Anda di halaman 1dari 17

Pengantar Hukum Bisnis

Waralaba

I Putu Tedi Pegas Pratama (06/2002622010314)

Universitas Mahasaraswati Denpasar


Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena bimbingan dan penyertaan-
Nya, sehingga saya dapat merampung makalah ini guna memenuhi tugas yang diberikan
Dosen pengajar pada Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Akuntansi UNMAS.
Makalah ini masih belum sempurna disebabkan karena terbatasnya kemampuan
pengetahuan baik teori maupun praktek. Dengan demikian kelompok ini mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan
penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sagat diharapkan
kelompok ini. Guna tercapainya makalah yang baik.
Kiranya Yang Maha Kuasa tetap menyertai kita sekalian, dengan harapan pula agar
karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Denpasar, 15 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................i

Daftar isi........................................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Waralaba.............................................................................................................3


2.2 Jenis – Jenis Waralaba..........................................................................................................5
2.3 Prinsip dan Konsep Produk Bisnis Waralaba.....................................................................6
2.4 Perjanjian Dalam Bisnis Waralaba................................................................................7
2.5 Pihak Dalam Perjanjian Waralaba.......................................................................................10
2.6 Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba............................................................................10

BAB III : PENUTUP

1.1 Kesimpulan.............................................................................................................................12

Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah waralaba dalam bahasa asing disebut dengan franchise. Asal katanya berasal
dari bahasa Prancis kuno yang berarti bebas. Sekitar abad pertengahan, pemerintah atau
bangsawan di Inggris menggunakan franchise untuk memberikan hak khusus seperti
untuk mengoperasikan kapal feri atau berburu di tanah milik pemerintah atau
bangsawan tersebut.
Franchise di Indonesia disebut dengan waralaba. Kata waralaba sendiri berasal dari
2(dua) kata yaitu wara dan laba. Wara memiliki arti istimewa dan laba berarti
keuntungan. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh LPPM (Lembaga
Pembinaan dan Pengembangan Manajemen) sebagai padanan kata franchise.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba menjelaskan
bahwa waralaba memiliki arti berupa hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Pada setiap jenis perjanjian waralaba sekurang-kurangnya harus memuat beberapa
unsur, diantaranya adalah:
1. Adanya 2 pihak yaitu frachisor (pemberi) dan franchisee (penerima)
2. Adanya penawaran dalam wujud paket usaha franchisor
3. Adaya kerjasama dalam bentuk pengelolaan unit usaha antara pihak
franchisor dengan franchisee.
4. Memiliki outlet daripada franchisee
5. Kontrak tertulis dari para pihak.
Susilowati menjelaskan bahwa waralaba (franchise) adalah kontrak perjanjian
pemakaian nama, merek dagang,dan logo perusahaan tertentu dari pemberi waralaba
(franchisor) yang didalamnya dicantumkan ikhtisar peraturan pengoperasioannya oleh
perusahaan yang menggunakan (franchise) jasa yang disediakan oleh pemberi waralaba
(franchisor) dan persyaratan keuangan.
Para pihak yang melaksanakan kewajiban-kewajiban akan terlindungi secara hukum.
Perjanjian mitra dalam waralaba tersebut merupakan salah satu aspek perlindungan
hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain, termasuk dalam

1
memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini
dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk
menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba.
Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut pihak
yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian Waralaba telah
mengatur tentang perlindungan HAKI secara spesifik, yakni dengan memperjanjikan
batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh franchisee, yang secara langsung
maupun tidak langsung ditujukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari
pemberi waralaba.

1.2. Rumusan Masalah


A. Apakah yang dimaksud dengan waralaba ?
B. Apa saja jenis – jenis waralaba?
C. Bagaimana prinsip dan konsep produk bisnis waralaba?
D. Apa saja perjanjian dalam bisnis waralaba.?
E. Siapa saja para pihak dalam perjanjian waralaba?
F. Apa saja kelebihan dan kelemahan bisnis waralaba

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Waralaba

A. Pengertian Waralaba

Sekarang kita hidup pada era Global Society yang menjadikan batas – batas
negara sudah tidak menjadi hambatan lagi didukung oleh kecepatan informasi yang
mana semua menjadi serba instant. Dampak dari globalisasi ini akan
mempengaruhi kepada seluruh sector termasuk perkonomian dan bisnis, dimana
kompetisi akan semakin terbuka lebar. Dalam menjawab tantangan ini maka pelaku
bisnis mencari pola atau metode yang dinilai effektif, yang sudah mewakili atas
jawaban dari tantangan globalisasi tersebut yaitu salah satunya dengan
WARALABA atau dikenal degan nama FRANCHISING.

Kata Franchise sebetulnya adalah diambil dari Bahasa Perancis kuno yang
berarti “bebas”. Sejarah mencatat kegiatann franchise pertama dilakukan di Eropa
oleh bangsa Jerman pada tahun 1840 dengan kosep yang masih sederhana, dan
berkembang pesat terus hingga ke benua Amerika, dan sejarah mencatat bahwa
pada tahun 1951 merupakan tonggak dimulainya bisnis franchise modern yang
dipelopori oleh SINGER yaitu suatu perusahaan mesin jait di Amerika Serikat.
Konsep bisnis waralaba ini terus mengalami perkembangan sampai ke seluruh
penjuru dunia hingga masuk ke Indonesia.

Pengertian waralaba itu sendiri menurut Faisal Santiago menyatakan bahwa


waralaba/Franchising adalah “sistim pemasaran barang dan atau jasa dan atau
teknologi yang di dasari oleh perjanjian terus menerus antara franchisor dan
franchisee dan terpisah baik legal maupun keuangan, dimana franchisor
memberikan hak kepada franchisee untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan
konsep franchisor”. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997
memberikan pengertian yang lebih luas yang mana menyatakan bahwa
waralaba/franchising adalah “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
untuk menfaatkan dan atu menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan

3
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan, dan atu penjualan barang atu jasa tersebut.”

Pengertian waralaba di Indonesia pun beragam, Bambang N Rahmadi, (2007).


waralaba dapat dirumuska sebagai suatu bentuk sinergi usaha yang ditawarkan oleh
suatu perusahaan yang telah unggul dalam kinerja karena sumber daya berbasisi
ilmu pengetahuan dan orientasi kewirausahaan yang cukup tinggi dengan tata
kelola yang baik dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan melakukan
hubungan kontraktual untuk menjalankan bisnis di bawah format bisnisnya dengan
imbalan yang telah disepakati. Konsep franchise menurut Lindati (2004).
mengalami perkembangan yang pesat di Amerika, dimulai pada tahun 1951
perusahaan jahit Singer di Amerika mulai memberikan distribution franchise untuk
penjualan mesin-mesin jahit. Singer membuat perjanjian distribution franchise
secara tertulis, sehingga Singer dapat disebut sebagai pelopor dari perjanjian
franchise modern. Pada tahap ini pengertian franchise masih sederhana, franchise
hanya dikenal sebagai pemberian hak untuk mendistribusikan produk serta menjual
produk- produk hasil manufaktur. Namun setelah bertahun-tahun mengalami
perkembangan akhirnya pengertian franchise dan kegiatannya tidak hany
pendistribusian dan penjualan produk-produk manufaktur, melainkan mencakup
segala jenis produk, baik itu jasa, perhotelan, dan termasuk industri makanan dan
minuman. Abdulkadir Muhammad (2006) Pada mulanya franchise dipandang
bukan sebagai bisnis, melainkan suatu konsep, metode, atau sistem pemasaran
yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan (franchisor) untuk mengembangkan
pemasarannya tanpa melakukan investasi langsung pada tempat penjualan (outlet),
melainkan dengan melibatkan kerjasama pihak lain (franchisee) sebagai pemilik
outlet. Muniry Fuady (2001) Waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di
bidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih perusahaan, di mana 1 (satu) pihak akan
bertindak sebagai franchisor dan pihak lain sebagai franchisee, dimana di dalamnya
diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know-how
terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis
dari/atas suatu produk barang atau jasa berdasar dan sesuai dengan rencana
komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari
waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif,

4
dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor
sehubungan dengan hal tersebut.

Anoraga (2005) Waralaba juga memiliki arti suatu sistem bagi distribusi
selektif bagi barang dan/atau jasa di bawah suatu nama merek melalui tempat
penjualan yang dimiliki oleh pengusaha independen yang disebut “franchisee”,
walaupun pemberi franchise (franchisor) memasok franchisee dengan pengetahuan
atau identifikasi merek secara terus menerus, franchisee menikmati hak atas profit
yang diperoleh dan menanggung risisko kerugian. Berdasarkan dari uraian dan
beberapa pendapat ahli tersebut, maka kesimpulannya waralaba adalah suatu hak
yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk dijalankan
sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku yaitu PP No.42 Tahun 2007
tentang Waralaba serta Perjanjian Waralaba itu sendiri, dengan segala sanksi dan
resiko apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaannya, dalam menjalankan usaha
waralaba tersebut penerima waralaba harus menjalankan semua ketentuan yang
telah ditetapkan oleh pemberi waralaba tanpa menghiraukan PP No.42 Tahun 2007
dan Perjanjian Waralaba yang ada. Karena waralaba merupakan bisnis usaha yang
dijalankan dengan ciri khas tertentu dengan managemen dan sistem pemasarannya
sudah menjadi satu paket yang harus dijalankan sesuai dengan peraturan yang ada

B. Unsur unsur waralaba

Adapun unsur – unsur yang terdapat dalam waralaba terdiri dari empat unsur,
yaitu:

1. Franchisor, yang mana adalah pemilik/produsen suatu produk barang atau jasa
tertentu yang telah memiliki merek dagang tertentu dan memberikan hak
eksklusif untuk pemasaran dan penjualan atas merek dagang tertentu.
2. Franchise, merupakan pihak yang menrima hak eksklusif dari franchisor, hahk –
hak tersebut meliputi hak milik intelektual, dan hak perindustrian dari franchisor
ke franchise.
3. Pengelolaan unit usaha, adanya pendirian badan usaha tertentu untuk
menjalankan waralaba oleh franchisee termasuk penetapan hak wilayah operasi
bisnis oleh franchisor.

5
4. Initial /royalty fee, fee ini diberikan kepada franchisor oleh franchisee atas imbal
prestasi termasuk fee lain yang telah disepakati bersama
5. Standar mutu, diberikan kepada franchise oleh franchisor untuk menjaga kualitas
yang sesuai standar franchisor sekaligus supervise secara berkesinmbungan agar
mutu tetap terjamin.
6. Pelatihan/training, diperuntukan bagi SDM unit usaha waralaba dibawah
franchisee dengan difatilisasi oleh franchisor secara berkala yang bertujuan
untuk meningkatkan kompetensi, pelayanan, dan ketrampilan yang memadai.
7. Kontrak, adanya suatu perikatan/perjanjian dalam draft kontrak yang mengikat
serta menjelaskan hak dan kewajiban antara franchisor dan franchisee.

2.2. Jenis Waralaba

Menurut Turf D. Brown dalam buku Handbook of Retailing yang terdapat dalam
buku yang berjudul Franchise Pola Bisnis Spektakuler dalam Perspektif Hukum dan
Ekonomi yang dikemukakan oleh Lindaty P Sewu (2006) bisnis usaha waralaba terbagi
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

A. Waralaba Pekerjaan

Pada bentuk ini Penerima Waralaba (Franchisee) menjalankan usaha waralaba


pekerjaan sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri. Bentuk ini tidak
memerlukan modal yang besar karena tidak menggunakan tempat dan
perlengkapan. Dalam hal ini usaha yang ditawarkan adalah usaha di bidang jasa

B. Waralaba Usaha

Bentuk usaha waralaba ini adalah berupa toko eceran yang menyediakan
barang dan jasa, atau restoran fast food. Waralaba ini memerlukan modal yang
besar karena memerlukan tempat dan perlengkapan.
C. Waralaba Investasi
Pembeda waralaba investasi dengan yang lain adalah besarnya usaha,
khususnya besarnya investasi yang dibutuhkan. Bentuk seperti ini biasanya adalah
waralaba yang bergerak di bidang perhotelan. Di Indonesia terdapat beragam jenis
franchise yang dilihat dari sektor usaha. Jenis-jenis tersebut antara lain:
 Makanan dan Minutan

6
 Ritel (non food & food)
 Salon Rambut dan Kecantikan
 Binatu/Jasa Perbaikan
 Training/Jasa Konsultasi
 Fitnes & Perawatan Jasmani (Body Care)
 Printing/Photo Furnitur
 Real Estate/Car Rental

2.3. Prinsip dan Konsep Produk Bisnis Waralaba


Prisip produk bisnis waralaba baik barang maupun jasa ditekankan kepada yang
belum dimiliki oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain yang dimiliki oleh
franchisor itu sendiri dan yang lebih penting lagi adalah produk bisnisnya tidak mudah
ditiru. Sedangkan untuk konsep bisnisnya pada dasarnya mengikuti satndar 4 p yaitu:
A. Product
B. Place
C. Price
D. Promotion

Dalam menjalankan bisnis waralaba di Indonesia diatur oleh aturan hukum yang
berlaku yang mana ditetapkan sebagai dasar hukum waralaba, ada beberapa dasar
hukum, yaitu:

A. Peraturan pemerintah No 16 tahun 1997


B. Dasar hukum perjanjian khususnya dalam kebebasan berkontrak
C. UU tentang paten, merek dan hak cipta (HAKI) d. Pasal tentang keagenan
KUHD

2.4. Perjanjian Dalam Bisnis Waralaba


Menurut Abdulkadir Muhammad (2000) perjanjian adalah suatu persetujuan dengan
mana dua atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai
harta kekayaan. Berdasarkan rumusan perjanjian di atas maka unsur-unsur perjanjian
adalah sebagai berikut:
A. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang;
B. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu;
C. Ada tujuan yang akan dicapai;

7
D. Ada prestasi yang akan dilaksanakan;
E. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan; dan
F. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.

Perjanjian waralaba merupakan perbuatan hukum antara franchisee dengan franchisor


yang menimbulkan kewajiban dan hak timbal balik antara kedua pihak. Kewajiban
franchisor adalah memberikan hak kepada franchisee, sedangkan kewajiban franchisee
adalah mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu
tertentu dengan mempergunakan merek logo dan sistem operasi yang dimiliki dan
dikembangkan oleh franchisor. Pemberian hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian
waralaba. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, untuk sahnya perjanjian waralaba
harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam Pasal
1320 KHUPdt, menurut pasal tersebut untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat
yaitu:

A. Adanya suatu kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya.Apabila


dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam perjanjian
waralaba harus ada persetujuan antara franchisee dan franchisor. Persetujuan
dari kedua pihak artinya tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan
B. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan erat kaitannya dengan subjek hukum. Apabila dihubungkan dengan
unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam suatu perjanjian harus ada subjek
hukum atau pihak-pihak yang terdiri dari sedikitnya dua orang. Pihak-pihak
dalam perjanjian waralaba harus masuk dalam kriteria cakap melakukan
perbuatan hukum, sudah dewasa atau sudah mencakup umur 21 tahun atau
sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun.
C. Suatu hal tertentu Jika dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka
suatu hal tertentu artinya ada prestasi yang akan dilaksanakan dan ada tujuan
yang akan dicapai franchisee adalah mempergunakan merek yang dimiliki oleh
franchisor.
D. Suatu sebab yang halal Artinya perjanjian waralaba yang dibuat oleh franchisee
dan franchisor harus tertuang dalam bentuk tertulis, lisan atau tulisan dan
adasyarat tertentu sebagai isi pelaksanaan perjanjian. Isi perjanjian yang dibuat
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan. Bilamana perjanjian waralaba antara franchisee dan franchisor

8
tersebut telah memenuhi empat syarat yang telah diuraikan di atas maka
perjanjian tersebut dianggap telah sah menurut hukum, sehingga berlaku bagi
mereka yang membuatnya. Para pihak yang telah sepakat dalam suatu perjanjian
waralaba, selain mempermasalahkan persoalan-persoalan yuridis, juga
mengutamakan hal lain yang lebih penting yaitu adanya jaminan. Franchisor
maupun franchisee adalah pihak-pihak yang secara bisnis dapat diandalkan
dalam hal kerja sama, kemampuan manajerial dan keinginan yang kuat untuk
bersama-sama membangun kerjasama bisnis.

Ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya menjadi ukuran dalam menentukan unsur-


unsur pokok kesepakatan, persyaratan serta hak dan kewajiban para pihak yang pada
akhirnya dicantumkan dalam klausula-klausula suatu perjanjian waralaba (franchisee
agreement). Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba bahwa dalam setiap perjanjian waralaba harus memuat beberapa klausula,
yaitu:

A. Nama dan alamat para pihak;


B. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
C. kegiatan usaha;
D. hak dan kewajiban para pihak;
E. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, dan pemasaran yang diberikan
pemberi waralaba kepada penerima waralaba;
F. wilayah usaha;
G. jangka waktu perjanjian;
H. tata cara pembayaran imbalan;
I. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan ahli waris;
J. penyelesaian sengketa;
K. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Suatu paket waralaba pada dasarnya merupakan suatu paket yang terdiri dari beberapa
jenis perjanjian. Perjanjian yang dimaksud biasanya terdapat perjanjian lisensi,
perjanjian merek, perjanjian paten, perjanjian bantuan teknis dan mengenai perjanjian
yang menyangkut kerahasian. Setelah syarat-syarat perjanjian terpenuhi oleh pihak
franchisor dan franchisee dan para pihak telah bersepakat, maka perjanjian tersebut
mengikat bagi para pihak tersebut dan berlaku sebagai undangundang bagi mereka.

9
Jangka waktu perjanjian waralaba berlaku sekurangkurangnya adalah selama 5
(lima)tahun. Para pihak dapat membuat waktu masa berlaku perjanjian telah diatur
dalam Pasal 7 Permenperindag No.2 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

2.5. Pihak Dalam Perjanjian Waralaba


Menurut Subekti (2002) yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam perjanjian
waralaba adalah mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan
memperoleh hak dalam perjanjian waralaba yang dalam hal ini adalah pemberi
waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
A. Pemberi Waralaba (franchisor) Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 42
Tahun 2007 tentang Waralaba yang dimaksud dengan pemberi waralaba
(franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan
hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliknya
kepada penerima waralaba.
B. Penerima Waralaba (franchisee) Penerima (franchisee) adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba
(franchisor) untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang
dimiliki pemberi waralaba. Penerima waralaba (franchisee) berhak untuk
mendapatkan perlengkapan penjualan, satu buah tempat berdagang, dapat
menggunakan nama bisnis waralaba dan menggunakan da melaksanakan SOP
(Standard Operasional Procedure) sebagai arahan kerja.

2.6. Kelebihan dan Kelemahan Bisnis Waralaba


Bisnis waralaba selayaknya merupakan metode bisnis yang sudah teruji di pasar yang
mana telah dilakukan oleh franchisor sebelumnya dan terbukti sukses secara bisnis.
Sesunguhnya bisnis waralaba ini diperuntukan kepada peaku bisnis pemula yang
biasanya belum memiliki ide, produk, dan konsep bisnis yang mumpuni meskipun dari
sisi modal mereka sudah siap, maka kelemahan – kelemahan inilah yang sering menjadi
faktor penghambat untuk masuk ke dunia bisnis. Atas dasar alasan tersebut poin
penting yang dapat ditarik adalah waralaba bisa menjadi suatu solusi bagi para pelaku
bisnis pemula yang masih lemah dalam ide, produk, dan konsep yang akan dijalankan,
karena hal – hal tersebut sudah disiapkan serta sudah teruji oleh franchisor yang mana
tinggal dijalankan. Namun, ada baiknya sebelum melakukan kegiatan bisnis ada

10
baiknya mempertimbang berbagai aspek agar menghasilakan keputusan yang bijaksana,
salah satunya dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelamahan suatu konsep bisnis
termasuk waralaba, adapun kelebihan dan kelemahan bisnis waralaba antar lain:

A. Kelebihan dari bisnis waralaba, yaitu:


1. Merek/brand sudah terkenal
2. Standart mutu kualitas sudah terjaga dengan baik
3. Resep/konsep khusus bisnis yang sudah teruji dengan baik
4. Metode dan SOP yang sudha teersedia
5. Informasi seputar market dan bisnis nyang terkait
6. Pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan
7. Bantuan keuangan dan pemodalan

B. kelamahan dari bisnis waralaba, yaitu:


1. Ketergantungan yang sangat tinggi kepada franchisor
2. Franchise fee yang mengikat, meskipun bisnis sednag menurun
3. Sangat sulit menilai franchisor
4. Kontrak yang membatasi ruang gerak franchisee
5. Kebijakan – kebijakan franchisor yang berubah – ubah yang harus dipatuhi
6. Reputasi merek, bisnis akan terganggu jika reputasi merek mengalami
kesan buruk

11
BAB III
KESIMPULAN
1.1. Kesimpulan
Waralaba adalah suatu hak yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima
waralaba untuk dijalankan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku yaitu PP
No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba serta Perjanjian Waralaba itu sendiri, dengan
segala sanksi dan resiko apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaannya, dalam
menjalankan usaha waralaba tersebut penerima waralaba harus menjalankan semua
ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba tanpa menghiraukan PP No.42
Tahun 2007 dan Perjanjian Waralaba yang ada. Karena waralaba merupakan bisnis
usaha yang dijalankan dengan ciri khas tertentu dengan managemen dan sistem
pemasarannya sudah menjadi satu paket yang harus dijalankan sesuai dengan peraturan
yang ada
Adapun unsur – unsur yang terdapat dalam waralaba terdiri dari empat unsur, yaitu:

1. Franchisor, yang mana adalah pemilik/produsen suatu produk barang atau jasa
tertentu yang telah memiliki merek dagang tertentu dan memberikan hak
eksklusif untuk pemasaran dan penjualan atas merek dagang tertentu.
2. Franchise, merupakan pihak yang menrima hak eksklusif dari franchisor, hahk –
hak tersebut meliputi hak milik intelektual, dan hak perindustrian dari franchisor
ke franchise.
3. Pengelolaan unit usaha, adanya pendirian badan usaha tertentu untuk
menjalankan waralaba oleh franchisee termasuk penetapan hak wilayah operasi
bisnis oleh franchisor.
4. Initial /royalty fee, fee ini diberikan kepada franchisor oleh franchisee atas imbal
prestasi termasuk fee lain yang telah disepakati bersama
5. Standar mutu, diberikan kepada franchise oleh franchisor untuk menjaga kualitas
yang sesuai standar franchisor sekaligus supervise secara berkesinmbungan agar
mutu tetap terjamin.

12
6. Pelatihan/training, diperuntukan bagi SDM unit usaha waralaba dibawah
franchisee dengan difatilisasi oleh franchisor secara berkala yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi, pelayanan, dan ketrampilan yang memadai.

8. Kontrak, adanya suatu perikatan/perjanjian dalam draft kontrak yang mengikat


serta menjelaskan hak dan kewajiban antara franchisor dan franchisee.

13
Daftar Pustaka
 Zainuddin Ali, Aspek Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru, 2014.
 Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta.
 Mubyarto, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2001.
 Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, Pustaka Jaya,
Jakarta.
 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,
2010.
 Iqbal, M. (2017, December). Perkembangan Kejahatan Dalam Upaya Penegakan
Hukum Pidana: Penanggulangan Kejahatan Profesional Perdagangan Organ Tubuh
Manusia. In PROCEEDINGS (Vol. 2, No. 1).
 Susanto, S., & Iqbal, M. (2019). Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam Sinergitas
Akademisi Dan TNI Bersama Tangkal Hoax Dan Black Campaign. CARADDE:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 8-16.
 Susanto, S., & Iqbal, M. (2019, January). Efektifitas Peranan Hukum dalam
Pengelolaan Dana Desa Melalui BUMDes Sebagai Perwujudan Kearifan Lokal yang
Berdaya Saing Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. In PROCEEDINGS (Vol.
1, No. 1).
 SUSANTO, S. (2017, December). Harmonisasi Hukum Makna Keuangan Negara
Dan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn)
Persero. In Proceedings (Vol. 2, No.1).

14

Anda mungkin juga menyukai