Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


(PBB)

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah


Mata kuliah : Perpajakan II
Dosen pengampu : Dian Priatiningsih, S.E., M.Si.

Disusun oleh :
1. Nunuk Yulianti (0517021251)
2. Dian Sakinah (0517021441)
3. Vikananda Lestiana (0517021451)
4. Gery Bintoro (0517021291)
5. Suci Sirotul Janah (0517022021)
6. Rustia Waningsih (0517022191)
7. Risqiyatun Maesaroh (0517022381)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................... 1
1.3 TUJUAN PENULISAN......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)....................................... 3
2.2 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan............................................. 3
2.3 Objek Pajak Bumi dan Bangunan ....................................................... 4
2.4 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan......................................................... 5
2.5 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan............................................................ 6
2.6 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan........................................ 8
2.7 Pengurangan, Keberatan, dan Banding Pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan...............................................................................................
9
2.8 Restitusi Pajak Bumi dan Bangunan...................................................... 15

2.9 Sanksi Pajak Bumi dan Bangunan......................................................... 16


BAB III PENUTUP................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 17
3.2 Saran ..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pajak merupakan salah satu instrumen yang paling penting dalam
menentukan pendapatan suatu negara. Mengingat peranan pajak yang sangat
penting bagi suatu negara maka pemerintah mewajibkan bahwa setiap orang
dikenai pajak, sehingga terdapat peraturan yang telah ditetapkan pemerintah
tentang pajak.
Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek
pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan memperoleh manfaat atas bumi, memiliki
atau menguasai manfaat atas bangunan.  Dengan demikian , subjek pajak tersebut
menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah dan
bangunan karena adanya keuntungan atau kedudukan social ekonomi yang lebih
baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh
manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah nilai jual objek
pajak (NJOP). Ditentukan berdasarkan harga pasar perwilayah dan ditetapkan
setiap tahun oleh mentri keuangan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa definisi pajak bumi dan bangunan?
b. Apa Dasar hukum pajak bumi dan bangunan?
c. Apa Objek pajak bumi dan bangunan?
d. Apa Subjek pajak bumi dan bangunan?
e. Bagaimana Tarif pajak bumi dan bangunan?
f. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan?
g. Bagaimana tata cara pengurangan, keberatan, & banding Pajak Bumi dan
Bangunan?
h. Bagaimana tata cara restitusi Pajak Bumi dan Bangunan?
i. Apa saja sanksi dalam Pajak Bumi dan Bangunan?

1
1.3 TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui pengertian pajak bumi dan bangunan
b. Untuk mengetahui dasar hukum pajak bumi dan bangunan
c. Untuk mengetahui objek pajak bumi dan bangunan
d. Untuk mengetahui subjek pajak bumi dan bangunan
e. Untuk mengetahui tarif pajak bumi dan bangunan
f. Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan
g. Untuk mengetahui

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah dan
bangunan karena adanya keuntungan atau kedudukan social ekonomi yang lebih
baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh
manfaat dari padanya. 
Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang
bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek
yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut
menentukan besarnya barang.

2.2 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas objek pajak
bumi dan bangunan yang diatur pengenaannya berdasarkan undang-undang. UU
No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun
1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
 KMK No. 201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya nilai jual objek
pajak tidak kena pajak sebagai dasar penghitungan besar pajak bumi dan
bangunan.
 KMK No. 523/KMK 04/1998 tentang penentuan klasifikasi dan besarnya nilai
jual objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan.
 KMK No. 1004/KMK.04/1985 tentang penentuan badan atau perwakilan
organisasi internasional yang menggunakan objek pajak bumi dan bangunan
yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.
 Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 tentang tata cara penetapan
besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak sebagai dasar penghitungan
pajak bumi dan bangunan.
 Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 tentang pengenaan pajak budan
bangunan.

3
 Surat edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 tentang penyesuaian
besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) PBB dan
perubahan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) BPHTB
untuk tahun pajak 2004.
 Surat edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 tentang penegasan dan
penjelasan pembebasan PBB atas fasilitas umum dan sarana sosial untuk
kawasan industry real estate.

2.3 Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pajak bumi dan
bangunan dikenakan atas bumi dan bangunan, otomatis yang menjadi objek
pajaknya adlah bumi dan bangunan.
Yang menjadi objek pajak adalah
 Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
 Bangunan adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah atau perairan
Yang termasuk pengertian bangunan adalah
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan
dengan komplek bangunan tersebut
b. Jalan tol
c. Kolam renang
d. Pagar mewah
e. Tempat olahraga
f. Galangan kapal, dermaga
g. Taman mewah
h. Tempat penampungan atau kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat

4
Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB.
Terdapat juga objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak
tersebut harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar
kriteria tersebut:
1. Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional,
yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
hal tersebut.
3. Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
5. Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri keuangan.

2.4 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek
pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi,dan memperoleh manfaat atas bumi, dan menguasai atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian, subjek pajak tersebut
menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.
Jika subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak
objek pajak sedangkan peralatannya dikusakan kepada orang atau badan, orang
atau badan yng diberi kuasa dapat ditunjuk sebagi wajib pajak oleh direktur
jenderal pajak.
Namun penunjukan tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subjek
pajak yag ditetapkan seperti pada contoh diatas dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada direktur jenderal pajak bahwa ia bukan wajib pajak

5
terhadap objek pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh
wajib pajak disetujui, maka direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib
pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.

2.5 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan


Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah 0,5% dan jenis tariff
ini disebut sebagai tariff tunggal yang berlaku bgi objek pajak jenis apapun
diseluruh wilayah idonesia. Trif efektif pajak bumi dan bangunan adlah 0,1%
untuk ojek yang nilai jual objek pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2%
untuk objek yang nilai jual objek pajak (NJOP) sama diatas  milyar.
Dasar perhitungan pajak bumi dan bangunan
Dasar perhitungan bumi dan bangunan adalah nilai jual kena pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah :
1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
3. Objek pajak pertambangan 40%
4. Apabila NJOP nya < Rp. 1.000.000.000 adalah 40%Apabila NJOP nya >
Rp. 1.000.000.000 adalah 20%
Rumus Pajak
Rumus Pajak Bumi dan Bangunan = tariff X NJKP
Contoh :
 Jika NJKP = 40% X (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya pajak bumi dan
bangunan
                              = 0,5% X 40% X (NJOP – NJOPTKP)
                              = 0,2% X (NJOP – NJOPTKP)
 Jika NJKP = 20% X (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya pajak bumi dan
bangunan
                              = 0,5% X 20% (NJOP – NJOPTKP)
                              = 0,1 % X (NJOP – NJOPTKP)

6
Contoh Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Otong memiliki tanah seluas 72 meter persegi, setiap meter persegi sehaarga
Rp. 2.000.000. bangunan seluas 36 meter persegi, setiap meter persegi seharga
Rp. 1.000.000. dan taman seluas 36 meter persegi, setiap meter persegi
seharga Rp. 500.000. apabila NJOPTKP yang ditetapkan adalah Rp.
10.000.000, berapa PBB yang harus dibayar Otong?
Diketahui:
Nilai tanah 72 x Rp. 2.000.000 = Rp. 144.000.000
Bangunan 36 x Rp. 1.000.000 = Rp. 36.000.000
Taman 36 x Rp. 500.000 = Rp. 18.000.000
1.   Menghitung nilai bangunan
Nili bangunan = bangunan + taman – NJOPTKP
Bangunan Rp. 36.000.000
Taman       Rp. 18.000.000 (+)
                  Rp. 54.000.000
NJOPTKP Rp. 10.000.000 (-)
Nilai bangunan Rp. 44.000.000

2.   Menghitung Niai Jual Objek Pajak (NJOP)


NJOP = nilai bangunan + taman
Nilai bangunan Rp. 44.000.000
Nilai tanah         Rp. 144.00.000 (+)
NJOP                Rp. 188.000.000

3.   Menghitung PBB yang harus dibayarkan


Nilai tanah 0,5% x 20% x Rp. 144.000.000 = Rp 144.000
Nilai bangunan 0,5% x 20% x Rp. 44.000.000 = Rp. 44.000 (+)
PBB yang harus dibayarkan = Rp. 188.000 (harus sama dengan NJOP)

7
2.6 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Setelah mengetahui pengertian PBB, dasar hukumnya, subjek dan objek
PBB, tarif, serta cara mendaftarkan obejk pajak, kini Anda juga perlu tahu dasar
PBB. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).
NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Setiap tahun,
biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota
menetapkan NJOP. Penetapan tersebut didasarkan atas sejumlah hal seperti:
1. Dasar penetapan NJOP bumi:
o Letak.
o Pemanfaatan.
o Peruntukan.
o Kondisi Lingkungan.
2. Dasar penetapan NJOP bangunan:
o Bahan yang digunakan dalam bangunan.
o Rekayasa.
o Letak.
o Kondisi lingkungan.
Selain itu, terdapat juga dasar penetapan NJOP saat tidak ada transaksi
jual beli. Nah, penjelasannya akan dijabarkan di bawah ini.
1. Perbandingan Harga dengan Objek Lainnya: objek lain yang dimaksud
merupakan objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan, memiliki fungsi
yang sama dengan objek lain yang sudah diketahui nilai jualnya. Penggunaan
objek lain yang memiliki kriteria tersebut sebagai gambaran yang kurang
lebih bisa mendekati nilai objek yang dibandingkan. Sehingga NJOP yang
ditetapkan pun memiliki hitungan yang benar.
2. Nilai Perolehan Baru: penetapan NJOP dengan nilai perolehan baru yang
dimaksud adalah dengan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk
memperoleh objek pajak. Penilaian tersebut nantinya akan dikurangi dengan
penyusutan yang terjadi, seperti penyusutan yang terjadi pada kondisi fisik
objek pajak.

8
3. Nilai Jual Pengganti: nilai jual pengganti yang dimaksud adalah penetapan
NJOP berdasarkan pada hasil produk onjek pajak. Jadi, nilai jualnya
didasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu sendiri.

2.7 Pengurangan, Keberatan, dan Banding Pengurangan Pajak Bumi dan


Bangunan
A. Pengurangan Pajak
Diberikan pengurangan pajak terhutang bilamana wajib pajak :
a. Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan
subjek pajak dan atau karena sebab-sebab lain yaitu :
 lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya
sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib
pajak perorangan.
 Objek pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai
atau dimanfaatkan oleh wajib pajak perseorangan yang
berpenghasilan rendah.
 Objek pajak dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
perseorangan yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun
sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi.
 Objek pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib
pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang
serius sepanjang tahun sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban
rutin perusahaan.
 Objek pajak dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpeng-hasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBBnya sulit
dipenuhi.
Besarnya persentase pengurangan ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan PBB berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif
dengan mengingat penghasilan wajib pajak dan besarnya PBB yang
terhutang. Pengurangan ditetapkan setinggi-tingginya 75 %.

9
b. Objek pajak terkena bencana alam.
Besarnya persentase pengurangan ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan PBB. Pengurangan ini bisa ditetapkan sampai 100 %.
 Cara pengajuan permohonan pengurangan
Wajib pajak bisa mengajukan permohonan pengurangan PBB dengan
mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
Permohonan pengurangan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai
dengan Rp 25.000 dapat diajukan secara perseorangan atau
kolektif.
b) Permohonan pengurangan untuk ketetapan PBB diatas Rp 25.000
harus diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan dengan
melampirkan foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan
permohonan pengurangannya.
c) Untuk wajib pajak badan hukum harus dilampiri dengan :
 foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan
permohonan pengurangannya.
 SPT PPh tahun pajak yang terakhir beserta lampirannya.
d) Atas objek pajak yang terkena bencana alam dan sebab-sebab lain
yang luar biasa dan bersifat massal, diajukan secara tertulis oleh
Kepala desa/lurah dan diketahui oleh Camat dengan
mencantumkan nama-nama wajib pajak yang dimohonkan
pengurangannya.
e) Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya
dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya
diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya
SPPT/SKP oleh wajib pajak.
f) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam diajukan selambat-
lambatnya 60 hari sejak terjadinya bencana alam.
g) Apabila batas waktu pengajuan (e) dan (f) tidak dipenuhi, maka
permohonan tersebut tidak diproses dan Kepala Kantor Pelayanan

10
PBB memberitahukan kepada wajib pajak/Kepala Desa/Lurah
yang bersangkutan secara tertulis dengan penjelasannya.
Batas Waktu Pengurangan Permohonan.
a) Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP,
harus sudah memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari
sejak diterimanya permohonan pengurangan.
b) Keputusan dapat menerima seluruh , sebagian permohonan atau
menolak.
c) Keputusan pemberian pengurangan berlaku untuk satu tahun
pajak.
d) Keputusan dibuat berdasar hasil penelitian administrasi dan atau
verifikasi lapangan dengan pertimbangan wajar dan objektif.
e) Bila jangka waktu permohonan 60 hari telah lewat dan keputusan
belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap
diterima dan diterbitkan keputusan pemberian pengurangan yang
besarnya sesuai dengan permohonan pengurangan.
f) Jangka waktu 60 hari dihitung sejak tanggal tanda terima surat
permohonan tersebut bila disampaikan langsung atau tanggal
diterimanya surat permohonan di Kantor Pelayanan PBB bila surat
dikirimkan melalui Pos/sarana pengiriman lainnya.

B. KEBERATAN PAJAK
Keberatan muncul karena :
1. Wajib pajak merasa besarnya pajak terhutang pada SPPT yang diterimanya
tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya, misalnya :
a. kesalahan luas objek pajak.
b. kesalahan klasifikasi objek PBB.
c. kesalahan penetapan/pengenaan pajak terhutang.
2. terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan PBB antara wajib pajak
dan aparat pajak.

11
Cara pengajuan
Pengajuan harus memenuhi syarat :
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mencantumkan alasan yang jelas dan dilampiri bukti – bukti resmi.
2. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak diterimanya
SPPT/SKP.
3. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
4. Keberatan besarnya pajak terhutang pada SPPT/SKP harus diajukan
untuk tiap objek pajak dengan surat keberatan tersendiri pada tiap
tahun pajak.
Bukti – bukti untuk memperkuat alasan keberatan adalah :
1. Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat.
2. Surat pengukuran tanah/gambar rincian dari tanah dimaksud.
3. Akte jual beli/segel.
4. Girik/petuk D (SPPT, SKP, SKIP – IPEDA ).
5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6. Surat penunjukan kaveling.
Bila sudah diajukan, wajib pajak akan menerima tanda bukti bahwa surat
pengajuan keberatan telah diterima.
Proses Penyelesaian Keberatan
Setelah surat pengajuan keberatan diterima , diadakan penelitian kebenaran
persyaratan keberatan agar bisa ditentukan bisa tidaknya diproses keberatan
tersebut. Bila perlu Kantor Pelayanan PBB akan melakukan peninjauan
langsung atas objek pajak di lapangan.
Penyelesaian Keberatan
Ada beberapa kategori keputusan atas keberatan yang dibuat Kepala
Kantor Pelayanan PBB.
1. Keberatan diterima seluruhnya bila keberatan yang diajukan terbukti
kebenarannya.
2. Keberatan diterima sebagian , besar pajak terhutang akan diadakan
pembetulan.

12
3. Bila data – data yang disampaikan dalam keberatan hanya sebagian
saja yang terbukti kebenarannya, besarnya pajak terhutang akan
disesuaikan dengan keadaan sebenarnya dan pada SPPT/SKP diadakan
pembetulan seperlunya.
4. Keberatan ditolak, bila data yang diajukan tidak memenuhi persyaratan
dan tidak terbukti kebenarannya.
Pengajuan keberatan yang dapat menambah besarnya pajak :
Bila data yang diajukan, setelah diadakan peninjauan objek pajak di lapangan
dan dibandingkan dengan data banding yang diperoleh dari instansi terkait
ternyata ada perubahan yang meningkatkan data objek pajak maka data itu
akan dipakai sebagai bahan membetulkan data yang ada pada SPPT/SKP.
Sehingga bagi wajib pajak yang mengajukan keberatan, besarnya pajak
terhutang akan bertambah.
Jangka waktu pengajuan dan penyelesaian keberatan
Yang harus diperhatikan oleh wajib pajak adalah :
 Pengajuan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
diterimanya SPPT dan atau SKP oleh wajib pajak.
 Kecuali apabila dalam jangka waktu itu wajib pajak bisa menunjukkan
alasan tidak dipenuhinya ketentuan karena keadaan di luar kekuasaannya.
Kepala Kantor Pelayanan PBB akan memproses penyelesaian keberatan
dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya surat keberatan.
Bila 12 bulan telah lewat dan KKP PBB belum/tidak memberikan keputusan
keberatan, pengajuan keberatan dianggap diterima. Wajib pajak wajib
membayar pajak terhutang yang sebenarnya seperti dalam surat keberatan.

C. BANDING PAJAK
Wajib pajak dapat mengajukan permasalahan keberatan ke tingkat banding
yaitu kepada Badan Peradilan Pajak (Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak/BPSP) yang diatur dalam UU 17/1997. Pengajuan permohonan banding
tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

13
Syarat dan tata cara pengajuan banding:
a. diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau
kuasa hukumnya
b. tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
c. dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
d. dilampiri salinan surat keputusan atas keberatan
e. terhadap satu surat keputusan keberatan, diajukan satu permohonan
banding
f. banding terhadap besarnya jumlah pajak terhutang hanya dapat diajukan
apabila jumlah pajak yang terhutang dimaksud telah dibayar lunas.
Bentuk Putusan Banding
a. Putusan Banding Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa
1. menolak;
2. mengabulkan sebagian atas seluruhnya;
3. menambah pajak yang harus dibayar;
4. tidak dapat diterima;
5. membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung.
b. Putusan banding oleh BPSP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap
serta bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagaian atau
seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.
Pengajuan banding dilakukan karena :
 Pengajuan keberatan ditolak oleh KKP PBB karena data objek tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya atau adanya perbedaan penafsiran
per undang-undangan antar wajib pajak dan aparat pajak.
 Subjek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan
Direktur Jendral Pajak.
Keputusan banding berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan
kekuatan hukum baik terhadap Dirjen Pajak maupun terhadap wajib
pajak.

14
2.8 Restitusi Pajak Bumi dan Bangunan
Restitusi PBB adalah kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP)
lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang. Kelebihan pembayaran
PBB bias terjadi dalam hal:
[1] Perubahahan peraturan;
[2] Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
[3] Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
[4] Putusan Banding;
[5] Kekeliruan pembayaran.

Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran PBB ?


[1] WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada
Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB atau KPP Pratama yang menerbitkan
SPPT/SKP/STP.

[2] Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;

[3] Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek
Pajak yang dimohonkan berupa:
[3.a] fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau
Surat Keputusan pemberian pengurangan;
[3.b] Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib
Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan
maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Lama yah? Memang semua
restitusi menurut undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP) harus direspon paling lama 12 bulan. Tapi tidak berarti harus 12
bulan. Boleh kurang dari 12 bulan tetapi tidak boleh lebih dari 12 bulan.

15
2.9 Sanksi Pajak Bumi dan Bangunan

16
BAB III
PENUTUP

3.3 Kesimpulan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan
terhadap bumi atau bangunan berdasarkan Udang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendan dalam arti besarnya pajak
terutang terutang ditentukan oleh kedaan objek yaitu bumi/tanah dan atau
bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak. Yang menjadi objek pajak adalah bumi adalah permukaan bumi
dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dll. Bangunnan adalah konstruksi tekhnik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan Yang
termasuk pengertian bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu
komplek bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain
yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut, jalan tol
,kolam renang, paagar mewah.

3.4 Saran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini sangat berguna bagi pembangunan
serta melengkapi sarana dan prasarana di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan
kepada masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesadaran serta kemauan
untuk membayar PBB ini. Karena semua ini yang akan menikmati adalah kita
sendiri.
Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperluas sosialisasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya pembayaran PBB, sehingga masyarakat
mempunyai motivasi dalam pembayaran PBB ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Judisseno, Rimsky K,1997, Pajak dan Strategi Bisnis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
https://www.online-pajak.com/pajak-bumi-dan-bangunan
http://independentlawfirm.blogspot.com/2014/12/pengurangan-keberatan-dan-
banding.html
http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/05/restitusi-pbb.html?m=1
https://jojonomic.com/blog/pajak-bumi-bangunan/

18

Anda mungkin juga menyukai