Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PAJAK DAERAH: PAJAK BUMI DAN BANGUNAN”

Disusun guna memenuhi tugas:

Mata Kuliah : Perpajakan

Dosen Pengampu : Husnurrosyidah, S.Pd., M.E.Sy. AK.

Disusun Oleh:

Kelompok: 11

1. Friski Diah Lestari (2020210047)


2. Novia Nor Melinda (2020210049)
3. Mutik Afifah (2020210052)

KELAS B4ESR

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PRODI EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah tugas guna memenuhi tugas
makalah mata kuliah Perpajakan. Sebelumnya penulis mengucapkan terimakasihkepada:

1. Kedua orang tua yang telah mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis.
2. Husnurrosyidah, S.Pd., M.E.Sy. AK. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Perpajakan yang telah memberikan bimbingan dan Ilmu yang bermanfaat sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
3. Teman-teman yang telah memberikan semangat dalam suka maupun duka.
4. Institut Agama Islam Negeri Kudus, tempat penulis menuntut ilmu sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini.

Berikut ini penulis mempersembahkan tugas makalah yang berjudul “Perpajakan”.


Tugas ini disusun berdasarkan informasi yang ada, melalui tugas ini semoga pembaca dapat
mengetahui makna dari isi makalah ini. Tidak lupa penulis meminta maaf bila ada kesalahan
penulisan. Dengan ini, penulis mempersembahkan karya makalah sederhana ini dengan
penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi tugas ini sehingga dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan orang-orang di sekitar kita.

Kudus, 5 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 5
A. Dasar Hukum Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan............................................................. 5
B. Pengertian Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan................................................................. 5
C. Subjek dan Objek Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan ...................................................... 6
D. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan ............................. 8
E. NJOP, NJKP, dan NJOPTKP........................................................................................................... 8
F. Perhitungan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan ............................................................ 10
G. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan ................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 15
B. Saran ......................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan suatu iuran wajib bagi wajib pajak yang dipungut oleh
pemerintah berdasarkan Undang-undang. Adanya pajak dapat diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat. Dalam hubungannya dengan adanya suatu wilayah di
permukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilaidiatasnya, dalam pelaksanaan
pemungutan pajak harus memiliki aturan yang jelas. Peraturan yang berkaitan dengan
pajak ini diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan
adanya undang-undang No.12 tahun 1994. Dengan adanya peraturan ini diharapkan
adanya pemungutan pajak yang berkaitan dengan bumi dan bangunan dapat dilakukan
sesuai dengan asas-asas yang ada.
Pajak bumi dan bangunan memiliki peranan penting dan manfaat yang besar
bagi kehidupan masyarakat. Pajak memiliki peran yang sangat penting terhadap
kelangsungan masyarakat, terutama di Indonesia. Setiap harta yang dimiliki wajib
pajak dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang ada. Pajak terdiri dari pajak bumi
dan bangunan, pajak tersebut merupakan pajak yang dikenakan atas harta tak
bergerak. Pajak bumi adalah pengenaan pajak atas permukaan bumi (lahan)
berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985. Sedangkan pajak bangunan adalah pengenaan
pajak atas konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan;
konstruksi teknik tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, atau tempat
berusaha, atauu tempat yang dapat diusahakanberdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985.
Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Nilai jual obyek pajak (NJOP) merupakan
taxebase/dasar bagi penentuan pengenaan dan cara perhitungan besarnya nilai pajak
bumi dan bangunan khususnya dalam perhitungan besarnya nilai harga jual lahan
yang umum dan wajar. Jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan atau
Nilai Jual Pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya

3
ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jualbeli, maka dalam
pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau lebih
rendah dari transaksi jual beli yang ditentukan oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar hukum pajak daerah: pajak bumi dan bangunan?
2. Apa pengertian pajak daerah: pajak bumi dan bangunan?
3. Bagaimanakah subjek dan objek pajak daerah: pajak bumi dan bangunan?
4. Bagaimana tarif dan dasar pengenaan pajak daerah: pajak bumi dan bangunan?
5. Bagaimana penjelasan NJOP, NJKP, dan NJOPTKP?
6. Bagaimana perhitungan pajak daerah: pajak bumi dan bangunan?
7. Bagaimanakah tata cara pembayaran dan penagihan pajak daerah: pajak bumi dan
bangunan.

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dasar hukum pajak daerah: pajak bumi dan
bangunan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penegrtian dari pajsk daerah: pajak bumi dan
bangunan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui serta memahami subjek dan objek pajak daerah:
pajak bumi dan bangunan.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tarif dan dasar pengenaan pajak daerah: pajak bumi
dan bangunan.
5. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu NJOP, NJKP dan NJOPTKP.
6. Mahasiswa dapat mengetahui serta dapat mengitung PBB.
7. Mahasiswa dapat mengetahui tata cara pembayaran dan penagihan PBB.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) pada dasarnya diatur dalam beberapa
Undang-Undang di Indonesia, yaitu:1
1. Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-
Undang N0. 12 Tahun 1985 terkait pajak bumi dan bangunan (PBB) yang
mengatur semua tentang pungutan atas pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah
yang menjelaskan:
 Bahwa Pemerintah Kabupaten atau pemerintah kota memiliki wewenang
dalam melakukan pemungutas atas pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
sektor pedesaan dan perkotaan (PBB-P2)
 Bahwa pemerintah atau pusat memiliki wewenang terhadap sektor
pertambangan, perhutanan, dan perkebunan (PBB-P3).

B. Pengertian Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No
12 tahun 1994.2 Menurut Mardiasmo Bumi adalah suatu permukaan yang ada di bumi
dan memiliki tubuh bumi yang ada di bawahnya.3 Permukaan bumi yang ada meliputi
tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut
wilayah Republik Indonesia. bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat
usaha, dan tempat yang diusahakan.
Wajib pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah orang pribadi atau badan yang
memiliki hak atas bumi dan bangunan. Wajib pajak memiliki kewajiban untuk
membayar pajak setiap tahunnya. Pajak Bumi dan Bangunan harus dilunasi paling

1
Sandra, “Mengenal Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan,” Pajakku. Diakses pada 3 Juni, 2022.
https://www.pajakku.com/read/60c325cceb01ba1922ccadeb/Mengenal-Apa-Itu-Pajak-Bumi-dan-Bangunan
2
Widodo, Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Para Pratisi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), 2.
3
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi (Yogyakarta: Andi, 2009), 311.

5
lambat enam bulan dari diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu pajak yang cukup besar
cakupannya dikarenakan banyak melibatkan masyarakat yang terkena pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak
atas suatu bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha,
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
awalnya merupakan pajak pusat, tetapi kemudian diserahkan kepada daerah untuk
dikelola oleh masing-masing daerah. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ini diserahkan kepada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).

C. Subjek dan Objek Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan


Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bumi dan atau bangunan.
Termasuk klasifikasi pajak objek pajak diatur oleh Menteri Keuangan. Klasifikasi
bumi dan bangunan suatu nilai jualnya dapat digunakan untuk menghitung pajak
terutang. Untuk menentukan bahwa yang termasuk di dalam bumi/ tanah
memperhatikan faktor letak, peruntukan, pemanfaatan, kondisi lingkungan, dan lain-
lain. Untuk menentukan klasifikasi bangunan harus memperhatikan faktor bahan apa
yang digunakan, rekayasa, letak, kondisi lingkungan, dan lain-lain.4 Objek yang
dikenakan oleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Bumi atau Bangunan. Hal
ini sesuai dengan bunyi pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 yaitu:
“Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/ atau bangunan.” Pengertian
bumi dan bangunan sebagaimana tertuang dalam pasal (1) dan ayat (2) adalah: Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan.
Objek PBB diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sawah
b. Ladang
c. Kebun
d. Tanah perkarangan
e. Pertambangan, dan

4
Anantasia Diana dan Lilis Setiawati, Perpajakan Teori dan Peraturan Terkini (Yogyakarta: C. V Andi Offset,
2014), 437.

6
f. Perairan bagi pelabuhan.
Objek yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel,
pabrik, dan lain-lain.
b. Jalan tol
c. Kolam renang
d. Pagar mewah
e. Tempat olahraga
f. Galangan kapal, dermaga
g. Taman mewah
h. Tempat penampungan/ kilang minyak, air, dan gas, pipa minya, dam
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Dalam pengertian bumi dan bangunan di atas terdapat pengecualian yang
artinya bumi dan bangunan ada yang tidak terkena PBB, seperti halnya yang
digunakan untuk kepentingan umum seperti:
a. Rumah sakit umum
b. Tempat pendidikan, Madrasah, Pesantren
c. Panti asuhan
d. Tempat Ibadah (Masjid, Gereja, Vihara)
e. Sarana olahraga
f. Museum, Candi, perkuburan
g. Kompleks peninggalan sejarah
h. Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah yang suatu
kepemilikannya dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
i. Tanah dan bangunan yang digunakan oleh Perwakilan Diplomatik, Konsultat
berdasarkan asas perlakukan timbal balik, dan
j. Tanah dan bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.5
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang pribadi atau badan
secara nyata:
a. Mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan

5
G. Kartasapoetra, Pajak Bumi dan Bangunan (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 24-25.

7
b. Memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan
c. Mempunyai suatu bangunan
d. Menguasai bangunan, dan
e. Memperoleh manfaat atas bangunan

D. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan
Bangunan
Tarif PBB
Tarif PBB berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun
1994 adalah tetap sebesar 0,5%, sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal
80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan peraturan
daerah.

Dasar Pengenaan PBB


1. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek (NJOP).
2. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Gubernur/ Bupati/ Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.
3. Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan adalah yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek pajak (NJOP).
4. Besarnya persentase ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan
memerhatikan kondisi ekonomi nasional.6

E. NJOP, NJKP, dan NJOPTKP


1. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah dokumen legal penting layaknya
akta jual beli dan sertifikat hak milik. Mencakup bumi dan bangunan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pengertian dari NJOP adalah NJOP harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.7 Bisa juga jumlah transaksi harga
bangunan dan tanah yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan luas tanah dan
bangunan. Namun, jika tidak pernah terjadi jual beli, NJOP ini akan bisa

6
Mardiasmo, Perpajakan (Yogyakarta: Andi, 2018), 369-370.
7
“Pengertian, Manfaat, dan cara hitung NJOP,” ayo pajak, 17 Juni, 2021, https://ayopajak.com/njop-adalah/

8
ditentukan melalui perbandingan antara harga properti sejenis, nilai perolehan
baru, dan NJOP pengganti.
Penetapan NJOP adalah 3 tahun sekali. Namun demikian, untuk daerah
tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan NJOP
cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.
Kegunaan NJOP bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, tapi yang
paling sering adalah untuk menilai kelayakan harga jual rumah, apabila harga jual
properti melebihi NJOP, berarti pihak penjual mematok harga terlalu tinggi,
apabila harga jual properti lebih rendah dibanding NJOP, berarti ada sesuatu yang
janggal dan harus dicurigai keadaan propertinya. Selain itu, NJOP juga berguna
untuk memperhitungkan biaya lainnya selama proses jual beli properti karena
dalam praktiknya, NJOP dijadikan patokan dalam memperhitumgkan biaya yang
perlu dikeluarkan saat transaksi jual beli properti. Pengeluaran yang bergantung
pada NJOP diantaranya adalan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), balik
nama, dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
2. NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak adalah besaran nilai jual objek yang akan
dimasukkan ke dalam perhitungan pajak terutang yang tertuang dalam apsal 6 ayat
(3) UU PBB. Hal ini berarti, NJKP merupakan bagian dari NJOP dan nilai NJKP
selalu bergantung pada besarnya nilai NJOP.8
NJKP bisa berada di angka yang sama dengan nilai jual dan bahkan lebih
rendah atau tinggi dari nilai jual. Besaran NJKP ditetapkan serendah-rendahnya
20% dari nilai jual dan setinggi-tingginya 100% dari nilai jual.
Berdasarkan KMK Nomor 201/KMK.04/2000, pemerintah sudah
menetapkan ketentuan persentase NJKP. Persentase untuk onjek pajak
perkebunan, pertambangan, dan kehutanan ditetapkan sebesar 40%. Sedangkan,
objek pajak lainnya seperti pedesaan dan perkotaan dapat dilihat terlebih dahulu
nilai NJOP nya.
Umumnya, nilai NJKP akan saling berhubungan dengan NJOP yang mana
NJKP adalah besaran nilai jual yang nantinya dimasukkan ke dalam hitungan
pajak terutang. Jika nilai jual objek pajak lebih dari 1 miliar rupiah, maka

8
“Pengertian NJOP dan NJKP, 3 Perbedaan, dan Cara Hitungnya, Sesuai Hukum di Indonesia,” 21 Mei 2021,
id.berita.yahoo, https://id.berita.yahoo.com/pengertian-njop-dan-njkp-3-000036370.html

9
persentase NJKP nya adalah 40%, tetapi jika kurang dari 1 miliar maka
persentasenya 20%.
NJOP NJKP
Rp. 2.000.000.000 Rp. 800.000.000
Rp. 1.000.000.000 Rp. 400.000.000
Rp. 800.000.000 Rp. 160.000.000
Rp. 400.000.000 Rp. 80.000.000
3. NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB ditentukan berdasarkan
NJOP setelah dikurangi dengan NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur
dalam keputusan Menteri keuangan RI Nomor: 201/KMK.04/2000 tentang
penyesuaian besarnya NJOPTKP sebagai dasar perhitungan PBB.
Setiap wajib pajak diberikan 1 kali NJOPTKP. Apabila seorang wajib
pajak mempunyai lebih dari 1 objek pajak, maka sesuai penjelasan UU PBB, yang
diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.
Besarnya NJOPTKP sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini
ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000 untuk setiap wajib pajak. Batasan
setinggi-tingginya Rp. 12.000.000 mengandung maksud bahwa apabila ada
Daerah Tingkat II atau Kabupaten/ Kota yang ingin menetapkan NJOPTKP nya
disesuaikan dengan kondisi, lingkungan ekonominya, kurang dari Rp. 12.000.000,
misalnya daerah Bekasi menetapkan Rp. 8.000.000, Semarang Rp. 6.000.000, dan
sebagainya hal ini masih diperkenankan.
Penetapan besarnya NJOPTKP sebagaimana dimaksud dalam peraturan
tersebut diatas untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat pemerintah Daerah setempat. Sedangkan
berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP
ditentukan paling rendah Rp. 10.000.000 dan penetapannya dilakukan oleh
masing-masing Kepala Daerah.

F. Perhitungan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan Bangunan


Pemerintah telah mengatur tarif pajak dalam pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994
tentang PBB. Tarifnya adalah 0,5%. NJKP ini adalah nilai jual objek yang akan
dimasukkan ke dalam ke dalam perhitungan pajak terutang.

10
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.201/KMK.04/2000 menyebutkan
rincian persentase yang harus dibayarkan adalah 40% jika NJOP lebih dari Rp. 1
miliar atau 20% jika NJOP kurang dari 1 miliar.
Untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar oleh wjaib pajak, ada
ketentuan rumusnya. Elemen penting untuk menghitungnya, terdiri dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP). Berikut rumusnya:
 NJOP
.
 NJKP
 PBB yang terutang (jumlah PBB yang harus dibayar setiap
tahun.

Contoh Menghitung PBB


PT sejahtera sukses mampunyai lahan di Jakarta dengan mempunyai tanah seluas 700
meter persegi dengan luas bangunan 500 meter persegi. Diketahui NJOP tanah per
meter adalah Rp. 6.000.000 dan harga bangunan per meter Rp. 1.200.000.
 Langkah pertama: menghitung NJOP Bumi dan Bangunan
NJOP

Jadi,
NJOP

NJOP
 Langkah kedua: menghitung NJKP
NJKP
 Langkah ketiga: menghitung pajak
PBB
Jadi, besaran PBB yang harus PT. Sejahtera Sukses bayarkan adalah .

G. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah: Pajak Bumi dan
Bangunan
1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

11
Contoh:
Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2010, maka jatuh tempo
pembayarannya adalah tanggal 30 September 2010.
2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
Contoh:
Apabila SKP diterima oleh wajib pajak tanggal 1 Maret 2010, maka jatuh tempo
pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2010.
3. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan, yang dihitung saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24
bulan.
Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo tidak
atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% setiap bulan dari jumlah
yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 bulan,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Contoh:
SPPT tahun pajak 2010 diterima oleh wajib pajak oada tanggal 1 Maret 2010
dengan pajak yang terutang sebesar Rp. 500.000,00. Oleh wajib pajak baru
dibayar pada tanggal 1 September 2010. Maka terhadap wajib pajak tersebut
dikenakan denda administrasi sebesar 2% yakni:
.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2010 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi

Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada Tanggal 10
Oktober 2010, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda dari
pokok pajak yakni: .
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2010 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi

4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no. 3 diatas, ditambah dengan


utang pajak yang belum atau kurang bayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak

12
(STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya STP oleh wajib pajak.
Menurut ketentuan ini denda administrasi dan pokok pajak seperti dalam
no.3 diatas, ditagih dengan menggunakan STP yang harus dilunasi dalam waktu 1
bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut.
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kanotr pos, dan Giro, dan tempat lain
yang ditunjuk oleh Menteri keuangan.
6. Tata cara pembayaran dan penagihan diatur oleh Menteri Keuangan
7. Surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan
Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan pajak.
8. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada
waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh tempo yang
telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat ini
berdasarkan UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19
Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.

Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:9


1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk
memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada wajib pajak. Surat
pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
2. Surat Tagihan Pajak (STP)
STP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut
apabila:
a) Wajib pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam
SPPT, yaitu melampaui batas waktu 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
oleh wajib pajak.

9
Anik Kristiyana, “Pajak Bumi dan Bangunan,” diakses pada 5 Juni, 2022,
https://www.academia.edu/11492160/Pajak_Bumi_dan_Bangunan

13
b) Wajib pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam
SKP, yaitu melampaui batas waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
oleh wajib pajak.
c) Wajib pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo
pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi
Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh wajib
pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui adalah adanya denda
administrasi dalam STP. Besarnya denda administrasi karena wajib pajak
terlambat membayar pajaknya, melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT adalah
sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
3. Surat Keterangan Pajak (SKP)
SKP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut
apabila:
a) SPOP yang disampaikan melewati 30 hari setelah diterimanya SPOP oleh
wajib pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak dikembalikan oleh
wjaib pajak sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
b) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak berdasarkan SPOP yang
dikembalikan wajib pajak.
Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1
bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak. Jadi, bila seorang wajib
pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret 2009, ia sudah harus melunasi PBB
selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2009. Tanggal 31 Maret 2009 ini juga
tanggal jatuh tempo SKP.
Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya disebabkan
oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima wajib pajak adalah
sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi 25% dihitung dari
pokok pajak.
Sedangkan jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya
disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya, adalah selisih pajak
yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keteranagn lainnya dengan
pajak yang terutang berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya 25% dari
selisih pajak yang terutang.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No 12
tahun 1994.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bumi dan atau bangunan. Sedangkan
subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang pribadi atau badan secara nyata:
a. Mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan
b. Memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan
c. Mempunyai suatu bangunan
d. Menguasai bangunan, dan
e. Memperoleh manfaat atas bangunan
Tarif PBB berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994 adalah tetap
sebesar 0,5%, sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah
paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami telah berusaha menyelesaikan dengan sebaik
mungkin, namun kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, terutama Dosen pengampu
mata kuliah Perpajakan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sandra, “Mengenal Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan.” Pajakku - 3 Juni, 2022.
https://www.pajakku.com/read/60c325cceb01ba1922ccadeb/Mengenal-Apa-Itu-Pajak-Bumi-
dan-Bangunan
Widodo. Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Para Pratisi. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2010.
Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: Andi. 2009.
Diana, Anantasia, dan Lilis Setiawati. Perpajakan Teori dan Peraturan Terkini. Yogyakarta:
C. V Andi Offset. 2014.
G. Kartasapoetra. Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Bina Aksara. 1989.

Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: Andi. 2018.


“Pengertian, Manfaat, dan cara hitung NJOP.” ayo pajak - 17 Juni, 2021.
https://ayopajak.com/njop-adalah/

“Pengertian NJOP dan NJKP, 3 Perbedaan, dan Cara Hitungnya, Sesuai Hukum di
Indonesia.” berita yahoo. 21 Mei, 2021. https://id.berita.yahoo.com/pengertian-njop-dan-
njkp-3-000036370.html

Kristiyana, Anik “Pajak Bumi dan Bangunan.” Academia - 5 Juni, 2022.


https://www.academia.edu/11492160/Pajak_Bumi_dan_Bangunan

16

Anda mungkin juga menyukai