Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA


Hukum Perikatan

Disusun oleh :
Aufa Fajrul Hikmah 185010100111166
Nindita Oki Triananda 185010101111126

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

1
I. Pendahuluan

Perjanjian waralaba di Indonesia, sebagaimana perjanjian lain nya tunduk


pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang mana berlaku
asas kebebasan berkontrak yang dinyatakan dalam Pasal 1338 dimana para pihak
yang membuat perjanjian secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Juga dalam perjanjian berlaku sistem terbuka yang berarti para
pihak diperkenankan untuk menentukan isi perjanjian dengan batasan bahwa
perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan norma kesusilaan. Selain dari itu, terdapat asas
konsensualisme yang dinyatakan dalarn kitab yang sama Pasal 1320 yang
menyatakan bahwa bahwa perjanjian lahir pada saat dicapainya kata sepakat antar
para pihak dengan mernenuhi 4 (empat) unsurnya yaitu:

(1) para pihak cakap untuk membuat perjanjian,

(2) para pihak sepakat untuk mengikatkan diri,

(3) mengenai suatu hal tertentu dan,

(4) sebab yang halal.1

II. Pembahasan
A. Pengertian Waralaba

lstilah Fanchise berasal dari bahasa Perancis yang artinya bebas dari.
perintah (free from servitude) yang dalam bidang bisnis berarti kebebasan yang
diperoleh oleh seorang wirausahawan untuk menjalankan sendiri suatu usaha
tertentu dalam wilayah tertentu.2 Dalam rumusan lain mengatakan perjanjian
franchising adalah suatu perjanjian dimana franchisee menjual produk atau jasa
sesuai dengan cara dan prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor yang
membantu melalui iklan, promosi, dan jasa-jasa nasihat lainnya3

1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. diterjemahkan oleh R . Subekti dan R.
Tjitrosudibio, eet. 28. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996)
2
Ferry R. Lasamahu,”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP FRANCHISEE
DALAM PERJANJIAN W ARALABA (STUDI KASUS: ANALISIS PUTUSAN
PENGADILAN ANTARA PT. LINGKAR NATURA INTI DAN NATASHA
KASAKEYAN)”, Jurnal Hukum Universitas Indonesia Hal 307

2
Franchise di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan waralaba. Kata
waralaba sendiri berasal dari dua kata yaitu wara dan laba. Wara memiliki arti
istimewa dan laba berarti keuntungan. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan
oleh LPPM (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Manajemen) sebagai
padanan kata franchise.
Waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2
(dua) atau lebih perusahaan, di mana 1 (satu) pihak akan bertindak sebagai
franchisor dan pihak lain sebagai franchisee, dimana di dalamnya diatur bahwa
pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know-how terkenal,
memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari/atas
suatu produk barang atau jasa berdasar dan sesuai dengan rencana komersil yang
telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu,
baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan sebaliknya
suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal
tersebut4

B. Sejarah Waralaba
Sejarah dan Perkembangan Terbentuknya Waralaba Konsep waralaba
(franchise) bukan merupakan konsep yang baru. Konsep waralaba atau franchise
muncul sejak 200 tahun sebelum Masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina
memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan
dengan merek tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa
negara dan penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para
pedagang dan ahli petukangan melalui apa yang dinamakan “diartes de franchise”,
yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada di bawah
kekuasaan negara atau gereja. Sebagai imbalannya, penguasa negara atau
penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Pemberian hak tersebut
diberikan juga kepada para pedagang dan ahli pertukangan untuk penyelenggaraan

3
Hadiyanto, S.H, LL.M.: Aspek- Aspek Hukum Perpajakan Dalam Usaha
Franchise, Makalah Pada
Pertemuan Ilmiah Tentang Franchise, Jakarta, 1993
4
Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.

3
pasar dan pameran, dengan imbalan sejumlah uang. Namun, sebenarnya waralaba
dengan pengertian yang kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat.5

Di Amerika Serikat timbul apa yang dinamakan sistem waralaba Amerika


Serikat generasi pertama, yang disebut sebagai Straight Product Franchising
(waralaba produksi murni). Setelah Perang Dunia II, di Amerika Serikat
berkembang sistem waralaba generasi kedua, yang disebut sebagai Entire
Business Franchising. Dalam sistem yang semakin berkembang ini, ikatan
perjanjian tidak lagi hanya mengenai satu aspek produksi, tetapi cenderung
meliputi seluruh aspek pengoperasian perusahaan pemberi waralaba. Pemberi
waralaba (franchisor) membawa satu paket prestasi kepada penerima waralaba
(franchisee) berupa bentuk atau dekorasi tempat usaha, konsep kebijakan
perusahaan, dan sistem manajemen atau organisasi perusahaan Franchisor
mengarahkan dan “meleburkan” para franchisee ke dalam suatu sistem yang telah
franchisor tetapkan.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 60-70an,


waralaba mengalami booming di Amerika Serikat. Namun, setelah mengalami
booming, banyak terjadi praktik penipuan bisnis yang mengaku sebagai waralaba,
salah satunya dengan cara menjual sistem bisnis waralaba yang ternyata belum
teruji kebeerhasilannya di lapangan. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong
terbentuknya IFA (International Franchise Association) pada tahun 1960. Salah
satu tujuan didirikannya IFA ialah menciptakan iklim industri bisnis waralaba
yang dapat dipercaya karena IFA menciptakan kode etik waralaba sebagai
pedoman bagi anggota-anggotanya.

Kode etik waralaba masih perlu didukung oleh perangkat hukum agar
dapat memastikan tiap-tiap pihak dalam industri ini terlindungi. Oleh karena itu,
pada tahun 1978, FTC (Federal Trade Commission) mengeluarkan peraturan yang
mewajibkan setiap franchisor yang akan memberikan penawaran peluang
waralaba kepada publik untuk memiliki UFOC (Uniform Franchise Offering
Circular). UFOC adalah dokumen yang berisi informasi lengkap mengenai
peluang bisnis waralaba yang ditawarkan, seperti sejarah bisnis, pengelola, hal

5
Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008.

4
yang berkaitan dengan hukum, prakiraan investasi, deskripsi konsep bisnis, dan
salinan dari perjanjian waralaba. Selain itu, daftar nama, alamat, dan nomor
telepon franchisor merupakan informasi yang diwajibkan.

UFOC bertujuan untuk menyampaikan informasi yang cukup mengenai


perusahaan waralaba untuk membantu calon franchisee dalam mengambil
keputusan. Terkait perkembangannya di Indonesia, praktik bisnis waralaba mulai
dikenal sekitar tahun 1970 ditandai dengan masuknya Kentucky Fried Chicken
(KFC), Ice Cream Swensen, Shakey Pizza, yang kemudian disusul dengan Burger
King dan Seven Eleven. Namun diluar itu, Indonesia telah mengenal konsep
waralaba sebagaimana yang diterapkan dalam penyebaran toko sepatu Bata
ataupun SPBU (Pompa Bensin).

C. Jenis-Jenis Waralaba

1. Product Franchising

Suatu Franchise, yang Franchisor-nya memberikan lisensi kepada franchisee


untuk menjual barang hasil produksinya. Franchisee berfungsi sebagai distributor
produk Franchisor. Seringkali terjadi dalam prakteknya Franchisee diberi hak
eklusif untuk memasarkan produk tersebut di suatu wilayah tertentu.
2. Manufacturing Franchises

Franchisor memberikan know-how dari suatu proses produksi. Franchisee


memasarkan barang-barang itu dengan standar produksi dan merek yang sama
dengan yang dimiliki Franchisor.
3. Business Format Franchising

Suatu bentuk Franchise yang Franchisee-nya mengoperasikan suatu kegiatan


bisnis dengan memakai nama Franchisor. Franchisee diakui sebagai anggota
kelompok yang berusaha dalam bisnis ini. Sebagai imbalan dari penggunaan nama
Franchisor, maka Franchisee harus mengikuti metode-metode sandar
pengoperasian dan berada di bawah pengawasan Franchisor dalam hal bahan-

5
bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam penjualan,
persyaratan karyawan dan lain-lain. 6

D. Jenis Kegiatan Waralaba

1. Produk dan Merek Dagang

Dengan pemberian izin penggunaan merek dagang tersebut biasanya pemberi


waralaba memperoleh suatu bentuk pembayaran royalti dimuka dan selanjutnya
pemberian waralaba memperoleh keuntungan melalui penjualan produk yang
diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam bentuknya yang sangat
sederhana ini, waralaba produk dan merek dagang seringkali mengambil bentuk
keagenan, distributor atau lisensi penjualan.
2. Format bisnis

Format bisnis ini terdiri atas :


a) Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b) Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan
bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba (franchisor).
c) Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi
waralaba (franchise). 7

E. Perjanjian Franchise Memuat Hal sebagai berikut

6
Salim, H.S. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika,
2014), hal.169

7
Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba Suatu Panduan Praktis, (Jakarta:
Rajawali Press, 2004), hal. 43

6
Pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 tahun 2012 disebutkan bahwa
perjanjian franchise setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas
pemilik/penanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.
2. Jenis hak Kekayaan Interlektual, yaitu jenis Hak Kekayaan Intelektual
Pemberi Waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain
outlet/gerai, sistem manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan
yang diwaralabakan.
3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti
perdagangan eceran/ritel, pendidikan, restoran, apotek atau bengkel.
4. Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba,
yaitu hak yang dimiliki baik oleh Pemberi Waralaba maupun Penerima
Waralaba, seperti:Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan,
dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima
Waralaba, seperti bantuan fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan
komputer dan program IT pengelolaan kegiatan usaha.
 Pemberi Waralaba berhak menerima fee atau royalty dari Penerima
Waralaba, dan selanjutnya Pemberi Waralaba berkewajiban
memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada Penerima
Waralaba.
 Penerima Waralaba berhak menggunakan Hak Kekayaan Intelektual
atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba, dan selanjutnya
Penerima Waralaba berkewajiban menjaga Kode Etik/kerahasiaan
HKI atau ciri khas usaha yang diberikan Pemberi Waralaba.
5. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan Pemberi Waralaba
kepada Penerima Waralaba untuk mengembangkan bisnis Waralaba seperti;
wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia.
6. Jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dan berakhir
perjanjian terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah
pihak.

7
7. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata cara/ketentuan termasuk waktu
dan cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila
disepakati dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab Penerima
Waralaba.
8. Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/lokasi penyelesaian
sengketa, seperti melalui Pengadilan Negeri tempat/domisili perusahaan atau
melalui Pengadilan, Arbitrase dengan mengunakan hukum Indonesia.
9. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan
perjanjian seperti pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak,
perjanjian berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila
dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan
bersama.
10. Jaminan dari pihak Pemberi Waralaba untuk tetap menjalankan
kewajiban-kewajibannya kepada Penerima Waralaba sesuai dengan isi
Perjanjian hingga jangka waktu Perjanjian berakhir.
11. Jumlah gerai yang akan dikelola oleh Penerima Waralaba. 8

F. Peraturan-peraturan yang terkait dengan Waralaba:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. 

2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 12/m-Dag/Per/3/2006 Tentang


Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba. 

3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang


Penyelenggaraan Waralaba. 

4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 57/M-Dag/Per/9/2014 Tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:
53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba. 

8
www.konsultanwaralaba.com/isi-perjanjian-franchise-kontrak-kerjasama-antara-
franchisor-dan-franchisee/ di akses pada 16 September 2019 , 23:56 WIB.

8
5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 53/M-Dag/Per/8/2012 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba. 

6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 58/M-Dag/Per/9/2014 Tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:
07/M-Dag/Per/2/2013 Tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba
Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan Dan Minuman.

7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 07/M-Dag/Per/2/2013 Tentang


Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan
Dan Minuman. 

8. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 60/M-Dag/Per/9/2013 Tentang


Kewajiban Penggunaan Logo Waralaba. 

9. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 68/M-Dag/Per/10/2012 Tentang


Waralaba Untuk Jenis Usaha Toko Modern. 9

G. Contoh Perjanjian Franchise

PERJANJIAN FRANCHISE RESTORAN SUPER LEZAT


Yang bertandatangan di bawah ini :

I. Handi Zulkarnain,SH.Mkn,  Direktur RestoranSuper Lezat beralamat di


Jl. Raya Panjang No. 191 D, Kebon Jeruk, Jakarta Barat; dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Restoran Super Lezat dalam perjanjian ini
selanjutnya disebut Franchisor

II. Yuhana Oliviantara, Swasta beralamat di Jl. Menara Raya No. 101
Bogor, Jawa Barat; dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri
selaku penerima Franchise yang selanjutnya disebut Franchisee.

9
www.pengacaramuslim.com/memahami-dasar-hukum-waralaba-franchise/
diakses pada tanggal 17 September 2019, 00:05 WIB.

9
Pada hari ini Rabu, tanggal sebelas bulan enam tahun dua ribu delapan (11-06-
2008) bertempat dikantor Restoran Super Lezat di alamat tersebut di atas
Franchisor  dan Franchisee sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian
kerja sama Franchise dengan menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai
berikut :
 Bahwa Franchisor adalah restoran yang menyajikan makanan siap saji
(fast food) yang dikenal dengan nama “Restoran Super Lezat”
 Bahwa Franchisor  setuju memberikan izin dan membantu Franchisee
untuk menjual dan menyajikan makanan Super Lezat untuk wilayah
Jawa Barat.
 Bahwa Franchisee berjanji akan mengawasi, menjaga dan
mengendalikan mutu makanan Super Lezat serta memberikan
pelayanan terbaik bagi setiap konsumen sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Franchisor.
 Bahwa Franchisor memberikan hak ekslusif kepada Franchisee untuk
membuka restoran yang menyediakan dan menyajikan makanan fast
food yang ditetapkan Franchisor di seluruh wilayah jawa barat.
 Franchisor memberikan ijin (lisensi) kepada Franchisee dengan nama
Restoran Super Lezat untuk itu Franchisee dapat menggunakan merek
dan sistem secara bersamaan dengan Franchisee lainnya yang sudah
diijinkan oleh Franchisor sebelumnya.
 Franchisee setuju membeli dan menjalankan serta mematuhi semua
ketetapan dan persyaratan yang ditetapkan oleh Franchisor.
 Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah ditetapkan di atas dengan ini
Franchisor dan Franchisee sepakat untuk melaksanakan Perjanjian ini
dalam bentuk kerjasama yang untuk selanjutnya disebut sebagai
“Perjanjian ” dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1
Syarat-syarat
Franchisee menyatakan bersedia untuk memenuhi seluruh persyaratan yang
ditetapkan oleh Franchisor antara lain :

10
1. Memiliki tempat usaha baik milik sendiri atau hak sewa minimal 5 tahun seluas
300 meter persegi dengan desain sebagaimana terlampir,
2. Menyediakan fasilitas parkir yang memadai minimal untuk 20 kendaraan roda 4
dan 40 kendaraan roda 2 disertai dengan minimal satu toilet untuk konsumen,
3. Menyediakan modal awal usaha sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) dan uang jaminan sebesar Rp. 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) yang
harus distor ke rekening Franchisor,
4. Tidak akan menyediakan dan menyajikan makanan lain dan atau usaha lain
selain makanan Super Lezat yang ditetapkan oleh Franchisor.
Pasal 2
Franchise fee dan Royalti
1. Franchisee setuju membayar Franchise fee sebesar Rp. 40.000.000 (empat
puluh juta rupiah), pembayaran mana dilakukan pada saat perjanjian ini ditanda
tangani
2. Franchisor berhak mendapat royalti sebesar 2% (dua persen) dari omzet
penjualan setiap restoran yang dibayarkan pada setiap tanggal 25 setiap bulannya
untuk penjualan bulan sebelumnya
3. Untuk keperluan promosi secara nasional produk Super Lezat, Franchisee
bersedia membayar marketing  fee sebesar 1% dari omzet penjualan kepada
Franchisor.
4. Marketing  fee sebagaimana diatur dalam ayat 3 pasal ini semata-mata hanya
dipergunakan oleh Franchisor untuk mempromosikan produk Super Lezat secara
nasional yang dibayarkan bersamaan dengan pembayaran royalti. Selanjutnya
dibuat ketentuan lain dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang
pelaksanaan Perjanjian Franchise.
III. Penutup
Pada dasarnya bahwa peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian
waralaba (franchising), sesudah adanya peraturan yang khusus untuk mengatur
waralaba, yaitu:

a) Peraturan hukum tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada pasal


1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yaitu syarat-syarat sahnya suatu

11
perjanjian. Kemudian pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang ketentuan yang dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba.
b) Peraturan tentang Hak Milik Intelektual, yaitu hak paten, hak merek dan hak
cipta sesuai Undang-Undang No.19 Tahun 2002.
c) Peraturan hukum tentang Perpajakan yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tahun 2000 dan Pajak penghasilan (PPh) Tahun 2000.
d) Peraturan hukum tentang Ketenagakerjaan sesuai Undang- Undang No.13
ahun 2003.
e) Peraturan hukum tentang Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982. dan Peraturan tentang Surat Izin Usaha Perdagangan
(S.I.U.P) sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor:
1458/Kp/XII/84.

Tidak menutup kemungkinan dikemudian hari dengan pesatnya


perkembangan pasar waralaba dan kegairahan pengusaha dapat diciptakan lagi
jenis usaha waralaba dengan konsep Syariah yang lebih memberikan
kenyamanan, keamanan dan keuntungan bagi kedua belah pihak secara adil
sesuai dengan syariat islami yang mengandung makna antara lain :

a) Berusaha hanya untuk mengambil yang halal dan baik.


b) Halal cara perolehan : melalui perniagaan yang berlaku secara ridho sama
ridho juga berlaku adil dan menghindari keraguan.
c) Halal cara penggunaan : saling tolong menolong dan menghindari resiko yang
berlebihan.

Demikian antara lain pokok-pokok yang dapat diambil sebagai kesimpulan dari
sajian Aspek Hukum Waralaba, dengan harapan ada manfaatnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. diterjemahkan oleh R . Subekti dan R.


Tjitrosudibio, eet. 28. (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996)

12
Ferry R. Lasamahu,”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP FRANCHISEE
DALAM PERJANJIAN W ARALABA (STUDI KASUS: ANALISIS PUTUSAN
PENGADILAN ANTARA PT. LINGKAR NATURA INTI DAN NATASHA
KASAKEYAN)”, Jurnal Hukum Universitas Indonesia Hal 307
Hadiyanto, S.H, LL.M.: Aspek- Aspek Hukum Perpajakan Dalam Usaha
Franchise, Makalah Pada
Pertemuan Ilmiah Tentang Franchise, Jakarta, 1993

Salim, H.S. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,(Jakarta :


Sinar Grafika, 2014), hal.169

Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba Suatu Panduan Praktis, (Jakarta:


Rajawali Press, 2004), hal. 43

www.konsultanwaralaba.com/isi-perjanjian-franchise-kontrak-kerjasama-antara-
franchisor-dan-franchisee/ di akses pada 16 September 2019 , 23:56 WIB.
www.pengacaramuslim.com/memahami-dasar-hukum-waralaba-franchise/
diakses pada tanggal 17 September 2019, 00:05 WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai