PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, waralaba merupakan suatu bentuk usaha yang memasarkan barang atau jasa
yang memiliki karakteristik tertentu dalam kegiatannya. Kegiatan waralaba di Indonesia diatur dalam
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Waralaba sendiri pertama kali muncul di Amerika Serikat, di mana kala itu terdapat sebuah
perusahaan yang memperkenalkan sebuah produk mesin jahit dan sebagai metode atau cara
pendistribusiannya ia melakukan dengan konsep waralaba. Waralaba juga berkembang pesat di
Indonesia, khususnya bisnis ini banyak digunakan oleh beberapa perusahaan cepat saji namun
bagusnya di sini ialah jenis bisnis ini tidak hanya dapat di gunakan oleh perusahaan-perusahaan
besar saja, tetapi juga di gunakan oleh perusahaan lokal. Dalam bisnis waralaba, tentu di perlukan
adanya sebuah perjanjian untuk memulai bisnis tersebut di mana hal itu bertujuan guna mengatur
antara hak dan kewajiban antara pihak yang akan melakukan kerja sama. Perjanjian waralaba
dilakukan oleh para pihak yang membuat perjanjian dalam kontrak bisnis harus dilandasi dengan
itikad baik dan asas proporsionalitas, artinya perjanjian tersebut memberikan rasa keadilan dengan
tujuan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak dalam menjalankan bisnis waralaba. Suatu
perjanjian kerja berjalan dengan asas perbandingan yang baik, tentunya diawali dengan suatu
perjanjian yang sah menurut hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) yang mengatur syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320. Beberapa pasal dalam
perjanjian kontrak harus berkaitan dengan konsesi , terutama untuk klausul risiko, Prioritas tinggi,
berkaitan dengan perolehan manfaat dan masa berlaku penggunaan konsesi. Percakapan dan diskusi
adalah awal yang baik dalam proyek desain kontrak konsesi, dan tentunya juga akan menghasilkan
kontrak yang baik. Selain itu, merancang kontrak yang baik dan benar dalam bisnis waralaba
tentunya akan menghindari terjadinya sengketa atau sengketa hukum bagi kedua belah pihak di
kemudian hari.
B. Aspek Bisnis
Di dalam bisnis waralaba, terdapat dua pihak utama di mana pihak tersebutlah yang terlibat
dalam sebuah perjanjian bisnis tersebut. Kedua pihak tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Pewaralaba (franchisor), merupakan orang, badan, atau perusahaan yang memiliki sebuah
merek pada produk yang mana produk tersebut dapat memberikan hak kepada penerima
waralaba.
2. Terwaralaba (franchisee), merupakan orang atau badan usaha yang diberikan hak untuk
memanfaatkan waralaba yang sudah diberikan.
Terdapat beberapa aturan mengenai bisnis waralaba, di mana aturan-aturan tersebut
merupakan peraturan yang berkaitan dengan aspek bisnis waralaba itu sendiri. Adapun beberapa
aspek tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Memiliki hubungan dengan hukum perjanjian
Untuk melakukan suatu perjanjian, tentu ada syarat-syarat yang harus di penuhi oleh pihak
yang akan melakukan perjanjian tersebut. Aturan mengenai syarat-syarat tersebut terdapat Pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Adapun syarat-syarat tersebut telah
ditentukan dalam KUHPerdata pasal 1320 antara lain sebagai berikut(Mathar, 2016) :
a) Adanya kesepakatan dari para pihak yang akan membuat kesepakatan. Artinya, untuk
mencapai kesepakatan, tidak boleh ada paksaan, penipuan. Jika kesepakatan tercapai tanpa
persetujuan, maka kesepakatan dapat dibatalkan.
b) Kedua belah pihak harus memenuhi syarat di mana ia berwenang untuk bertindak menurut
hukum. Artinya pihak yang membuat perjanjian harus cakap (mengerti) untuk membuat
sebuah perjanjian. Artinya adalah orang dewasa, dan orang yang tidak dalam perawatan
(curatele) seperti sakit jiwa, mata hitam, pemabuk, penjudi, dan sebagainya.
c) Sesuatu mengenai hal tertentu. Ini berarti perjanjian itu penting, misalnya jenis perjanjian
waralaba, makanan, restoran, dan sebagainya. Apabila hal ini tidak dapat ditentukan, maka
perjanjian itu batal demi hukum, artinya perjanjian itu tidak sah.
d) Alasan halal. Artinya perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum, agama, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Apabila melawan hukum, dalam arti bertentangan dengan hukum,
agama, ketertiban umum, dan kesusilaan, maka perjanjian yang dibuat batal demi hukum.
Keempat syarat ini harus dipenuhi. Jika dipenuhi, maka perjanjian itu disebut perjanjian yang
sah. Apabila perjanjian itu dibuat dengan sah, maka berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang
mengikatnya (Pasal 1338 K.U.H.Perdata).
C. Keagenan
Waralaba memiliki karakteristik, karakteristik waralaba sebagai perjanjian sering disebut mirip
dengan banyakknya perjanjian lain seperti perjanjian lisensi, distributor, keagenan, dan sebagainya.
Ciri-ciri bisnis waralaba adalah penggunaan merek dagang dan identitas perusahaan oleh
perusahaan lain, disertai pengawasan terus menerus oleh pemilik waralaba dan kewajiban
membayar fee oleh pemilik waralaba. pemberi waralaba sesuai dengan kesepakatan yang telah
disepakati.(Siombo & Raditya, 2017)
Sistem waralaba mensyaratkan eksklusivitas dan dalam banyak kasus mensyaratkan alasan
tidak bersaing bagi pemilik waralaba, bahkan setelah perjanjian waralaba berakhir. Hal ini
menyebabkan pemberi waralaba bersifat eksklusif, artinya tidak ada orang atau pihak penerima
waralaba yang dapat melakukan kegiatan lain yang serupa atau berbeda dalam suatu lingkungan
yang dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha pemberi waralaba.
Franchisor memiliki standar operasi reguler dan harus ditulis dalam apa yang disebut Standar
Operasional Manual (SOP). SOP tersebut akan berisi panduan proses bisnis secara detail, mulai dari
sumber bahan baku, pelatihan manajemen, sumber daya manusia, keuangan, pemasaran dan
promosi, hingga riset pengembangan bisnis. Hal-hal tersebut pada umumnya termasuk dalam butir-
butir kesepakatan di antara mereka. Termasuk pengawasan dimana franchisor melakukan
pengawasan atau kontrol yang ketat terhadap franchisor untuk memastikan bahwa sistem berjalan
dengan baik dan benar. Franchisee harus mengikuti sistem yang ada dan menghasilkan barang dan
jasa atau produk franchisor.
Istilah franchise sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya di Indonesia dan hal itu
menarik banyak perhatian untuk mendalaminya. Istilah waralaba dicoba di Indonesia dengan
menggunakan istilah Waralaba yang juga diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pengelola
Pendidikan dan Pengembangan (LPPM). Di Indonesia, waralaba semakin dikenal pada tahun 1950-an
dengan munculnya dealer mobil dengan membeli lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek.
Waralaba ini kemudian akan terus berkembang hingga diperkenalkannya waralaba asing di tahun
1970-an. Brand pertama yang masuk KFC adalah Dick Galil sebagai master franchise.(Ulfiahambas
Syam, 2020)
Kedudukan hukum yang berlaku untuk orang yang melakukan sebuah perjanjian waralaba di
Indonesia itu berdiri sendiri (Independent Contractor atau No Agency),(Trisnadewi & Mahartayasa,
2014) dalam klausul ini menegaskan bahwa legal standing dan hubungan antara franchisor dan
franchisor bukanlah keagenan, joint venture, atau atasan dan bawahan. Franchisor adalah pihak
yang menyediakan bisnis franchise dengan memiliki sistem atau prosedur dalam bisnis franchise,
sedangkan franchisor adalah pihak yang menerima atau mengelola bisnis franchise dengan cara yang
dikembangkan oleh franchisor.
D. Distributor
Baik waralaba maupun distributor, keduanya sama-sama merupakan bisnis atau usaha dengan
investasi risiko kecil di mana untuk mendapatkan keuntungan memiliki peluang yang besar.
(Juristezar P.L.T. dkk., 2006) Waralaba adalah suatu perjanjian di mana salah satu pihak diberikan
hak untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau kekayaan komersial yang
dimiliki oleh pihak lain untuk suatu imbalan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak
lain tersebut, dalam rangka penyediaan atau menjual baik barang maupun jasa. Sedangkan
distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak atas namanya sendiri
berdasarkan perjanjian yang membeli, menyimpan, menjual, dan memasarkan barang atau jasa yang
dimiliki atau dikuasai. Dalam distributor pihak kedua yang menjual barang milik pihak pertama, ia
hanya menerima fee atau membayar sejumlah barang yang dibeli, dan harga barang ditentukan oleh
pihak pertama selaku pemilik barang. Tugas pihak kedua adalah menjual saja di mana tidak perlu
melibatkan manajemen, secara tidak langsung perjanjian distributor hanya merupakan
perpanjangan tangan dari pihak pertama. Secara singkat yang didapat pihak kedua sebagai merchant
hanyalah fee yang ditetapkan oleh pihak pertama. Jika dilihat dari segi keuntungan jelas lebih
menguntungkan bagifranchise, karena baik franchisor maupun franchisee dapat ikut serta dalam
pengelolaan, franchisee hanya perlu membayar lisensi yang dimiliki oleh pemilik atau pihak pertama.
Namun, bisnis distributor diyakini juga memiliki keunggulan tersendiri yang berbeda dengan
waralaba.
RANGKUMAN MATERI
Waralaba pertama kali muncul di Amerika Serikat yang di mana kala itu terdapat sebuah
perusahaan yang mengenalkan mesin jahit dengan menggunakan metode waralaba dalam
melakukan produksinya. Waralaba juga berkembang pesat di Indonesia, di mana hal itu dibuktikan
tidak hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang menggunakan metode waralaba dalam
memproduksikan produknya tetapi perusahaan kecil dan lokal seperti es teler pun ikut
memproduksikan produknya dengan menggunakan metode bisnis waralaba.
Pada dasarnya, bisnis waralaba merupakan sebuah kesepakatan mengenai bagaimana barang
dan jasa akan di distribusikan kepada konsumen. Maka, dalam hal ini franchisor akan memberikan
hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan perindustrian barang dan jasa atas nama beserta
identitas dari franchisor. Jadi, singkatnya ialah franchisor akan memberikan bantuan kepada
franchisee, dan sebagai imbalannya maka franchisee akan membayar sejumlah uang dalam bentuk
biaya awal dan royalti.
Secara sederhana, waralaba dapat di artikan sebagai bentuk untuk memasarkan suatu usaha
dalam bidang baik barang maupun jasa di mana memiliki karakteristik tersendiri dalam kegiatannya.
Waralaba juga bisa di sebut franchisee yaitu sebagai serangkaian hak-hak untuk menjual maupun
memasarkan suatu produk tertentu baik barang maupun jasa. Dalam waralaba ini, tentu memiliki
sebuah perjanjian guna memulai bisnis tersebut dengan harapan perjanjian tersebut dapat
mengatur antara hak dan kewajiban pihak yang akan melakukan kerja sama.
Kegiatan waralaba Indonesia di atur dalam peraturan menteri perdagangan nomor 71 tahun
2019 mengenai penyelenggaraan waralaba. Penyelenggaraan waralaba harus didasarkan oleh
perjanjian waralaba yang di buat antara para pihak yang memiliki kedudukan hukum yang setara dan
terhadap mereka berlaku hukum Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah hak khusus
yang dimiliki oleh perseorangan maupun badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil serta dapat dimanfaatkan
atau di gunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Moh. E., Anggraeni, R., & Ayuni, R. F. (2021). Bisnis Waralaba. UB Press.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=80FIEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=aspek+bisnis+waralaba&ots=rNJXTY0GhM
&sig=4w1RXKTeZAOXzUjOyrkYIS-0qyk&redir_esc=y#v=onepage&q=aspek%20bisnis
%20waralaba&f=false
Juristezar P.L.T., Suharnoko, Supervisor, & Akhmad Budi. (2006). Tinjauan Yuridis Terhadap
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) dan Perbandingannya dengan Perjanjian
Pengangkatan Sebagai Distributor (Distributor Agreement) / Juristezar P.L.T.
https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20322463
Muci Paryani, L. S., & Dewa Gde, R. (2015). Waprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Waralaba pada
Lembaga Bimbingan Belajar di Kota Denpasar. Kertha Semaya, 03(02).
https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1335236
Oktavi, E. (2013). Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba dalam Perjanjian Waralaba di
Indonesia. https://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:GtXgNKjh4loJ:scholar.google.com/+perkembangan+waralaba&hl=id&as_sdt=0,5
Siombo, M. R., & Raditya, I. (2017). Perjanjian Bisnis Waralaba Yang Bercirikan Budaya Lokal (Rumah
Makan Sederhana Yang Dikelola Oleh Pt Sederhana Abadan Mitra).
https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:El77bL_Bdh4J:scholar.google.com/
+karakteristik+waralaba&hl=id&as_sdt=0,5&as_ylo=2012&as_yhi=2023
Trisnadewi, I. A., & Mahartayasa, M. (2014). Kedudukan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian
Waralaba di Indonesia. https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:8Ojhu_Zd-
B8J:scholar.google.com/++waralaba+keagenan&hl=id&as_sdt=0,5&as_ylo=2012&as_yhi=2023
Ulfiahambas Syam, A. W. (2020). Dampak Kebijakan Proteksi Indonesia pada Bidang Waralabaasing
(Studi Kasus: Kentucky Fried Chicken). 05(1). http://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:eALfqMbqwxQJ:scholar.google.com/
+agen+waralaba&hl=id&as_sdt=0,5&as_ylo=2012&as_yhi=2023