Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERPAJAKAN

PBB & BPHTB


Dosen Pembimbing : Ika Farida Ulfa ,SE, MM

Disusun Oleh :

Yulia Fitri Nurliza ( 17441419 )

Intan Ika Rahmaningtiyas (17441488)

Nova Viandani Putri (18441622)

Imron

PRODI AKUNTANSI KELAS KHUSUS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tsenantiasa tetap
tercurahkan kepada Rasulullah yang paling mulia, Nabi Agung Muhammad SAW, kepada
segenap keluarga dan sahabatnya.

Makalah ini menerangkan tentang PBB dan BPHTB secara ringkas, dari beberapa sumber
yang telah penulis baca kemudian penulis susun kedalam makalah ini dengan semaksimal
mungkin agar lebih mudah dipahami.

Penulis memohon kepada Allah SWT, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan
dicatat sebagai amal shaleh yang berguna bagi penulis disaat bersua dengan-Nya. Semoga Allah
SWT memberi ampunan kepada penulis dan segenap pembaca yang budiman.

Ponorogo, 1 Desember 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAN

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.........................................................................

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................

C. TUJUAN................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan..............................................

B. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan..................................

C. Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Banguna....................................

D. Pengertian BBPHTB............................................................................

E. Subjek dan Objek BPHTB...................................................................

F. Cara Menghitung BPHTB...................................................................

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN.................................................................................................

DAFTAR PUTAKA.........................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak merupakan salah satu instrumen yang paling penting dalam menentukan
pendapatan suatu negara. Mengingat peranan pajak yang sangat penting bagi suatu negara maka
pemerintah mewajibkan bahwa setiap orang dikenai pajak, sehingga terdapat peraturan yang
telah ditetapkan pemerintah tentang pajak.

Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek pajak dalam pajak
bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan memperoleh manfaat atas bumi, memiliki atau menguasai manfaat atas bangunan. Dengan
demikian , subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.

Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur
dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.

Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun 1994, Ke tiga : UU
No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak Pengahasilan No. 32 tahun 2008.

Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun 2007.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan ?
2. Apa Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan ?
3. Bagaimana Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan ?
4. Apa Pengertian BBPHTB ?
5. Apa Subjek dan Objek BPHTB ?
6. Bagaimana Cara Menghitung BPHTB ?

C.TUJUAN
1. Untuk mengetahui Apa itu Pajak Bumi dan Bangunan
2. Untuk Mengetahui Apa Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
4. Untuk Mengetahui Apa itu BPHTB
5. Untuk Mengetahui Apa Subjek dan Objek BPHTB
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Menghitung BPHTB

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas objek pajak bumi dan
bangunan yang diatur pengenaannya berdasarkan undang-undang. UU No.12 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994, Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan
Bangunan, Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian Besar
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar Perhitungan Pajak Bumi
dan Bangunan, dan Keputusan menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pajak bumi dan bangunan
adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan atau kedudukan
social ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah nilai jual objek
pajak (NJOP). Ditentukan berdasarkan harga pasar perwilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh
menteri keuangan.

B. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan:


Pajak bumi dan bangunan dikenakan atas bumi atau bangunan. Subjek pajak bumi dan
bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,dan
memperoleh manfaat atas bumi, dan menguasai atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dengan demikian, subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak bumi dan bangunan.

Subjek dalam pajak bumi dan bangunan adalah sebagai berikut:

 Individu atau badan (lembaga) yang memiliki hak atas bumi secara nyata (dibuktikan
dengan dengan surat atau akta, misalnya akta tanah).

5
 Individu atau badan yang memperoleh manfaat atas bumi (misalnya sawah yang
digunakan untuk menanam padi dan padi dapat dijual, atau kebun, bisa jugaa berupa kios
yang digunakan untuk berdagang).

 Serta individu atau kelompok tersebut menguasai atau memperoleh manfaat atas
bangunan.

Ketentuan wajib pajak bumi dan bangunan ini telah diatur dalam Undang-Undang. Undang-
Undang yang mengatur tentang pajak bumi dan bangunan adalah Undang-undang No. 12 tahun
1994 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang No. 12 tahun 1985.

Objek pajak bumi dan bangunan:


Jika terdapat subjek dalam suatu urusan maka tentunya ada objeknya. Subjek ini
berkaitan dengan orang yang akan dikenai wajib pajak. Sedangkan objek adalah benda, lahan
atau bangunan yang akan dibayar pajak atau iurannya terhadap negara.

Yang menjadi objek pajak adalah:

 Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
 Bangunnan adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan

Yang termasuk pengertian bangunan adalah:

1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplampesemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek
bangunan tersebut
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olahraga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan atau kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
10. Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang dikecualikan

Objek yang dikecualikan adalah:

a. Tempat yang digunakan dalam pelayanan umum diberbagai bidang. Tempat tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
 Tempat ibadah
 Panti sosial,

6
 Rumah sakit,
 Sekolah,
 Panti asuhan,
 Dan lain-lain.
b. Lahan yang digunakan untuk pemakaman umum
c. Tempat atau lahan yang diigunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan purbakala dan
situs sejarah (misalnya Museum dan Candi).
d. Kawasan hutan lindung, tempat wisata dan lain-lain.
e. Kawasan atau lahan yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas timbal balik
atau oleh organisasi internasional yang ditentukan oleh mentri keuangan, dan dengan
peraturan tertentu.

C. Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan


Dalam pajak bumi dan bangunan tarif pajak umumnya diambil 0,5% atas NJKP. Untuk
menentukan tarif wajib pajak terdapat dasar pengenaan pajak. Dasar-dasar pengenaan pajak
tersebut adalah sebagai berikut:

 Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)


 Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak
atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah setempat.
 Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-
tingginya 100% dari NJOP.
 Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.

Penetapan besarnya persentase utk menentukan besarnya NJKP

Sebesar 40% dari NJOP untuk: Objek pajak perkebunan, kehutanan, dan objek pajak lainnya
yang WP nya perorangan dengan NJOP bumi dan bangunan sama atau lebih besar satu milyar
rupiah (Rp. 1.000.000.000,-)

Sebesar 20% dari NJOP untuk: Objek pajak pertambangan dan objek pajak lainnya yang NJOP
nya kurang dari satu milyar rupiah (Rp. 1.000.000.000,-)

Cara menghitung wajib pajak digunakan rumus di bawah ini :

Pajak Bumi dan Bangunan =Tarif Pajak × NJKP

= 0,5% x [Persentase NJKP x(NJOP-NJOPTKP)]

7
Contoh soal:

Wajib Pajak K memiliki sebidang tanah dan banguanan yang NJOP-nya Rp 25.000.000,00 dan
NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang adalah:

Peneyelesaian:

PBB = 0,5% x [Persentase NJKP x(NJOP-NJOPTKP)]

= 0,5% . 20% x(Rp 25.000.000,00- Rp 12.000.000,00)

=Rp.13.000,00

D. Pengertian BPHTB
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur
dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000. Peraturan Pemerintah No. 111
Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah. Peraturan Pemerintah No. 112
Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Peraturan
Pemerintah No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-Undang BPHTB bahwa
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenkan atas tanah dan atau
bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak, sedangkan pengertian perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa huku yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan
atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku lainnya.

E. Subjek dan Objek BPHTB


Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang
menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis/tidak
disengaja) yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.

8
Prolehan hak pada dasarnya ada dua yaitu: Pemindahan hak dan perolehan hak baru.

1. Pemindahan hak karena :

a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Hibah Wasiat
e. Waris
f. Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h. Penunjukan pembeli dalam lelang
i. Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j. Penggabungan Usaha
k. Peleburan Usaha
l. Pemekaran Usaha
m. Hadiah

2. Perolehan hak dalam istilah pemberian hak baru terjadi karena :

a. Kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan
hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
b. Di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atau dari pemegan hak milik menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (bukan objek BPHTB)


Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.


2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan
yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa maupun oleh
Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan untuk mencari
keuntungan, misalnya : tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instalasi
pemerintah , rumah sakit, dan jalan umun.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.

9
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan
hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang
berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan
apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

Dasar Pengenaan BPHTB


Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini di maksudkan untuk
keserhanaan kemudahan penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP), yaitu :

a. Jual Beli adalah harga transaksi


b. Tukar Menukar adalah nilai pasar
c. Hibah adalah nilai pasar
d. Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e. Waris adalah nilai pasar
f. Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
adalah nilai pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k. Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l. Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m. Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n. Hadiah adalah nilai pasar
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang

Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
PBB pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum
ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Mentri Keuangan.

10
F. Tata Cara Perhitungan
BPHTB = Tarif pajak x NPOPKP

= 5 % x ( NPOP – NPOPTKP )

Perhitungan di atas dapat dibuat dengan urutan sebagai berikut :

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) xxx

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) xxx (-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) xxx

BPHTB yang terutang/dibayar:

( 5 % x NPOPKP ) xxx

Contoh :

Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp. 70.000.000,-.
Sedangkan NPOPTKP yang berlaku di kota tersebut adalah Rp. 60.000.000,-. Maka besarnya
BPHTB adalah:

NPOP Rp. 70.000.000

NPOPTKP Rp. 60.000.000 (-)

NPOPKP Rp. 10.000.000

BPHTB = 5% x Rp. 10.000.000 = Rp. 500.000

11
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena
adanya keuntungan atau kedudukan social ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang
mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak
dalam PBB adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Ditentukan berdasarkan harga pasar perwilayah
dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi,dan memperoleh manfaat atas bumi, dan menguasai atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan bangunan yang dimiliki oleh
masyarakat. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, dll. Bangunan
adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan
Yang termasuk pengertian bangunan adalah Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek
bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplampesemennya dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan komplek bangunan tersebut, jalan tol ,kolam renang, paagar mewah.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta.

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang
menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis/tidak
disengaja) yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein, perpajakan, Edisi Keempat, Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2009

Mardiasmo, perpajakan, Yogyakarta: Andi, 2003

Sambodo, Agus, Pajak dalam Entitas Bisnis, Jakarta: Salemba Empat, 2015

Sudirman Rismawati, SE.,M.SA dan Amiruddin Antong, SE.,M.Si, Perpajakan Pendekatan Teori
dan Praktik , Jawa Timur: Empat Dua Media, 2012

Waluyo, Perpajakan Indonesia, Buku 1 edisi 8, Jakarta: Salemba Empat, 2008

13

Anda mungkin juga menyukai