Perjanjian Waralaba
Franchise berasal dari bahasa Latin, yaitu francorum rex yang artinya “bebas dari ikatan”, yang
mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha. Sedangkan pengertian franchise berasal dari
bahasa Perancis abad pertengahan diambil dari kata “fran” (bebas) atau “francher” (membebaskan),
yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa.
Sebagai dampak era globalisasi yang melanda di berbagai bidang, terutama dalam bidang
perdagangan dan jasa, franchise masuk ke dalam tatanan hukum masyarakat Indonesia, istilah
franchise selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat bisnis Indonesia dan menarik
perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. Kemudian istilah franchise diistilahkan sebagai
waralaba yang diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM).
Waralaba berasal dari kata "wara" (lebih atau istimewa) dan "laba" (untung) sehingga waralaba berarti
usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa
Pengertian waralaba (franchise) menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba, menyebutkan bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan
atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang
dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba.
Kriteria usaha waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) Permendag tentang
Waralaba ini mencakup:
A. Perjanjian Waralaba
Waralaba (Frasnchise) didasarkan pada suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian waralaba
dimana perjanjian ini merupakan landasan legal yang berlaku sebagai undang-undang dalam
mengoperasionalkan hubungan yang telah disepakati oleh Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba, serta merupakan landasan untuk menjaga kepentingan Pemberi Waralaba maupun
Penerima Waralaba.
Perjanjian Waralaba juga merupakan bentuk pemberian hak oleh Pemberi Waralaba kepada
Penerima Waralaba untuk menggunakan kekhasan usaha atau ciri pengenal bisnis di bidang
perdangangan/jasa berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan
(logo, merek dan desain perusahaan, penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan
yang luas, waktu/saat/jam operasional. pakaian dan penampilan karyawan) sehingga kekhasan
usaha atau ciri pengenal bisnis dagang/jasa milik Penerima Waralaba sama dengan kekhasan
usaha atau bisnis dagang/jasa milik Pemberi Waralaba.
a) Kesepakatan kerja sama waralaba tertuang dalam perjanjian waralaba yang disahkan
secara hukum.
b) Kesepakatan kerja sama ini menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban, dan tugas
dari franchisor dan franchisee.
c) Masing-masing pihak bersepakat sangat dianjurkan, bahkan untuk beberapa negara
dijadikan syarat, mendapatkan nasihat dari ahli hukum yang kompeten untuk memahami
isi dari perjanjian tersebut dan dengan waktu yang dianggap cukup untuk memahaminya.
Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni
1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
1997 tentang Waralaba. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997
tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun
2007 tentang Waralaba ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2007.
Isi prospektus memuat data identitas pemberi waralaba, legalitas usaha pemberi waralaba,
sejarah kegiatan usahanya, struktur organisasi pemberi waralaba, laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, serta hak dan kewajiban
pemberi waralaba dan penerima waralaba.