Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH HUKUM BISNIS

WARALABA (FRANCHISE)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis


Program Manajemen Bisnis S1

Dosen Pengampu : Hasan Munawar, SH., MM.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4
MUHAMAD RIZKY RIFANI [185210211]
ISKANDAR DZULQORNAIN [195211163]
JAJANG SUHENDI [185210190]
ALVINA YULIANTIKA [185210192]
NINDIA PUTRI MUSLIMAH [185210179]
SITI NURMALA HADIANTI [185210125]
RISKAWATI PURNAMA [185210157]

MB SORE B

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS (STIEB) PERDANA MANDIRI


PURWAKARTA
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya kami
dapat diperkenankan menyelasaikan Makalah Pengantar Bisnis ini.

Selain sebagai tugas, Makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan dan ilmu kita
tentang Pengertian Franchising, Cara Mengetahui Dasar Hukum Franchising, Istilah - istilah
yang terdapat dalam Franchising, Cara agar mendapat Pengetahuan yang lebih tentang
Perkembangan Franchise di dalam Masyarakat, Cara untuk Mengetahui Membeli Franchise
yang Baik dan Benar

Banyak sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu,
sarana, dan lain – lain. Oleh sebab itu, selesainya makalah ini bukan semata – mata karena
kemampuan kami, banyak pihak yang mendukung dan membantu kami. Dalam kesempatan
ini, penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak – pihak yang telah membantu.

Kami harapkan makalah ini nantinya akan berguna bagi para pembaca, jika ada
kesalahan dalam makalah ini saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
lebih baik lagi.

Purwakarta, 11 Nopember 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ I

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 3
C. TUJUAN....................................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5

A. PENGERTIAN WARALABA ........................................................................................................... 5


B. UNSUR-UNSUR WARALABA ........................................................................................................ 7
C. TEORI YANG MENDUKUNG KONTRAK BISNIS WARALABA .......................................................... 7
D. CIRI-CIRI KONTRAK WARALABA................................................................................................ 7
E. ISTILAH-ISTILAH YANG TERDAPAT DI DALAM WARALABA ......................................................... 8
F. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FRANCHISEE DAN FRANCHISOR ............................................... 11
G. PERKEMBANGAN WARALABA DI INDONESIA ............................................................................ 12
H. JENIS-JENIS DAN POLA WARALABA DALAM BISNIS .................................................................. 14
I. ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN WARALABA ......................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 22

A. KESIMPULAN ............................................................................................................................ 22
B. SARAN ...................................................................................................................................... 22
C. STUDI KASUS ............................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 26

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hakikatnya kegiatan usaha bisnis dapat dilaksanakan dengan berbagai macam


bentuk dan cara sepanjang kegiatan usaha tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan. Secara khusus bisnis waralaba di Indonesia telah diatur dengan
perundang-undangan yang khusus mengatur bisnis waralaba baik dari segi perjanjiannya
maupun etika bisnis yang lazim di dalam bisnis ini.

Peraturan yang digunakan adalah peraturan-peraturan yang mengatur tentang


perjanjian yang terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum perdata (disingkat
K.U.H.Perdata) dan peraturan lain yang mengaturnya ada didalam undang
ketenagakerjaan. Undang-Undang pajak pertambahan nilai dan Undang-Undang pajak
penghasilan serta Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan.

Selain itu perjanjian (Perikatan) waralaba dapat dikatakan suatu perjanjian yang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang, agama, ketertiban umum dan kesusilaan,
karena itu perjanjian waralaba itu sah, dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi Undang-
Undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak.

Pelaksanaan teknis waralaba di Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP)


No.16/1997 tentang Waralaba (PP No.16/1997) dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan sumber yang kami gunakan sebagai rujukan/referensi, maka rumusan masalah
yang dapat dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penjelasan tentang Pengertian Waralaba?


2. Bagaimana Perkembangan Waralaba di Indonesia
3. Bagaimana penjelesan Jenis-jenis dan pola Waralaba dalam bisnis
4. Bagaimana Aspek-aspek hukum dalam perjanjian waralaba

3
C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penjelasan lebih rinci dari Waralaba


2. Untuk mengetahui Perkembangan Waralaba di Indonesia
3. Untuk mengetahui penjelesan Jenis-jenis dan pola Waralaba dalam bisnis
4. Untuk mengetahui Aspek-aspek hukum dalam perjanjian waralaba

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Waralaba

Waralaba menurut Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997, pasal 1


adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan
pihak lain tersebutdalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007, pasal 1


ayat 1 adalah “hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha
terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang
dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan
oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat, yaitu franchisor (pemberi
waralaba) dan penerima waralaba (franchise) di mana masing-masing pihak terikat
dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan Pemerintah RI No.42
Tahun 2007 dalam pasal 1ayat (2) yang dimaksud pemberi waralaba adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba dan dalam pasal
1 ayat (3) yang dimaksud penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.

Sementara itu dalam pasal 3 terdapat 6 syarat yang harus dimiliki suatu usaha apabila
ingin diwaralabakan:

1. memilikiciri khas usaha


2. Terbukti sudah memberikan keuntungan
3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang
dibuat secara tertulis
4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
5. Adanya dukungan yang berkesinambungan
6. Adanya hak kekayaan intelektual yang didaftarkan.

Dalam sistem franchise ada pos-pos biaya yang normal dikeluarkan sebagai berikut:

1. Royalty
Merupakan pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai
imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Walaupun tidak tertutup

5
kemungkinan pembayaran royalty ini pada suatu waktu dalam jumlah tertentu
yang sebelumnya tidak diketahuinya.
2. Franchise Fee
Merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh pihak franchisee kepada pihak
franchisor, yang merupakan biaya franchise, yang biasanya dilakukan dengan
jumlah tertentu yang pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar
hanya pada tahap saat franchise akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta
franchise.
3. Direct Expenses
Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan
pembukaan/pengembangan suatu bisnis franchise. Misalnya terhadap
pemondokan pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan
biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar pos-pos biaya seperti tersebut di atas
hendaknya sudah ditentukan dengan jelas dalam kontrak franchise itu sendiri.
4. Biaya Sewa
Walaupun sesungguhnya kurang lazim, ada beberapa franchisor yang ikut juga
menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak franchisee harus
membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak franchisor. Sebaiknya,
bayaran ini juga terlebih dahulu ditetapkan bersama secara tegas, agar tidak timbul
dipulse di kemudian hari.
5. Marketing and Advertising Fee
Karena pihak franchisor yang melakukan marketing dan iklan, maka pihak
franchisee mesti juga ikut menanggung beban baiay tersebut dengan
menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan ataupun jika da
marketing atau iklan tertentu.
6. Assignment Fees
Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh
pihak franchisee kepada pihak franchisor jika pihak franchisee tersebut
mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan
objeknya franchise. Oleh pihak franchisor biaya tersebut bias dimanfaatkan untuk

6
kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang
franchise yang baru, dan sebagainya.

B. Unsur-unsur Waralaba

1. Adanya minimal 2 (dua) pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak
franchisor sebagai pihak yang memberikan franchise, sementara pihak franchisee
merupakan pihak yang diberikan/ menerima franchise tersebut.
2. Adanya penawaran paket usaha dari franchisor.
3. Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan pihak
franchisee.
4. Mempunyai unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan
memanfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor.
5. Sering kali terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dengan pihak
franchise.

C. Teori yang mendukung Kontrak Bisnis Waralaba


a. Menurut Hobbes adalah kontrak sosial (manusia adalah makhluk sosial). Adanya
Perjuangan untuk power dari manusia satu ke manusia yang lainnya.
b. Menurut Locke adalah ciri Manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan power
tanpa mengindahkan manusia lain.
Ada 3 Pemberi Kepercayaan (Hubungan), yaiti:
1. Yang di beri kepercayaan (The Trustee)
2. Yang menciptakan kepercayaan (The Trustor)
3. Yang menarik manfaat dari pemberian kepercayaan (The Benefidary)

D. Ciri-Ciri Kontrak Waralaba

1. Kontrak bisnis yang menyeluruh dari Franchisor. Adalah pengembangan cara


untuk menjalankan pasar/bisnis

7
2. Adanya proses permulaan dalam pelatihan keseluruhan aspek pengelolaan bisnis
yang sesuai dengan konsep franchisor. Adalah Franchisee akan diberi pelatihan
mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis
3. Proses Bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak franchisor
Contoh :
a. Kunjungan berkala franchisor kepada staf di lapangan
b. Menghubungkan antara franchisor dengan franchisee
c. Adanya inovasi produk dan konsep secara terus menerus
d. Adanya pelatihan dan fasilitas yang khusus
e. Adanya iklan dan promosi agar setiap orang mengenal dalam dari produk
yang ditawarkan
f. Adanya nasihat dan jasa dari para manajemen dan akuntansi dalam bidang
keuangan .

E. Istilah-istilah yang terdapat di dalam Waralaba


a. Fee
Fee merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima waralaba
(franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) yang umumnya dihitung
berdasarkan persentase penjualan.
b. Franchise Fee (Biaya Pembelian Hak Waralaba)
Franchise Fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh
pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai
franchisee sesuai kriteria franchisor.
c. Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak eklusif sesesorang untuk menggunakan dan memberikan
lisensi kepada orang lain untuk menggunakan kepemilikan intelektual tersebut
misalnya sistem kerja, buku, lagu, logo, merek, materi publikasi dan sebagainya.
d. Initial Investment
Initial investment adalah modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh
franchisee pada saat memulai usaha waralabanya. Initial investment terdiri atas

8
franchise fee, investasi untuk fixed asset dan modal kerja untuk menutup operasi
selama bulan-bulan awal usaha waralabanya.
e. Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Perjanjian waralaba merupakan kumpulan persyaratan, ketentuan dan
komitment yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya.
Didalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban
franchisee dan franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan
lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada
franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya
dan ketetentuan lain yang mengatur hubungan antara franchisee dengan franchisor.
f. Outlet Milik Franchisor (Company Owned Outlet, Pilot Store)
Franchisor yang terpercaya adalah franchisor yang telah terbukti sukses dan
mengoperasikan outlet milik mereka sendiri yang dinamakan Company Owned Outlet
atau Pilot Store. Jangan pernah membeli hak waralaba dari franchisor yang tidak
memiliki outlet yang sejenis dengan outlet yang dipasarkan hak waralabnya.
g. Advertising Fee (Biaya Periklanan)
Advertising Fee (Biaya Periklanan) nerupakan biaya yang dibayarkan oleh
penerima waralaba (franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) untuk
membiayai pos pengeluaran/belanja iklan dari franchisor yang disebarluaskan secara
nasional/international.
h. Pro Forma Keuangan (Financial Pro Forma)
Proforma keuangan dalam waralaba umumnya terdiri atas Neraca, Laporan Rugi
Laba dan Laporan Arus Kas. Ketiga janis laporan ini merupakan laporan yang wajib
diberikan oleh franchisor kepada calon franchisee-nya, sebelum Perjanjian Waralaba
ditandatangani.
i. Protected Territory
Protected Territory adalah batas geografis yang diberikan oleh franchisor kepada
franchisee secara ekslusif. Di dalam area Protected Territory, franchisor tidak
diperbolehkan memberikan hak waralaba untuk bisnis sejenis kepada pihak lain atau
mendirikan bisnis serupa dengan tujuan menyaingi atau pun tidak usaha yang dimilki
franchisee.

9
j. Quality Control (Audit Operasional)
Quality Control (Audit Operasional) merupakan metode yang dilakukan oleh
franchisor untuk menjamin standar operasional yang tercantum dalam Manual Operasi
dijalankan secara konsisten di jaringan waralabanya.
k. Rahasia Dagang (Trade Secret)
Rahasia dagang merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh franchisor yang
diberikan kepada franchisee akibat ditandatanganinya perjanjian waralaba diantara
mereka. Rahasia dagang dapat berupa prosedur operasi, resep atau pun daftar
pelanggan dan pemasok.
l. Signature Product
Signature Product merupakan produk/Jasa yang dijual franchisor yang
merupakan identitas sekaligus satu merek dagang ekslusif yang dikenal luas dan
seringkali mewakili identitas bagi perusahaan tersebut, misalnya es teler bagi Es Teler
77 atau Big Mac untuk McDonald’s. Franchisor yang berhasil selalu memiliki
signature product yang memiliki awareness, citra positif dan diterima baik di pasar.
m. Slick
Slick merupakan materi iklan siap tayang yang disiapkan oleh franchisor untuk
para franchisee-nya. Adanya materi iklan siap pakai ini akan mempermurah biaya iklan
dan marketing dari franchisee.
n. Studi Kelayakan Pewaralaba (Franchisee Feasibility Studies)
Waralaba merupakan metode yang effektif dan terbukti sukses untuk
mendapatkan dana ekspansi eksternal dengan resiko terendah. Agar Franchisee dapat
sesukses Franchisor, maka perlu dilakukan Studi Kelayakan Pewaralaba. Studi ini
bertujuan untuk mengenali dan menemukan apakah calon franchisee memiliki
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh franchisor saat merintis usaha tersebut dari
nol.
o. Turnkey
Turnkey dalah satu kondisi dimana franchisor bertanggung jawab terhadap
dimulainya usaha franchisee mulai dari nol sampai pintu toko dibuka untuk pertama
kalinya bagi pelanggan.
p. Triying

10
Tying merupakan kebijakan yang dilakukan oleh franchisor untuk memaksa
franchisee membeli produk tertentu dari franchisor sebagai syarat untuk pembelian
produk lainnya. Di Amerika Serikat, Tying adalah illegal jika harga produk yang
ditawarkan franchisor ternyata tidak lebih murah dari harga pasar.

F. Keuntungan dan Kerugian Franchisee dan Franchisor

A. Keuntungan

a) Bagi Franchisor (perusahaan induk) :

1. Produk atau jasa terdistribusi secara luas tanpa memerlukan biaya promosi dan
biaya investasi cabang baru.

2. Produk atau jasa dikonsumsi dengan mutu yang sama.

3. Keuntungan dari royalti atau penjual lisensi.

4. Bisnisnya bisa berkembang dengan cepat di banyak lokasi secara bersamaan,


meningkatnya keuntungan dengan memanfaatkan investasi dari franchisee.

b) Bagi Franchisee (pemilik hak-jual) :

1. Popularitas produk atau jasa sudah dikenal konsumen, menghemat biaya


promosi.

2. Mendapatkan fasilitas-fasilitas manajemen tertentu sesuai dengan training


yang dilakukan oleh franchiser.

3. Mendapatkan image sama dengan perusahaan induk.

B. Kerugian bagi franchisee (pemilik hak-jual) :

1. Biaya startup cost yang tinggi, karena selain kebutuhan investasi awal,
franchisee harus membayar pembelian franchise yang biasanya cukup mahal

2. Franchisee tidak bebas mengembangkan usahanya karena berbagai peraturan


yang diberikan oleh franchisor.

3. Franchisee biasanya terikat pada pembelian bahan untuk produksi untuk


standarisasi produk /jasa yang dijual.

11
4. Franchisee harus jeli dan tidak terjebak pada isi perjanjian dengan franchisor,
karena bagaimanapun biasanya perjanjian akan berpihak kepada prinsipal /
franchisor dengan perbandingan 60:40.

Penghasilan yang terus mengalir ke franchisor dari royalti dan penjualan masukan
kepada franchisee yang lebih penting adalah sumber pendapatan dari biaya awal untuk
menjual waralaba. Dengan demikian, franchisor dan franchisee mencapai sukses
dengan membantu satu sama lain.

G. Perkembangan Waralaba di Indonesia


Model bisnis waralaba sebenarnya tidak baru di Indonesia. Sistem bisnis
waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an. Di era tahun segitu, kendaraan bermotor
mulai masuk ke Indonesia dengan sistem lisensi. Perkembangan bisnis ini berlanjut di
tahun 1970-an, di mana ada sistem pembelian lisensi plus. Di sini lisensi berkembang
tidak hanya menyalurkan produk, melainkan juga hak untuk memproduksi produk.

Selanjutnya, waralaba berkembang dengan pesat dengan regulasi yang lebih


teratur. Di sini waralaba mulai dibedakan dengan lisensi. Salah satu persyaratan yang
harus dimiliki adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi pengwaralaba
(franchisor) maupun pewaralaba (franchisee). Amerika Serikat dan Jepang memiliki
kepastian hukum soal bisnis waralaba. Maka, tidak heran jika kedua negara itu
waralaba berkembang dengan baik.

Demi mengembangkan waralaba, Indonesia pun merilis dasar hukum atas


format waralaba di pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997
tentang waralaba lalu dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang
Waralaba. Demi mendukung usaha waralaba, muncul ketentuan-ketentuan lain yang
mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut.

Daftar keputusan itu adalah sebagai berikut:

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.


259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba.

Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-


DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba

Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

12
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Dengan banyaknya payung hukum yang melindungi bisnis waralaba,


perkembangan waralaba di Indonesia pun makin cepat. Asoisiasi waralaba pun muncul
untuk menguatkan posisi format bisnis ini. Ada beberapa asosiasi waralaba di
Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI
(Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada uga
konsultan waralaba di Indonesia yang memberi kebutuhan non-material bagi
pewaralaba seperti IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG
Consulting, JSI dan lain-lain.

Untuk memeriahkan waralaba, secara rutin digelar pameran Waralaba di


Indonesia yang antara lain International Franchise and Business Concept Expo
(Dyandra), Franchise License Expo Indonesia (Panorama convex), Info Franchise
Expo (Neo dan Majalah Franchise Indonesia).

Di Indonesia ada 20 kategori usaha yang sering atau pernah menjadi objek
bisnis franchise:

1. Bidang usaha makanan:

✓ Restoran, contoh: Rumah makan Wapo


✓ Makanan siap hidang, contoh: McD. KFC, A&W, Burger King
✓ Makanan ringan (es krim, yogurt, baked goods, donat, pastry), contoh: Mama
Oven, Hagen daaz, Baskin Robins, J.CO
✓ Makanan khusus (speciality foods), contoh: Ayam goreng Solo

2. Jasa konsultan dan keperluan bisnis

✓ Aneka jasa konsultan (business aids and services)


✓ Jasa pencarian dan penempatan tenaga kerja (employment services)
✓ Periklanan dan direct mail

3. Jasa pemeliharaan, perbaikan dan kebersihan

✓ Pemeliharaan dan perbaikan gedung dan rumah (maintenance, cleanding and


sanitation)
✓ Jasa kebersihan ge dung dan rumah (janitorial, maid and personal services)
✓ Jasa pertamanan (lawn garden, agricultural supplies and services)
✓ Jasa pialang pembelian rumah dan penyewaan property, contoh: Ray White,
Century 21
✓ Jasa penjualan, pemeliharaan dan reparasi kendaraan bermotor.
13
6. Toko pengecer keperluan pribadi dan rumah tangga:

✓ Toko pengecer barang khusus (speciality retail stores)


✓ Toko keperluan sehari-hari (convenience store
✓ Toko pakaian dan sepatu.

7. Hotel dan tempat penginapan

8. Kontraktor perumahan dan tempat komercial

9. Percetakan dan fotocopy

10. Penjualan dan pemeliharaan perabot rumah tangga seperti home furnishing, retail
and repair services)

11. Penyewaan mobil dan truck

12. Rekreasi

✓ Exercise, sports, entertainment and services


✓ Penyewaan video, audio products and services

13. Penjualan computer dan electronic

14. Jasa dan produk pemeliharaan kesehatan

15. Biro perjalanan

16. Produk dan jasa pendidikan (health aids products and services)

17. Jasa pengepakan dan pengiriman (package preparation/ shipment/ mail services)

18. Salon rambut dan kecantikan,

19. Binatu (laundry and dry cleaning)

20. Jasa untuk anak (children services)

H. Jenis-jenis dan Pola Waralaba Dalam Bisnis

1. Waralaba Menurut Kriteria atau Produk yang Ditawarkan

a. Waralaba produk

14
Produk yang ditawarkan adalah berupa barang misalnya makanan. Contoh dari
jenis usaha waralaba produk antara lain adalah seperti Mc Donald, KFC, Kebab
Turki, dan lain-lain.

b. Waralaba jasa

Dalam jenis usaha ini yang ditawarkan adalah produk yang berwujud layanan
jasa, misalnya seperti pendidikan, studio photo atau jasa sewa video, dan jasa agen
perjalanan atau travel.

Contoh dari jenis usaha waralaba jasa antara lain adalah seperti bimbingan belajar
hafara dan aliago travel.

c. Waralaba gabungan

Dalam jenis usaha ini yang ditawarkan adalah produk yang digabungkan atau
dengan kata lain produk yang ditawarkan adalah barang dan jasa.

2. Waralaba Menurut Asalnya

a. Waralaba berasal dari luar negeri

Waralaba jenis ini lebih cenderung disukai oleh masyarakat, alasannya adalah
sistem yang berlaku lebih jelas, merek-merek perusahaan sudah diterima oleh
orang-orang di penjuru dunia, selain itu dinilai lebih bergengsi.

b. Waralaba berasal dalam negeri

Waralaba jenis ini termasuk dalam salah satu pilihan investasi bagi orang-
orang yang ingin menjadi pengusaha dengan cepat namun orang tersebut tidak
memiliki pengethuan cukup mengenai awal dan kelanjutan usaha oleh pemilik
waralaba. Contoh dari jenis waralaba yang berasal dari dalam negeri adalah
Restoran cepat saji.

3. Waralaba Menurut IFA

Dalam International Franchise Assocoation (IFA) terdapat empat jenis waralaba


yang umumnya digunakan di Amerika Serikat yaitu sebagai berikut:

1. Product Franchise

15
Dalam jenis waralaba ini umumnya produsen memiliki hak dalam
mengontrol secara penuh mengenai detail yang mendistribusikan produknya.
Didalam perjanjian atau kontrak yang telah disepakatai oleh kedua belah pihak,
berisi persutujuan bahwa produsen memperbolehkan pemilik toko untuk dapat
menggunakan merek dan hak ciptanya.

Pemilik toko memiliki kewajiban yaitu membayar dengan sejumlah uang


agar dapat memperoleh hak tersebut, atau dengan kata lain adalah agar dapat
membili sejumlah produk yang menjadi kualifikasi waralaba.

Contoh dari jenis waralaba ini yaitu seperti sebuah toko computer dan
pemilik toko tersebut menjual printer merek HP, dari hasil penjualan tersebut
biasanya produsen juga akan memperoleh keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan penjualnya.

2. Manufacturing Franchise

Pada jenis waralaba Manufacturing Franchise, setiap badan usaha yang


memproduksi produk akan diberikan hak, untuk kemudian menjualnya kepada
masyarakat dengan syarat yaitu menggunakan merek dagang dan merek waralaba.
Biasanya jenis waralaba ini ditemukan dalam industri makanan dan minuman.

Contohnya adalah apabila seseorang ingin membuka sebuah pabrik Coca


Cola. Dalam melakukannya adalah hanya perlu mendapatkan hak dari perusahaan
Coke untuk dapat menggunakan namanya dan hak ciptanya.

Selanjutnya orang tersebut membangun sebuah pabrik Coca Cola


Company yang akan menjual ekstrak coke yang bahan bakunya tetap dirahasiakan.
Selain itu, ia juga memiliki hak untuk mencampur seluruh bahan yang diberikan
dan mengemasnya menjadi produk akhir untuk kemudian dapat diperjualbelikan.

3. Business Opportunity Ventures

Waralaba jenis Business Opportunity Ventures mewajibkan kepada


pemilik bisnis agar membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu
perusahaan tertentu. Selain itu perusahaan tersebut harus menyediakan pelanggan
dan rekening bagi pemilik bisnis.

Pada praktiknya, pemilik bisnis diharuskan membayar biaya atau prestasi


sebagai kompensasinya sebagai bukti timbal balik. Contohnya adalah pengusaha
mesin-mesin penjualan otomatis atau distributorship.

4. Business Format Franchising

16
Business format franchising merupakan jenis waralaba yang termasuk
waralaba yang terkenal dalam pelaksanaannya. Jadi setiap perusahaan mempunyai
metode dalam hal pemberian pilihan berupa bisnis kepada pemilik bisnis dengan
menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan.

Biasanya perusahaan akan meyediakan beberapa bantuan kepada pemilik


bisnis denan membayar biaya atau royalty. Namun terkadang perusahaan juga
mewajibkan pemilik bisnis agar membeli persediaan dari perusahaan.

Dalam waralaba jenis ini akan memberlakukan intergrasi bisnis yang lebih
menyeluruh dan lengkap. Dalam mendistribusikan produk dan jasa franchisor
dilakukan oleh pihak franchisee dibawah hak cipta pihak franchisor sekaligus
penerapan format dan prosedur yang telah diberlakukan oleh pihak franchisor
dalam bisnis tertentu.

Contoh perusahaan yang menggunakan waralaba jenis business format


franchising yaitu sepertu MC Donald’s, Starbucks Coffe, Dunkin’ Donuts, dan
KFC.

I. Aspek-aspek Hukum Dalam Perjanjian Waralaba

1. DASAR HUKUM WARALABA

Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada


tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Kemudian Peraturan Pemerintah
Nomor 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba ditetapkan pada tanggal 23 Juli
2007.

Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang mendukung kepastian hukum dalam


format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997


Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha
Waralaba.

2. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008


tentang Penyelenggaraan Waralaba.

3. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.


17
4. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

5. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

2. WARALABA SEBAGAI BENTUK PERJANJIAN


Dalam franchise, dasar hukum dari penyelenggaraannya adalah kontrak antara
kedua belah pihak. Kontrak franchise biasanya menyatakan bahwa franchise adalah
kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai franchisor. Namun demikian
perusahaan induk dapat membatalkan franchise tersebut, bila franchisee melanggar
persyaratan-persyaratan dalam persetujuan itu.
Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba
dengan penerima waralaba. Dalam Permen nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 secara
tegas dinyatakan bahwa pemberi waralaba memilki kedudukan hukum yang setara
dengan penerima waralaba.
Pelaksanaan perjanjian yang dibuat para pihak adalah sah karena telah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian artinya
untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada
penipuan dan tidak boleh ada kekhilafan. Jika perjanjian itu dibuat dengan
tidak adanya kesepakatan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Dengan
ditandatangani perjanjian franchise OMI dapat disimpulkan bahwa kedua
belah pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya masing-masing kedalam
isi franchise agreement tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
2. Para pihak cakap (wenang) bertindak dalam hukum, artinya pihak-pihak
yang membuat perjanjian cakap (wenang) untuk membuat perjanjian
seperti sudah dewasa, tidak berada dalam pengampuan (gila, pemabok,
penjudi dan sebagainya). Dalam franchise agreement OMI dapat
disimpulkan bahwa kedua belah pihak telah cakap untuk melaksanakan
perjanjian.
3. Suatu hal tertentu, artinya apa yang menjadi obyek perjanjian, dalam hal
ini adalah perjanjian waralaba dengan bidang usaha berupa minimarket /
retail dan sebagainya. Jika hal itu tidak dapat ditentukan maka perjanjian
tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut tidak sah.
4. Sebab yang halal, artinya perjanjian yang dibuat tidak bertentangan
dengan Undang-Undang, agama, ketertiban umum dan kesusilaan.

Selain hal tersebut, didalam peraturan menteri nomor 31 diatur juga perihal
keharusan bagi pembei waralaba untuk menyampaikan perjanjian waralaba kepada

18
calon penerima waralaba paling lambat dua minggu sebelum penandatanganan
perjanjian.
Kerjasama di bidang waralaba biasanya berlaku 5-10 tahun, apabila perjanjian tersebut
sudah melampaui waktu yang telah ditentukan maka pemberi waralaba akan meninjau
kembali hubungan kerjasama tersebut dan juga penerima waralaba bermaksud untuk
terus memelihara dan memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba
tersebut.Pengaturannya terangkum pula dalam Buku III KUH Perdata, sendainya para
pihak tidak mengaturnya secara khusus dalam perjanjian. Pengakhiran perjanjian dapat
terjadi karena:
a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Contoh dalam perjanjian
waralaba menentukan bahwa perjanjian disepakati berlangsung selama 10
tahun, maka perjanjiantersebut akan berakhir setelah jangka waktu 10 tahun;
b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. Contoh A
(franchisor), B (franchisee) sepakat menjalankan bisnis waralaba dalam
bidang makanan. Selama masa perjanjian yang disepakati selama 10 tahun
tiba-tiba B meninggal dunia. Undang-undang menentukan bahwa batas
berlakunya perjanjian agar dilakukan pemenuhan kewajiban oleh ahli waris
sebelum jangka waktu berakhirnya perjanjian yang telah ditetapkan oleh
undang-undang;
c. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya suatu
peristiwa maka perjanjian tersebut menjadi hapus. Contoh perjanjian waralaba
akan hapus apabila salah satu pihak meninggal dunia;
d. Pernyataan menghentikan perjanjian oleh kedua belah pihak atau oleh salah
satu pihak. Contoh A (franchisor) menyatakan bahwa perjanjian waralaba
dihentikan karena B (franchise) dianggap tidak dapat memenuhi target yang
telah ditetapkan oleh A;
e. Perjanjian Hapus karena putusan hakim. Contoh hakim memutuskan hapusnya
suatu perjanjian waralaba karena diminta oleh salah satu pihak;
f. Tujuan perjanjian telah tercapai. Contoh para pihak sepakat bahwa perjanjian
waralaba akan dilangsungkan selama 15 tahun, setelah waktu tersebut, maka
dianggap tujuan dari bisnis tercapai sehingga terjadi pengakhiran perjanjian.
Dengan persetujuan para pihak, merasa tidak dapat memenuhi target
pembukaan outlet yang ditargetkan, penerima waralaba dengan persetujuan
pemberi waralaba mengakhiri perjanjian waralaba.

Membeli Franchise

UCOF adalah alat tangguh yang didesain untuk membantu calon terwaralaba
dalam memilih waralaba yang cocok untuknya dan menghindari pewaralaba yang tidak
jujur. Pertahanan terbaik wirausaha untuk menghadapi ketidak jujuran pewaralaba

19
adalah dengan persiapan, akal sehat, dan kesabaran. Meskipun ada perlindungan yang
ditawarkan oleh UCOF, calon pembeli waralaba tetap harus berhati – hati karena
kecurangan waralaba masih tetap ada dalam bidang yang bertumbuh dengan cepat ini.
Langkah – langkah berikut akan membantu anda membuat pilihan yang benar :
1. Mengevaluasi diri sendiri
2. Teliti pasar anda
3. Pertimbangkan pilihan – pilihan waralaba anda
4. Dapatkan salinan UCOF dari pewaralaba
5. Berbicara dengan pihak yang telah membeli waralaba
6. Ajukan beberapa pertanyaan sulit kepada pewaralaba
7. Tentukan pilihan anda

Penyelesaian Sengketa Kontrak Bisnis Franchise (Waralaba)

Apabila terjadi sengketa kontrak maka ada 2 jalur penyelesaian


a. Jalur Pengadilan (Hukum)
b. Jalur Arbitrase (Kekuasaan Untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan )
biasanya dilakukan oleh hakim atau wakil hakim dapat diselesaikan dengan 2 cara :
1. Dengan mencantumkan klausul dalam perjanjian pokok yang berisi
penyelesaian sengketa yang akan diselesaikan oleh peradilan wasit (cara
dengan pactum de compromittendo)
2. Dengan sesuatu perjanjian terseri diluar perjanjian
Ketungan dengan jalur arbitase :
1) Waktu yang cepat
2) Adanya orang-orang ahli
3) Rahasia para pihak terjamin
Ada 2 jenis Arbitase:
1) Arbitase Adholic / voluntair adalah wasit yang
menjelaskan tugasnya hanya sekali
2) Arbitase Permanent Body Arbitration yang
mempunyai Pemeriksaan sengketa

Prosedur pendaftaran waralaba

Dalam PP No. 42 Tahun 2007 Bab V dijelaskan mengenai cara pendaftaran


waralaba, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengajuan prospektus penawaran dari pihak pemberi waralaba


(franchisor) kepada Menteri dengan melampirkan:
o fotokopi prospektus penawaran

20
o fotokopi legalitas usaha
2. Pendaftaran perjanjian waralaba oleh penerima waralaba (franchisee)
kepada Menteri dengan melampirkan:
o fotokopi legalitas usaha
o fotokopi perjanjian waralaba
o fotokopi prospektus penawaran waralaba
o fotokopi KTP pemilik/pengurus perusahaan
3. Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba oleh Menteri yang
berlaku untuk jangka waktu 5 tahun.
4. Menurut Pasal 7 PP No. 42 Tahun 2007, prospektus penawaran yang
diajukan oleh pemberi waralaba setidaknya memuat:
o Data identitas pemberi waralaba
o Legalitas usaha pemberi waralaba
o Sejarah kegiatan usahanya
o Struktur organisasi pemberi waralaba
o Laporan keuangan 2 tahun terakhir
o Jumlah tempat usaha
o Daftar penerima waralaba
o Hak serta kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba
Selain prospektus penawaran, pemberi waralaba juga diwajibkan untuk
memberikan pelatihan kepada penerima waralaba. Hal ini dimaksudkan agar kualitas
pelayanan dan produk yang diberikan sesuai dengan standar baku pemberi waralaba.

Cara Berakhirnya Kontrak Franchise

Ada 2 pihak :
a. Kreditur
Adalah orang yang berhak atas prestasi
b. Debitur
Adalah orang yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi.

Diatur dalam pasal 7.3.1 sampai dengan pasal 7.3.5. Ada 5 hal yang diatur :
1. Hak untuk mengakhiri kontrak
2. Pemberian pengakhiran
3. Ketidakpelaksanaan yang sudah diantisipasi
4. Jaminan yang memadahi dari ketidakpastian perencanaan terserbut
5. Adanya pengaruh dari pengakhiran secara umum
Pasal 7.3.1 berbunyi ‘ Suatu pihak yang mengakhiri kontrak tersebut dimana
kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajiban sesuai dengan kotrak tersebut
mencapai pada tingkat ketidakpastian yang mendasar .’

21
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang dilakukan


oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan hak kepada pihak
kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan memanfaatkan merk dagang
yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai dengan prosedur atau system yang
diberikan.

Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana kedua


belah pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Perjanjian waralaba
adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Artinya perjanjian itu menjadi sebuah aturan bagi mereka yang
membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bisnis waralaba ini
merupakan perjanjian baku timbal balik dimana masing-masing pihak berkewajiban
melakukan prestasi sehingga akan saling menguntungkan.

B. Saran

Saran Berhati-hatilah dalam memilih usaha franchise, artinya harus waspada


dalam memutuskan rencana bisnis, berpikiran cermat dan tepat memilih usaha waralaba
agar dapat memaksimalkan keberhasilan.

C. Studi Kasus

Studi Kasus: Tuduhan Wanprestasi Atas Perjanjian Waralaba LP3I

Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) dikenal


sebagai lembaga pendidikan yang menjanjikan lulusannya bisa langsung kerja. Dengan
trademark ini, LP3I pun terus berkembang pesat. Cabang-cabang LP3I mulai
menjamur di sejumlah daerah di Indonesia melalui skema bisnis franchise (waralaba).
Namun, hubungan bisnis LP3I dengan para investor pewaralabanya tidak selalu
berjalan mulus.

22
Gugatan dilayangkan oleh Aziz Sudaryanto penerima waralaba LP3I untuk
cabang Surabaya terhadap Presiden Direktur LP3I, Rizal Diansyah. Aziz menuding
Rizal telah melakukan wanprestasi atas perjanjian waralaba.

Berdasarkan berkas gugatan, hubungan hukum antara Aziz dan Rizal berawal
dari perjanjian waralaba yang ditandatangani pada 9 Maret 2005. Perjanjian itu
memberikan hak kepada Azis untuk menjalankan usaha dengan menggunakan nama
LP3I, dengan disertai hak dan kewajiban. Aziz mengaku tertarik untuk investasi
Waralaba LP3I karena keuntungan yang ditawarkan. Sebagaimana tercantum dalam
brosur yang dikeluarkan LP3I, investasi type B akan memberikan keuntungan sebesar
Rp2.091.241.300 dalam jangka waktu lima tahun.

Aziz pun menyepakati perjanjian waralaba dengan Rizal melalui perjanjian


No.13/FRC-LP3I/03-05. Berdasarkan perjanjian tersebut, Rizal memiliki kewajiban
untuk menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan.

Namun, Rizal tidak melaksanakan kewajiban seperti yang ditentukan. Rizal


tidak memberikan materi ajaran sepenuhnya. Rizal juga tidak pernah mengundang
Aziz dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang merupakan forum untuk membahas
evaluasi, rencana, dan strategi pendidikan.

Aziz telah menyampaikan masukan, namun tidak pernah mendapat tanggapan.


Baru pada 5 Mei 2010, Rizal melalui kuasa hukumnya memberikan tanggapan. Rizal
menawarkan kompensasi berupa perpanjangan perjanjian waralaba selama satu
periode (lima tahun) tanpa dikenakan biaya waralaba. Namun, tawaran ditampik Aziz.

Akibat wanprestasi yang dilakukan Rizal, kualitas pendidikan dan siswa LP3I
di tempat Aziz menjadi berkurang. Hal itu jelas menyimpang dari maksud dan tujuan
dibuat dan ditandatanganinya perjanjian. Selain itu, wanprestasi yang dilakukan Rizal
menyebabkan Aziz tidak dapat melaksanakan program pendidikan sebagaimana paket
yang ditawarkan. Aziz juga tidak dapat melaksanakan pembahasan evaluasi, rancana
dan strategi pendidikan LP3I ke depan yang seharusnya difasilitasi Rizal setiap
tahunnya melalui Rakernas.

Dalam gugatannya, Aziz mengklaim telah mengalami kerugian tidak kurang


dari Rp2,5 Miliar. Kerugian itu terdiri dari kerugian riil sebesar Rp1.078.233.665
kerugian waktu Rp405.565.354 dan kerugian moral sebesar Rp1,5 Miliar. Dalam
sidang yang digelar Kamis (30/9/2010), kuasa hukum tergugat, Suhaimin Imran
menjelaskan bahwa gugatan Aziz salah alamat. Menurutnya, gugatan seharussnya
dilayangkan ke ketua Yayasan LP3I. Suhaimin juga beranggapan materi gugatan Aziz
mengada-ngada dan tidak memiliki dasar hukum. Majelis hakim yang diketuai

23
Nirwana akhirnya menunda sidang hingga Kamis mendatang (7/10/2010) dengan
agenda replik.

Berdasarkan putusan perkara perdata No: 26/Pdt.G./2010/PN.JKT.PST


Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa :

Gugatan Sdr Azis Sudaryanto terhadap LP3I ditolak dan sebaliknya


Pengadilan Negeri menerima Gugatan REKOONVENSI LP3I yang menyatakan
bawha sodara Aziz terbukti melakukan Wanprestasi serta menghukum sodara Aziz
Sudaryanto untuk membayar ganti rugi kepada LP3I sebesar Rp. 1.000.000.000,00
(Satu Milyar). LP3I PC SURABAYA yang beralamat : Jl. Karang Menjangan No.
117C-D dinyatakan Ilegal. (Surabaya Post 20 Maret 2011)

Analisis Kasus

Dari kasus tersebut, pada awalnya kelompok kami memperkirakan bahwa


pihak LP3I telah melanggar PP No. 42 tahun 2007 pasal 8 yang bunyinya :

“Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,


bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada
Penerima Waralaba secara berkesinambungan “

Kami menilai pihak LP3I melanggar pasal tersebut karena pihal LP3I telah
tidak menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan. Dan
kelompok kami juga pada awalnya menilai bahwa seharusnya pihak LP3I dikenakan
sanksi admisnistratif seperti yang tercantum dalam PP No. 42 pasal 16, 17, dan 18.
Dalam ketiga pasal tersebut diatur demikian :

Pasal 16 :

(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat


mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal
11.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

24
a. peringatan tertulis;

b. denda; dan/atau

c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.

Pasal 17 :

(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11.

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling
banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat
peringatan sebelumnya diterbitkan.

Pasal 18 :

(1) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran
prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima
Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.

(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba


sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi
Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.

Berdasarkan ketiga pasal tersebut kami menilai bahwa seharusnya pihak LP3I
diberi sanksi denda sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 16 ayat 2b.

Namun, ternyata ada yang luput dari perhatian kami, yaitu bahwa setelah
penyelidikan ternyata didapati bahwa pembukaan usaha LP3I yang dijalankan oleh
sodara Aziz Sudaryanto ternyata ilegal. Dan untuk itu maka yang dikenakan sanksi
adalah sodara Aziz sendiri. Dan karena alasan ketidaklegalan usaha tersebut, kelompok
kami pun sependapat bahwa sodara aziz memang harus diberikan sanksi yaitu berupa
denda sesuai dengan yang tercantum dalam perkara perdata No:
26/Pdt.G./2010/PN.JKT.PST Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/406998627/Perjanjian-Waralaba

https://subaripemuda.blogspot.com/2015/06/makalah-franchise-waralaba-lengkap.html

https://mywanner.blogspot.com/2016/04/12.html

https://sjifa.wordpress.com/2013/06/24/studi-kasus-tuduhan-wanprestasi-atas-perjanjian-
waralaba-lp3i/

26

Anda mungkin juga menyukai