Oleh
Kelompok 9
Dea Karina (1152050019)
Eka Septiyani Jamal (1152050028)
2. Era Siddhanta
Ada lima versi Siddhanta yang dikenal orang, yakni
Paulisha Siddhanta, Surya Siddhanta, Vasisishta
Siddhanta, Pautanaha Siddhanta, dan Romanka
Siddhanta. Dari kelima Siddhanta ini hanya Surya
Siddhanta, yang ditulis sekitar tahun 400, satu-satunya
Siddhanta yang dapat ditemukan secara lengkap. Surya
Siddhanta (pengetahuan dari matahari) tidak diketahui
siapa penulisnya yang diketahui dari naskah ini hanyalah
bahwa karya ini terasa dari matahari (surya), yaitu Dewa
Matahari Pengetahuan dasar astronomi dalam Siddhanta
nampaknya berasal dari Yunani, bercampur dengan
dongeng-dongeng rakyat Hindu.
Buku Paulisha Siddhanta yang ditulis sekitar tahun
380, kemudian diringkaskan oleh matematikawan Hindu
Varamihira dalam tahun 505. Kemungkinan besar karya
asli Paulisha Siddhanta berasal dari Yunani, atau
sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh karya-karya
astronomer Yunani.
Dapat disimpulkan bahwa Siddhanta dituliskan
akhir abad ke IV atau permulaan abad ke V, tetapi belum
ada kesepakatan tentang sumber asli dari ilmu
pengetahuan yang terdapat di dalamnya. Ilmuan Hindu
secara tegas mengatakan bahwa Siddhanta adalah hasil
karya asli bangsa India, namun penulis-penulis Barat
cenderung mengatakan bahwa siddhanta-siddhanta ini
dipengaruhi oleh karya-karya Yunani. Menurut penulis
Barat, bukan tidak mungkin Paullisha Siddhanta berasal
dari karya astrolog Paul dari Alexandria, yang secara
explist juga dibenarkan oleh ilmuan Arab, Al-Biruni.
Juga terdapat kesamaan tentang nilai, yang diberikan
Ptolemy dengan nilai yang diberikan dalam paullisht
Siddhanta, yakni 3 177/1250, atau jika dituliskan dengan
sistem numerasi Yunani adalah 3;8,30.
Walaupun ada kemungkinan bahwa pengetahuan
trigonometri Hindu berasal dari Yunani, namun materi
pembahasannya sudah merupakan bentuk baru. Jika
Ptolemy mendasarkan teoremanya pada hubungan
fungsional antara tali busur lingkaran dengan sudut pusat,
maka penulis Hindu merubahnya menjadi hubungan
antara setengah tali busur lingkaran dengan setengahnya
sudut pusat lingkaran. Jadi dari India lah permulaan
munculnya fungsi trigonometri modern, yakni sinus dari
suatu sudut dan pendahuluan dari fungsi sinus yang
merupakan kontribusi Siddhanta dalam perkembangan
sejarah matematika.
Dari tahun 450 sampai dengan akhir tahun 1400,
India kemudian menjadi arena invasi asing. Yang
pertama kali datang adalah Hant, kemudian diikuti oleh
bangsa Arab pada abad ke VIII, selanjutya disusul oleh
bangsa Persia pada abad ke XI. Selama periode invasi-
invasi asing itu, di India muncul beberapa
matematikawan yang dikenal, diantaranya adalah
Aryabhata, Brahmagupta, Mahavira dan Bhaskara.
3. Aryabhata (475-550)
Selama adab ke VI, tidak lama setelah era tulisan
Siddhanta, muncul dua matematikawan yang keduanya
menulis buku-buku dengan jenis material yang sama,
sehingga sukar untuk membedakan karya kedua mereka
ini. Kedua matematikawan tersebut adalah dua
Aryabhata. Aryabhata yang tua dan Aryabhata yang
muda. Tetapi yang paling menonjol dari kedua Aryabhata
ini dalam sejarah matematika adalah Aryabhata tua, yang
menulis sebuah buku yang berjudul Aryabhatiya, yang
berisi tentang astronomi dan matematika. Posisi karya
Aryabhata ini boleh dikatakan sama dengan posisi the
Element milik Euclid, yang ditulis 800 tahun
sebelumnya. Kedua karya ini, The Element dan
Aryabhatiya, adalah merupakan ringkasan dari hasil
perkembangan matematika yang sudah didapat
sebelumnya, yang masing-masingnya dikumpulkan dan
ditulis oleh satu orang saja. Perbedaan antara kedua
karya ini adalah, Aryabhatiya lebih ringkas dan
sederhana, dimana buku ini hanya berisi 123 bait sajak,
yang berisi mengenai astronomi dan matematika.
Kira-kira sepertiga dari isi Aryabhatiya adalah
mengenai Canitapada (matematika), yaitu dalil-dalil
mengenai mengenal aritmatika, aljabar, dan geometri,
sedangkan sisanya mengenai astronomi. Dalam bidang
geometri nampaknya karya Arybhata tidak sebaik
karyanya dalam bidang aritmatika dan aljabar. Hampir
separuh dari dalil-dalil tentang pengukuran yang terdapat
dalam buku ini adalah salah. Sebagian contoh misalnya,
luas suatu segitiga dinyatakan dengan dalil yang tepat
sekali, yakni setengah perkalian alat dengan tinggi
segitiga itu, tetapi mengenai isi suatu pyramid, Aryabhata
menyetakannya dengan dalil yang tidak benar, yaitu
setengah dari perkalian luas alas dengan tinggi pyramid.
Begitu juga luas lingkaran dinyatakan dalam Aryabhatiya
dengan tepat, yakni perkalian keliling lingkaran dengan
setengah diameter, tetapi sebaliknya isi suatu bola
dinyatakan dengan dalil yang pangkat dua lingkaran
besar itu. Dalam menentukan luas segi empat juga
terdapat dalil-dalil yang tidak benar. Sebagai contoh
misalnya, luas trapesium dinyatakan dengan tinggi
trapesium itu, yang jelas benar. Tetapi luas sembarang
bidang datar dinyatakaan dengan perkalian dua sisinya,
yang jelas dalil ini salah.
Satu pernyataan yang menarik dalam Aryabhatiya
adalah:
Tambahkan 4 dengan 100, kalikan dengan 8, dan
setelah itu ditambah dengan 622.000. hasilnya adalah
kira-kira sama dengan keliling lingkaran dengan
diameter 20.000.
Disini kita lihat bahwa Aryabhata telah memberikan
nilai rr dengan 3, 1416, yang sama dengan nilai rr yang
diberikan oleh Ptolemy beberapa ratus tahun
sebelumnya. Suatu hal yang khas dari Aryabhatiya
adalah terdapatnya teorema-teorema tentang deret
aritmatika (deret hitung), yaitu teorema untuk
menentukan jumlah suku-suku deret aritmatika, dan
teorema untuk menentukan banyaknya suku deret
aritmatika. Apabila diketahui suku awal, selisih antara
dua suku, dan jumlah deret itu. Selanjutnya dalam buku
ini terdapat pula teorema tentang deret geometri yang
sederhana. Karya Aryabhata, Aryabhatiya, sesungguhnya
adalah bunga rampai dari hal-hal yang sangat sederhana
sampai kepada hal yang kompleks, dan dalil-dalil yang
benar-benar eksak disamping dalil-dalil yang kurang
eksak.
4. Brahmagupta
Tidak diketahui dengan pasti kapan Brahmagupta
dilahirkan, begitu juga tahun meninggalnya. Yang dapat
diketahui hanyalah bahwa Brahmagupta lahir di India
Tengah lebih kurang satu abad sesudah Aryabhata, dan
bekerja pada pusat astronomi Ujjain di India Tengah.
Dalam tahun 628 Brahmagupta menulis sebuah buku
yang berjudul Srahas-sphuta-siddhanta (Perbaikan sistem
brahma), suatu karya astronomi yang terdiri dari 21 bab,
dimana dua bab diantaranya, bab 12 dan bab 18,
berhubungan dengan matematika. Dalam satu hal, karya
Brahmagupta ini mirip dengan pendahuluanya.
Aryabhata, dimana dalam buku ini terdapat teorema-
teorema yang salah disampng teorema-teorema yang
benar. Sebagai contoh misalnya Brahmagupta
mengatakan bahwa luas suatu segitiga sama kaki adalah
sama dengan perkalian alas dengan salah satu kaki
segitiga yang sama itu, sedangkan untuk segitiga dengan
panjang alas 14 dan ssi yang lainnya 13 dan 15, maka
luas segitiga itu adalah sama dengan perkalian setengah
alas dengan rata-rata kedua sisi yang lain. Disini
kelihatan bahwa kedua teorema yang diberikan oleh
Brahmagupta tersebut tidak eksak, melainkan hanyalah
sebagai aproksimasi saja. Tetapi disamping teorema yang
tidak eksak itu., terdapat pula teorema-teorema
Brahmagupta yang benar-benar eksak, yaitu teorema
yang memanfaatkan rumus-rumus Archimedes-Heren.
Sebagai contoh misalnya, untuk menentukan jari-jari
lingkaran luar suatu segitiga, Brahmagupta memberikan
rumus yang ekivalen dengan rumus trigonometri yang
kita gunakan sekarang, yakni:
2 = sin =sin =sin
( + )( + )
=
( + )
( + )( + )
=
( + )
rhu 5
b. 8xy + 10 7 dituliskan dengan ya ka 8 bha ka 10
r 7
5. Mahavira ( )
Mahavira berasal dari India bagian selatan dan
mulai di kenal pada tahun 850 Mahesi. Karya Mahavira
dalam metematika adalah tulisannya mengenai
matematika dasar, seperti operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, perpangkatan, dan
operasi penarikan akar. Mahavira juga sudah mengenal
bilangan positif dan bilangan negatif, serta operasi
dengan bilangan nol. Mengenai operasi dengan nol,
Mahavira menuliskannya sebagai berikut:
Sebuah bilangan apabila dikalikan dengan nol akan
menghasilkan nol, dan bilangan itu tidak akan
berubah nilainya apabila ditambah, dikurangi, atau
dibagi dengan nol. (Muchtar, 1988)
Kesalahan yang terdapat dalam tulisan Mahavira ini
adalah bahwa membagi dengan nol dikatakan tidak
merubah bilangan itu sendiri. Tetapi yang paling menarik
dalam karya Mahavira adalah mengenai membagi
bilangan dengan pecahan. Mahavira melakukan
pembagian dengan pecahan dengan cara mengalikan
bilangan yang akan dibagi itu dengan kebalikan pecahan
tersebut. Cara yang dilakukan Mahavira ini belum pernah
dilakukan oleh matematikawan sebelumnya, dan bahkan
sampai abad ke XVI di Eropa orang belum menggunakan
cara yang dilakukan Mahavira. Salah satu soal mengenai
membagi dengan pecahan adalah sebagai berikut:
1
Dari suatu keranjang mangga raja mengambil nya,
6
1
kemudian ratu mengambil dari mangga sisanya.
5
= 18
6. Bhaskara
Bhaskara adalah matematikawan Hindu yang
terkemuka pada abad ke XII. Bhaskara dalam karyanya
Vijaya-Ganita membahas tentang soal-soal membagi
dengan nol, yang pada zaman Brahmagupta belum dapat
diselesaikan. Bhaskara dalam karyanya ini mengatakan
bahwa membagi dengan nol akan menghasilkan nilai
tidak terhingga, tetapi dalam hal ini timbul pula keraguan
dari pernyataan Bhaskara, bahwa = .
0