Waralaba atau biasa disebut juga Franchise secara garis besar merupakan
bentuk usaha yang melakukan penjualan paket usaha secara komprehensif dan siap
pakai yang mencakup merek dagang, material dan pengelolaan makanan. Waralaba
pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas
jaringan usaha secara cepat. Adapun pengertian lain dari Waralaba atau Franchise
adalah suatu cara melakukan Kerjasama di bidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih
perusahaan di mana 1 (satu) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak lain
sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak franchisor sebagai
pemilik suatu merek terkenal memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan
kegiatan bisnis dari/atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai dengan
rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilanya dan diperbaharui dari
waktu ke waktu, bai katas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan
sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan
dengan hal tersebut.1
Pada zaman sekarang ini bisnis Franchise menjadi salah satu usaha yang
menjanjikan untuk dijalani karena Franchise memiliki tingkat resiko kerugian yang
kecil karena franchisee sebagai pelaku usaha kegiatan bisnis dari franchisor tidak
perlu memikirkan tentang bahan-bahan produksi yang diperlukan atau bagaimana
teknik pemasaran untuk mengembangkan usahanya yang kemungkinan besar
memakan banyak biaya. Waralaba asing yang pertama kali mengembangkan
usahanya di Indonesia adalah Kentucky Fried Chicken yaitu pada tahun 1979 dalam
naungan PT. Fast Food Indonesia2 sebelum menjamurnya waralaba-waralaba asing
baik di bidang makanan, pakaian dll seperti yang bisa kita lihat sekarang ini, belum
lagi dengan banyak juga produk-produk local yang melakukan kegiatan perjanjian
1
Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2005), hal.339
2
M. Fuad, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 50
Waralaba ini seperti, Es Teler 77 atau bahkan seperti Indomaret yang merupakan
Minimarket yang menjual segala macam barang kebutuhan sehari-hari.
3
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.12 Tahun 2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Dalam BAB I Pasal I Ketentuan Umum
waralaba dan penerima waralaba lanjutan. 4 Pengajuan ini dilakukan melalui lembaga
Online Single Submission (OSS). Apabila tidak mendaftarkan SPTW maka pelaku
usaha waralaba akan dikenai sanksi administratif dan atau pencabutan izin usaha
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut.
Kontrak yang dibuat dalam perjanjian harus memerhatikan beberapa asas yang
diatur di dalam KUH Perdata yang berlaku yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsesualisme, asas pacta sun servanda, serta asas beritikad baik. Sementara di
dalam perjanjian waralaba terdapat juga asas-asas selain yang disebutkan dalam
KUH Perdata antara lain:7
4
Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Waralaba
5
Mancuso dan Donald Boroian, Peluang Sukses Bisnis Waralaba, (Jogjakarta: Dolphin Book, 2006), hal. 185
6
Pasal 1 Angka 7 Peraturan Menteri Perdagangan Menteri Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Waralaba
7
Moch Najib Imanullah dan Mohamad Hanapi, Kajian Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian Waralaba
Internasional Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dan Implikasi Yuridisnya,
FH,UNISBA, Vol.XII No.1, Maret 2010, hal. 5
kemanfaatan, tanggung jawab, kepentingan bersama, saling menghargai
dan menghormati, saling membutuhkan, serta saling menguntungkan.
b. Asas pikul bareng, yaitu risiko dalam usaha waralaba harus dipikul bersama
antara pihak pemberi waralaba dengan penerima waralaba secara
proporsional. Jadi kerugian yang terjadi pada sebuah usaha waralaba tidak
dibenarkan hanya ditanggung pihak penerima waralaba atau pihak pemberi
waralaba saja.
c. Asas informatiplieplicht, yaitu adanya kewajiban bagi pihak pemberi
waralaba untuk memberikan informasi usaha waralabanya secara terbuka,
jelas dan jujur kepada pihak penerima waralaba, serta wajib pula
memberitahukan hal-hal yang menjadi rahasia bisnis waralabanya secara
proporsional kepada pihak penerima waralaba.
d. Asas confidential, merupakan asas yang mewajibkan kepada pihak pemberi
waralaba maupun penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan data
ataupun ketentuan-ketentuan yang termasuk kategori rahasia agar tidak
diketahui pihak luar terutama yang menjadi pesaing bisnis waralaba mereka
Asas merupakan suatu pondasi yang memberikan arah, tujuan serta penilaian
fundamental, mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis.8 Asas-asas tersebut kemudian
menjadi norma hukum yang mengatur bagaimana perjanjian tersebut dilaksanakan
agar tidak timbul kerugian diantara kedua belah pihak dan menghindari perbuatan
curang yang mungkin di lakukan oleh salah satu pihak yang membuat kesepakatan.
Selain dari kelima asas tersebut terdapat 1 (satu) asas lagi yang menjamin
keseimbangan hak dan kewajiban antara pemberi waralaba (Franchisor) dengan
penerima waralaba (Franchisee) yaitu asas proporsionalitas. Asas proposionalitas
dalam kontrak diartikan sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban
para pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Proposionalitas pembagian hak dan
kewajiban ini yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik
pada fase prakontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak.9 Asas
proporsionalitas sangat erat kaitanya dengan hak dan kewajiban antara pemberi
waralaba dengan pihak penerima waralaba. Peraturan tentang hak dan kewajiban
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang
8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 47
9
Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Perkembangan Manusia Modern, (Bandung:
Refika Aditama, 2007), hal. 31
Waralaba, serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba. Asas proporsional menekankan kepada proporsi
pembagian hak dan kewajiban bagi para pihak, hal ini diperlukan agar tidak terjadi
posisi yang dominan dari pihak pemberi waralaba atau terjadi kejadian wanprestasi
dari pihak penerima waralaba.
2. Pembatasan Masalah
Agar pemasalahan yang ingin peneliti paparkan dan kaji tidak terlalu melebar,
maka pada penulisan skripsi ini rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti yaitu
terkait penerapan asas proporsionalitas yang di analisis di dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019.
11
Rian D. Nugroho, Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang, (Jakarta :PT.Alex Media Komputindo,
2006), hal. 494
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah peneliti identifikasi, maka pada penulisan
skirpsi ini rumusan masalah yang di angkat oleh peneliti yaitu terkait penerapan asas
proporsionalitas yang di analisis di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71
Tahun 2019. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka peneliti buat perumusan
masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi positif bagi pembaca pada umumnya dan bagi
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya.
b. Dengan penelitian ini diharapkan bagi penulis untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai penerapan asas proporsional dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Waralaba
c. Memberikan gambaran acuan bagi penelitian yang akan dating sesuai dengan
bidang penelitian.
2. Manfaat Praktis
Dari penelitian ini diharapkan menimbulkan manfaat bagi perkembangan
pengetahuan di bidang hukum, terutama berkaitan dengan asas-asas dalam
perjanjian khususnya asas-asas dalam perjanjian waralaba dan diharapkan dapat
menjadi bahan rujukan apabila terkait dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Waralaba
Dalam penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada skripsi, buku maupub
jurnal terdahulu dengan menyamakan dan membedakan apa yang menjadi fokus
masalah dalam rujukan dengan fokus masalah yang peneliti munculkan diantaranya :
Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relative, setiap orang tidak
sama, adil menurut satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang
menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan
dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan
sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala di definisikan dan
sepenuhnya di tentukan ole masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari
masyarakat tersebut.12 Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, yang di dasarkan pada
suatu asas bahwa semua orang sama kedudukanya di muka hukum (equality
before the law). Hakim dalam alasan dan pertimbangan hukumnya harus mampu
mengakomodir segala ketentuan yang hidup dalam masyarakat berupa kebiasaan
dan ketentuan hukum yang tidak tertulis, manakala memilih asas keadilan sebagai
dasar memutus perkara yang dihadapi.
Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga negara, dan dilain sisi
bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh
karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga
negaranya. Pada prinsipnya perlindungan hukum terhadap masyarakat bertumpu
dan bersumber pada konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap harkat,
dan martabat sebagai manusia. Sehingga pengakuan dan perlindungan terhadap
hak tersangka sebagai bagian dari hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan.
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini
hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum,
terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh
manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban
untuk melakukan suatu tindakan hukum14. Awal mula dari munculnya teori
perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam.
Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan
yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh
13
Dominikus Rato, Filsafat Hukum: Mencari, Menemukan dan Memahami Hukum, (Surabaya: LaksBang Justitia,
2011), hal.58.
14
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1980), hlm. 102
dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah
cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang
diwujudkan melalui hukum dan moral15.
2. Kerangka Konseptual
a. Penerapan
15
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2000), hlm. 53
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan
adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan
adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk
mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu
kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
Menurut J.S Badudu dan Sultan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara
atau hasil. Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan,
memasangkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penerapan merupakan bermuara pada aktifitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu system. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa
penerapan bukan sekedar aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan.
b. Asas Proporsionalitas
c. Waralaba
16
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana
Prenada Group, 2009), hal 31.
Kata Franchise (waralaba) berasal dari Bahasa Prancis yaitu franchir yang
mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Pengertian Franchise
dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek yuridis dan bisnis. Franchise dari segi
yuridis dapat dilihat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, pendapat,
dan pandangan ahli seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Waralaba
yang mendefinisikan Waralaba sebagai hak khusus yang dimiliki oleh orang-
perseorangan atau badan usaha terhadap system bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan
dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.
17
Richard Burton Simatupang, Asoek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.57-58.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
2. Jenis Penelitian
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang bersifat mengikat karena memiliki otoritas hukum, dalam
penelitian tesis ini terdiri dari:
18
Herowati Poesoko, Diktat Metode Penulisan dan Penelitian Hukum, (Jember : Fakultas Hukum Universitas
Jember, 2012), hal. 36.
19
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Persada Group, 2010), hal. 35.
d) Permendag RI Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan STPUW.
e) Permendag RI Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Waralaba
f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum terebut
terdiri atas buku-buku, teks dan jurnal ilmiah. Bahan hukum sekunder yang dapat
dijadikan rujukan adalah bahan hukum yang harus berkaitan dengan pengkajian
dan pemecahan atas isu hukum yang dihadapi.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, dalam hal ini berupa kamus hukum,
internet dan ensiklopedia.20
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpuan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu studi
kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi untuk
mendukung materi penelitian ini melalui berbagai literatur seperti buku, bahan
ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, tesis dan peraturan perundang-undangan
di berbagai perpustakaan umum dan universitas.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil studi kepustakaan,
yaitu berupa data sekunder yang berasal dari bahan hukum primer dan sekunder.
Oleh karena itu penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif.
Data tersebut diolah dan dianalisis secara data kualitatif yang bersifat yuridis,
yaitu tidak menggunakan angka-angka (tidak menggunakan rumus matematika),
tetapi menggunakan kalimat-kalimat yang merupakan pandangan para ahli,
peraturan perundangundangan, termasuk data yang penulis peroleh di lapangan
yang memberikan gambaran secara rinci mengenai permasalahan.
6. Teknik Penulisan
20
Soerjono Soekanto, dkk, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta, Rajawali Press, 2003),
hal. 52.
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan Jaminan Mutu (PPJM)
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitaws Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
H. Rancangan Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1980)
Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Perkembangan Manusia
Modern, (Bandung: Refika Aditama, 2007)
M. Agus Santoso, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana, 2014)
Mancuso dan Donald Boroian, Peluang Sukses Bisnis Waralaba, (Jogjakarta: Dolphin
Book, 2006)
Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005)
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Persada Group, 2010)
Richard Burton Simatupang, Asoek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007)
Jurnal
Moch Najib Imanullah dan Mohamad Hanapi, Kajian Penerapan Asas-asas Hukum
Perjanjian Waralaba Internasional Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
Tentang Waralaba dan Implikasi Yuridisnya, FH,UNISBA, Vol.XII No.1, Maret 2010, hal. 5
Perundang-undangan