Anda di halaman 1dari 10

JURNAL MANAJEMEN STRATEGI WARALABA

( FRANCHISE)
Menurut Warren J. Keegen dalam bukunya Global Marketing Management
menyatakan, pe- ngembangan usaha secara internasional dapat di- lakukan melalui
sekurangnya lima macam cara, yaitu: 1. dengan cara ekspor; 2. melalui pemberian
lisensi; 3. dalam bentuk franchising (waralaba); 4. pembentukan perusahaan
patungan (joint ventures); atau 5. total ownership atau pemilikan menyeluruh yang
dapat dilakukan melalui direct ownership (ke- pemilikan langsung) atau akuisisi.
(Waren, 1989)

Ekspor merupakan salah satu bentuk inter- nasionalisasi produk yang paling
sederhana, dimana kegiatan ekapor pada dasarnya merupakan kegiatan jual beli
yang dilakukan secara internasional yang melibatkan berbagai macam sarana dan
lembaga lain. Namun bagi pemilik usaha/pengusaha, kegia- tan ekspor ini kurang
mendatangkan keuntungan yang disebabkan karena faktor-faktor teritorial yang
berdampak ekonomis dan faktor-faktor yang bersi- fat politis, serta faktor biaya dan
risiko.

Demikian juga bentuk usaha patungan un- tuk memproduksi barang atau jasa,
dapat menimbul- kan risiko yang cukup besar bagi seorang pengusaha terutama
masalah sosial politik dari negara dimana investasi akan dilakukan. Sedangkan
bentuk inves- tasi langsung dan akuisisi bisnis, hanya mungkin dapat dilakukan jika
secara ekonomis, sosial dan politik dimungkinkan.

Sebaliknya, cara lisensi yang Lisensi meru- pakan suatu bentuk pemberian hak
yang dapat ber- sifat ekslusif maupun berbentuk non eksklusif, dira- sakan cukup
mengurangi risiko, dimana dengan li- sensi produsen lebih berupaya mendekatkan
diri kepada konsumen di negara tujuan dan memperkecil risiko biaya tinggi, risiko
hilangnya barang atau mungkin embargo dalam kaitannya dengan masalah politik.
Dengan lisensi, maka dapat meningkatkan penjualan, menekan biaya dan perolehan
keuntu- ngan yang optimal. (Waren, 1989)

Dengan permasalahan tersebut, maka telah ber- kembang suatu bentuk


pemberian hak dan kegiatan usaha yang disebut waralaba (Franchise) sebagai salah
bentuk alternatif pengembangan usaha yang khususnya dilakukan secara
internasional. Waralaba (Franchise) seperti halnya lisensi, mengandalkan kepada
kemampuan mitra usaha dalam mengem- bangkan dan menjalankan kegiatan usaha
waralaba- nya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang
telah ditentukan oleh pe- ngusaha franchisor.

Dalam Waralaba (Franchise) ini dapat dika- takan bahwa sebagai bagian dari
kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh pe- ngusaha
Franchisor, maka mitra usaha atau penerima Franchise diberikan hak untuk
meman- faatkan Hak Atas Kekayaan Intelektual dari pe- ngusaha Franchisor, baik
dalam penggunaan merek dagang, merek jasa, hak cipta atas logo, desain in- dustri,
paten berupa teknologi maupun rahasia dagang dan sebaliknya, pengusaha
Franchisor memperoleh royalti atas penggunaan Hak Atas Ke- kayaan Intelektual
mereka. (Gunawan, 2001)

Waralaba (Franchise) pada dasarnya adalah sebuah perjanjian mengenai


metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Dalam hal ini franchisor
memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan kegiatan pendistribusian
barang dan jasa di bawah nama dan identitas franchisor dalam wilayah tertentu,
dimana usaha tersebut dija- lankan sesuai dengan prosedur dan cara yang dite-
tapkan franchisor dan franchisor memberikan ban- tuan (assistance) terhadap
franchise. Sebagai im- balannya francisee membayar sejumlah uang berupa innitial
fee dan royalti. (Suharnoko, 2004)

Di Indonesia bentuk usaha bisnis ini juga berkembang dengan pesat, dimana
bentuk usaha franchise ini banyak digunakan dalam usaha fast food restaurant
seperti Kentucky Fried Chiken, Pizza Hut, Mc Donald, Hotel dan jasa penyewaan
mobil. Bentuk ini juga digunakan oleh bisnis lokal di Indonesia seperti Es Teller 77.
Dengan perkembangan yang pesat tersebut, maka untuk memberikan
perlindungan dan kepas- tian hukum, Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba dan
Keputusan Menteri Perin- dustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran


Waralaba. Kedua- nya diubah dengan Peraturan No. 42 Tahun Tahun

2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Per- dagangan RI No. 12/M-
DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Usaha Waralaba. Perangkat hukum ter- sebut telah memberikan definisi
tersendiri mengenai waralaba.

Pengertian Waralaba Dan Menurut Pendapat para ahli

Waralaba atau lebih populernya disebut dengan Franchise (Bahasa Perancis) dan
Franchaising (Bahasa Inggris) merupakan sebuah hak untuk menjual suatu produk atau
jasa ataupun layanan. Definisi waralaba lainnya adalah suatu hubungan kerja yang
mempunyai kontrak atau perjanjian antara pemilik waralaba (franchisor) dan penerima
(franchise).

Seringkali jalannya bisnis waralaba dalam bentuk kegiatan pertukaran uang dengan
perjanjian atau kontrak supaya dapat menjalankan bisnis tersebut dalam jangka waktu
tertentu. Dalam aktivitas waralabat, franchisee atau yang memiliki waralaba mempunyai
tugas menjual produk atau jasa sesuai dengan ketetapan franchisor, lalu tugas
franchisor atau penerima waralaba yaitu melakukan pengembangan bisnis
waralabanya.

Menurut para ahli

Pengertian /franchise menurut Rooseno Harjowidigdo adalah kerjasama dibidang


perdagangan atau jasa yang dipandang sebagai salah satu unutk mengembangkan
sistem usaha di lain tempat, diman franchisor secara ekonomi sangat untung karena ia
mendapatkan management fee dari franchisee, barang produknya dapat tersebar ke
tempat lain dimana franchisee mengusahakan franchise nya dan bagi konsumen yang
membutuhkan barang hasil produksinya franchisee cepat didapatkan dalam keadaan
fresh dan belum atau tidak rusak.
2. Dominique Voillemont

Pengertian waralaba/franchise menurut Dominique Voillemont adalah suatu cara


melakukan kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak
bertindak sebagai granchisor dan pihak lain sebagai franchisee.

3. Charles L. Vauhn

Pengertian waralaba/franchise menurut Charles L. Vauhn adalah bentuk kegiatan


pemasaran dan distribusi yang didalamnya sebuah perusahaan memberikan hak atau
priviledge untuk menjalan bisnis secara tertentu dalam waktu dan tempat tertentu
kepada indivud atau perusahaan yang relatid lebih kecil.

4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007

Pengertian waralaba/franchise menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007


adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang, perorangan atau badan usaha terhadap
sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarakan barang dan atau jasa
yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak
berdasarkan perjanjian waralaba.

5. Asosiasi Franchise Indonesia

Pengertian waralaba/franchise menurut Asosiasi Franchise Indonesia adalah suatu


sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir dengan pengwaralaba
(franchisor) yang memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Aspek Hukum Franchise

Dasar Hukum dan Perjanjian Waralaba (Franchise)

Dasar Hukum Waralaba (Franchise)


Seperti disebutkan diatas, dasar hukum waralaba di Indonesia adalah Peraturan
Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1997 tanggal 18 juni 1997. Sebagai
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/KEP/7/1997 tanggal 30 juli 1997
tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba. Kemudian
pada tahun 2007, PP nomor 16 diperbaharui dengan PP Nomor 42 tahun 2007. Selain
itu Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 12/M-dag/per/3/2006 kemudian Peraturan
Menteri Nomor 31/M-DAG /PER/2008 tentang penyelenggraan waralaba.
Perjanjian/Kontrak Waralaba (Franchise)
Walaraba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba
dengan penerima waralaba. Didalam pemen nomor 31/M-DAG/PER/2008 secara tegas
dinyatakan bahwa pemberi waralaba memiliki pedudukan hukum yang setara dengan
penerima waralaba dalam suatu perjanjian waralaba. Dengan demikian diharapkan
pihak pemberi waralaba maupun pihak penerima waralaba akan berubah untuk mentaati
setiap kesepakatan dalam perjanjian waralaba.
Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang-
Undang HukumPerdata diperlukan empat syarat yaitu :
1.      Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak
2.      Kecakapan Bertindak
3.      Mengenai suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )
Selain hal tersebut, didalam peraturan menteri nomor 31 diatur juga perihal
keharusan bagi pemberi waralaba untuk menyampaikan perjanjian waralaba kepada
calon penerima waralaba paling lambat dua minggu sebelum penandatanganan
perjanjian.
Didalam perjanjian waralaba harus disebutkan masa perjanjian yaitu minimal 5
tahun, dan yang terpenting setiap penerima waralaba baik penerima waralaba utama
atau waralaba lanjutan wajib mendaftarkan perjanjian waralabanya beserta keterangan
tertulis kepada departemen perindustrian dan perdagangan selambat-lambatnya 30 hari
terhitung mulai tanggal berlakunya perjanjian waralaba.
Berakhirnya perjanjian/kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak
yang dibuat antara dua pihak tentang sesuatu hal. Sesuatu hal bisa berarti segala
perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak.
Dalam praktek, dikenal pula cara berakhirnya perjanjian/kontrak yaitu :
1.      Jangka waktu berakhir;
2.      Dilaksanakan obyek perjanjian;
3.      Kesepakatan ke dua belah pihak;
4.      Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;
5.      Adanya putusan pengadilan.

Jenis-Jenis Waralaba Menurut Kriteria/ Produk Yang Ditawarkan

Waralaba Produk
Produk yang dijual dalam bentuk barang seperti makanan. Contoh jenis usaha
waralaba produk antara lain yaitu Mc Donald, KFC, Kebab Turki, pizza hut dan lain
sebagainya.

Waralaba Jasa
Ini adalah jenis waralaba yang memberikan produk dalam bentuk layanan jasa.
Contohnya adalah pada bidang pendidikan, studio photo atau jasa sewa video, jasa
agen perjalanan dan travel.

Waralaba Gabungan
Produk yang dijual pada jenis waralaba ini adalah dalam bentuk barang dan
jasa.contohnya seperti spa dan salon yang menjual produk kecantikan dan sekaligus
juga menyediakan jasa perawatan

Jenis Waralaba Menurut Asalnya

Sedangkan jika menurut asalnya, waralaba dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

Waralaba Luar Negeri


Jenis waralaba ini lebih mengarah ke disukai masyarakat, karena waralaba ini
mempunyai sistem yang berlaku lebih jelas, merek perusahaan telah diterima oleh
orang di seluruh dunia, selain itu juga dinilai lebih bergengsi.

Waralaba Dalam Negeri


Waralaba jenis ini masuk dalam kategori pilihan investasi untuk orang yang hendak
menjadi pengusaha dengan cepat tetapi tidak mempunyai pengetahuan cukup tentang
awal dan kelanjutan usaha pemiliki waralaba. Contoh jenis waralaba yang berasal dari
dalam negeri adalah restoran cepat saji.

Tipe-Tipe Waralaba

Beberapa tipe waralaba antara lain:


Trade Name Franchising
Trade name franchisign merupakan jenis waralaba yang mendapatkan hak untuk
melakukan produksi misalnya PT. Great River mempunyai hak untuk melakukan
produksi pakaian dalam Triumph dengan lisensi dari Jerman.

Product Distribution Franchising

Product distribution franchisign merupakan jenis waralaba (franchise) yang


mendapatkan hak unutk melakukan pendistribusian pada wilayah tertentu, seprti soft
drink, cosmetics.

Pure Franchising/ Busininess Format


Pure Franchising/ Business Format merupakan jenis waralab yang mendapatkan hak
sepenuhnya, mulai dari trademark, penjualan, peralatan, metode operasi, strategi
pemasarn, bantuan manajemen dan teknik, pengendalian kualitas, dan lain sebagainya.
Contoh nya adalah restaurat, fast food, pendidikan, konsultan, dan lain-lain.

Keuntungan dan Kekurangan Waralaba (Franchise)


Keuntungan Waralaba (Franchise)
Adapun keuntungan dari bisnis waralaba (franchise) adalah sebagai berikut :
·       Bagi para wiraswastawan yang ingin memulai usaha baru akan mendapatkan
rencana operasi bisnis dengan arah yang jelas dari pemberi franchise.
·       Penerima franchise diberikan nasihat atau sebuah lokasi usaha yang
telah ditetapkan.
·       pemberi hak bisa mendapatkan manfaat dari ekspansi cepat dan luas tanpa
meminjam
atau menanggung resiko finansial penting.
·       tiap-tiap penerimaan  hak berdasarkan volume penjualan, organisasi keseluruhan
bisa mengadakan pengiklanan besar-besaran untuk memperkuat nama franchise.
·       Penerima franchise individu dapat melakukan promosi di daerah mereka sesuai
dengan persetujuan yang ada.
·       Mendapatkan bantuan modal
·       Profit tinggi karena telah teruji
·       Standarisasi mutu
·       Mendapatkan bantuan manajemen
Kerugian Waralaba (Franchise)
Adapun kerugian dari bisnis waralaba (franchise) adalah sebagai berikut :
·       Menjadi Independen, terdominasi
·       Tidak mandiri
·       Kreativitas tidak berkembang
·       Rentan terhadap perubahan franchisor

Faktor Penyebab Kegagalan Franchisor dan Franchise


Penyebab kegagalan Franchisor
Beberapa penyebab kegagalan franchisor adalah :
·       Uji  coba  yang  tidak  memadai
·       Penyeleksian  Franchise  secara  sembrono
·       Pembuatan   struktur   yang  buruk
·       Franchise  kekurangan  modal
·       Franchisor  menjalankan  bisnisnya dengan   buruk
Penyebab kegagalan Franchise
Beberapa penyebab kegagalan franchise adalah :
·       Franchise yang puas dengan dirinya sendiri
·       Franchise yang penakut
·       Franchise yang tidak mengikuti sistem
·       Franchise yang berharap terlalu  banyak
·       Franchise yang tdk memiliki bakat
·       Campur tangan dari orang lain  yang bermain curang
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk menurunkan atau meminimalisasi
resiko investasi dalam franchising adalah :
1. Melakukan evaluasi diri.
2. Meneliti franchise
Manfaat Waralaba (Franchise)
Berdasarkan pemahaman mengenai waralaba, dapat diperoleh beberapa manfaat
sistem waralaba ini antara lain :
a)    Pemberi waralaba tidak perlu mempersiapkan dana sebagai modal untuk
meningkatkan kecepatan pertumbuhan usahanya.
b)   Organisasi pemberi waralaba mampu memperluas jaringan usahanya secara cepat,
tanpa memerlukan modal yang besar.
c)    Pemberi waralaba tidak perlu menyiapkan sumber daya manusia yang banyak karena
sumber daya manusia tanggung jawab masing-masing pemilik outlet.
d)   Pemberi waralaba tidak memiliki aset berupa outlet-outlet dagang karena outlet
tanggungjawab masing-masing penerima waralaba.

Kesimpulan

Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang dilakukan


oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan hak kepada pihak
kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan memanfaatkan merk
dagang yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai dengan prosedur atau
system yang diberikan.
Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana kedua
belah pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Perjanjian
waralaba  adalah  perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, agama,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Kemudian banyak orang yang mengatakan bahwa
waralaba itu sama dengan lisensi, padahal pada kenyataannya kedua istilah tersebut
berbeda baik dari segi pengertian maupun dari segi pengaplikasiannya. Lisensi
merupakan pemberian hak merk/hak cipta kepada pihak tertentu dan tidak mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan bimbingan ataupun pelatihan kepada penerima
lisensi. Sedangkan di dalam bisnis waralaba, pihak franchisor mempunyai kewajiban
untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada pihak franchisee.
DAFTAR PUSTAKA
David Hess, “The Lowa Franchise Act : Toward Protecting Reasonable Expectations
of Franchisees and Franchisors”, Vol 80. Januari 1995.
Gunawan Widjaja, ”Seri Hukum Bisnis : Lisensi”,

Rajawali Pers, Jakarta, 2001.

, ”Seri Hukum Bisnis - Lisensi atau Wa- ralaba : Suatu Panduan Praktis”, Ed. Ke- satu
Cet. Kesatu, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.
Harian Kompas, ”Aspek Hukum dari Franchise”,

Edisi tanggal 21 Maret 1990.

Indonesia, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Waralaba”, P.P. No.


42 tahun 2007.
, “Keputusan Menteri dan Perdagangan Republik Indonesia tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaf- taran Usaha Waralaba”, Kep.Mendag No.
12/M-DAG/PER/3/2006.

Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, “Peta Pewaralabaan (Franchising) di


Dunia Manajemen”, Jakarta, 1992.
Jeffrey L. Harrison, “Law and Economics”, Wet

Publishing Company, St. Paul-Minnesota,

1995.

Robert W. Emerson, “Franchise Contract Clauses and the Franchisor’s Duty of Care
Towards It Franchisees”, Nort Carolina Law Review. Vol 72. April 1994.
R. Soebekti, “Hukum Perjanjian”, PT. Intermasa, Jakarta, 1998.
Ridhwan Khaerandy, ”Aspek Aspek Hukum Fran- chise dan Keberadaannya Dalam
Hukum Indonesia”, Majalah Anisa. Yogjakarta : UII, Yogjakarta, 1992.
Suharnoko, ”Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa
Kasus”, Cet. 1, Kencana, Jakarta, 2004. Salim H.S, ”Perkembangan Hukum Kontrak
Inno-
minat di Indonesia”, Cet. Pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003.

Warren J. Keegen, “Global Marketing Manage- ment”, Prentice Hall International,


New York, 1989.

Anda mungkin juga menyukai