WARALABA
Untuk memenuhi tugas matakuliah Kewirausahaan
Dosen pengajar: Rizal ula Ananta Fauzi ,S.E.,M.M
Disusun Oleh:
Finda Mayasari (2003102160)
Anas Dwi F (2003102246)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. . . . . . .I
DAFTAR ISI. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .II
BAB I PENDAHULUAN. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .1
1.1 Latar Belakang. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 1
1.2 Rumusan Masalah. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . ... . .1
1.3 Tujuan. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .2
BAB II PEMBAHASAN. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 3
2.1 Apa definisi dari Waralaba. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 3
2.2 Apa saja risiko investasi dalam usaha waralaba. . . . . . . . . . . .4
2.3 Apa persetujuan waralaba dan pemasaran langsung . . . . . . .4
2.4 Apa keuntungan dari pemasaran langsung . . . . . . . . . . . .. . . 6
2.5 Teknik alternatif pemasaran langsung . . . . . . . . . . . . . . . ...6
2.6 Apa itu multilevel marketing. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .6-7
BAB III PENUTUP. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... .8
3.1 Kesimpulan. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 8
3.2 Saran. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . ... 8
DAFTAR PUSTAKA. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … 9
II
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
lain pengusaha sebagai franchisor ingin mengembangkan jaringan yang terbaik,
berkualitas dan standarnya semua sama, tidak hanya orang yang punya modal
2. Kesulitan Pendanaan : Mau bisnis franchise, mau memulai usaha tapi dana
kurang, lantas terpikir untuk bergabung dengan yang lain tetapi yang harus
diingat, belum tentu orang bekerjasama itu pola pikirnya sama, pasti ada
perbedaan juga.
3. Penerimaan Pasar atau Market Acceptibility : Penerimaan pasar rendah itu
akibat kesalahan membaca pasar sehingga penerimaan pasarnya rendah.
Misalnya produknya terlalu baru, terlalu inovatif, atau terlalu mahal tapi target
pasarnya salah jadi tidak matching, itu juga akan terjadi kesulitan
4. Kesulitan Mencari SDM yang Sesuai dengan Bisnis Franchise tersebut :
Biasanya karyawan pabrik dengan karyawan franchise memiliki mental service
yang berbeda. Jadi sebagai franchise harus mencari SDM dengan mentalisme
melayani karena bisnis franchise rata-rata memang adalah service providing
business yang berhubungan dengan manusia.
Untuk menghindari kesulitan tersebut diatas, maka di dalam menganalisa usaha
waralaba (franchise) terutama dari sisi franchisee, yang patut diperhatikan adalah
risiko-risiko yang disebabkan dari internal perusahaan tersebut dan faktor eksternal
yang penyebabnya adalah bukan karena internal perusahaan tetapi membawa efek
yang besar terhadap perkembangan usahanya.
2.3 persetujuan waralaba dan pemasaran langsung
Persetujuan waralaba adalah rujukan yang mengikat antara pemberi waralaba dan
penerima waralaba dalam periode kerjasama. Oleh karena itu, pemberi waralaba
penting untuk membuat perjanjian waralaba yang lengkap dan jelas untuk
memproteksi bisnis dan kerjasamanya.
Pengartian Pemasaran Langsung
Pemasaran langsung bisa dinamakan pengiriman pos langsung, pengiriman pesanan
melalui pos, dan tanggapan langsung. Semuanya termasuk kategori pemasaran
langsung karena semuanya melibatkan aktivitas total dengan mana penjual
mempengaruhi transfer barang dan jasa pada pembeli, mengarahkan usahanya pada
pemerhati dengan menggunakan satu media atau lebih untuk tujuan mengumpulkan
tanggapan melalui telepon, pos, atau kunjungan pribadi dari calon pelanggan.
2.4 keuntungan dari pemasaran langsung
Keuntungan utama dari pemasaran langsung adalah kemudahan untuk masuk dalam
usaha dan kebutuhan modal yang kecil. Setiap orang bisa masuk dalam usaha
pemasaran langsung tanpa ijin usaha yang rumit serta persyaratan keterampilan dan
pendidikan yang perlu.
4
Di samping kemudahan untuk masuk dalam usaha, kebutuhan modal yang diperlukan
untuk masuk dalam usaha pemasaran langsung juga minimal. Tidak diperlukan
fasilitas besar, toko, atau jumlah karyawan yang besar untuk masuk dalam usaha
pemasaran langsung. Modal yang diperlukan biasanya digunakan untuk pencetakan,
pengeposan, dan daftar-daftar lainnya. Semuanya ini bisa dilakukan sebagai usaha
paruh waktu hingga usaha ini mendatangkan aliran kas yang bisa mendukung usaha
penuh. Hal ini berbeda dengan ventura baru lainnya yang membutuhkan kerja keras
dan perhatian penuh dari wirausahawan.
5
5. Pemasaran tanggapan langsung media (media direct response marketing).
Radio, televisi, dan telepon mungkin dipandang sebagai pendekatan alternatif
untuk pemasaran produk atau jasa. Radio dan televisi dipandang sebagai
bentuk periklanan media siaran. Dalam membeli waktu siar dan bukannya
ruang, sebagaimana iklan display, wirausahawan menghadapi masalah yang
berbeda. Dalam membeli waktu, tidak ada jadwal yang tersedia, yang
mempersulit perencanaan. Biaya-biaya akan berbeda, tergantung pada waktu,
stasiun, panjang iklan, serta ukuran pendengar dan pemirsa yang mungkin
dicapai.
Telemarketing juga menjadi metode menjual produk atau jasa yang sangat populer.
Biaya-biaya bisa ditekan hingga minimum namun tetap mencapai pendengar dan
pemirsa yang luas. Keuntungan telemarketing adalah bahwa ia memberikan umpan
balik langsung kepada pemakai. Jadi tingkat tanggapan lebih tinggi dibanding metode
lain. Wirausahawan bisa mengidentifikasi komunitas dengan percakapan telepon
menurut demografi kepada orang-orang yang kemungkinan besar membeli
produk/jasa.
2.6 Multi Level Marketing
Pemasaran berjenjang (bahasa Inggris: Multi-level Marketing; MLM) adalah strategi
pemasaran di mana tenaga penjual (sales) tidak hanya mendapatkan kompensasi atas
penjualan yang mereka hasilkan, tetapi juga atas hasil penjualan sales lain yang
mereka rekrut. Tenaga penjual yang direkrut tersebut dikenal dengan anggota
“downline”. Istilah lain yang digunakan untuk MLM adalah penjualan piramida,
pemasaran jaringan, dan pemasaran berantai. Menurut Komisi Perdagangan Federal
Amerika Serikat, beberapa perusahaan yang menggunakan sistem pemasaran
berjenjang telah mengeksploitasi anggota jaringan mereka dan tidak sesuai dengan
skema piramida. Berdasarkan laporan survei terhadap model bisnis di 350 perusahaan
MLM yang tercantum pada website Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat,
setidaknya 99% orang yang bergabung dengan perusahaan MLM mengalami
kerugian. Walaupun begitu, MLM berjalan karena peserta downline didorong untuk
berpegang pada keyakinan bahwa mereka dapat mencapai pengembalian yang besar,
sementara ketidakmungkinan statistik dibuat kabur. MLM sudah ilegal atau diatur
secara ketat di beberapa wilayah hukum sehingga dianggap hanya sebagai variasi dari
skema piramida tradisional, termasuk di daratan Cina.
Pada umumnya, tenaga penjual menjual produk perusahaan secara langsung kepada
konsumen yang merupakan orang terdekat atau melalui pemasaran dari mulut-ke-
mulut. Beberapa pihak menggunakan istilah penjualan langsung sebagai sinonim
untuk MLM, meskipun pada kenyataannya MLM hanyalah salah satu bentuk dari
penjualan langsung.
Perusahaan yang menggunakan model MLM untuk menjual produk mereka sering kali
menjadi sasaran kritik dan tuntutan hukum.
6
Kritik terutama sekali ditujukan pada kegiatannya yang menyalahgunakan atau tidak
sesuai dengan skema piramida, penetapan harga produk, biaya masuk awal yang
tinggi, lebih mementingkan perekrutan anggota baru ketimbang penjualan produk,
pemaksaan anggota baru untuk membeli dan menggunakan produk perusahaan,
pemanfaatan hubungan pribadi sebagai target penjualan ataupun target perekrutan,
skema pembagian kompensasi yang kompleks, antusiasme dan teknik berlebihan yang
diterapkan untuk menjual atau merekrut anggota baru, serta metode perekrutan yang
kebanyakan bersifat ‘memperdaya’; hanya menjelaskan keuntungan tanpa
menjelaskan kerugian bergabung dengan MLM kepada anggota baru.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang dilakukan oleh
dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan hak kepada pihak
kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan memanfaatkan merk
dagang yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai dengan prosedur atau
system yang diberikan.
Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana kedua belah
pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Perjanjian waralaba
adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Artinya perjanjian itu menjadi sebuah aturan bagi mereka yang
membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bisnis waralaba ini
merupakan perjanjian baku timbal balik dimana masing-masing pihak berkewajiban
melakukan prestasi sehingga akan saling menguntungkan.
Kemudian banyak orang yang mengatakan bahwa waralaba itu sama dengan lisensi,
padahal pada kenyataannya kedua istilah tersebut berbeda baik dari segi pengertian
maupun dari segi pengaplikasiannya. Lisensi merupakan pemberian hak merk/hak
cipta kepada pihak tertentu dan tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan
bimbingan ataupun pelatihan kepada penerima lisensi. Sedangkan di dalam bisnis
waralaba, pihak franchisor mempunyai kewajiban untuk memberikan pelatihan dan
bimbingan kepada pihak franchisee.
3.2 Saran
Demikian makalah ini disusun.Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah
sendiri.Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalamPembuatan
makalah ini.Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran nya agar Kami lebih
baik lagi dalam membuat makalah berikutnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. 2005. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
HS, Salim. 2003. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika
Khairandy, Ridwan. 2000. Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi.
Jakarta: Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta bekerjasama dengan yayasan Klinik
Haki
Naihasy, Syahrin. 2005. Hukum Bisnis (Bisnis Law). Yogyakarta: Mida Pustaka
Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni
Sastroresono, Tukirin Sy. 1998. Hukum Dagang Dan Hukum Perdata. Jakarta:
Universitas Terbuka
Setiawan, Deden. 2007. Franchise Guide Series – Ritel. Dian Rakyat
Simatupang, Richard Burton. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa
Subekti. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita
http://e-journal.uajy.ac.id/6369/4/TF306220.pdf ( Diakses 27 april 2022)
http://ardiprawiro.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/48545/P4.pdf
(Diakses pada 27 april 2022)
http://franchiseacademyindonesia.com/materi/red-module/membuat-perjanjian-
waralaba/ (Diakses pada 27 april 2022)
9