Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN INTUISI

Mata kuliah : Teori Pengambilam Keputusan


Oleh : Kelompok 7
NO NAMA NIM
1 Intan Orvintan Kelin 2003020104
2 Kevin V. V Banunaek 2003020111
3 Ariel Geraldo Tanao 2103020062
4 Valetin Yuadelfi Saman 2103020041
5 Welmi Frelian Ratu 2103020042

SEMESTER VII
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmatNya, sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah yang
berjudul Pengambilan Keputusan berdasarkan intuisi ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
Pengambilan Keputusan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagaiaman pengambilan keputusan berdasarkan intuisi bagi para
pembaca dan juga penulis.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar dalam makalah
selanjutnya dapat lebih baik.

Kupang, 4 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Diskusi singkat tentang intuisi 3
2.2 Intuisi: Sejumlah Definisi dan Diskusi Singkat Tentang Gaya 5
kognitif
2.3 Relasi rational dan nounded rationality dengan intuisi 9
2.4 Formulasi Matematis Hukum Kecendurungan Intuisi 15
2.5 Skoring Intuisi Dengan Modifikasi Teknik Force Field 17
Anaysis
2.6 Intuisi dalam kenyataan 18
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 21
DAFTAR PUSTAKA 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari bisa secara sadar atau tidak sadar, kita sudah
terbiasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sesuatu yang wajar jika
hasil pengambilan keputusan tidak seperti yang diharapkan. Seiring waktu,
kita akan belajar tentang bagaimana memecahkan masalah dan menyebutnya
sebagai "pengalaman" sehingga kita mengenal pepatah "belajar dari
pengalaman" atau pepatah "pengalaman adalah guru terbaik".
Pelaksanaan pengambilan keputusan formal terjadi dalam suatu organisasi,
khususnya organisasi yang menekankan pada target yang terukur dimana
pengambilan keputusan sangat strategis sehingga konsekuensi yang
diperhitungkan akan menjadi seakurat mungkin.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu
sikap terhadap suatu keadaan, yaitu sebagai pelaksanaan akhir dari beberapa
pilihan keadaan, pada hakikatnya menetapkan suatu kondisi untuk tercapainya
suatu tujuan dengan hasil yang diinginkan.
Hal tersebut dapat dicontohkan dalam kaitannya dengan organisasi, sehingga
konteks pengambilan keputusan seringkali dihadapi oleh seorang pemimpin
atau setidaknya seorang manajer dalam suatu organisasi, baik organisasi
pemerintah maupun organisasi swasta.Setiap proses pengambilan keputusan
selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai
tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan serta capaian. Dalam proses
pengambilan keputusan bisa jadi berupa rasional atau irasional. Proses
pengambilan keputusan adalah proses penalaran berdasarkan asumsi nilai,
preferensi, dan keyakinan pembuat keputusan. Dalam proses memutuskan
tentang sesuatu yang penting dapat dilakukan baik itu individu, sekelompok
orang atau dalam suatu organisasi.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdsarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah


pokok dalam makalah ini:

1. Apa yang di maksud dengan intuisi?


2. Apakah intuisi merupakan sesuatu yang dapat dianggap rasional-ilmiah
atau tidak?
3. Bagaimana intuisi didefinisikan?
4. Faktor-faktor apa saja yang menghasilkan pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi?
5. Bagaimana intuisi masuk ke dalam kajian pengambilan keputusan?
6. Dapatkah intuisi dilatih?
7. Bagaimana intuisi membantu dalam menghasilkan keputusan terbaik?
8. Bagian ini berusaha memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
filosofis tersebut?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu :
1. Untuk dapat menegtahui Apa yang di maksud dengan intuisi?
2. Untuk dapat memahami Apakah intuisi merupakan sesuatu yang dapat
dianggap rasional-ilmiah atau tidak?
3. Mengetahui Bagaimana intuisi didefinisikan?
4. Dapat memahami Faktor-faktor apa saja yang menghasilkan pengambilan
keputusan berdasarkan intuisi?
5. Untuk dapat mengetahui Bagaimana intuisi masuk ke dalam kajian
pengambilan keputusan?
6. Untuk dapat mengetahui Dapatkah intuisi dilatih?
7. Bmemhami agaimana intuisi membantu dalam menghasilkan keputusan
terbaik?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Diskusi Singkat Tentang Intuisi

Keputusan yang dibuat General Electric (GE) untuk menginvestasikan


dana pada divisi mesin cuci, dan keputusan para manajer Jepang untuk
menciptakan pasar bagi mesin faksimili dan walkman merupakan contoh kasus
tentang keputusan yang didasarkan atas intuisi. Kedua cotoh kasus tersebut
memperlihatkan kondisi dimana para manajer dihadapkan pada keterbatasan
informasi, faktor ketidakpastian yang tinggi, data tidak terlalu membantu bagi
pengambilan keputusan, variabel-variabel peristiwa tidak dapat diramalkan,
keputusan dengan demikian tidak mengikuti secara penuh langkah-langkah serta
terdapatnya tekanan waktu dalam pengambilan keputusan. Pengambilan yang
diisyaratkan dalam model rasional. Pengambilan keputusan secara intuitif lebih
mendekati model rasionalitas yang dibatasi, dengan karakteristik pengambilan
keputusan lebih cenderung dekat kepada pengambilan keputusan tidak terstruktur
dan tidak terprogram. Dimana pada jenis pengambilan keputusan tidak terprogram
tidak memiliki suatu cara, metode, atau SOP bagi pengambilan keputusan. Dalam
jenis pengambilan keputusan yang demikian, para pengambil keputusan dipaksa
untuk menetapkan pilihan berdasarkan atas "pandangan melihat jauh ke depan
(seeing the future, visioning)".

Pandangan demikian merupakan suatu persepsi dan penilaian subyektif atas suatu
hal. Hanya saja penilaian bersifat subyektif ini tidak menjauh dari pembahasan
tentang penggunaan kecerdasan intelektual dan mental (spiritual dan emosi)
dalam pengolahan informasi. Ini menandakan bahwa intuisi bukan sesuatu hal
yang tidak rasional, dan tidak ilmiah. Intuisi merupakan bagian dari tesis rational
dan bounded rationality, dimana keduanya dapat dibahas secara ilmiah, dan tidak
ada perselisihan tentang ketidakilmiahan dari tesis yang kedua. Dengan demikian,
pembahasan mengenai apakah intuisi merupakan sesuatu yang ilmiah atau tidak,

3
bukan berasal dari ranah pandangan ilmu pengetahuan, namun semata-mata
pembahasan tersebut berawal dari ranah pandangan sosial-budaya.

Hal demikian disebutkan oleh S. P. Robbins (2001:138) bahwa "Although


intuitive decision-making has gained in respectability, don't expect people-
especially in North America, Great Britain, and other cultures in which rational
analysis is the approved way of making decisions-to acknowledge that they are
using it". Intuisi bukan sesuatu yang asing dan tidak diakui. Namun kebanyakan
dari masyarakat mengakui hal tersebut secara sembuyi, oleh paradigma pemikiran
yang dipakai merupakan analisis-rasional-empiris. Lebih lanjut dia
mengatakan:"People with strong intuitive abilities don't usually tell their
collegues how they reached their conclusions. Since rational analysis is
considered more socially desirable, intuitive ability is often disguised or hidden.
As one top executive commented: 'Sometimes one must dress up a gut decision in
"data clothes" to make it acceptable or palatable, but this fine tuning is usually
after the fact of the decision". Pengambilan keputusan yang dilakukan secara
intuitif pada umumnya disembunyikan di balik penggunaan data empiris sebagai
pendukung utama. Hal tersebut lebih disukai dalam konteks sosial- budaya
dibandingkan menyatakan secara langsung bahwa sebuah keputusan diambil atas
dasar intuitif. Setelah keputusan dilaksanakan, maka baru kemudian pengambil
keputusan menyatakan bahwa intuisinya membantu dia dalam menentukan
pilihan. Dengan kata lain, pada masyarakat yang menjadikan pandangan rasional-
empiris sebagai pilar berpikir utama, ternyata intuisi tetap dianggap sebagai "alat
pengambilan keputusan" yang sah. Namun alat tersebut disembunyikan melalui
"baju" pandangan rasional-empiris.

Survei yang dilakukan terhadap sejumlah wirausahawan, pelaku bisnis perik-


lanan, dan pemain saham, memberikan bukti bahwa teknik-teknik pengambilan
keputusan yang ilmiah, rasional, dan canggih, serta data yang komplit tentang
sejumlah variabel peristiwa; peluang dan konsekuensi, membantu mereka dalam
menentukan keputusan. Namun itu semua merupakan "alat" bantu pemikiran,
dimana pada umumnya keputusan akhir untuk menentukan satu alternatif terbaik

4
akan ditentukan oleh intuisi mereka. Hanya saja, penggunaan intuisi akan
mengikuti karakteristik dari faktor-faktor penentu pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi. Sebagai ilustrasi, semakin sulit masalah yang dihadapi,
semakin sulit informasi didapat, dan semakin besar ketidakpastian, maka akan
semakin besar tingkat penggunaan intuisi dalam menentukan pilihan, dan begitu
pula sebaliknya. Penjelasan akan hal ini akan disampaikan di paragraf berikutnya.

Namun sebelumnya, mari kita ambil kesepakatan bulat bahwa intuisi merupakan
sesuatu yang ilmiah, dan dapat dibuktikan secara rasional-empiris. Dengan
demikian perselisihan tentang apakah intuisi dapat dikatakan tidak ilmiah akan
memasuki ruang diskusi ranah sosial-budaya, tepatnya diskusi atas disiplin
sosilogis-antropologis, dan hal tersebut berada di luar diskusi kita.

2.2 Intuisi: Sejumlah Definisi dan Diskusi Singkat Tentang Gaya Kognitif

Apakah intuisi? Terdapat beberapa definisi yang dapat diberikan tentang intuisi.
Kata tersebut berasal dari Bahasa Latin intueri, yang berarti "to consider, to look
on". Webster's New World memberikan definisi intuisi sebagai: (1) The direct
knowing or learning of something without the conscious use of reasoning:
immediate understanding. (2) The ability to perceive or know thing without
conscious reasoning. Definisi intuisi dari S. P. Robbins (2001:137) adalah "A
feeling not necessarily supported by research". Sedang pengambilan keputusan
secara intuitif (intuitive decision-making) merupakan: "An unconscious process
created out of distilled experience".

Penjelasan lebih lengkap tentang intuisi juga disampaikan oleh psikoanalisis


Swiss Carl Jung sebagai: "Listening to the inner voice" atau "Heeding the
prompting Penjelasan lebih lengkap tentang intuisi disampaikan oleh psikoanalisis
Swiss from within". Kata tersebut berasal dari dua kata yang secara bahasa berarti
"perhatian dari dalam (internal attention)". Menurut pandangannya, manusia
memperhatikan apa yang sedang terjadi di dalam dirinya, mendengarkan "suara-
suara" dari dalam diri melalui indera "pikiran mata (mind's eye)" dan indera
"pikiran telinga (mind's ear)". Apa yang kita dengar muncul kemudian dalam

5
bentuk pemikiran dan perasaan (thoughts and feelings). Karenanya, intuisi dapat
dikaitkan dengan tiga istilah yang berhubungan dengan internal attention, yaitu:
"introspeksi (introspection)", "internalisasi (internalization)", dan "interosepsi
(interoception/ internal perception)". Lawan kata dari dari ketiga istilah tersebut
adalah: "pengamatan (observation)", "eksternalisasi (externalization)", dan
"eksterosepsi (exteroception/ external perception)" yang merupakan bagian dari
external attention.

Definisi-definisi dan penjelasan yang diberikan pada umumnya masih


memberikan pemahaman tentang intuisi dalam konteks pandangan sosial- budaya.
Artinya, definisi tersebut menyiratkan intuisi sebagai suatu kajian yang muncul
dari sebuah sistem berpikir yang tidak didasarkan atas kesadaran (conscious
reasoning). Intuisi dalam konteks sosial-budaya merupakan "warisan" dari
pengalaman seseorang yang kemudian menjadi sebuah persepsi. Persepsi tersebut
akan menjadi dasar bagi dia dalam mengambil keputusan. Karena intuisi dianggap
merupakan kristalisasi pemikiran, persepsi, bahkan kenangan akan sesuatu dari
masa lalu, maka kemampuan untuk melakukan reasoning secara sadar tidak
menjadi bagian integral dari kemampuan intelektual dan mental seseorang
(kecerdasan). Definisi tersebut juga masih berdiri di atas tiang pemikiran rasional-
positivis-empiris mengikuti pola mendasar dari pemikiran ala metode ilmiah
(scientific way of thinking).

Dengan demikian, definisi tentang intuisi dalam kajian pengambilan keputusan


mau tidak mau harus pula dikaitkan dengan pandangan bounded rationality.
Namun ini tidak berarti bahwa definisi awal mengenai intuisi tidak digunakan.
Kita hanya perlu memodifikasi sedikit definisi tersebut agar sesuai dengan tema
kajian pengambilan keputusan. Dimana dalam hal ini intuisi merupakan bagian
dari kemampuan atau gaya kognitif (cognitive style) seseorang dalam
pengambilan keputusan.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Jung, istilah gaya kognitif mengacu pada
proses mental yang berhubungan dengan bagaimana orang merasakan (perceive)
dan membuat penilaian (judgemental) dari informasi. Menurutnya terdapat dua

6
dimensi yang mempengaruhi persepsi dan dua lainnya yang mempengaruhi
penilaian individual. Persepsi sendiri didasarkan atas dasar sensasi (sensation)
yang berarti kemampuan fisik seseorang menginterpretasikan lingkungan,
memperhatikan terhadap apa yang untuk berlangsung di luar dirinya (observation,
external attention), atau intuisi. Penilaian dibuat berdasarkan pemikiran atau
perasaan (thinking or feeling) Dimensi tersebut digabungkan menjadi gaya
kognitif, dimana gaya tersebut ditentukan oleh gabungan persepsi dan penilaian,
sebagai berikut:

1. Sensation/ Thinking (ST)

2. Intuition/ Thinking (NT)

3. Sensation/ Feeling (SF)

4. Intuition/ Feeling (NF)

Karakteristik dari setiap gaya diperlihatkan dalam gambar 11 Perbedaan gaya


kognitif yang dikemukakan Jung memberikan gambaran pada kita tentang intuisi
dalam pengambilan keputusan. Secara implisit tesis rational dan bounded
rationality terlihat pada gambar 10 tersebut. Individual yang memiliki
karakteristik ST dan SF cenderung akan mendasarkan penilaian terhadap sesuatu
atas dasar pandangan rasional. Sebaliknya, mereka yang memiliki gaya NT dan
NF akan cenderung menggunakan pendekatan rasionalitas yang dibatasi dalam
menentukan keputusan. Walau tentunya kedua tesis tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam bentuk dikotomis. Artinya keduanya bersifat saling mendukung
dan saling mempengaruhi.

7
Gambar 12. Perbedaan Gaya Kognitif

Sumber: W. Taggart and D. Robey, "Minds and Managers: On the Dual Nature of
Human Information Processing and Management." Academy of
Management " Review. April 1981:190, dalam R. Kreitner dan A. Kinicki,
Organizational Behavior, 4th Edition. McGraw-Hall Companies, Inc,
1998:141.

Berdasarkan gambar tersebut, kita dapat katakan bahwa intuisi dimiliki oleh para
perencana dan artis, dimana mereka memfokuskan perhatian pada kemungkinan
dari suatu peristiwa (possibilities). Pandangan ini menjadi konsep dasar dalam
teori pengambilan keputusan sebagai peluang (probability) dari suatu peristiwa
yang diharapkan terjadi/ konsekuensi. Konsep kemungkinan berkaitan erat dengan
pandangan tentang masa depan dari alternatif solusi dan tindakan yang dipilih.
Pandangan tentang masa depan merupakan tema yang lebih kita kenal sebagai
sebuah visi (vision) dalam manajemen. Hal ini menandakan intuisi memiliki
keterkaitan dengan kemampuan untuk mengolah informasi dan data menjadi
sebuah pandangan atau kemampuan untuk melihat masa depan. Dimana
kemampuan untuk melihat masa depan, bagaimanapun juga, akan dipengaruhi
oleh keterbatasan kemampuan mendapatkan dan mengolah informasi sebagai
akibat adanya faktor ketidakpastian lingkungan yang tinggi.

Dengan kata lain, intuisi bukan sekedar the ability to perceive or know thing
without conscious reasoning, atau a feeling not necessarily supported by
research. Intuisi berdasarkan gabungan dua pandangan, merupakan kemampuan

8
unik yang dimiliki seseorang sebagai kristalisasi seluruh kemampuan mengolah
informasi secara intelektual maupun mental, yang terwujud pada kemampuan
untuk melihat masa depan (visioning) dari suatu peristiwa, solusi, atau tindakan
yang dipilih beserta konsekuensinya. Intuisi merupakan indera keenam (sixth
sense), yang merupakan perwujudan tertinggi dari kemampuan menggunakan
seluruh kecerdasan manusia secara optimal. Pandangan ini menandakan bahwa
intuisi adalah juga merupakan sebuah "effect" dari "causa" conscious reasoning
dalam hal pengolahan informasi. Artinya, intuisi tidak muncul begitu saja "turun
dari langit". Namun intuisi akan muncul kemudian setelah seluruh indera fisik dan
mental, kemampuan intelektual dan mental, seluruh kecerdasan digunakan dalam
mengolah informasi yang tersedia guna menghasilkan sebuah pandangan final
tentang sesuatu. Dengan demikian, perbedaan tentang landasan definisi dari
intuisi terletak pada penggunaan kemampuan unik tersebut dalam pengambilan
keputusan yang terikat oleh kondisi ketersediaan informasi. Dimana telah kita
diskusikan bersama bahwa ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan
menghasilkan dua pandangan; rasional dan rasional yang dibatasi. Apa makna
dari pernyataan ini?

2.3 Relasi Rational dan Bounded Rationality Dengan Intuisi

Asumsi mendasar yang digunakan dalam pandangan rasional adalah ketersediaan


informasi secara sempurna, dan seseorang dapat memiliki akses penuh terhadap
informasi, serta memiliki kemampuan yang baik dalam mengolah informasi.
Pandangan rasionalitas menafikan kelemahan atau keterbatasan manusia dalam
mendapatkan informasi, dan mengolahnya. Pandangan tersebut juga mengabaikan
faktor ketidakpastian lingkungan yang besar, beserta perubahan-perubahan
peristiwa yang tidak dapat diramalkan.

Asumsi lainnya yang dikemukakan untuk mendukung pandangan tersebut adalah


seluruh variabel peristiwa di lingkungan dapat diramalkan secara ilmiah, oleh
asumsi manusia yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.
Ketersediaan informasi yang sempurna menghasilkan sejumlah "kenyataan" yang
karakteristik pergerakannya (perubahannya) dapat diprediksi dengan sempurna.

9
Selain itu, pandangan rasionalitas menegaskan bahwa seseorang dalam membuat
keputusan tidak dipengaruhi oleh tekanan waktu. Artinya waktu tidak dianggap
sebagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Selain itu, pandangan
rasional mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan tidak menghabiskan
biaya sedikitpun. Menurut asumsi ini, pengambilan keputusan dianggap tidak
akan sedikitpun memerlukan biaya dalam segala bentuk; baik biaya untuk
mendapatkan informasi, maupun untuk mengolah informasi. Tentu saja asumsi-
asumsi yang dipakai dalam pandangan rasionalitas tidak sesuai dengan kenyataan.
Oleh ketidaksesuaian tersebut, tesis bounded rationality kemudian dimunculkan.

Penulis menyebutkan istilah rasionalitas yang dibatasi sebagai pandangan


irasional/ a-rasional. Tesis rasionalitas yang dibatasi merupakan pandangan yang
muncul sebagai akibat kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh asumsi, atau
anggapan dasar, dalam pandangan rasionalitas. Dengan demikian asumsi dasar
yang melingkupi tesis tandingan ini merupakan lawan dari asumsi tesis
rasionalitas. Adapun pembahasan tentang hal ini dapat diikuti kembali pada
bagian rationality & bounded rationality. Apa implikasi dari dua pandangan dasar
yang dipakai sebagai landasan dalam teori, konsep, model, atau teknik
pengambilan keputusan?

Bila kita perhatikan secara cermat, maka kita bisa dapatkan kesimpulan bahwa
penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan berbanding lurus dengan
asumsi-asumsi dasar dari kedua tesis tersebut. Asumsi dasar dari kedua.
pandangan tersebut dapat kita modifikasi menjadi faktor-faktor penentu
penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan. Artinya, seseorang akan
cenderung untuk lebih menggunakan intuisi dalam penentuan pilihan bila terdapat
faktor-faktor yang sesuai dengan pandangan bounded rationality, dan demikian
pula sebaliknya. Bila faktor-faktor yang terdapat pada tesis rational lebih
mengemuka, maka seseorang akan cenderung untuk tidak terlalu menggunakan
intuisi dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan untuk tidak menggunakan
intuisi dalam pandangan rasionalitas tidak menandakan ketidakhadiran intuisi
pada proses pengambilan keputusan. Intuisi tetap dimiliki seseorang (karena

10
intuisi merupakan bakat), hanya saja penentuan pilihan atas atu alternatif terbaik
dilakukan atas dasar pandangan rasionalitas-logis-empiris.

Dengan demikian, kasus mengenai peran intuisi dalam pengambilan keputusan


ditentukan semata-mata oleh sebuah kecenderungan untuk memilih meng-
gunakan atau tidak menggunakan bakat tersebut, yang didukung oleh kehadiran
sejumlah faktor. Dimana faktor-faktor tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:

1. When a high level of uncertainty exists

2. When there is little precedent to draw on

3. When variables are less scientifically predictable

4. When "facts" are limited

5. When facts do not clearly point the way to go

6. When analytical data are of little use

7. When there are several plausible alternative solutions from which to


choose, with arguments for each

8. When time is limited and there is pressure to come up with the right
decision

(Agor, "The Logic of Intuition", dalam S. P. Robbins 2001:137)

Delapan faktor tersebut lebih tepat disebut sebagai kondisi-kondisi pencetus


timbulnya penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan. Terkait dengan
delapan kondisi tersebut, kita dapat ajukan "hipotesis berjenjang" sebagai:
semakin sulit masalah yang dihadapi, semakin tidak terstruktur dan tidak
terprogram sifat dari keputusan, semakin sulit informasi didapat, dan semakin
besar tingkat ketidakpastian, maka akan semakin besar tingkat penggunaan intuisi
dalam menentukan pilihan, dan begitu pula sebaliknya.

11
Selain itu, penggunaan dari intuisi dalam pengambilan keputusan harus pula
dikaitkan dengan tingkat preferensi pengambil keputusan atas satu alternatif
pilihan yang dipilih; apakah alternatif tersebut merupakan alternatif yang paling
optimal atau alternatif yang memuaskan? Pandangan pertama (optimization)
merupakan asumsi dasar tentang preferensi atas satu alternatif pilihan terpilih ala
tesis rasionalitas. Sedang pandangan (satisticing) kedua merupakan tingkat
preferensi atas tesis rasionalitas yang dibatasi. Mengikuti hipotesis berjenjang
yang dikemukakan, maka pandangan mengenai tingkat preferensi ala tesis
rasionalitas yang dibatasi lebih mendekati proses pengambilan keputusan yang
sebenarnya senyatanya (real decision-making procces). Hal ini menandakan
bahwa dalam kondisi seperti di atas, maka seseorang harus puas (cukup atau
sangat) terhadap alternatif solusi yang diajukan dan dipilih. Pengambil keputusan
dalam kondisi tersebut tidak dapat menghasilkan suatu solusi yang optimal,
karena kondisi dan situasi pengambilan keputusan tidak mendukung hal tersebut.

Dengan demikian, delapan kondisi tersebut akan mempengaruhi tingkat preferensi


kita terhadap alternatif solusi. Dimana tingkat ini bergerak dari tahap optimisasi
atas solusi (pandangan rasionalitas), sampai tahap kepuasan (pandangan
rasionalitas yang dibatasi). Pergerakan tingkat preferensi ini mengikuti perubahan
kondisi dan sifat pengambilan keputusan. Pandangan ini dapat dirangkumkan
dalam gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut, maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah:

1. Dalam real decision-making procces, pengambil keputusan akan cenderung


lebih. besar menggunakan intuisinya dibandingkan pandangan logika-
rasional.

2. Karakteristik dari pengambilan keputusan, pengambilan keputusan tidak


terstruktur/ tidak terprogram tinggi-rendah, mempengaruhi penggunaan
intuisi.

12
Gambar 13. Kecenderungan Penggunaan Intuisi

3. Semakin tinggi tingkat kesulitan masalah, semakin tinggi keberadaan


delapan kondisi (atau lebih), semakin tidak terstruktur pengambilan
keputusan yang harus dilakukan, maka semakin besar kecenderungan intuisi
digunakan.

4. Penggunaan intuisi yang rendah menandakan pandangan logis-rasional yang


lebih digunakan. Dimana penggunaannya didukung oleh kondisi-kondisi
tersebut di atas.

5. Penggunaan intuisi yang lebih besar tidak menandakan tidak digunakannya


analisis logika-rasio. Rasio tetap digunakan sebagai mekanisme untuk
mengolah informasi, hanya keterbatasan informasi, kemampuan untuk
mengolahnya, dan tekanan waktu menjadikan pemilihan keputusan akhir
ditentukan oleh intuisi.

6. Pandangan mengenai intuisi lebih cenderung berada dalam ranah tesis


bounded rationality dibandingkan rational.

Mengikuti sejumlah pandangan di atas, maka kita dapat kemukakan sebuah


"hukum kecenderungan penggunaan intuisi/ hukum kecenderungan intuisi (law of
intuition tendency)" sebagai berikut: "Kecenderungan untuk menggunakan atau
tidak menggunakan intuisi (kecerdasan/ bakat intuisi) dalam mengambil
keputusan ditentukan oleh pengaruh dari kondisi internal dan eksternal pengambil
keputusan. Dimana kedua kondisi tersebut memiliki sifat selalu berubah."

13
Perubahan yang terjadi pada faktor internal dan eksternal dengan demikian
mendorong terjadinya perubahan kecenderungan untuk menggunakan atau tidak
menggunakan intuisi dalam pengambilan keputusan. Adapun beberapa faktor
internalnya adalah; tingkat preferensi, latar belakang sosial, budaya, pendidikan,
kemampuan rasio, dan tingkat kecerdasan. Sedang faktor eksternalnya telah
diwakili oleh delapan kondisi ditambah karakteristik dari pengambilan keputusan.
Gabungan dari dua faktor tersebut mempengaruhi seseorang dalam menerapkan
intuisi pada proses pengambilan keputusan.

2.4 Formulasi Matematis Hukum Kecenderungan Intuisi

Penjelasan secara naratif yang didukung gambar di atas dapat dijelaskan kembali
melalui pembuatan formula matematis. Formula ini digunakan untuk mengetahui
"tingkat" kecenderungan penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan.
Formula matematis intuisi menunjukkan nilai/ skor penggunaan intuisi dalam
pengambilan keputusan. Karena intuisi merupakan sebuah "kecerdasan unik" yang
juga adalah bakat, maka tentu penentuan atas nilai intuisi tersebut belum dapat
ditentukan secara obyektif mengikuti sebuah standar baku. Formula yang
digambarkan merupakan bentuk derivasi dari gambar 12 diatas. Adapun formulasi
atas intuisi adalah sebagai berikut:

I = f {(P. BR) - (P. R)}

dimana:

P. BR = pandangan bounded rationality

P. R = pandangan rational

Semenjak pandangan bounded rationality terdiri dari sejumlah kondisi, beserta


perubahannya, yang memaksa seseorang untuk mengambil keputusan intuisi (Ext.
Cond/ . Ext. Cond), tingkat, perubahan tingkat preferensi (dalam hal ini
satisficing) (S), dan karakteristik pengambilan keputusan yang sangat tidak
terstruktur dan sangat tidak terprogram (H. Ustr/ Nprg DM), maka fungsi dari P.
BR dapat diisi sebagai:

14
f (P. BR) = f (Λ Ext. Cond (H), Stf, H. Ustr/ Nprg DM)

Dan demikian pula dengan fungsi rasional. Karena pada hakekatnya dua
pandangan ini memiliki asumsi dasar yang saling berlawanan, maka penjabaran
dari fungsi rasional adalah merupakan lawan dari fungsi rasional yang dibatasi
dengan formula sebagai berikut:

f (P. R) = f (Λ Ext. Cond (L), Opt, L. Ustr/ Nprg DM)

Pada gambar di atas, kondisi lingkungan hanya terdiri dari delapan kondisi.
Namun tentunya kondisi tersebut dapat terdiri lebih dari delapan. Semenjak
kondisi lainnya belum ditemukan (oleh penulis), maka delapan kondisi tersebut
diasumsikan sebagai kondisi utama penyebab penggunaan intuisi dalam
pengambilan keputusan. Adapun formula matematis intuisi yang baru adalah:

I = f {(Λ Ext. Cond (H), Stf, H. Ustr/ Nprg DM) - (Λ Ext. Cond (L), Opt, L.,
Ustr/ Nprg DM)}

Dengan penyederhanaan:

I = f {(x, y, z) - (a, b, c)}

2.5 Skoring Intuisi Dengan Modifikasi Teknik Force Field Analysis

Bila kita ingin mengadakan penilaian tentang kecenderungan penggunaan intuisi,


maka kita dapat memodifikasi teknik pengambilan keputusan force field analysis
seperti pada tabel 8.

Modifikasi teknik tersebut berguna untuk menggambarkan kecenderungan


penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan. Kondisi penyebab
pengambilan keputusan dilakukan dengan intuisi tidak harus secara tegas
dinyatakan sebagaimana yang terlihat dalam tabel tersebut. Delapan kondisi yang
dijabarkan pada tabel tersebut tidak harus dimunculkan dalam bentuk demikian.
Kita dapat melakukan modifikasi kondisi dengan mengemukakan: "keputusan
harus diambil dalam waktu 3 hari (untuk kondisi tekanan waktu, poin 8)". Kita
juga dapat mengganti: "tidak tersedia cukup informasi tentang .... (untuk poin 4

15
dan 5)". Modifikasi ini dilakukan agar gambaran tentang kondisi sebenarnya dari
pengambilan keputusan bisa didapat. Untuk poin pada pandangan rasional, kita
dapat juga melakukan modifikasi serupa. Modifikasi yang dilakukan tentunya
berlawan dengan apa yang telah ditetapkan dalam kolom pandangan bounded
rationality. Sebagai contoh: bila pada poin 6 kita nyatakan bahwa keputusan sulit
dilakukan karena data tidak cukup tersedia, maka pada "sisi berlawanan" kita
dapat nyatakan bahwa dalam kondisi rasional data tersebut bisa membantu.

Tabel 8
Modifikasi Teknik Force Field Analysis

Begitu pula dengan poin tingkat preferensi. Sebagai contoh: setelah


mempertimbangkan sejumlah kondisi, maka disimpulkan bahwa keputusan untuk
memilih satu alternatif pada akhirnya tidak akan dapat mencapai tingkat
optimisasi. Namun pengambil keputusan harus cukup puas dengan keputusan final
yang diambil. Dengan demikian, skor puas atau cukup puas akan diberi nilai
tinggi di kolom rasionalitas yang dibatasi. Sedang di bagian rasional, skor untuk
optimisasi diberi nilai rendah. Adapun sistem penilaian, berapa skor yang harus
diberikan diserahkan kepada pengambil keputusan. Skor terletak antara 1- 5, atau
lebih. Total skor akan menunjukkan tingkat kecenderungan penggunaan intuisi
dibandingkan rasio. Sebagai contoh; bila total nilai untuk fungsi bounded
rationality adalah 20, sedang untuk fungsi rational adalah 14, maka total nilai
kecenderungan adalah 6. Skor ini menandakan bahwa penggunaan intuisi tinggi

16
dalam pengambilan keputusan. Demikian pula sebaliknya, bila total nilai
menghasilkan angka minus, katakanlah minus enam (-6), maka kecenderungan
untuk menggunakan intuisi rendah dalam pengambilan keputusan.

2.6 Intuisi Dalam Kenyataan

Contoh kasus para manajer Jepang yang berusaha menciptakan pasar,


dibandingkan mempertanyakan keberadaan pasar untuk suatu produk baru,
menunjukkan penggunaan intuisi yang tinggi dalam pengambilan keputusan. Para
manajer tersebut dihadapkan pada sejumlah kondisi sebagaimana yang
ditunjukkan oleh delapan kondisi di atas. Menciptakan pasar tentunya memiliki
karakteristik yang berbeda dibanding membangun pasar yang sudah ada. Strategi
pertama dihadapkan pada tingkat ketidakpastian yang tinggi, ketidakadaan data
dan metode pemasaran produk baru sebelumnya, data analisis tidak terlalu
berguna oleh kondisi lingkungan yang tidak jelas, dan sejumlah kondisi lainnya.
Proses pengambilan keputusan yang digunakan dengan memakai pendekatan
rasional (penetapan masalah, pengumpulan dan pengolahan informasi, serta
langkah-langkah sistematis lainnya) pada akhirnya akan berujung pada
pengambilan keputusan secara intuitif. Hasil olahan langkah-langkah rasional
akan berhenti pada "satu titik" tertentu, sehingga langkah-langkah rasionalitas
yang dibatasi akan muncul, dan hal tersebut bermuara pada keputusan atas dasar
intuisi. Bila para manajer Jepang memiliki sikap layaknya para manajer Amerika
yang bersikukuh menggunakan pandangan rasional, maka boleh jadi pasar mesin
faksimili dan walkman tidak akan terwujud, atau pasar tersebut diambil pemain
lain yang menggunakan intuisi dalam pengambilan keputusan.

Ketika seorang komandan militer yang sering terjun di medan pertempuran


diminta untuk menerangkan tentang pengambilan keputusan secara intuitif, maka
jawaban yang diberikannya adalah: "Sebetulnya pengambilan keputusan yang
kami lakukan dapat dikategorikan menjadi dua: pertama di luar medan tempur/ di
luar pertempuran/ tidak sedang bertempur, dan kedua di medan tempur/ dalam
keadaan pertempuran. Keputusan yang pertama pada umumnya lebih sering
dilakukan secara rasional, dengan menggunakan logika semata. Karena kami

17
dapat melakukan pengumpulan dan pengolahan informasi dari data intelijen
nyaris tanpa ada kondisi-kondisi yang menekan, seperti waktu. Hal tersebut
berlaku dalam kondisi damai. Tapi di lapangan, ketika kami harus bahkan kami
tinggalkan. Kami lebih sering menggunakan intuisi dalam bertempur, mau tidak
mau metode yang pertama tidak terlalu berguna, atau mengambil keputusan.
Biasanya kami melakukan hal tersebut karena kami tidak bisa mendapatkan
informasi tentang kondisi musuh kami. Di medan tempur, sedikit sekali data
tersedia, dan kalau ada, data tersebut segera menjadi basi. Selain itu, kami juga
dihadapkan pada kondisi tekanan waktu. Di medan tempur segalanya berubah
dengan sangat cepat, dan satu-satunya harta yang berharga adalah waktu. Karena
informasi sangat sulit didapat. Rasio dan logika tetap berguna sebagai alat untuk
mengolah informasi yang sangat terbatas, untuk menyusun strategi penyerangan
yang efektif, dan untuk merancang sejumlah alternatif lain beserta
konsekuensinya bila serangan atau rencana awal gagal. Namun pada akhirnya
intuisi dari kamilah yang menjadi pembimbing. Intuisi dari para komandan
tertinggi di lapangan juga menjadi pedoman. Dan pada umumnya, prajurit yang
hebat di medan tempur, memiliki tingkat kecerdasan dan intuisi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan apa yang dimiliki oleh prajurit lainnya. Kami sering
menjuluki mereka sebagai "dukun perang", yang seolah- olah mampu "melihat
sesuatu" pada masa depan yang tidak dilihat orang lain. Intuisi bakat, yang dapat
diasah. Tentunya campur tangan Tuhan pula yang akan mengasah bakat tersebut.
Hanya kami selalu mengasahnya dengan tidak terlalu sering menggunakan logika
kala berada di medan tempur. Biar Tuhan menurunkan bantun melalui penajaman
intuisi kami. Kami selalu berusaha mendengarkan apa kata suara dalam "hati
terdalam" kami. Suara tersebut mungkin yang dapat disebut sebagai intuisi.
Namun intuisi juga bukan sekedar perasaan atau feeling tentang sesuatu.
Menggunakan perasaan di medan tempur malah membahayakan kesatuan.
Menurut pandangan kami, intuisi adalah "saripati kecerdasan dan perasaan" yang
menjadi pemandu dalam menentukan keputusan terbaik. Dan di medan tempur,
keputusan terbaik adalah yang dapat menyelamatkan nyawa anak buah kami, dan
nyawa kami, tanpa kami melalaikan tugas dan kewajiban".

18
Dua contoh kasus tersebut memberikan gambaran tentang proses pengambilan
keputusan atas dasar intuisi. Proses dimulai dari identifikasi masalah. Namun
karena masalah yang muncul, atau dimunculkan, dihadapkan pada sejumlah
kondisi yang telah disebutkan di atas, maka langkah-langkah rasional akan
berhenti pada tahap identifikasi,

Untuk langkah-langkah pengambilan keputusan menurut dua pandangan rasional


dan rasionalitas yang dibatasi dapat dilihat pada bagian model-model
pengambilan keputusan. Gambar tersebut memperlihatkan kedudukan intuisi
sebagai sebuah "teknik" penentuan alternatif solusi, "alat" dalam pengambilan
keputusan final. Intuisi, sebagaimana yang dikemukakan dalam contoh kasus,
dengan demikian dapat dikatakan sebagai sebuah "fermentasi alamiah" antara
pendekatan rational dengan bounded rationality. Dimana intuisi tidak memiliki
batasan dikotomis antara dua pandangan tersebut. Karenanya, intuisi dapat
dimasukkan pada kategori sesuatu yang ilmiah, dapat dijelaskan secara ilmiah,
dan bahkan dipelajari. Masalah ketidakilmiahannya terletak pada kasus
perselisihan atas pandangan sosial-budaya, dan bukan keilmuan. Selain itu, intuisi
dapat dikategorikan ilmiah karena penggunaan intuisi terjadi bila jenis
pengambilan keputusannya adalah sangat tidak terstruktur dan tidak terprogram
(keputusan yang dinamis). Dimana jenis dari pengambilan keputusan ini
merupakan pengambilan keputusan utama yang harus dihadapi pada saat ini.

Gambar 14. Proses Pengambilan Keputusan Intuisi

19
Bila kemudian muncul pandangan bahwa intuisi bukan hal yang ilmiah, bukan
bagian dari pandangan rasionalitas karena keputusan yang diambil atas dasar
intuisi lebih menghasilkan risiko atau masalah, maka kita dapat kemukakan
pertanyaan: "apa definisi anda mengenai risiko?" Semenjak masalah atau risiko.
yang akan muncul memiliki dua peluang: terjadi atau tidak terjadi, maka tentu
intuisi tidak dapat dikatakan tidak ilmiah. Risiko atau masalah yang akan muncul
kemudian merupakan nilai perkiraan, penentuan peluang semata. Penjelasan
tentang risiko dapat diikuti kembali pada bagian teori pengambilan keputusan.
Bila pendapat yang mengaitkan intuisi dengan peristiwa yang akan muncul
dianggap sah untuk melegitimasi ketidakilmiahan intuisi, maka tentunya demikian
pula dengan pengambilan keputusan atas dasar rasionalitas. Pengambilan
keputusan bagaimanapun juga akan selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa
ketidakpastian yang menghasilkan dua kutub kondisi yang bernilai dikotomis:
baik-buruk, terjadi-tidak terjadi, atau berhasil-tidak. Keputusan atas dasar
rasionalitas pun akan dihadapkan pada kondisi semacam itu. Sehingga dengan
demikian, maka merupakan suatu kesalahan besar bila penilaian atas intuisi
didasarkan atas peristiwa yang akan terjadi (masalah/ risiko).

Bagi manajer yang merupakan entrepreneur, penggunaan intuisi dan imajinasi


akan sangat membantu kemajuan usaha, membantu pengambilan keputusan.
Dengan adanya pengalaman, kemampuan dan kompetensi, ditambah data,
kemauan untuk mengamati, berpikir, kontemplasi serta senang terhadap
tantangan, maka akan mendorong manajer untuk selalu meningkatkan daya
intuisinya (Buchari Alma 2002). Hal yang patut menjadi pertanyaan untuk kajian
intuisi ini adalah: "Bagaimana organisasi dapat menumbuhkembangkan dan
melatih kemampuan atau kecerdasan intuisi yang dimiliki oleh para manajernya,
sehingga intuisi dapat menjadi "alat" dalam mengambil keputusan yang efektif?"
Jawaban atas pertanyaan ini merupakan pekerjaan rumah bagi setiap pengelola
organisasi.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami
simpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja,
tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan
masalah yang dihadapi suatu organisasi.Dimana pengambilan keputusan ini
ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organisasi yang bersangkutan dan
untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan informasi yang
lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan
konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Selain informasi, dalam penyelesaian masalah pun dibutuhkan perumusan


masalah dengan baik.Kemudian dibuatkan alternatif-alternatif keputusan masalah
yang disertai dengan konsekuensi positif dan negatif. Jika semua hal itu dapat
dikemukakan dan dicari secara tepat, masalah tersebut akan lebih mudah untuk
diselesaikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

22

Anda mungkin juga menyukai