n

Karena I terbatas, barisan X = (xn) terbatas. Oleh karena itu, dengan menggunakan
Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7, terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang kon-
*
vergen ke suatu bilangan x . Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b],
* *
maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x ÎI. Oleh karena itu f kontinu pada x dengan
*
demikian lim (f( xnr )) = f(x ). Karena itu mengikuti (#) bahwa
* 1 *
s - < f( x n ) £ s untuk rÎN,
nr r

*
kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim ( f( xnr )) = s . Oleh karena itu
kita mempunyai
* *
f(x ) = lim (f( xnr )) = s = sup f(I).
*
Kita simpulkan bahwa x adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.
Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kon-
tinu. Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan da-
pat dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari
teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.
5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I ® R fungsi
kontinu pada I. Jika a < b bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(a) < 0 < f(b)
(atau sedemikian sehingga f(a) > 0 > f(b)), maka terdapat bilangan cÎ(a,b)
sedemikian sehingga f(c) = 0.

Analisis Real I 167


Aljabar Himpunan

Bukti. Kita asumsikan bahwa f(a) < 0 < f(b). Misalkan I1 = [a,b] dan g = ½(a +
b). Jika f(g) = 0 kita ambil c = g dan bukti lengkap. Jika f(g) > 0 kita tetapkan a2 = a, b2
= g, sedangkan jika f(g) < 0 kita tetapkan a2 = g, b2 = b. Dalam kasus apapun, kita
tetapkan I2 = [a2,b2], dimana f(a2) < 0 dan f(b2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi ini.

Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I1, I2, …, Ik =


[ak,bk] yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga
f(ak) < 0 dan f(bk) > 0. Misalkan gk = ½(ak + bk). Jika f(gk) = 0 kita ambil c = gk dan
bukti lengkap. Jika f(gk) > 0 kita tetapkan ak+1 = ak, bk+1 = gk, sedangkan jika f(gk) <
0 kita tetapkan ak+1 = gk, bk+1 = bk. Dalam kasus apapun, kita tetapkan Ik+1 =
[ak+1,bk+1], dimana
f(ak+1) < 0 dan f(bk+1) > 0.
Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik gn sedemikian sehingga f(gn) =0,
pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan
nested dari interval-interval tutup In = [an,bn], nÎN. Karena interval-interval ini diperoleh
n – 1
dengan biseksi berulang, kita mempunyai bn - an = (b - a)/2 . Mengikuti Sifat
Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam In untuk semua nÎN. Karena an
n –1
£ c £ bn untuk semua nÎN, kita mempunyai 0 £ c - an £ bn - an = (b - a)/2 , dan 0 £
n –1
bn – c £ bn - an = (b - a)/2 . Dari sini diperoleh bahwa c = lim (an) dan c = lim (bn).
Karena f kontinu pada c, kita mempunyai
lim (f(an)) = f(c) = lim (f(bn)).
Karena f(bn) ³ 0 untuk semua nÎN, maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) = lim
(f(bn)) ³ 0. Juga Karena f(an) £ 0 untuk semua nÎN, maka mengikuti hasil yang sama
(gunakan – f) bahwa f(c) = lim (f(an)) £ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c)
= 0. Akibatnya c merupakan akar dari f.
Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin
bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang ma-
suk diantara dua nilainya.

Analisis Real I 168


Pendahuluan

5.3.6 Teorema Nilai Antara Bolzano

Misalkan I suatu interval dan f : I ®


R kontinu pada I. Jika a, bÎI dan jika kÎR memenuhi f(a) < k < f(b), maka terdapat
suatu titik cÎI antara a dan b sedemikian sehingga f(c) = k.
Bukti. Anggaplah a < b dan misalkna g(x) = f(x) – k; maka g(a) < 0 < g(b).
Menurut Teorema Lokasi Akar 5.3.5 terdapat suatu titik c dengan a < c < b
sedemikian sehingga 0 = g(c) = f(c) – k. Oleh karena itu f(c) = k.
Jika b < a, misalkan h(x) = k – f(x) dengan demikian h(b) < 0 < h(a). Oleh
karena itu terdapat titik c dengan b < c < a sedemikian sehingga 0 = h(c) = k – f(c),
dari sini f(c) = k.
5.3.7 Akibat Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan
pula f : I ® R kontinu pada I. Jika kÎR sebarang bilangan yang memenuhi
inf f(I) £ k £ sup f(I)
maka terdapat suatu bilangan cÎI sedemikian sehingga f(c) = k.
Bukti. Ini mengikut pada Teorema MaksimumMinimum 5.3.4 bahwa terda-pat
*
titik-titik c* dan c dalam I sedemikian sehingga
*
inf f(I) = f(c*) £ k £ f(c ) = sup f(I).
Sekarang kesimpulan mengikut pada Teorema 5.3.6.
Teorema berikut ini meringkaskan hasil utama dari pasal ini. Teorema ini
menyatakan bahwa peta dari suatu interval tertutup dan terbatas dibawah suatu fungsi
kontinu juga interval tertutup dan terbatas. Titik-titik ujung dari interval peta adalah
nilai maksimum mutlak dan minimum mutlak dari fungsi, dan pernyataan bahwa se-
mua nilai antara nilai maksimum dan nilai minimum masuk dalam interval peta
adalah suatu cara dari pertimbangan Teorema Nilai Antara Bolzano.
5.3.8 Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I
® R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) = {f(x) : xÎI} adalah interval tutup dan ter-
batas.

Analisis Real I 169


Aljabar Himpunan

Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui dari
Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain itu, kita
mempunyai f(I) Í [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M], maka menurut
Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik cÎI sedemikian sehingga k = f(c).
Dari sini, kÎf(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]Íf(I). Oleh

M
f(b)

f(a)
m

*
a x* x b

karena itu, f(I) adalah interval [m,M].

GAMBAR 5.3.3 f(I) = [m,M]


Catatan. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I ® R kontinu pada I, kita mem-
punyai bukti bahwa f(I) adalah interval [m,M]. Kita tidak mempunyai bukti (dan itu tidak
selalu benar) bahwa f(I) adalah interval [f(a),f(b)]. (ihat Gambar 5.3.3.)
Teorema sebelumnya adalah suatu teorema “pengaweta n” dalam pengertian,
teorema ini menyatakan bahwa peta kontinu dari suatu interval tutup dan terbatas
adalah himpunan yang bertipe sama. Teorema berikut memperluas hasil ini untuk in-
terval secara umum. Akan tetapi, akan dicatat bahwa meskipun peta kontinu dari
suatu interval adalah juga suatu interval, tidak benar bahwa interval peta perlu mem-
punyai bentuk sama seperti interval domain. Sebagai contoh, peta kontinu dari inter-

Analisis Real I 170


Pendahuluan

val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup
2
tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x + 1) untuk xeR,
maka f kontinu pada R [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I1 =
(-1,1), maka f(I1) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I2 = [0,¥),
maka f(I2) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.)
Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma
pencirian interval berikut.

GAMBAR 5.3.4 Grafik fungsi f(x) = 1/(x2 + 1) (xÎR)


5.3.9 Lemma Misalkan SÍR suatu himpunan tak kosong dengan sifat
(*) jika x,yÎS dan x < y, maka [x,y]ÍS.
Maka S suatu interval.

Bukti. Kita akan menganggap bahwa S mempunyai sekurang-kurangnya dua


titik. Terdapat empat kasus untuk diperhatikan : (i) S terbatas, (ii) S terbatas diatas tetapi
tidak terbatas dibawah, (iii) ) S terbatas dibawah tetapi tidak terbatas diatas, dan
(iv) S tidak terbatas baik diatas maupun dibawah.
(i) Misalkan a = inf S dan b = sup S. Jika sÎS maka a £ s £ b dengan
demikian sÎ[a,b]; karena sÎS sebarang, kita simpulkan bahwa SÍ[a,b].
Dipihak lain kita claim bahwa (a,b)ÍS. Karena jika zÎ(a,b), maka z bukan
suatu batas bawah dari S dengan demikian terdapat xÎS dengan x < z. Juga z ukan

Analisis Real I 171


Aljabar Himpunan

suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat yÎS dengan z < y. Akibatnya,
zÎ[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan zÎ[x,y]ÍS. Karena z unsur sebarang dalam (a,b),
maka disimpulkan bahwa (a,b) Í S.
Jika aÏS dan bÏS, maka kita mempunyai S = ( a,b); jika aÏS dan bÎS kita
mempunyai S = (a,b]; jika aÎS dan bÏS kita mempunyai S = [a,b); dan jika aÎS dan
bÎS kita mempunyai S = [a,b].
(ii) Misalkan b = sup S. Jika sÎS maka s £ b dengan demikian kita mesti
mempunyai SÍ(-¥,b]. Kita claim bahwa (-¥,b)ÍS. Karena, jika zÎ(-¥,b), argumen
yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,yÎS sedemikian sehingga [x,y]ÍS. Oleh
karena itu (-¥,b)ÍS.
Jika bÏS, maka kita mempunyai S = (-¥,b); jika bÎS, maka kita mempunyai S
= (-¥,b].
(iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka-
sus ini kita mempunyai S = (a,¥) jika aÏS, dan S = [a,¥) jika aÎS.
(iv) Jika zÎR, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan
bahwa terdapat x,yÎS sedemikian sehingga zÎ[x,y]ÍS. Oleh karena itu RÍS, dengan
demikian S = (-¥,¥).
Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.
5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I ®
R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval.
Bukti. Misalkan a,bÎf(I) dengan a < b; maka terdapat titik-titik a,bÎI
sedemikian sehingga a = f(a) dan b = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai Antara
Bolzano 5.3.6 bahwa jika kÎ(a,b) maka terdapat suatu cÎI dengan k = f(c)Îf(I). Oleh
karena itu [a,b]Íf(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada lemma
sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval.

Analisis Real I 172


Pendahuluan

Latihan-latihan
1. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk setiap

xÎI. Buktikan bahwa terdapat suatu a > 0 sedemikian sehingga f(x) ³ a untuk se-mua xÎI.

2. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R dan g : I ® R fungsi kontinu pada I. Tunjukkan bahwa


himpunan E = {xÎI : f(x) = g(x)} mempunyai sifat bahwa jika (xn)ÍE dan xn® x0, maka
x 0ÎE.
3. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R fungsi kontinu pada I sedemikian sehingga untuk setiap
x dalam I terdapat y dalam I sedemikian sehingga f(y) £ ½ f(x) . Buktikan bahwa ter-

dapat suatu titik c dalam I sedemikian sehingga f(c).


4. Tunjukkan bahwa setiap polinomial derajat ganjil dengan koefisien real mempunyai pal-
ing sedikit akar real.
5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x4 + 7x3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar
real. Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal.
6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke R dan sedemikian sehingga f(0) = f(1). Bukti-
kan bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c + ½). [Petun-
juk : Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu, terdapat titik-
titik antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang sama.
7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0, p/2].
Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan kalkulator un-
tuk menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti sampai dua tempat de-
simal.
8. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) > 0.
Misalkan pula W = {xÎI : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini
memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.)

9. Misalkan I = [0,p/2], dan f : I ® R didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk xÎI.
Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x 0ÎI untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x0
merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x2.
10. Andaikan bahwa f : R ® R kontinu pada R dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0.
x ®-¥ x®¥

Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R.

Analisis Real I 173


Aljabar Himpunan

Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak
perlu dicapai.
11. Misalkan f : R ® R kontinu pada R dan bÎR. Tunjukkan bahwa jika x0ÎR sedemikian

sehingga f(x0) < b, maka terdapat suatu lingkungan- d U dari x0 sedemikian sehingga f(x)
< b untuk semua xÎU.
2
12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x untuk xÎR
pada interval-interval buka [atau, tutup].
13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) = 1/

(x2 + 1) dan h(x) = x3 untuk xÎR.


14. Jika f : [0,1] ® R kontinu dan hanya mempunyai nilai-nilai rasional [atau, nilai-nilai
irasional], mesti f fungsi konstan.
15. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R suatu fungsi (tidak perlu kontinu) dengan sifat bahwa

untuk setiap xÎI, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan Vd x (x) dari x (dalam penger-
tian pada Definisi 4.2.1). Buktikan bahwa f terbatas pada I.
16. Misalkan J = (a,b) dan g : J ® R fungsi kontinu dengan sifat bahwa untuk setiap x ÎJ,

fungsi g terbatas pada suatu lingkungan Vd x (x) dari x. Tunjukkan bahwa g tidak perlu
terbatas pada J.

PASAL 5.4 Kekontinuan Seragam


Misalkan AÍR dan f : A ® R. Telah dilihat pada Teorema 5.1.3 bahwa pern-
yataan-pernyataan berikut ini ekivalen :
(i) f kontinu pada setiap titik uÎA;
(ii) diberikan e > 0 dan uÎA, terdapat d(e,u) > 0 sedemikian sehingga untuk
semua xÎA dan x - u < d(e,u), maka f(x) – f(u) < e.
Suatu hal kita ingin menekankan disini bahwa, secara umum, d bergantung pada e >
0 dan uÎA. Fakta bahwa d bergantung pada u adalah suatu refleksi bahwa fungsi f
dapat diubah nilai-nilainya dengan cepat dekat titik-titik tertentu dan dengan lambat
dekat dengan nilai-nilai lain. [Sebagai contoh, pandang f(x) = sin(1/x) untuk x > 0;
lihat Gambar 4.1.3.]

Analisis Real I 174


Pendahuluan

Sekarang, sering terjadi bahwa fungsi f sedemikian sehingga d dapat dipilih


tidak bergantung pada titik uÎA dan hanya bergantung pada e. Sebagai contoh, jika
f(x) = 2x untuk semua xÎR, maka
f(x) – f(u) = 2 x - u ,
dan dengan demikian kita dapat memilih d(e,u) = e/2 untuk semua e > 0, uÎR (Men-
gapa?)
Di pihak lain jika kita memandang g(x) = 1/x unuk xÎA {xÎR : x > 0}, maka
(1) g(x) – g(u) = u - .
x
ux
Jika uÎA diberikan dan jika kita memilih
(2) 2
d(e,u) = inf {½u, ½u e},

maka jika x - u < d(e,u) kita mempunyai x - u < ½u dengan demikian ½u < x <
3
2
u, dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika x - u < ½u, ketaksamaan (1)
menghasilkan ketaksamaan
(3) g(x) – g(u) £ (2/u2) x - u .

Akibatnya, jika x - u < d(e,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan
g(x) – g(u) < (2/u2)(½u2e) = e

Kita telah melihat bahwa pemilihan d(e,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian
bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai d yang akan men-
jamin bahwa g(x) – g(u) < e apabila x - u < d dan x,uÎA. Kita perhatikan bahwa nilai
d(e,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai d(e) > 0 yang akan
“work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{d(e,u) : u > 0} = 0.

Analisis Real I 175


Aljabar Himpunan

GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)

Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pili-han

lain yang dapat dibuat untuk d. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih d1(e,u) = inf{ 13
2 2
u, 3 u e}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mem-punyai
inf{d(e,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai d yang akan
“work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat.

Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 di-
mana, untuk lingkungan-e yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai den-
gan nilai maksimum dari d terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai d yang
diperbolehkan menuju 0.

5.4.1 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ® R. Kita katakan f kontinu seragam


pada A jika untuk setiap e > 0 terdapat d(e) > 0 sedemikian sehingga jika x,uÎA
sebarang bilangan yang memenuhi x - u < d(e), maka f(x) – f(u) < e.

Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada
setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {xÎR : x > 0}.

Pengertian di atas berguna untuk memformulasi syarat ekuivalensi untuk


mengatakan bahwa f tidak kontinu seragam pada A. Kita akan memberikan kriteria
demikian dalam hasil berikut, ditinggalkan pembuktiannya seagai latihan bagi pem-
baca.

5.4.2 Kriteria Kekontinuan tidak Seragam Misalkan AÍR dan f : A ®


R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :
(i) f tidak kontinu seragam pada A;
(ii) Terdapat e0 > 0 sedemikian sehingga untuk setiap d > 0 terdapat titik-
titik xd, ud dalam A sedemikian sehingga xd - ud < d dan f(xd) – f(ud) ³ e0.

Analisis Real I 176


Pendahuluan

(iii) Terdapat e0 > 0 dan


dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian se-
hingga lim (xn – un) = 0 dan f(xn) – f(un) ³ e0 untuk semua nÎN.
Kita dapat menggunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa g(x) = 1/x kon-
tinu tidak seragam pada A = {xÎR : x > 0}. Karena, jika x n = 1/n dan un = 1/(n + 1),
maka kita mempunyai lim (xn – un) = 0, tetapi g(x) – g(u) = 1 untuk semua nÎN.

GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)

Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu
fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I.

5.4.3 Teorema Kekontinuan Seragam Misalkan I suatu interval tutup dan


terbatas dan f : I ® R kontinu pada I. Maka f kontinu seragam pada I.

Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya,

terdapat e0 > 0 dan dua barisan (x n) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un < 1/n

dan f(xn) – f(un) > e0 untuk semua nÎN. Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas; menurut

Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( xnk ) dari (xn) yang konvergen
ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teo-rema 3.2.6. Ini
jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( unk ) juga konvergen ke z, karena

Analisis Real I 177


Aljabar Himpunan

unk - z £ unk - xnk + xnk - z .

Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti
konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena
f(xn) – f(un) ³ e0
untuk semua nÎN. Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup
dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik zÎI. Akibatnya, jika f
kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I.

Fungsi-fungsi Lipschitz
Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang meru-
pakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menun-
jukkan kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi
yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam.

5.4.4 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ® R. Jika terdapat suatu konstanta


K > 0 sedemikian sehingga
f(x) – f(u) £ K x - u
untuk semua x,uÎA, maka f dikatakan fungsi Lipschitz (atau memenuhi syarat
Lipschitz) pada A.

Syarat bahwa suatu fungsi f : I ® R pada suatu interval I adalah fungsi


Lipschitz dapat diinterpretasi secara geometri sebagai berikut. Jika kita menuliskan
syaratnya sebagai

f (x)- f (u ) £ K, x,uÎI, x ¹ u,
x-u
maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui
titik-titik (x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan
hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada
grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K.

5.4.5 Teorema Jika f : A ® R suatu fungsi Lipschitz, maka f kontinu


seragam pada A.
Analisis Real I 178
Pendahuluan

Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan e > 0
sebarang, kita dapat memilih d = e/K. Jika x,uÎA dan memenuhi x - u < d, maka
f(x) – f(u) < K(e/K) = e
Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.
2
5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x pada A = [0,b], dimana b suatu kon-
stanta positif, maka
f(x) – f(u) = x + u x -u £ 2 b x - u
untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K =
2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu
pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari
Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi
Lipschitz pada interval [0,¥).)
(b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz.
Misalkan g(x) = x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g
kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu
seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga
g(x) £ K x untuk semua xÎI. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu fungsi
Lipschitz pada I.
(c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat
dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada
suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0,¥). Kekontinuan
seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam seperti dicatat dalam (b).

Jika J = [1,¥), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai

x-u
g(x) – g(u) = x- u = £½x-u
x+ u

Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut
Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,¥). Karena A = IÈJ, ini berarti [dengan

pemilihan d(e) = inf{1,dI(e),dJ(e)}] bahwa g kontinu seragam pada A. Kita tinggalkan


detailnya untuk pembaca.

Analisis Real I 179


Aljabar Himpunan

Teorema Perluasan Kontinu


Kita telah melihat fungsi yang kontinu tapi tidak kontinu seragam pada inter-
val buka; sebagai contoh, fungsi f(x) = 1/x pada interval (0,1). Di pihak lain, dengan
Teorema Kekontinuan Seragam, suatu fungsi yang kontinu pada interval tutup dan
terbatas selalu kontinu seragam. Dengan demikian muncul pertanyaan: Syarat apa
yang diperlukan suatu fungsi untuk kontinu seragam pada suatu interval buka? Jawa-
bannya menampakkan kekuatan dari kekontinuan seragam, karena akan ditunjukkan
bahwa suatu fungsi pada (a,b) kontinu seragam jika dan hanya jika dapat didefinisi-
kan pada titik-titik ujung untuk menghasilkan suatu fungsi yang kontinu pada interval
tertutup. Pertama=tama kita akan menunjukkan suatu hasil sebagai teorema berikut.

5.4.7 Teorema Jika f : A ® R kontinu seragam pada suatu AÍR dan jika (xn)
barisan Cauchy dalam A, maka (f(xn)) barisan Cauchy dalam R.

Bukti. Misalkan (xn) barisan Cauchy dalam A, dan e > 0 diberikan. Pertama-
tama pilih d > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi x - u < d, maka f(x) –

f(u) < e. Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H(d) sedemikian se-hingga xn - xm <
d untuk semua n,m > H(d). Dengan pemilihan d, ini mengakibat-kan bahwa untuk n,m >

H(d), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < e. Oleh karena itu ba-risan (f(xn)) barisan Cauchy.

Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =
1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan
oleh xn = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana
f(xn) = n untuk semua nÎN bukan barusan Cauchy.

5.4.8 Teorema Perluasan Kontinu Suatu fungsi f kontinu seragam pada


interval (a,b) jika dan hanya jika f dapat didefinisikan pada titik-titik ujung a dan b
sedemikian sehingga fungsi perluasannya kontinu pada [a,b].
Bukti. Suatu fungsi yang kontinu seragam pada [a,b] tentu saja kontinu pada
(a,b), dengan demikian kita hanya perlu membuktikan implikasi sebaliknya.

Analisis Real I 180


Pendahuluan

Misalkan f kontinu seragam pada (a,b). Kita akan menunjukkan bagaimana


memperluas f ke a; argumen untuk b dilakukan dengan cara yang sama. Ini dilakukan
dengan menunjukkan bahwa lim f (x) = L ada, dan ini diselesaikan dengan peng-
x ®c

gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn)
= a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teo-
rema 3.5.4. Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang

konvergen ke a, maka lim (un - xn) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan


seragam dari f kita mempunyai
Lim (f(un)) = lim (f(un) – f(xn)) + lim (f(xn))
= 0 + L = L.
Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen
ke a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai
limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita sim-
pulkan bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b].
Karena lim dari f(x) = sin(1/x) pada 0 tidak ada,
kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini tidak kontinu
seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena lim x sin(1 x) = 0 ada,
x ®0

maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.

Aproksimasi
Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat
mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat
dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata
“aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sa ngat alami (dan juga salah satu
yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan,
fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih
kecil dari kesalahan yang ditentukan.

Analisis Real I 181


Aljabar Himpunan

5.4.9 Definisi Misalkan IÍR suatu interval dan s


: I ® R. Maka s dinamakan fungsi tangga jika s hanya mempunyai sejumlah hingga
nilai-nilai yang berbeda, setiap nilai diberikan pada satu atau lebih interval dalam I.

Sebagai contoh, fungsi s : [-2,4] ® R didefinisikan


oleh

0, - 2 £ x < 1,
1, -1 £ x < 0,
1 , 0 <x< 1,
s(x) = 2 1 2
3, 2 £ x < 1,
- 2, 1 £ x £ 3,
< x £ 4,
2, 3

[ (

( [

[ [
( (
[ ( x

[ [

merupakan fungsi tangga. (Lihat Gambar 5.4.3)

GAMBAR 5.4.3 Grafik y = s(x)

Analisis Real I 182


Pendahuluan

Sekarang kita akan menunjukkan bahwa suatu


fungsi kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas I dapat diaproksimasi secara
sebarang dengan fungsi tangga.
5.3.10 Teorema Misalkan I interval tertutup dan
terbatas. Misalkan pula f : I ® R kontinu pada I. Jika e > 0, maka terdapat suatu
fungsi tangga se : I ® R sedemikian sehingga f(x) - se(x) < e untuk semua xÎI.

Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam (menurut


Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3), maka itu berarti bahwa diberikan e > 0 terda-pat
d(e) > 0 sedemikian sehingga jika x,yÎI dan x - y < d(e), maka f(x) – f(y) < e. Misalkan I
= [a,b] dan mÎN cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < d(e). Sekarang kita

membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 =

[a,a+h], dan Ik = (a+(k-1)h,a+kh] untuk k = 2, … , m. Karena panjang setiap subinterval

Ik adalah h < d(e), maka selisih antara dua nilai dari f dalam Ik lebih kecil dari e. Sekarang
kita definisikan

(4) se(x) = f(a + kh) untuk xÎIk, k = 1, … , m, dengan demikian se adalah konstanta
pada setiap interval Ik. (Kenyataannya bahwa nilai dari se pada Ik adalah nilai dari f
pada titik ujung dari Ik, Lihat Gambar 5.4.4.) Akibatnya jika xÎIk, maka

f(x) - se(x) = f(x) - f(a + kh) < e.


Oleh karena itu kita mempunyai f(x) - se(x) < e untuk semua xÎI.

Analisis Real I 183


Aljabar Himpunan

Im, sedemikian se-

GAMBAR 5.4.4 Aproksimasi dengan fungsi tangga


Perhatikan bahwa pembuktian dari teorema sebe-
lumnya agak lebih dibandingkan dengan pernyataan dalam teorema. Pada ken-
yataannya kita telah membuktikan pernyataan berikut.

5.4.11 Akibat Misalkan I = [a,b] interval tutup


dan terbatas, dan f : I ® R kontinu pada I. Jika e > 0, maka terdapat bilangan asli m

sedemikian sehingga jika kita membagi I dalam m interval saling lepas Ik yang mem-
punyai panjang h = (b – a)/m, maka fungsi tangga se didefinisikan pada (4) memenuhi
f(x) - se(x) < e untuk semua xÎI.
Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki
karakter dasar, akan tetapi tidak kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu ser-
ing diperlukan sekali untuk mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi
kontinu sederhana, bagaimana kita akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaprok-
simasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi linear kontinu piecewise (potong demi
potong).

5.4.12 Definisi Misalkan I = [a,b] suatu interval.


Maka suatu fungsi g : I ® R dikatakan linear potong demi potong pada I jika I me-
rupakan gabungan dari sejumlah hingga interval saling lepas I1, …
hingga pembatasan dari g untuk setiap interval Ik merupakan fungsi linear.

Remark. Jelas bahwa agar suatu fungsi linear potong demi


potong g kontinu pada I, segmen garis yang membentuk grafik g bertemu pada titik-titik ujung dari
subinterval yang berdekatan Ik dan Ik + 1k + 1 (k = 1, … , m-1)

Teorema 5.4.13 Misalkan I suatu interval tutup


dan terbatas, dan f : I ® R kontinu pada I. Jika e > 0, maka terdapat suatu fungsi lin-
ear potong-demi-potong kontinu ge : I ® R sedemikian sehingga f(x) - ge(x) < e untuk
semua xÎI.

Analisis Real I 184


Pendahuluan

Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam pada I =


[a,b] maka itu berarti bahwa diberikan e > 0 terdapat d(e) > 0 sedemikian sehingga
jika x,yÎI dan x - y < d(e), maka f(x) – f(y) < e. Misalkan mÎN cukup besar dengan
demikian h = (b – a)/m < d(e). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval

saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a + h], dan Ik = (a + (k-1)h,a + kh] untuk

k = 2, … , m. Pada setiap interval Ik kita definisikan ge fungsi linear yang


menghubungkan titik-titik
(a + (k – 1) h,f(a + (k – 1) h) dan (a + kh,f(a
+ kh)).
Maka ge fungsi linear potong-demi-potong kontinu pada I. Karena, untuk xÎIk nilai
f(x) tidak lebih dari e dari f(a + (k –1) h) dan f(a + kh), ditinggalkan sebagai latihan
pembaca untuk menunjukkan bahwa f(x) - ge(x) < e untuk semua xÎIk; oleh karena

itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua xÎI. (Lihat Gambar 5.4.5.)

GAMBAR 5.4.5 Aproksimasi oleh fungsi linear potong-demi-potong

Kita akan menutup pasal ini dengan mengemu-


kakan teorema penting dari Weierstrass mengenai aproksimasi fungsi-fungsi kontinu

Analisis Real I 185


Aljabar Himpunan

dengan fungsi polinimial. Seperti diharapkan, agar memperoleh suatu aproksimasi


tidak lebih dari suatu e > 0 yang ditentukan, kita mesti bersedia untuk menggunakan
polinomial sebarang derajat tinggi.

5.4.14 Teorema Aproksimasi Weierstrass Mis-


alkan I = [a,b] dan misalkan f : I ® R kontinu. Jika e > 0 diberikan, maka terdapat suatu
fungsi polinimial pe sedemikian sehingga f(x) - pe(x) < e untuk semua xÎI.
Terdapat sejumlah pembuktian dari teorema ini.
Sayangnya, semua pembyktiian itu agak berbelit-belit, atau memakai hasil-hasil yang
belum pada pengerjaan kita. Salah satu pembuktian yang paling elementer berdasar-
kan pada teorema berikut yang dikemukakan oleh Serge Bernsteîn, untuk fungsi kon-
tinu pada [0,1]. Diberikan f : [0,1] ® R, Bernsteîn mendefinisikan barisan polinomial
:
n k n -k
k n
(5) x
(1 - x) .

k
Bn (x) = ∑f

k =0
n
Fungsi polinomial Bn, yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn
ke-n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisien-
koefisiennya bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik
0,1 ,2 , … , k , … ,1,
n n n
dan koefisien-koefisien binomial

n n! = n(n - k )L(n - k +1)


=
k k!(n - k )! 1× 2Lk

5.4.15 Teorema Aproksimasi Bernsteîn Misal-


kan f : [0,1] ® R fungsi konttinu dan misalkan e > 0. Terdapat neÎN sedemikian se-
hingga jika n ³ ne, maka kita mempunyai f(x) – Bn(x) < e untuk semua xÎ[0,1].

Bukti. Pembuktian Teorema ini diberikan dalam


Elements of Analysis Real, H. 169-172. Disana ditunjukkan bahwa jika d(e) > 0

Analisis Real I 186


Pendahuluan

sedemikian sehingga f(x) – f(y) < e untuk semua x,yÎ[0,1] dengan x - y < d(e), dan
jika M ³ f(x) untuk semua xÎ[0,1], maka kita dapat memilih
-4 2 2
(6) ne =sup{(d(e/2) ,M /e }.
Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih
agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi e.
Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat
diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan vari-
abel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] ® R dengan fungsi F : [0,1] ® R yang dide-
finisikan oleh
F(t) = f(a + (b – a)t) untuk tÎ[0,1].
Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1],
yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [ a,b] yang mengaproksimasi f.

Latihan-latihan
1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,¥),
dimana a suatu konstanta positif.
2
2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x kontinu seragam pada A = [1,¥), tetapi tidak
kontinu seragam pada B = (0,¥).
3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.
2
(a) f(x) = x A =[0,¥);
(b) g(x) = sin(1/x) B = (0,¥).
2
4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x ) untuk xÎR kontinu seragam pada R
5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada AÍR, maka f + g juga kon-
tinu seragam pada A.
6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada AÍR dan jika kedua-duanya
terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.
7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R,
tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R.

Analisis Real I 187


Aljabar Himpunan

8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi
komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R.
9. Jika f kontinu seragam pada AÍR, dan f(x) ³ k > 0 untuk semua xÎA, tunjuk-kan
bahwa 1/f kontinu seragam pada A.
10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan AÍR yang terbatas,
maka f terbatas pada A.

11. Jika g(x) = x untuk xÎ[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K
sedemikian sehingga g(x) £ K x untuk semua xÎ[0,1]. Berikan kesimpulan bahwa g
kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].
12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,¥) dan kontinu seragam pada [a,¥) untuk
suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,¥).
13. Misalkan AÍR dan f : A ® R memiliki difat: untuk setiap e > 0 terdapat suatu
fungsi ge : A ® R sedemikian sehingga ge kontinu seragam pada A dan f(x) -
ge(x) < e untuk semua xÎA. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.
14. Suatu fungsi f : R ® R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu
bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua xÎR. Buktikan
bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam
pada R.

15. Jika f0(x) = 1 untuk xÎ[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema
n
n
n -k
Binomial menyatakan bahwa (a + b) = ∑a b
n k
].
k =0 k

16. Jika f1(x) = x untuk xÎ[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1.
2
17. Jika f2(x) = x untuk xÎ(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
2
untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/ n)x + (1/n)x.

Analisis Real I 188


Pendahuluan

18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian se-

hingga polinomial Bernsteîn ke-n Bn untuk f2 memenuhi f2(x) – Bn(x) £ 0,001


untuk semua xÎ[0,1].

Pasal 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers


Ingat kembali bahwa jika AÍR, maka fungsi f : A ® R dikatakan naik pada
A jika untuk setiap x1,x2ÎA dengan x1 £ x2 berlaku f(x1) £ f(x2). Fungsi f dikatakan
naik secara murni pada A jika untuk setiap x1,x2ÎA dengan x1 < x2 berlaku f(x1) <
f(x2). Demikian juga, g : A ® R dikatakan turun pada A jika untuk setiap x1,x2ÎA
dengan x1 ³ x2 berlaku g(x1) ³ g(x2). Fungsi g dikatakan turun secara murni pada A jika
untuk setiap x1,x2ÎA dengan x1 > x2 berlaku g(x1) > g(x2).
Jika suatu fungsi naik atau turun pada A, maka kita katakan fungsi tersebut
monoton pada A. Jika f fungsi naimk murni ayau turun murni pada A, kita katakan
bahwa f monoton murni pada A.

Kita perhatikan bahwa jika f : A ® R naik pada A maka g = -f turun pada A;


demikian juga jika j : A ® R turun pada A, maka y = -j naik pada A.
Dalam pasal ini, kita akan bekerja dengan fungsi-fungsi monoton yang dide-
finisikan pada suatu interval IÍR. Kita akan mendiskusikan fungsi-fungsi naik secara
eksplisit, tetapi itu jelas bahwa terdapat persesuaian hasil untuk fungsi-fungsi turun.
Hasil-hasil ini dapat diperoleh secara langsung dari hasil-hasil untuk fungsi-fungsi
naik atau dibuktikan dengan argumen yang serupa.
Fungsi monoton tidak perlu kontinu. Sebagai cintoh, jika f(x) = 0 untuk
xÎ[0,1] dan f(x) = 1 untuk xÎ(1,2], maka f merupakan fungsi naik pada [0,1], tetapi
tidak kontinu pada x = 1. Akan tetapi, hasil berikut ini menunjukkan bahwa suatu
fungsi monoton selalu mempunyai limit-limit sepihak baik limit pihak-kiri maupun
pihak-kanan (lihat Definisi 4.3.1) dalam R pada setiap titik yang bukan titik ujung
dari domainnya.

Analisis Real I 189


Aljabar Himpunan

5.5.1 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. An-daikan
bahwa cÎI bukan titik ujung dari I. Maka
(i) lim f = sup{f(x) : xÎI, x < c}
® c -x

(ii) lim f = inf{f(x) : xÎI, x > c}


x®c +

Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika xÎI dan x < c, maka f(x) £ f(c). Dari sini
himpunan {f(x) : xÎI, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung dari I,
terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita simbol
dengan L. Jika e > 0 diberikan, maka L - e bukan suatu batas atas dari him-punan ini.
Dari sini, terdapat ye ÎI, ye < c sedemikian sehingga L - e < f(ye) £ L. Karena f fungsi
naik, kita simpulkan bahwa jika d(e) = c - ye dan jika 0 < c – y < d(e), maka ), maka ye <
y < c dengan demikian
L - e < f(ye) £ f(y) £ L
Oleh karena itu ½f(y) - L½ < e bila 0 < c – y < d(e). Karena e > 0 sebarang, kita kata-
kan bahwa (i) berlaku.
Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa.
Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada
suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.
5.5.2 Akibat Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. An-daikan

bahwa cÎI bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen.

(a) f kontinu pada c.


(b) lim f = f(c) = lim f
x®c - x®c +

(c) sup{f(x) : xÎI, x < c} = f(c) = inf{f(x) : xÎI, x > c}


Pembuktiannya mudah, tinggal mengikuti Teorema 5.5.1 dan 4.3.3. Kita ting-
galkan detailnya untuk pembaca.

Analisis Real I 190


Pendahuluan

Misalkan I suatu interval dan f : I ® R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung
kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a
jika dan hanya jika
f(a) = inf{f(x) : xÎI, a < x}
atau jika hanya jika lim f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung
x®a +

kanan dari I, dan untuk fungsi-fungsi turun.

j (c)
f {

GAMBAR 5.5.1 Lompatan dari f pada c

Jika f : I ® R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita
definisikan lompatan dari f pada c sebagai jf(c) = lim f - lim f . (Lihat Gambar
x®c + x®c -

5.5.1.) Mengikuti Teorema 5.5.1 bahwa


jf(c) = inf{f(x) : xÎI, x > c} - sup{f(x) : xÎI, x < c}
untuk suatu fungsi naik. Jika titik ujung kiri a dari I masuk dalam I, kita mendefinisi-
kan lompatan dari f pada a menjadi jf(a) = lim f - f(a). Jika titik ujung kanan b
x®a +

dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi jf(b) = f(b)
- lim f .
x®b -

5.5.3 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. Jika cÎI,
maka f kontinu pada c jika dan hanya jika jf(c) = 0

Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat 5.5.2.
Jika cÎI titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) =

Analisis Real I 191


Aljabar Himpunan

lim f , yang mana ekuivalen dengan jf(c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh un-
x®c +

tuk kasus cÎI titik ujung kanan dari I.


Sekarang kita akan menunjukkan bahwa bisa terdapat paling banyak sejumlah terhitung titik-

titik dimana fungsi monoton diskontinu.

5.5.4 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R fungsi monoton pada I.

Maka himpunan titik-titik DÍI dimana f diskontinu adalah himpunan terhi-tung.

Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema

5.5.3 bahwa D = {xÎI : jf(x) ¹ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu
interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca.
Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf(c) ³ 0 untuk
semua cÎI. Selain itu, jika a £ x1 < … < x n £ b, maka (mengapa?) kita mempunyai
f(a) £ f(a) + jf(x1) < … < jf(xn) £ f(b),
yang mana berarti bahwa
jf(x1) < … < jf(xn) £ f(b) – f(a).
(Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I =
[a,b] dimana jf(x) ³ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu
titik xÎI dimana jf(x) ³ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana jf(x)
³ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana jf(x) ³ (f(b) – f(a))/3; dan
seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung titik-titik x

dimana jf(x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk dalam himpunan
ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.

Teorema 5.5.4 beberapa aplikasi yang berguna. Sebagai contoh, diperlihatkan


dalam Latihan 5.2.12 bahwa jika h : R ® R memenuhi identitas
(*) h(x + y) = h(x) + h(y) untuk semua x,yÎR

Analisis Real I 192


Pendahuluan

dan jika h kontinu pada satu titik x0, maka h kontinu pada setiap titik dalam R. Ini
berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti

jf(x4) { f(b)

jf(x3) {
f(b) - f(a)
jf(x2) {

jf(x1) {

f(a)

a x x x x
1 2 3 4 b
kontinu pada R.

GAMBAR 5.5.2 jf(x1) + … + jf(xn) £ f(b) – f(a)


Fungsi-fungsi Invers
Sekarang kita akan memandang keberadaan invers suatu fungsi yang kontinu
pada suatu interval IÍR. Kita ingat kembali (lihat Pasal 1.2) bahwa suatu fungsi f : I
® R mempunyai fungsi invers jika dan hanya jika f injektif ( = satu-satu); yaitu x,yÎI
dan x ¹ y mengakibatkan bahwa f(x) ¹ f(y). Kita perhatikan bahwa suatu fungsi
monoton murni adalah injektif dan dengan demikian mempunyai invers. Dalam teo-
rema berikut, kita menunjukkan bahwa jika f : I ® R fungsi kontinu monoton murni,
maka f mempunyai suatu fungsi invers g pada J = f(I) yang juga fungsi kontinu
monoton murni pada J. Khususnya, jika f fungsi naik murni maka demikian juga den-
gan g, dan jika f fungsi turun murni maka demikian juga g.

Analisis Real I 193


Aljabar Himpunan

5.5.5 Teorema Invers Kontinu Misalkan IÍR suatu interval dan f : I® R


monoton murni dan kontinu pada I. Maka fungsi g invers dari f adalaj fungsi monoton
murni dan kontinu pada J = f(I).

jg(c) {. o
g(c)

c
J

GAMBAR 5.5.3 g(y) ¹ x untuk yÎJ

Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f
fungsi turun murni untuk pembaca.
Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan In-
terval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f
fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J ® R invers dari f ada. Kita claim
bahwa g naik murni. Memang, jika y1 < y2, maka y1 = f(x1) dan y2 = f(x2) untuk suatu

x1, x2ÎI. Kita mesti mempunyai x1 < x2; untuk hal lain x1 ³ x2, mengakibatkan y1 =

f(x1) ³ f(x2) = y2, bertentangan dengan hipotesis bahwa y 1 < y2. Oleh karena itu kita
mempunyai
g(y1) = x1 < x2 = g(x2).
Karena y1 dan y2 sebarang unsur dalam J dengan y1 < y2, kita simpulkan bahwa g naik
murni pada J.

Analisis Real I 194


Pendahuluan

Tinggal menunjukkan bahwa g kontinu pada J. Akan tetapi, ini merupakan


konsekuensi dati fakta bahwa g(J) = I suatu interval. Memang, jika g diskontinu pada
suatu titik cÎJ, maka lompatan dari g pada c tidak nol dengan demikian
lim g < lim g
x®c - x®c +

Jika kita memilih sebarang x ¹ g(c) yang memenuhi lim g < x < lim g , maka x
x®c - x®c +
mempunyai sifat bahwa x ¹ g(y) untuk sebarang yÎJ. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini
xÏI, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita
menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.

Fungsi Akar ke-n


Kita kan menggunakan Teorema Invers Kontinu 5.5.5 untuk fungsi pangkat
ke-n. Kita perlu membedakan atas dua kasus: (i) n genap, dan (ii) n ganjil.

GAMBAR 5.5.4 Grafik dari f(x) = xn (x ³ 0, n genap)


(i) n genap. Agar diperoleh suatu fungsi yang monoton murni, kita batasi
n
perhatian kita untuk interval I = [0,¥). Jadi, misalkan f(x) = x untuk xÎI. (Lihat Gambar
5.5.4.) Kita telah melihat (dalam Latihan 2.2.17) bahwa jika 0 £ x < y, maka
n n
f(x) = x < y = f(y); oleh karena itu f monoton murni pada I. Selain itu, mengikuti
Contoh 5.2.4(a) bahwa IfI kontinu pada I. Oleh karena itu, menurut Teorema Pen-
gawetan Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Kita akan menunjukkan bahwa J =

Analisis Real I 195


Aljabar Himpunan

[0,¥). Misalkan y ³ 0 sebarang; menurut Sifat Archimedean, terdapat kÎN sedemikian


sehingga 0 £ y < k. Karena (Mengapa?)
n
f(0) = 0 £ y < k £ k = f(k),
mengikuti Teorema Nilai Antara Bolzano 5.3.6 bahwa yÎJ. Karena y ³ 0 sebarang, kita

simpulkan bahwa J = [0,¥).

Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu
n
invers dari f(x) = x pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya
menuliskan
1/n n x
g(x) = x atau g(x) =
1/n n akar ke-n dari x ³ 0 (n genap).
untuk x ³ 0 (n genap), dan menyebut x = x
Fungsi g dinamakan fungsi akar ke-n (n genap). (Lihat Gambar 5.5.5.)

1/n
GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f(x) = x (x ³ 0, n genap)
Karena g invers untuk f, kita mempunyai
g(f(x)) = x dan f(g(x)) = x untuk semua xÎ[0,¥).
Kita dapat menuliskan persamaan-persamaan ini dalam bentuk berikut:
n 1/n 1/n n
(x ) =x dan (x ) = x
untuk semua xÎ[0,¥) dan n genap.
n
(ii) n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan F(x) = x untuk semua xÎR;
menurut 5.3.4(a), F kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjuk-kan
bahwa F naik murni pada R dan F(R) =R. (Lihat Gambar 5.5.6.)

Analisis Real I 196


Pendahuluan
n
Mengikuti Teorema Invers Kontinu 5.5.5, fungsi G yaitu invers dari F(x) = x
untuk xÎR, adalah fungsi naik murni dan kontinu pada R. Kita lazimnay menuliskan
1/n n
G(x) = x atau G(x) = x untuk xÎR, n ganjil
1/n
Dan menyebut x sebagai akar ke-n dari xÎR. Fungsi G disebut fungsi akar ke-n
(n ganjil). (Lihat Gambar 5.5.7.) Disini kita mempunyai
n 1/n 1/n n

(x ) =x dan (x ) = x

GAMBAR 5.5.6 Grafik F(x) = xn (xÎR, n ganjil)


Pangkat-pangkat Rasional
Telah didefinisikan fungsi-fungsi akar ke-n untuk nÎN, yang mana hal ini
memudahkan untuk mendefinisikan pangkat-pangkat rasional.
m/n 1/n m
5.5.6 Definisi (i) Jika m,nÎN dan x ³ 0, kita definisikan x = (x ) . (ii) Jika
-m/n 1/n -m
m,nÎN dan x > 0, kita definisikan x = (x ) .
r
Dari sini kita telah mendefinisikan x apabila r bilangan rasional dan x > 0.
r
Grafik dari x x x bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0.
(Li-hat Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional rÎQ dapat ditulis dalam bentuk
r = m/n dengan mÎZ, nÎN, dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi 5.5.6
tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,pÎZ dan n,qÎN dan jika x >

Analisis Real I 197


Aljabar Himpunan

1/n m 1/q p
0, maka (x ) = (x ) . Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk
mem-buktikan hubungan ini.
m/n m 1/n
5.5.7 Teorema Jika mÎZ,nÎN, dan x > 0, maka x = (x ) .
m n mn n m
Bukti. Jika x > 0 dan m,nÎZ, maka (x ) = x = (x ) . Sekarang misalkan y =
m/n 1/n m n 1/n m n 1/n n m m
x = (x ) > 0 dengan demikian y = ((x ) ) = ((x ) ) = x . Oleh karena itu

m 1/n
diperoleh bahwa y = (x ) .

GAMBAR 5.5.7 Grafik G(x) = x1/n (xÎR, n ganjil)

Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan
r,sÎQ, maka
r s r+s s r r s rs s r
xx =x =x x dan (x ) = x = (x ) .

Latihan-latihan
1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I ® R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b]
suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f
suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f
pada I.
2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval IÍR, tunjukkan bahwa f + g juga suatu
fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik murni
pada I.
3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil
kali fg tidak naik pada I.

Analisis Real I 198


Pendahuluan

4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka fungsi
hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.
5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I ® R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a
jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : xÎ(a,b]}.

GAMBAR 5.5.8 Grafik dari x x xr (x > 0)


6. Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R fungsi naik pada I. Misalkan juga cÎI bukan titik
ujung dari I. Tunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan
(xn) dalam I sedemikian sehingga xn < c untuk n = 1,3,5, … ; x n > c untuk n = 2,4,6, … ;
dan sedemikian sehingga c = lim (xn) dan f(c) = lim (f(xn)).
7. Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R fungsi naik pada I. Jika cÎI bukan titik ujung
dari I, tunjukkan bahwa lompatan jf(c) dari f pada c diberikan oleh inf{f(y) – f(x) : x < c <
y, x,yÎI}.
8. Misalkan f,g fungsi-fungsi naik pada suatu interrval IÍR dan f(x) > g(x) untuk semua xÎI.

Jika yÎf(I)Çg(I), tunjukkan bahwa f-1(y) < g-1(y). [Petunjuk: Pertama-tama interpre-tasi
pernyataan ini secara geometri].
9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I ® R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional, dan
f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk

Analisis Real I 199


Aljabar Himpunan

semua xÎI. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f
kontinu hanya pada x = ½.
10. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mut-
lak [atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan in-
jektif pada I.
11. Misalkan f(x) = x untuk xÎ[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk xÎ(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan
f-1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f-1 kontinu pada setiap titik?
12. Misalkan f : [0,1] ® R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilai-
nilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].
13. Misalkan h : [0,1] ® R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjuk-

kan bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h
mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h
mencapai infimumnya.]
1/n m
14. Misalkan xÎR, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,pÎZ, n,qÎN, dan mq = np, maka (x )
1/q p
= (x ) .
r s r+s s r r s rs
15. Jika xÎR, x > 0, dan jika r,sÎQ, tunjukkan bahwa x x = x =x x dan (x ) = x =
s r
(x ) .

Analisis Real I 200


Pendahuluan

11. DAFTAR PUSTAKA

Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York :
John Wiley & Sons, Inc.

Analisis Real I 201

Anda mungkin juga menyukai