Disusun oleh :
1. Nunuk Yulianti (0517021251)
2. Dian Sakinah (0517021441)
3. Vikananda Lestiana (0517021451)
4. Gery Bintoro (0517021291)
5. Suci Sirotul Janah (0517022021)
6. Rustia Waningsih (0517022191)
7. Risqiyatun Maesaroh (0517022381)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui pengertian pajak bumi dan bangunan
b. Untuk mengetahui dasar hukum pajak bumi dan bangunan
c. Untuk mengetahui objek pajak bumi dan bangunan
d. Untuk mengetahui subjek pajak bumi dan bangunan
e. Untuk mengetahui tarif pajak bumi dan bangunan
f. Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan
g. Untuk mengetahui
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Surat edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 tentang penyesuaian
besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) PBB dan
perubahan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) BPHTB
untuk tahun pajak 2004.
Surat edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 tentang penegasan dan
penjelasan pembebasan PBB atas fasilitas umum dan sarana sosial untuk
kawasan industry real estate.
4
Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB.
Terdapat juga objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak
tersebut harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar
kriteria tersebut:
1. Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional,
yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
hal tersebut.
3. Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
5. Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri keuangan.
5
terhadap objek pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh
wajib pajak disetujui, maka direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib
pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.
6
Contoh Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Otong memiliki tanah seluas 72 meter persegi, setiap meter persegi sehaarga
Rp. 2.000.000. bangunan seluas 36 meter persegi, setiap meter persegi seharga
Rp. 1.000.000. dan taman seluas 36 meter persegi, setiap meter persegi
seharga Rp. 500.000. apabila NJOPTKP yang ditetapkan adalah Rp.
10.000.000, berapa PBB yang harus dibayar Otong?
Diketahui:
Nilai tanah 72 x Rp. 2.000.000 = Rp. 144.000.000
Bangunan 36 x Rp. 1.000.000 = Rp. 36.000.000
Taman 36 x Rp. 500.000 = Rp. 18.000.000
1. Menghitung nilai bangunan
Nili bangunan = bangunan + taman – NJOPTKP
Bangunan Rp. 36.000.000
Taman Rp. 18.000.000 (+)
Rp. 54.000.000
NJOPTKP Rp. 10.000.000 (-)
Nilai bangunan Rp. 44.000.000
7
2.6 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Setelah mengetahui pengertian PBB, dasar hukumnya, subjek dan objek
PBB, tarif, serta cara mendaftarkan obejk pajak, kini Anda juga perlu tahu dasar
PBB. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).
NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Setiap tahun,
biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota
menetapkan NJOP. Penetapan tersebut didasarkan atas sejumlah hal seperti:
1. Dasar penetapan NJOP bumi:
o Letak.
o Pemanfaatan.
o Peruntukan.
o Kondisi Lingkungan.
2. Dasar penetapan NJOP bangunan:
o Bahan yang digunakan dalam bangunan.
o Rekayasa.
o Letak.
o Kondisi lingkungan.
Selain itu, terdapat juga dasar penetapan NJOP saat tidak ada transaksi
jual beli. Nah, penjelasannya akan dijabarkan di bawah ini.
1. Perbandingan Harga dengan Objek Lainnya: objek lain yang dimaksud
merupakan objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan, memiliki fungsi
yang sama dengan objek lain yang sudah diketahui nilai jualnya. Penggunaan
objek lain yang memiliki kriteria tersebut sebagai gambaran yang kurang
lebih bisa mendekati nilai objek yang dibandingkan. Sehingga NJOP yang
ditetapkan pun memiliki hitungan yang benar.
2. Nilai Perolehan Baru: penetapan NJOP dengan nilai perolehan baru yang
dimaksud adalah dengan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk
memperoleh objek pajak. Penilaian tersebut nantinya akan dikurangi dengan
penyusutan yang terjadi, seperti penyusutan yang terjadi pada kondisi fisik
objek pajak.
8
3. Nilai Jual Pengganti: nilai jual pengganti yang dimaksud adalah penetapan
NJOP berdasarkan pada hasil produk onjek pajak. Jadi, nilai jualnya
didasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu sendiri.
9
b. Objek pajak terkena bencana alam.
Besarnya persentase pengurangan ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan PBB. Pengurangan ini bisa ditetapkan sampai 100 %.
Cara pengajuan permohonan pengurangan
Wajib pajak bisa mengajukan permohonan pengurangan PBB dengan
mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
Permohonan pengurangan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai
dengan Rp 25.000 dapat diajukan secara perseorangan atau
kolektif.
b) Permohonan pengurangan untuk ketetapan PBB diatas Rp 25.000
harus diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan dengan
melampirkan foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan
permohonan pengurangannya.
c) Untuk wajib pajak badan hukum harus dilampiri dengan :
foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan
permohonan pengurangannya.
SPT PPh tahun pajak yang terakhir beserta lampirannya.
d) Atas objek pajak yang terkena bencana alam dan sebab-sebab lain
yang luar biasa dan bersifat massal, diajukan secara tertulis oleh
Kepala desa/lurah dan diketahui oleh Camat dengan
mencantumkan nama-nama wajib pajak yang dimohonkan
pengurangannya.
e) Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya
dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya
diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya
SPPT/SKP oleh wajib pajak.
f) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam diajukan selambat-
lambatnya 60 hari sejak terjadinya bencana alam.
g) Apabila batas waktu pengajuan (e) dan (f) tidak dipenuhi, maka
permohonan tersebut tidak diproses dan Kepala Kantor Pelayanan
10
PBB memberitahukan kepada wajib pajak/Kepala Desa/Lurah
yang bersangkutan secara tertulis dengan penjelasannya.
Batas Waktu Pengurangan Permohonan.
a) Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP,
harus sudah memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari
sejak diterimanya permohonan pengurangan.
b) Keputusan dapat menerima seluruh , sebagian permohonan atau
menolak.
c) Keputusan pemberian pengurangan berlaku untuk satu tahun
pajak.
d) Keputusan dibuat berdasar hasil penelitian administrasi dan atau
verifikasi lapangan dengan pertimbangan wajar dan objektif.
e) Bila jangka waktu permohonan 60 hari telah lewat dan keputusan
belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan dianggap
diterima dan diterbitkan keputusan pemberian pengurangan yang
besarnya sesuai dengan permohonan pengurangan.
f) Jangka waktu 60 hari dihitung sejak tanggal tanda terima surat
permohonan tersebut bila disampaikan langsung atau tanggal
diterimanya surat permohonan di Kantor Pelayanan PBB bila surat
dikirimkan melalui Pos/sarana pengiriman lainnya.
B. KEBERATAN PAJAK
Keberatan muncul karena :
1. Wajib pajak merasa besarnya pajak terhutang pada SPPT yang diterimanya
tidak sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya, misalnya :
a. kesalahan luas objek pajak.
b. kesalahan klasifikasi objek PBB.
c. kesalahan penetapan/pengenaan pajak terhutang.
2. terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan PBB antara wajib pajak
dan aparat pajak.
11
Cara pengajuan
Pengajuan harus memenuhi syarat :
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mencantumkan alasan yang jelas dan dilampiri bukti – bukti resmi.
2. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak diterimanya
SPPT/SKP.
3. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
4. Keberatan besarnya pajak terhutang pada SPPT/SKP harus diajukan
untuk tiap objek pajak dengan surat keberatan tersendiri pada tiap
tahun pajak.
Bukti – bukti untuk memperkuat alasan keberatan adalah :
1. Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat.
2. Surat pengukuran tanah/gambar rincian dari tanah dimaksud.
3. Akte jual beli/segel.
4. Girik/petuk D (SPPT, SKP, SKIP – IPEDA ).
5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6. Surat penunjukan kaveling.
Bila sudah diajukan, wajib pajak akan menerima tanda bukti bahwa surat
pengajuan keberatan telah diterima.
Proses Penyelesaian Keberatan
Setelah surat pengajuan keberatan diterima , diadakan penelitian kebenaran
persyaratan keberatan agar bisa ditentukan bisa tidaknya diproses keberatan
tersebut. Bila perlu Kantor Pelayanan PBB akan melakukan peninjauan
langsung atas objek pajak di lapangan.
Penyelesaian Keberatan
Ada beberapa kategori keputusan atas keberatan yang dibuat Kepala
Kantor Pelayanan PBB.
1. Keberatan diterima seluruhnya bila keberatan yang diajukan terbukti
kebenarannya.
2. Keberatan diterima sebagian , besar pajak terhutang akan diadakan
pembetulan.
12
3. Bila data – data yang disampaikan dalam keberatan hanya sebagian
saja yang terbukti kebenarannya, besarnya pajak terhutang akan
disesuaikan dengan keadaan sebenarnya dan pada SPPT/SKP diadakan
pembetulan seperlunya.
4. Keberatan ditolak, bila data yang diajukan tidak memenuhi persyaratan
dan tidak terbukti kebenarannya.
Pengajuan keberatan yang dapat menambah besarnya pajak :
Bila data yang diajukan, setelah diadakan peninjauan objek pajak di lapangan
dan dibandingkan dengan data banding yang diperoleh dari instansi terkait
ternyata ada perubahan yang meningkatkan data objek pajak maka data itu
akan dipakai sebagai bahan membetulkan data yang ada pada SPPT/SKP.
Sehingga bagi wajib pajak yang mengajukan keberatan, besarnya pajak
terhutang akan bertambah.
Jangka waktu pengajuan dan penyelesaian keberatan
Yang harus diperhatikan oleh wajib pajak adalah :
Pengajuan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
diterimanya SPPT dan atau SKP oleh wajib pajak.
Kecuali apabila dalam jangka waktu itu wajib pajak bisa menunjukkan
alasan tidak dipenuhinya ketentuan karena keadaan di luar kekuasaannya.
Kepala Kantor Pelayanan PBB akan memproses penyelesaian keberatan
dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya surat keberatan.
Bila 12 bulan telah lewat dan KKP PBB belum/tidak memberikan keputusan
keberatan, pengajuan keberatan dianggap diterima. Wajib pajak wajib
membayar pajak terhutang yang sebenarnya seperti dalam surat keberatan.
C. BANDING PAJAK
Wajib pajak dapat mengajukan permasalahan keberatan ke tingkat banding
yaitu kepada Badan Peradilan Pajak (Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak/BPSP) yang diatur dalam UU 17/1997. Pengajuan permohonan banding
tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
13
Syarat dan tata cara pengajuan banding:
a. diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau
kuasa hukumnya
b. tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
c. dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima
d. dilampiri salinan surat keputusan atas keberatan
e. terhadap satu surat keputusan keberatan, diajukan satu permohonan
banding
f. banding terhadap besarnya jumlah pajak terhutang hanya dapat diajukan
apabila jumlah pajak yang terhutang dimaksud telah dibayar lunas.
Bentuk Putusan Banding
a. Putusan Banding Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa
1. menolak;
2. mengabulkan sebagian atas seluruhnya;
3. menambah pajak yang harus dibayar;
4. tidak dapat diterima;
5. membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung.
b. Putusan banding oleh BPSP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap
serta bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagaian atau
seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.
Pengajuan banding dilakukan karena :
Pengajuan keberatan ditolak oleh KKP PBB karena data objek tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya atau adanya perbedaan penafsiran
per undang-undangan antar wajib pajak dan aparat pajak.
Subjek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan
Direktur Jendral Pajak.
Keputusan banding berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan
kekuatan hukum baik terhadap Dirjen Pajak maupun terhadap wajib
pajak.
14
2.8 Restitusi Pajak Bumi dan Bangunan
Restitusi PBB adalah kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP)
lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang. Kelebihan pembayaran
PBB bias terjadi dalam hal:
[1] Perubahahan peraturan;
[2] Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
[3] Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
[4] Putusan Banding;
[5] Kekeliruan pembayaran.
[2] Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
[3] Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek
Pajak yang dimohonkan berupa:
[3.a] fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau
Surat Keputusan pemberian pengurangan;
[3.b] Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib
Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan
maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Lama yah? Memang semua
restitusi menurut undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP) harus direspon paling lama 12 bulan. Tapi tidak berarti harus 12
bulan. Boleh kurang dari 12 bulan tetapi tidak boleh lebih dari 12 bulan.
15
2.9 Sanksi Pajak Bumi dan Bangunan
16
BAB III
PENUTUP
3.3 Kesimpulan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan
terhadap bumi atau bangunan berdasarkan Udang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendan dalam arti besarnya pajak
terutang terutang ditentukan oleh kedaan objek yaitu bumi/tanah dan atau
bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak. Yang menjadi objek pajak adalah bumi adalah permukaan bumi
dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dll. Bangunnan adalah konstruksi tekhnik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan Yang
termasuk pengertian bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu
komplek bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain
yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut, jalan tol
,kolam renang, paagar mewah.
3.4 Saran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini sangat berguna bagi pembangunan
serta melengkapi sarana dan prasarana di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan
kepada masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesadaran serta kemauan
untuk membayar PBB ini. Karena semua ini yang akan menikmati adalah kita
sendiri.
Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperluas sosialisasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya pembayaran PBB, sehingga masyarakat
mempunyai motivasi dalam pembayaran PBB ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
Judisseno, Rimsky K,1997, Pajak dan Strategi Bisnis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
https://www.online-pajak.com/pajak-bumi-dan-bangunan
http://independentlawfirm.blogspot.com/2014/12/pengurangan-keberatan-dan-
banding.html
http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/05/restitusi-pbb.html?m=1
https://jojonomic.com/blog/pajak-bumi-bangunan/
18