Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

WARALABA

Dosen Pengampu :
Dr. Zarul Arifin, M.S.I

OLEH:

DEDI YANSYAH
NIM. 302.2019.15
Semester : V
Kelompok : 8

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Atas Kekayaan Intelektual program studi
Hukum Tata Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini menjadi lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. Zarul Arifin. M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Atas
Kekayaan Intelektual yang telah mempercayakan dan memberi penulis tugas
makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Waralaba.................................................................................2
B. Pengertian Waralaba (Franchise).........................................................3
C. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba................................5
1. Syarat-syarat Sahnya Kontrak Waralaba.......................................7
2. Asas – Asas / Dasar Hukum Kontrak............................................7
D. Keagenan Dan Distributor Waralaba...................................................8
1. Keagenan.......................................................................................8
2. Distributor.....................................................................................10
E. Penganti Kerugian..............................................................................10
F. Bentuk – Bentuk Waralaba.................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor
perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh persaingan
serta tidak mengenal batas-batas wilayah. Berbagai bisnis yang dijalankan
dengan mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena itu bisnis di zaman
sekarang ini diperlukannya hukum untuk menaungi dan melindungi dengan
tujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian hukum,
bukan hanya sekedar mencari keuntungan (profit oriented) tetapi ada
pertanggungjawaban terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional
bisnis secara menyeluruh tersebut.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para bisnisman
dan orang-orang yang ingin terjun langsung di dunia bisnis hendaknya
terlebih dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis secara detail agar
bisnis yang ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi
dirinya dan menyejahterakan masyarakat pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimna sejarah waralaba ?
2. Apa pengertian waralaba ?
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak waralaba ?
4. Apa keagenan dan distributor waralaba ?
5. Apa penganti kerugian ?
6. Bagaimana bentuk – bentuk waralaba ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Waralaba
Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan
mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken,
Swensen, Shakey Pisa dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan
Seven Eleven, Walaupun sistem franchise ini sebetulnya sudah ada di
Indonesia seperti yang diterapkan oleh Bata dan yang hampir
menyerupainya ialah SPBU (pompa bensin).
Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan
dari orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas menengah
mulai sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam jumlah besar ke daerah-
daerah pinggiran kota, maka banyak rumah makan / restoran atau drive in
mengkhususkan dalam makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di
makan di perjalanan.1
Pada awal tahun 1990 – an International Labour Organization (ILO)
pernah menyarankan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan sistem
franchise guna memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga-tenaga
ahli franchise untuk melakukan survei, wawancara, sebelum memberikan
rekomendasi. Hasil kerja para ahli franchise tersebut menghasilkan
“Franchise Resource Center” dimana tujuan lembaga tersebut adalah
mengubah berbagai macam usaha menjadi franchise serta mensosialisasikan
sistem franchise ke masyarakat Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab
dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik
perhatian banyak pihak untuk mendalaminya kemudian istilah franchise
dicoba di Indonesiakan dengan istilah ‘waralaba’ yang diperkenalkan pertama
kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM)
sebagai padanan istilah franchise. Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau

1
Fuady, Munir. 2005. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
3

istimewa) dan laba (untung), maka waralaba berarti usaha yang memberikan
laba lebih / istimewa.

B. Pengertian Waralaba (Franchise)


Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang berarti
to free yang artinya membebaskan. Dengan istilah franchise di dalamnya
terkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari ikatan
yang menghalangi kepada orang untuk menggunakan atau membuat atau
menjual sesuatu. Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan yang
diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu
di wilayah tertentu.
Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu
metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya
disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk
(franchisor) memberikan kepada individu / perusahaan lain yang berskala
kecil dan menengah (franchisee), hak- hak istimewa untuk melaksanakan
suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu
tertentu, di suatu tempat tertentu.2
Dari segi bisnis dewasa ini, istilah franchise dipahami sebagai suatu
bentuk kegiatan pemasaran dan distribusi. Di dalamnya sebuah perusahaan
besar memberikan hak untuk menjalankan bisnis secara tertentu dalam waktu
dan tempat tertentu kepada individu atau perusahaan yang relatif lebih kecil.
Franchise merupakan salah satu bentuk metode produksi dan distribusi barang
atau jasa kepada konsumen dengan suatu standard dan sistem eksploitasi
tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan
penggunaan nama perusahaan, merek, serta sistem produksi, tata cara
pengemasan, penyajian dan pengedarannya.
Sementara itu Munir Fuady menyatakan bahwa Franchise atau sering
disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama

2
HS, Salim. 2003. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, hal 39
4

di bidang bisnis antara 2 ( dua ) atau lebih perusahaan, di mana 1 ( satu )


pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai
franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak – pihak franchisor
sebagai pemilik suatu merek yang terkenal, memberikan hak kepada
franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari / atas suatu produk barang
atau jasa, berdasar dan sesuai rencana komersil yang telah
dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu,
baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan
sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor
sehubungan dengan hal tersebut. Selanjutnya Munir Fudy mengatakan
lagi bahwa Franchisee adalah suatu lisensi kontraktual diberikan oleh
franchisor kepada franchisee yang :3
a. Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu
franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama
khusus yang dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
b. Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan
berlanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise
oleh franchisee.
c. Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada
franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal
memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain.
d. Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala
kepada franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan
jasa oleh pihak franchisor.
Adapun definisi franchise menurut Asosiasi Franchise International adalah
“suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan franchisee.
Pihak franchisor menawarkan dan berkewajiban memelihara kepentingan
terus – menerus pada usaha franchise dalam aspek – aspek pengetahuan dan
pelatihan. Sebaliknya franchisee memiliki hak untuk beroperasi di bawah
merek atau nama dagang yang sama, menurut format dan prosedur yang

3
Ibid., hal 40
5

ditetapkan oleh franchisor dengan modal dan sumber daya franchisee


sendiri”.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia yang dimaksud dengan
franchise adalah “suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada
individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama,
sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.

C. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba


Pemerintah sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan untuk
menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis bagi para
pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-
undang, yaitu agar supaya undang – undang yang Pemerintah tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau
penyelewengan. Perhatian Pemerintah yang begitu besar ini bertujuan
memberikan perlindungan hokum serta kepastian hukum agar masing-
masing pihak merasa aman dan nyaman dalam menjalankan bisnis
khususnya yang terlibat dalam bisnis waralaba ini.4
Hukum bisnis waralaba idealnya untuk melindungi kepentingan para pihak
namun kenyataan di lapangan belum tentu sesuai seperti yang diharapkan.
Seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang membagi 3 ( tiga )
golongan yang harus dilindungi olehhukum, yaitu, kepentingan umum,
kepentingan sosial dan kepentingan perseorangan. Akan tetapi posisi
pemberi waralaba yang secara ekonomi lebih kuat akan memberikan
pengaruhnya pula bagi beroperasinya hukum di masyarakat.
Hukum mempunyai kedudukan yang kuat, karena konsepsi tersebut
memberikan kesempatan yang luas kepada negara atau Pemerintah untuk
mengambil tindakan – tindakan yang diperlukan untuk membawa masyarakat

4
Khairandy, Ridwan. 2000. Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi. Jakarta:
Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan Klinik Haki, hal 61
6

kepada tujuan yang di kehendaki dan menuangkannya melaui peraturan


yang dibuatnya. Dengan demikian hukum bekerja dengan cara memberikan
petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan. Peraturan
Pemerintah RI No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 yang kini telah dicabut
dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No.
42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007.
Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997
adalah “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan
dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”.5
Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007
pasal 1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak khusus yang
dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis
dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan / atau jasa yang
telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh
pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.
Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi
waralaba dan franchisee atau penerima waralaba di mana masing-masing
pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan
Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat ( 2 ) yang dimaksud
franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan
waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba dan dalam pasal 1
ayat ( 3 ) yang dimaksud franchisee atau penerima waralaba adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba
untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan waralaba yang dimiliki
pemberi waralaba.
Sementara itu dalam pasal 3 ada enam syarat yang harus dimiliki suatu usaha
apabila ingin diwaralabakan yaitu :

5
Ibid., hal 62
7

a. Memiliki ciri khas usaha


b. Terbukti sudah memberikan keuntungan
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan
f. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar
1. Syarat-syarat Sahnya Kontrak Waralaba
Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :
a. Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak6
b. Kecakapan Bertindak
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )
Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur
di luar pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :
a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
2. Asas – Asas / Dasar Hukum Kontrak
Yang dimaksud dengan dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip
yang harus di pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam
hubungan hukum kontrak. Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum
utama dalam berkontrak, dikenal 5 (lima) asas penting sebagai berikut :
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah
diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
b. Asas Konsensualisme

6
Ibid., hal 63
8

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat


( 1 ) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur
dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari
para pihak.
e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya
untuk kepentingan perseorangan saja.

D. Keagenan Dan Distributor Waralaba


1. Keagenan
Agen atau agent (bahasa inggris) adalah perusahaan nasional yang
menjalankan keagenan. Sedangkan keagenan adalah hubungan hukum
antara pemegang merk (principal) dan suatu perusahaan dalam
penunjukan untuk melakukan perakitan/pembuatan/manufaktur serta
penjualan/ distribusi barang modal atau produk industri tertentu..7
Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu
transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan
konsumen di lain pihak. Agen bertindak melakukan perbuatan hukum
misalnya barang atau jasa tidak atas namanya sendiri tetapi atas nama
prinsipal. Agen dalam hal ini berkedudukan sebagai perantara.

7
Naihasy, Syahrin. 2005. Hukum Bisnis (Bisnis Law). Yogyakarta: Mida Pustaka, hal 77
9

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing jenis agen tersebut, yaitu


sbb :
a. Agen Manufakur
Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan
pabrik untuk melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-
barang hasil produksi pabrik tersebut.
b. Agen Penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak
penjual, yang bertuga untuk menjual barang-barang milik pihak
principal kepada pihak konsumen.8
c. Agen Pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak
pembeli, yang bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas
barang-barang yang telah ditentukan.
d. Agen Umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum
untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah
ditentukan.
e. Agen Khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus
per kasus atau melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.
f. Agen Tunggal/Eksklusif
Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk
mewakili principal untuk suatu wilayah tertentu.
2. Distributor
Distributor adalah langsung Orang atau lembaga yang melakukan
kegiatan distribusi atau disebut juga pedagang yang membeli atau
mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen
secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan hak wewenang
wilayah daerah tertentu dari produsen.

8
Ibid, hal 78
10

Distributor adalah suatu Perusahaan / Pihak yang ditunjuk oleh Pihak


Principal untuk memasarkan dan menjual barang-barang principal dalam
wilayah tertentu dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor
dalam menjalankan kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari
Distributor. Distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri.
Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang,
Distributor melakukan pembelian barang-barang dari pihak Principal.
Dengan adanya Jual beli tersebut, kepemilikan barang berpindah kepada
pihak Distributor, dan barang-barang yang telah menjadi miliknya
tersebut yang dijual kembali kepada konsumen terbatas dalam wilayah
yang diperjanjikan.9
Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur
distributor belum ada, jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah
ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh beberapa departemen teknis
misalnya, Departemen Perdagangan dan Perindustrian yang diatur dalam
Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 77/Kp/III/78, tanggal 9
Maret 1978 yang menetukan bahwa lamanya perjanjian harus dilakukan.

E. Penganti Kerugian
Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi prestasi dalam suatu kontrak untuk memberikan penggantian
biaya, kerugian dan bunga. Menurut Tukirin Sy. Sastroresono pengertian
masing-masing berikut :
1. Biaya adalah segala pengeluaran yang telah dikeluarkan secara nyata oleh
salah satu pihak;
2. Rugi adalah hilangnya suatu keuntungan yang sudah dihitung;
3. Bunga adalah timbul dalam perikatan yang memberikan sejumlah uang
dan pelaksanaannya tidak tepat pada waktunya.

F. Bentuk – Bentuk Waralaba

9
Ibid., hal 79
11

Kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk
tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan ( cukup kesepakatan para pihak).
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini :
1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja.Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam
perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para
pihak.Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya
untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi,
kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi
perjanjian;
3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta
notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka
pejabat yang berwenang untuk itu.10

10
Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang
dilakukan oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor)
memberikan hak kepada pihak kedua (franchisee) untuk menjual produk atau
jasa dengan memanfaatkan merk dagang yang dimiliki oleh pihak pertama
(franchisor) sesuai dengan prosedur atau system yang diberikan.
Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana
kedua belah pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing.
Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Artinya perjanjian
itu menjadi sebuah aturan bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat
kedua belah pihak. Perjanjian bisnis waralaba ini merupakan perjanjian
baku timbal balik dimana masing-masing pihak berkewajiban melakukan
prestasi sehingga akan saling menguntungkan.
Kemudian banyak orang yang mengatakan bahwa waralaba itu sama
dengan lisensi, padahal pada kenyataannya kedua istilah tersebut berbeda
baik dari segi pengertian maupun dari segi pengaplikasiannya. Lisensi
merupakan pemberian hak merk/hak cipta kepada pihak tertentu dan tidak
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan bimbingan ataupun pelatihan
kepada penerima lisensi. Sedangkan di dalam bisnis waralaba, pihak
franchisor mempunyai kewajiban untuk memberikan pelatihan dan bimbingan
kepada pihak franchisee.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
13

membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat


mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. 2005. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
HS, Salim. 2003. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika
Khairandy, Ridwan. 2000. Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi.
Jakarta: Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan
Klinik Haki
Naihasy, Syahrin. 2005. Hukum Bisnis (Bisnis Law). Yogyakarta: Mida Pustaka
Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni
Sastroresono, Tukirin Sy. 1998. Hukum Dagang Dan Hukum Perdata. Jakarta:
Universitas Terbuka
Setiawan, Deden. 2007. Franchise Guide Series – Ritel. Dian Rakyat
Simatupang, Richard Burton. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa
Subekti. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita

Anda mungkin juga menyukai