Anda di halaman 1dari 6

Kirana Sarah Adilla/25

Perjanjian Waralaba

Franchise berasal dari bahasa Latin, yaitu francorum rex yang artinya “bebas dari ikatan”, yang
mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha. Sedangkan pengertian franchise berasal dari
bahasa Perancis abad pertengahan diambil dari kata “fran” (bebas) atau “francher” (membebaskan),
yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa.
Sebagai dampak era globalisasi yang melanda di berbagai bidang, terutama dalam bidang
perdagangan dan jasa, franchise masuk ke dalam tatanan hukum masyarakat Indonesia, istilah
franchise selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat bisnis Indonesia dan menarik
perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. Kemudian istilah franchise diistilahkan sebagai
waralaba yang diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM).
Waralaba berasal dari kata "wara" (lebih atau istimewa) dan "laba" (untung) sehingga waralaba berarti
usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa
Pengertian waralaba (franchise) menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba, menyebutkan bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan
atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang
dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba.

Kriteria usaha waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) Permendag tentang
Waralaba ini mencakup:

a) Memiliki ciri khas usaha;


b) Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c) Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat
secara tertulis;
d) Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e) Adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar.
Pemberi, penerima waralaba, ataupun penerima waralaba lanjutan dapat berasal dari dalam atau luar
negeri. Baik pemberi maupun penerima waralaba harus memiliki surat tanda pendaftaran waralaba
(STPW). Pemberi mendaftarkan STPW dengan menunjukkan prospektus penawaran waralaba
tersebut, sementara untuk penerima mendaftarkan dengan menunjukkan perjanjian waralaba. SPTW
tersebut diterbitkan oleh Menteri Perdagangan namun dalam hal pemberi atau penerima waralaba
berasal dari dalam negeri maka STPW diterbitkan oleh gubernur DKI Jakarta untuk seluruh wilayah
Indonesia.

A. Perjanjian Waralaba
Waralaba (Frasnchise) didasarkan pada suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian waralaba
dimana perjanjian ini merupakan landasan legal yang berlaku sebagai undang-undang dalam
mengoperasionalkan hubungan yang telah disepakati oleh Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba, serta merupakan landasan untuk menjaga kepentingan Pemberi Waralaba maupun
Penerima Waralaba.

Perjanjian Waralaba juga merupakan bentuk pemberian hak oleh Pemberi Waralaba kepada
Penerima Waralaba untuk menggunakan kekhasan usaha atau ciri pengenal bisnis di bidang
perdangangan/jasa berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan
(logo, merek dan desain perusahaan, penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan
yang luas, waktu/saat/jam operasional. pakaian dan penampilan karyawan) sehingga kekhasan
usaha atau ciri pengenal bisnis dagang/jasa milik Penerima Waralaba sama dengan kekhasan
usaha atau bisnis dagang/jasa milik Pemberi Waralaba.

B. Syarat-syarat perjanjian waralaba

Perjanjian waralaba harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

a) Kesepakatan kerja sama waralaba tertuang dalam perjanjian waralaba yang disahkan
secara hukum.
b) Kesepakatan kerja sama ini menjelaskan secara rinci semua hak, kewajiban, dan tugas
dari franchisor dan franchisee.
c) Masing-masing pihak bersepakat sangat dianjurkan, bahkan untuk beberapa negara
dijadikan syarat, mendapatkan nasihat dari ahli hukum yang kompeten untuk memahami
isi dari perjanjian tersebut dan dengan waktu yang dianggap cukup untuk memahaminya.

C. Hukum Bisnis Waralaba

Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni
1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
1997 tentang Waralaba. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997
tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun
2007 tentang Waralaba ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2007.

D. Ketentuan-ketentuan kepastian hukum bisnis waralaba

Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis


waralaba adalah sebagai berikut:

a) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.


Pengaturan waralaba di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007
tentang waralaba, sedangkan pengertian waralaba sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
Adapun Aturan-aturan baru yang ada dalam Peraturan Pemerintah baru ini adalah, antara
lain: pemberi waralaba diwajibkan memperlihatkan prospektus kepada calon penerima
waralaba.

Isi prospektus memuat data identitas pemberi waralaba, legalitas usaha pemberi waralaba,
sejarah kegiatan usahanya, struktur organisasi pemberi waralaba, laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, serta hak dan kewajiban
pemberi waralaba dan penerima waralaba.

b) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Di dalam Undang-Undang ini terdapat ketentuan mengenai pengecualian. Pengecualian
tersebut diatur dalam Pasal 50 huruf b. Namun, sesuai dengan permasalahan yang hendak
dikaji maka yang akan dianalisis adalah Pasal 15 terhadap Pasal 50 yang memuat
pengecualian atas Hak Kekayaan Intelektual dan perjanjian waralaba. Pengecualian yang
tercantum dalam Undang-undang ini memang tidak memberikan batasan-batasan yang jelas
tentang dikecualikannya perjanjian waralaba. Apalagi terdapat ketidaksesuaian antara Pasal
15 yang mengatur ketentuan mengenai perjanjian tertutup terhadap Pasal 50 huruf b tersebut.
Padahal waralaba adalah termasuk sistem bisnis yang selama ini menjalankan usahanya
dengan melakukan perjanjian tertutup.

c) Perjanjian Sebagai Dasar Hukum


Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan mengenai berlakunya asas kebebasan
berkontrak yaitu bahwa para pihak bebas melakukan kontrak apapun sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum positif, kepatutan dan ketertiban umum. Lebih lanjut, semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Sekalipun perjanjian waralaba tidak termasuk sebagai perjanjian bernama,
namun ketentuan-ketentuan umum mengenai suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata tetap berlaku terhadap perjanjian waralaba.

d) Undang-Undang Merek, Paten dan Hak Cipta


Usaha waralaba selalu berkaitan dengan merek, paten dan hak cipta, karena penerima
waralaba pada intinya menggunakan dengan izin atau lisensi merek dagang, paten ataupun
hak cipta dari pemberi waralaba. Atas penggunaan lisensi tersebut penerima waralaba
mempunyai kewajiban untuk membayar royalti.

E. Tantangan Dalam Memulai Usaha Waralaba


Dengan menjadi mitra dari pihak franchisor atau pemilik usaha, maka pihak franchisee yaitu
Anda sebagai pemilik modal yang akan melakukan duplikasi usaha akan memperoleh banyak
keuntungan sekaligus kemudahan. Hanya saja, tak menutup kemungkinan jika masih banyak
kendala yang harus dihadapi sebagai berikut:
1) Modal Investasi Awal Tinggi
Franchise membutuhkan modal cukup atau bahkan sangat tinggi untuk memulainya
apalagi jika bisnis franchise yang anda inginkan itu berasal dari luar negeri. Sebagai
contoh waralaba makanan cepat saji dengan merk luar negeri yang tersebar di seluruh
Indonesia seperti McDonald’s. Bagi orang yang tertarik untuk menjadi mitra Mcdonalds,
maka syarat modal utama yang dibutuhkan adalah membayar sekitar Rp 405 juta guna
mengantongi ijin untuk memproduksi berbagai macam makanan selama kurang lebih
untuk kurun waktu 20 tahun.
2) Bahan Baku Mahal
Tentu saja harga bahan baku ini tak murah apalagi Anda wajib untuk membeli bahan baku
lagi dari pihak franchisor jika bahan milik Anda sudah habis terjual. Alasan para franchisor
adalah karena pihak supplier telah melakukan kerja sama dengan pihak franchisor
sekaligus telah memenuhi standar mutu yang berkualitas. Oleh sebab itu, keuntungan dari
pihak franchisee akan semakin kecil dan belum lagi dipotong dengan berbagai komisi
lainnya.
3) Siap Menanggung Kerugian Apapun
Banyak orang yang berpikir jika menjadi mitra franchise dari perusahaan artinya memiliki
kerugian yang kecil dan resiko kegagalan rendah. Sebenarnya ancaman kerugian tetap ada
bahkan lebih besar karena dana modal awal yang menjadi pertaruhannya. Jika franchisee
tak menjalankan usahanya dengan sungguh-sungguh dan giat, maka kemungkinan
bangkrut tetap ada. Apalagi saingan dari bisnis ini bukan hanya datang dari pihak lain saja
namun juga mitra yang memiliki bisnis serupa. Jika tidak mampu menjaga kondisi dan
keutuhan dari produk sama seperti aslinya, maka bukan mustahil apabila usaha tersebut
akhirnya akan bangkrut walaupun pihak franchisor sebenarnya akan berusaha untuk
membuat mitranya utuh dan tidak mengalami pailit.
F. Kelebihan dan Kekurangan Dalam Usaha Waralaba
1. Kelebihan berbisnis waralaba:
1) Memberikan manfaat jaringan bisnis yang luas bagi pemiliki usaha kecil.
2) Kita tidak terlalu membutuhkan pengalaman bisnis yang memadai untuk menjalankan
sebuah bisnis waralaba. Penjual waralaba akan memberikan pelatihan yang kita butuhkan
dalam menjalankan bisnis tersebut.
3) Pelaku bisnis waralaba memiliki peluang sukses yang lebih cepat dari pada pelaku bisnis
yang memulai usaha sendiri dari nol.
4) Untuk jenis usaha dengan skala yang sama, anda akan membutuhkan dana yang lebih kecil
jika ikut waralaba ketimbang memulai usaha sendiri dari nol.
5) Bisnis waralaba sering kali telah memiliki reputasi dan citra yang mapan, manajemen dan
praktik kerja yang terbukti, akses ke iklan nasional dan dukungan kerja secara
berkelanjutan.
 
2. Kekurangan berbisnis waralaba:
1) Membeli waralaba berarti membuat perjanjian formal dengan pemilik waralaba anda,
perjanjian tersebut baik secara hukum maupun tata kelola finansial.
2) Perjanjian waralaba akan mendikte dan mengatur cara dan langkah anda dalam
menjalankan bisnis, tidak akan ada banyak ruang untuk meningkatkan kreativitas anda
dalam bisnis tersebut.
3) Penjual waralaba biasanya akan memberikan batasan-batasan tentang dimana saja anda
boleh menjual produk-produknya, jenis produk apa saja yang boleh anda jual, dan
pemasok mana saja yang boleh anda gunakan.
4) Performa atau kinerja buruk dari pembeli waralaba lain juga akan menurunkan reputasi
bisnis waralaba anda.
5) Membeli waralaba berarti anda harus siap untuk membagi keuntungan dengan penjual
waralaba anda.

Anda mungkin juga menyukai