SEMESTER VII
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmatNya, sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah yang
berjudul Pengambilan Keputusan berdasarkan intuisi ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
Pengambilan Keputusan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagaiaman pengambilan keputusan berdasarkan intuisi bagi para
pembaca dan juga penulis.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar dalam makalah
selanjutnya dapat lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Diskusi singkat tentang intuisi 3
2.2 Intuisi: Sejumlah Definisi dan Diskusi Singkat Tentang Gaya 5
kognitif
2.3 Relasi rational dan nounded rationality dengan intuisi 9
2.4 Formulasi Matematis Hukum Kecendurungan Intuisi 15
2.5 Skoring Intuisi Dengan Modifikasi Teknik Force Field 17
Anaysis
2.6 Intuisi dalam kenyataan 18
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 21
DAFTAR PUSTAKA 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari bisa secara sadar atau tidak sadar, kita sudah
terbiasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sesuatu yang wajar jika
hasil pengambilan keputusan tidak seperti yang diharapkan. Seiring waktu,
kita akan belajar tentang bagaimana memecahkan masalah dan menyebutnya
sebagai "pengalaman" sehingga kita mengenal pepatah "belajar dari
pengalaman" atau pepatah "pengalaman adalah guru terbaik".
Pelaksanaan pengambilan keputusan formal terjadi dalam suatu organisasi,
khususnya organisasi yang menekankan pada target yang terukur dimana
pengambilan keputusan sangat strategis sehingga konsekuensi yang
diperhitungkan akan menjadi seakurat mungkin.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu
sikap terhadap suatu keadaan, yaitu sebagai pelaksanaan akhir dari beberapa
pilihan keadaan, pada hakikatnya menetapkan suatu kondisi untuk tercapainya
suatu tujuan dengan hasil yang diinginkan.
Hal tersebut dapat dicontohkan dalam kaitannya dengan organisasi, sehingga
konteks pengambilan keputusan seringkali dihadapi oleh seorang pemimpin
atau setidaknya seorang manajer dalam suatu organisasi, baik organisasi
pemerintah maupun organisasi swasta.Setiap proses pengambilan keputusan
selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai
tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan serta capaian. Dalam proses
pengambilan keputusan bisa jadi berupa rasional atau irasional. Proses
pengambilan keputusan adalah proses penalaran berdasarkan asumsi nilai,
preferensi, dan keyakinan pembuat keputusan. Dalam proses memutuskan
tentang sesuatu yang penting dapat dilakukan baik itu individu, sekelompok
orang atau dalam suatu organisasi.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pandangan demikian merupakan suatu persepsi dan penilaian subyektif atas suatu
hal. Hanya saja penilaian bersifat subyektif ini tidak menjauh dari pembahasan
tentang penggunaan kecerdasan intelektual dan mental (spiritual dan emosi)
dalam pengolahan informasi. Ini menandakan bahwa intuisi bukan sesuatu hal
yang tidak rasional, dan tidak ilmiah. Intuisi merupakan bagian dari tesis rational
dan bounded rationality, dimana keduanya dapat dibahas secara ilmiah, dan tidak
ada perselisihan tentang ketidakilmiahan dari tesis yang kedua. Dengan demikian,
pembahasan mengenai apakah intuisi merupakan sesuatu yang ilmiah atau tidak,
3
bukan berasal dari ranah pandangan ilmu pengetahuan, namun semata-mata
pembahasan tersebut berawal dari ranah pandangan sosial-budaya.
4
akan ditentukan oleh intuisi mereka. Hanya saja, penggunaan intuisi akan
mengikuti karakteristik dari faktor-faktor penentu pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi. Sebagai ilustrasi, semakin sulit masalah yang dihadapi,
semakin sulit informasi didapat, dan semakin besar ketidakpastian, maka akan
semakin besar tingkat penggunaan intuisi dalam menentukan pilihan, dan begitu
pula sebaliknya. Penjelasan akan hal ini akan disampaikan di paragraf berikutnya.
Namun sebelumnya, mari kita ambil kesepakatan bulat bahwa intuisi merupakan
sesuatu yang ilmiah, dan dapat dibuktikan secara rasional-empiris. Dengan
demikian perselisihan tentang apakah intuisi dapat dikatakan tidak ilmiah akan
memasuki ruang diskusi ranah sosial-budaya, tepatnya diskusi atas disiplin
sosilogis-antropologis, dan hal tersebut berada di luar diskusi kita.
2.2 Intuisi: Sejumlah Definisi dan Diskusi Singkat Tentang Gaya Kognitif
Apakah intuisi? Terdapat beberapa definisi yang dapat diberikan tentang intuisi.
Kata tersebut berasal dari Bahasa Latin intueri, yang berarti "to consider, to look
on". Webster's New World memberikan definisi intuisi sebagai: (1) The direct
knowing or learning of something without the conscious use of reasoning:
immediate understanding. (2) The ability to perceive or know thing without
conscious reasoning. Definisi intuisi dari S. P. Robbins (2001:137) adalah "A
feeling not necessarily supported by research". Sedang pengambilan keputusan
secara intuitif (intuitive decision-making) merupakan: "An unconscious process
created out of distilled experience".
5
bentuk pemikiran dan perasaan (thoughts and feelings). Karenanya, intuisi dapat
dikaitkan dengan tiga istilah yang berhubungan dengan internal attention, yaitu:
"introspeksi (introspection)", "internalisasi (internalization)", dan "interosepsi
(interoception/ internal perception)". Lawan kata dari dari ketiga istilah tersebut
adalah: "pengamatan (observation)", "eksternalisasi (externalization)", dan
"eksterosepsi (exteroception/ external perception)" yang merupakan bagian dari
external attention.
Menurut teori yang dikembangkan oleh Jung, istilah gaya kognitif mengacu pada
proses mental yang berhubungan dengan bagaimana orang merasakan (perceive)
dan membuat penilaian (judgemental) dari informasi. Menurutnya terdapat dua
6
dimensi yang mempengaruhi persepsi dan dua lainnya yang mempengaruhi
penilaian individual. Persepsi sendiri didasarkan atas dasar sensasi (sensation)
yang berarti kemampuan fisik seseorang menginterpretasikan lingkungan,
memperhatikan terhadap apa yang untuk berlangsung di luar dirinya (observation,
external attention), atau intuisi. Penilaian dibuat berdasarkan pemikiran atau
perasaan (thinking or feeling) Dimensi tersebut digabungkan menjadi gaya
kognitif, dimana gaya tersebut ditentukan oleh gabungan persepsi dan penilaian,
sebagai berikut:
7
Gambar 12. Perbedaan Gaya Kognitif
Sumber: W. Taggart and D. Robey, "Minds and Managers: On the Dual Nature of
Human Information Processing and Management." Academy of
Management " Review. April 1981:190, dalam R. Kreitner dan A. Kinicki,
Organizational Behavior, 4th Edition. McGraw-Hall Companies, Inc,
1998:141.
Berdasarkan gambar tersebut, kita dapat katakan bahwa intuisi dimiliki oleh para
perencana dan artis, dimana mereka memfokuskan perhatian pada kemungkinan
dari suatu peristiwa (possibilities). Pandangan ini menjadi konsep dasar dalam
teori pengambilan keputusan sebagai peluang (probability) dari suatu peristiwa
yang diharapkan terjadi/ konsekuensi. Konsep kemungkinan berkaitan erat dengan
pandangan tentang masa depan dari alternatif solusi dan tindakan yang dipilih.
Pandangan tentang masa depan merupakan tema yang lebih kita kenal sebagai
sebuah visi (vision) dalam manajemen. Hal ini menandakan intuisi memiliki
keterkaitan dengan kemampuan untuk mengolah informasi dan data menjadi
sebuah pandangan atau kemampuan untuk melihat masa depan. Dimana
kemampuan untuk melihat masa depan, bagaimanapun juga, akan dipengaruhi
oleh keterbatasan kemampuan mendapatkan dan mengolah informasi sebagai
akibat adanya faktor ketidakpastian lingkungan yang tinggi.
Dengan kata lain, intuisi bukan sekedar the ability to perceive or know thing
without conscious reasoning, atau a feeling not necessarily supported by
research. Intuisi berdasarkan gabungan dua pandangan, merupakan kemampuan
8
unik yang dimiliki seseorang sebagai kristalisasi seluruh kemampuan mengolah
informasi secara intelektual maupun mental, yang terwujud pada kemampuan
untuk melihat masa depan (visioning) dari suatu peristiwa, solusi, atau tindakan
yang dipilih beserta konsekuensinya. Intuisi merupakan indera keenam (sixth
sense), yang merupakan perwujudan tertinggi dari kemampuan menggunakan
seluruh kecerdasan manusia secara optimal. Pandangan ini menandakan bahwa
intuisi adalah juga merupakan sebuah "effect" dari "causa" conscious reasoning
dalam hal pengolahan informasi. Artinya, intuisi tidak muncul begitu saja "turun
dari langit". Namun intuisi akan muncul kemudian setelah seluruh indera fisik dan
mental, kemampuan intelektual dan mental, seluruh kecerdasan digunakan dalam
mengolah informasi yang tersedia guna menghasilkan sebuah pandangan final
tentang sesuatu. Dengan demikian, perbedaan tentang landasan definisi dari
intuisi terletak pada penggunaan kemampuan unik tersebut dalam pengambilan
keputusan yang terikat oleh kondisi ketersediaan informasi. Dimana telah kita
diskusikan bersama bahwa ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan
menghasilkan dua pandangan; rasional dan rasional yang dibatasi. Apa makna
dari pernyataan ini?
9
Selain itu, pandangan rasionalitas menegaskan bahwa seseorang dalam membuat
keputusan tidak dipengaruhi oleh tekanan waktu. Artinya waktu tidak dianggap
sebagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Selain itu, pandangan
rasional mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan tidak menghabiskan
biaya sedikitpun. Menurut asumsi ini, pengambilan keputusan dianggap tidak
akan sedikitpun memerlukan biaya dalam segala bentuk; baik biaya untuk
mendapatkan informasi, maupun untuk mengolah informasi. Tentu saja asumsi-
asumsi yang dipakai dalam pandangan rasionalitas tidak sesuai dengan kenyataan.
Oleh ketidaksesuaian tersebut, tesis bounded rationality kemudian dimunculkan.
Bila kita perhatikan secara cermat, maka kita bisa dapatkan kesimpulan bahwa
penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan berbanding lurus dengan
asumsi-asumsi dasar dari kedua tesis tersebut. Asumsi dasar dari kedua.
pandangan tersebut dapat kita modifikasi menjadi faktor-faktor penentu
penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan. Artinya, seseorang akan
cenderung untuk lebih menggunakan intuisi dalam penentuan pilihan bila terdapat
faktor-faktor yang sesuai dengan pandangan bounded rationality, dan demikian
pula sebaliknya. Bila faktor-faktor yang terdapat pada tesis rational lebih
mengemuka, maka seseorang akan cenderung untuk tidak terlalu menggunakan
intuisi dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan untuk tidak menggunakan
intuisi dalam pandangan rasionalitas tidak menandakan ketidakhadiran intuisi
pada proses pengambilan keputusan. Intuisi tetap dimiliki seseorang (karena
10
intuisi merupakan bakat), hanya saja penentuan pilihan atas atu alternatif terbaik
dilakukan atas dasar pandangan rasionalitas-logis-empiris.
8. When time is limited and there is pressure to come up with the right
decision
11
Selain itu, penggunaan dari intuisi dalam pengambilan keputusan harus pula
dikaitkan dengan tingkat preferensi pengambil keputusan atas satu alternatif
pilihan yang dipilih; apakah alternatif tersebut merupakan alternatif yang paling
optimal atau alternatif yang memuaskan? Pandangan pertama (optimization)
merupakan asumsi dasar tentang preferensi atas satu alternatif pilihan terpilih ala
tesis rasionalitas. Sedang pandangan (satisticing) kedua merupakan tingkat
preferensi atas tesis rasionalitas yang dibatasi. Mengikuti hipotesis berjenjang
yang dikemukakan, maka pandangan mengenai tingkat preferensi ala tesis
rasionalitas yang dibatasi lebih mendekati proses pengambilan keputusan yang
sebenarnya senyatanya (real decision-making procces). Hal ini menandakan
bahwa dalam kondisi seperti di atas, maka seseorang harus puas (cukup atau
sangat) terhadap alternatif solusi yang diajukan dan dipilih. Pengambil keputusan
dalam kondisi tersebut tidak dapat menghasilkan suatu solusi yang optimal,
karena kondisi dan situasi pengambilan keputusan tidak mendukung hal tersebut.
12
Gambar 13. Kecenderungan Penggunaan Intuisi
13
Perubahan yang terjadi pada faktor internal dan eksternal dengan demikian
mendorong terjadinya perubahan kecenderungan untuk menggunakan atau tidak
menggunakan intuisi dalam pengambilan keputusan. Adapun beberapa faktor
internalnya adalah; tingkat preferensi, latar belakang sosial, budaya, pendidikan,
kemampuan rasio, dan tingkat kecerdasan. Sedang faktor eksternalnya telah
diwakili oleh delapan kondisi ditambah karakteristik dari pengambilan keputusan.
Gabungan dari dua faktor tersebut mempengaruhi seseorang dalam menerapkan
intuisi pada proses pengambilan keputusan.
Penjelasan secara naratif yang didukung gambar di atas dapat dijelaskan kembali
melalui pembuatan formula matematis. Formula ini digunakan untuk mengetahui
"tingkat" kecenderungan penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan.
Formula matematis intuisi menunjukkan nilai/ skor penggunaan intuisi dalam
pengambilan keputusan. Karena intuisi merupakan sebuah "kecerdasan unik" yang
juga adalah bakat, maka tentu penentuan atas nilai intuisi tersebut belum dapat
ditentukan secara obyektif mengikuti sebuah standar baku. Formula yang
digambarkan merupakan bentuk derivasi dari gambar 12 diatas. Adapun formulasi
atas intuisi adalah sebagai berikut:
dimana:
P. R = pandangan rational
14
f (P. BR) = f (Λ Ext. Cond (H), Stf, H. Ustr/ Nprg DM)
Dan demikian pula dengan fungsi rasional. Karena pada hakekatnya dua
pandangan ini memiliki asumsi dasar yang saling berlawanan, maka penjabaran
dari fungsi rasional adalah merupakan lawan dari fungsi rasional yang dibatasi
dengan formula sebagai berikut:
Pada gambar di atas, kondisi lingkungan hanya terdiri dari delapan kondisi.
Namun tentunya kondisi tersebut dapat terdiri lebih dari delapan. Semenjak
kondisi lainnya belum ditemukan (oleh penulis), maka delapan kondisi tersebut
diasumsikan sebagai kondisi utama penyebab penggunaan intuisi dalam
pengambilan keputusan. Adapun formula matematis intuisi yang baru adalah:
I = f {(Λ Ext. Cond (H), Stf, H. Ustr/ Nprg DM) - (Λ Ext. Cond (L), Opt, L.,
Ustr/ Nprg DM)}
Dengan penyederhanaan:
15
dan 5)". Modifikasi ini dilakukan agar gambaran tentang kondisi sebenarnya dari
pengambilan keputusan bisa didapat. Untuk poin pada pandangan rasional, kita
dapat juga melakukan modifikasi serupa. Modifikasi yang dilakukan tentunya
berlawan dengan apa yang telah ditetapkan dalam kolom pandangan bounded
rationality. Sebagai contoh: bila pada poin 6 kita nyatakan bahwa keputusan sulit
dilakukan karena data tidak cukup tersedia, maka pada "sisi berlawanan" kita
dapat nyatakan bahwa dalam kondisi rasional data tersebut bisa membantu.
Tabel 8
Modifikasi Teknik Force Field Analysis
16
dalam pengambilan keputusan. Demikian pula sebaliknya, bila total nilai
menghasilkan angka minus, katakanlah minus enam (-6), maka kecenderungan
untuk menggunakan intuisi rendah dalam pengambilan keputusan.
17
dapat melakukan pengumpulan dan pengolahan informasi dari data intelijen
nyaris tanpa ada kondisi-kondisi yang menekan, seperti waktu. Hal tersebut
berlaku dalam kondisi damai. Tapi di lapangan, ketika kami harus bahkan kami
tinggalkan. Kami lebih sering menggunakan intuisi dalam bertempur, mau tidak
mau metode yang pertama tidak terlalu berguna, atau mengambil keputusan.
Biasanya kami melakukan hal tersebut karena kami tidak bisa mendapatkan
informasi tentang kondisi musuh kami. Di medan tempur, sedikit sekali data
tersedia, dan kalau ada, data tersebut segera menjadi basi. Selain itu, kami juga
dihadapkan pada kondisi tekanan waktu. Di medan tempur segalanya berubah
dengan sangat cepat, dan satu-satunya harta yang berharga adalah waktu. Karena
informasi sangat sulit didapat. Rasio dan logika tetap berguna sebagai alat untuk
mengolah informasi yang sangat terbatas, untuk menyusun strategi penyerangan
yang efektif, dan untuk merancang sejumlah alternatif lain beserta
konsekuensinya bila serangan atau rencana awal gagal. Namun pada akhirnya
intuisi dari kamilah yang menjadi pembimbing. Intuisi dari para komandan
tertinggi di lapangan juga menjadi pedoman. Dan pada umumnya, prajurit yang
hebat di medan tempur, memiliki tingkat kecerdasan dan intuisi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan apa yang dimiliki oleh prajurit lainnya. Kami sering
menjuluki mereka sebagai "dukun perang", yang seolah- olah mampu "melihat
sesuatu" pada masa depan yang tidak dilihat orang lain. Intuisi bakat, yang dapat
diasah. Tentunya campur tangan Tuhan pula yang akan mengasah bakat tersebut.
Hanya kami selalu mengasahnya dengan tidak terlalu sering menggunakan logika
kala berada di medan tempur. Biar Tuhan menurunkan bantun melalui penajaman
intuisi kami. Kami selalu berusaha mendengarkan apa kata suara dalam "hati
terdalam" kami. Suara tersebut mungkin yang dapat disebut sebagai intuisi.
Namun intuisi juga bukan sekedar perasaan atau feeling tentang sesuatu.
Menggunakan perasaan di medan tempur malah membahayakan kesatuan.
Menurut pandangan kami, intuisi adalah "saripati kecerdasan dan perasaan" yang
menjadi pemandu dalam menentukan keputusan terbaik. Dan di medan tempur,
keputusan terbaik adalah yang dapat menyelamatkan nyawa anak buah kami, dan
nyawa kami, tanpa kami melalaikan tugas dan kewajiban".
18
Dua contoh kasus tersebut memberikan gambaran tentang proses pengambilan
keputusan atas dasar intuisi. Proses dimulai dari identifikasi masalah. Namun
karena masalah yang muncul, atau dimunculkan, dihadapkan pada sejumlah
kondisi yang telah disebutkan di atas, maka langkah-langkah rasional akan
berhenti pada tahap identifikasi,
19
Bila kemudian muncul pandangan bahwa intuisi bukan hal yang ilmiah, bukan
bagian dari pandangan rasionalitas karena keputusan yang diambil atas dasar
intuisi lebih menghasilkan risiko atau masalah, maka kita dapat kemukakan
pertanyaan: "apa definisi anda mengenai risiko?" Semenjak masalah atau risiko.
yang akan muncul memiliki dua peluang: terjadi atau tidak terjadi, maka tentu
intuisi tidak dapat dikatakan tidak ilmiah. Risiko atau masalah yang akan muncul
kemudian merupakan nilai perkiraan, penentuan peluang semata. Penjelasan
tentang risiko dapat diikuti kembali pada bagian teori pengambilan keputusan.
Bila pendapat yang mengaitkan intuisi dengan peristiwa yang akan muncul
dianggap sah untuk melegitimasi ketidakilmiahan intuisi, maka tentunya demikian
pula dengan pengambilan keputusan atas dasar rasionalitas. Pengambilan
keputusan bagaimanapun juga akan selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa
ketidakpastian yang menghasilkan dua kutub kondisi yang bernilai dikotomis:
baik-buruk, terjadi-tidak terjadi, atau berhasil-tidak. Keputusan atas dasar
rasionalitas pun akan dihadapkan pada kondisi semacam itu. Sehingga dengan
demikian, maka merupakan suatu kesalahan besar bila penilaian atas intuisi
didasarkan atas peristiwa yang akan terjadi (masalah/ risiko).
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami
simpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja,
tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan
masalah yang dihadapi suatu organisasi.Dimana pengambilan keputusan ini
ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organisasi yang bersangkutan dan
untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan informasi yang
lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan
konsekuensi dari keputusan yang diambil.
21
DAFTAR PUSTAKA
22