Anda di halaman 1dari 13

PANDANGAN HADIST MENGENAI TRADISI ZIARAH KUBUR

SEBELUM RAMADHAN DI DESA PANDAN SARI

MAKALAH

Disusun Sebagai Tugas


Pada Mata kuliah Bahasa Indonesia

Oleh :
Haeza Putri Ayu Adisti
224110501019

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


JURUSAN STUDI AL-QUR’AN DAN SEJARAH
FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROFESOR KIAI HAJI SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, serta tak lupa Sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad Swt  atas petunjuk dan risalahnya, yang telah membawa zaman
kegelaapan ke zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari
berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan
kritik untuk membangun makalah ini agar bisa menjadi lebih baik lagi. Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 19 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................. 4

B. Rumusan Masalah......................................................................... 5

C. Tujuan........................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. pandangan hadis mengenai tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan di


Desa Pandansari................................................................................. 7-11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………….……...……. 12

B. Saran ……………………………………………….…..……… 12

DAFTAR PUSTAKA ………………………………….....……… 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Diantara tradisi menjelang bulan Ramadhan (akhir Sya’ban) adalah
ziarah kubur. Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahan, nyekar
(sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar JawaTimur), munggahan (sekitar
tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi
semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam
melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan. Sumber:
https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/tradisi-ziarah-kubur-menjelang-ramadhan-
amPIy
Memang pada masa awal-awal Islam, Rasulullah saw memang
pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi
keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis
masyarakat Arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan
kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.
Rasulullah saw mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika
mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdoa.
Akan tetapi bersama berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak
kontekstual dan Rasulullah pun memperbolehkan berziarah kubur.
Demikian keterangan Rasulullah saw yang bisa kita temukan dalam Sunan
Turmudzi no 973

  ‫ عن زيارة القبور فقد أذن‬J‫"قد كنت نهيتكم‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا علية وسلم‬: ‫حديث بريدة قال‬
)3/370( ‫لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها فإنها تذكر اآلخرة"رواة الترمذي‬
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda
“Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah

4
diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang
berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat." 
https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/tradisi-ziarah-kubur-menjelang-ramadhan-
amPIy
Mendo’akan orang yang sudah meninggal ini, di desa pandansari
ini telah menjadi tradisi dilakukan masyarakat bila memasuki bulan suci
Ramadhan. Ziarah kubur menurut pandangan Islam adalah mengunjungi
kuburan, baik masih ada tali persaudaraan ataupun tidak, dengan maksud
mengingat atau mengenang yang sudah meninggal. Seseorang disunatkan
menziarahi kubur baik itu kuburan orang tua, kuburan keluarga maupun
kuburan orang Lain (Islam), sebab dengan ziarah kubur merupakan suatu
jalan untuk mengingat mati, dan ingat akan akhirat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah di susun, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pandangan hadis mengenai tradisi ziarah kubur sebelum
Ramadhan di Desa Pandansari?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang disusun, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui pandangan hadis mengenai tradisi ziarah kubur
sebelum Ramadhan di Desa Pandansari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk
tema penelitian serupa.

5
2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pandangan bagi


masyarakat Desa Pandansari

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan hadis mengenai tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan


di Desa Pandansari
a) Definisi
Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi umat Muslim yang telah ada
sejak dulu. Tradisi ini biasa dilakukan oleh keluarga atau kerabat yang
masih hidup pada waktu-waktu tertentu, salah satunya jelang bulan
Ramadhan.
Secara bahasa, kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu zaara-
yazuuru-ziyarotan yang artinya berkehendak mendatangi atau berkunjung
ke suatu tempat. Sedangkan secara istilah, ziarah dimaknai sebagai amalan
mengunjungi makam kerabat, saudara, atau Muslim lain yang sudah
meninggal.
b) Adab Ziarah Kubur
a. Berwudhu sebelum melakukan ziarah kubur
Seperti melakukan ibadah lainnya dalam Islam
dianjurkan untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu
sebelum melakukan ziarah kubur
b. Mengucapkan salam sebelum masuk ke area pemakaman
Rasulullah SAW menyarankan agar sebelum masuk
area pemakaman untuk mengucapkan salam sekaligus
mendoakan penghuninya, yaitu dengan mengucapkan
“Assalamualaikum Ahlad-Diyaar Minal Muminina Wal
Muslimin. Yarhamulloohu Mustaqdimina Minna Wal
Mustakhiriin. Wa Inna InsyaaAllahi Bikum La-Laahiquun.
Wa As Alullooha Lanaa Walakumul Aafiyah”
c. Dianjurkan untuk menghadap kiblat saat berdoa
d. Membacakan doa bagi merek yang sudah meninggal dunia
e. Membacakan surat-surat pendek

7
f. Tidak menginjak atau duduk di atas kuburan
Rasulullah melalui sebuah hadis melarang untuk
menginjak atau duduk di atas kuburan untuk menghormati
para penghuninya "Janganlah kalian salat (berdoa) kepada
kuburan, dan janganlah kalian duduk di atasnya." (HR.
Muslim)
g. Jangan berkata tidak sopan
Karena kedatangan kita ke pemakaman adalah
sebagai tamu maka harus menghargai penguhuni disana dan
selalu bertindak sopan santun
h. Tidak melakukan hal-hal yang berlebihan misalnya
menjadikan makam sebagai tempat special dan lain-lain

c) Ketentuan Hukum
Ketentuan, hukum, dan tata cara ziarah kubur telah diatur dengan
jelas dalam Islam. Bahkan, beberapa riwayat Rasulullah juga menjelaskan
tentang ziarah kubur.
Ziarah kubur diperbolehkan dalam Islam. Amalan ini dilakukan
dengan maksud mendoakan orang yang meninggal, mengenangnya, serta
melakukan tafakur atas hikmah kematiannya. Beberapa ketentuan, tata
cara, dan keutamaannya dijelaskan melalui hadist-hadist Rasulullah, yaitu:

a) Mengandung Hikmah untuk Mengingat Akhirat


“Sesungguhnya aku dulu telah melarang kalian untuk
berziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahlah karena akan bisa
mengingatkan kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi
kalian dengan menziarahinya. Barangsiapa yang ingin berziarah
maka lakukanlah dan jangan kalian mengatakan hujran’ (ucapan-
ucapan batil).” (HR. Muslim)
Mengutip buku A-Z Ziarah Kubur dalam Islam oleh Firman
Arifandi, Lc. M.A., Imam Ash-Shan'ani menjelaskan bahwa hadits

8
ini menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur bagi umat
Islam. Selain itu, dijelaskan juga tentang hikmah yang terkandung
padanya yaitu mengingat akhirat dan motivasi dalam menjalani
kehidupan dunia yang fana.
b) Anjuran Mengucap Salam Ketika Ziarah Kubur
“Bagaimana yang harus aku ucapkan wahai Rasulullah,
yaitu dalam ziarah kubur?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah,
salam sejahtera pada penduduk makam ini dari kaum beriman dan
muslimin. Semoga Allah mengasihi orang-orang yang terdahulu
dari kalian dan kami serta orang-orang yang terkemudian.
Sesungguhnya kaminsya Allah akan menyusul bersama kalian.”
(HR Muslim)
c) Tradisi yang Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah
Nabi Muhammad SAW berziarah ke kuburan ibunya, lalu
beliau menangis dan menangislah orang-orang di sekitarnya.
Beliau bersabda “Aku minta izin kepada Tuhanku guna
memohonkan ampun kepada ibuku, namun Dia tidak memberi izin
padaku. Dan aku minta izin untuk berziarah ke kuburanya, maka
Dia memberi izin kepadaku. Karena itu, berziarahlah kalian ke
kuburan-kuburan karena ziarah itu mengingatkan kematian." (HR.
Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dan yang lainny)
Mengutip buku Mari Ziarah Kubur oleh Abdurrahman
Misno, ziarah kubur sudah ada sebelum kehadiran Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini biasa dilakukan oleh
bangsa Arab hingga kemudian Allah SWT memperbolehkan
Rasulullah untuk ziarah ke makam ibunya.

Dilansir dari NU Online, di zaman Rasulullah, saat masa awal


Islam berkembang dan belum kuat, Rasulullah melarang adanya ziarah
kubur bagi umatnya. Hal tersebut bukan tanpa alasan, Rasulullah khawatir
akan menjadi kesalahpahaman yang menjerumuskan kepada kemusyrikan.

9
Sebab kala itu kondisi keimanan umat Islam masih rentan dan masih
didominasi dengan pola pikir masyarakat Arab yang kental akan
kepercayaan kepada selain Allah.
Seiring berjalannya waktu, larangan berziarah ke kubur akhirnya
dihilangkan setelah Rasulullah melihat alasannya yang tidak lagi
kontekstual. Rasulullah pernah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dalam bukunya Sunan Turmudzi nomor 973, “Hadits
dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda “Saya pernah
melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin
untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena
hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.”
Berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah pernah melarang umatnya
berziarah ke kubur. Namun kemudian beliau memerintahkan umatnya
untuk berziarah ke kubur. Dibenarkannya berziarah ke kubur tersebut
harus dengan niat untuk mengingatkan kita akan kematian dan akhirat.
Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menuliskan
bahwa disunahkan berziarah kubur, “Barang siapa yang menziarahi
makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka
Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat
dan berbakti kepada kedua orang tuanya...” demikian bunyi kutipan
keterangan Syekh Nawawi al-Bantani yang Tempo kutip dari
Islam.nu.or.id pada Minggu, 11 April 2021.
Berziarah ke kubur memang disunahkan, bahkan berpahala
setimpal dengan haji mabrur apabila yang diziarahi adalah kubur
keluarganya, dan bila orang tersebut rutin melakukan kebiasaan tersebut
hingga akhir hayatnya, maka kelak malaikatlah yang akan menziarahi
makam orang tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra;
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa berziarah ke makam bapak
atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam
keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang

10
siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para
malaikat akan selalu menziarahi kuburannya.”
Selain menziarahi makam keluarga, menurut pendapat Ibnu Hajar
al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’, berziarah ke
makam para wali dan orang saleh merupakan sebuah kebaikan yang
dianjurkan. Meskipun demikian, ada pengecualian bagi kaum muslimah,
berziarah ke kubur dihukumi makruh apabila mereka memiliki perasaan
yang lemah. Sebab kelemahan hati kaum hawa tersebut dapat
mempermudah mereka merasa resah, gelisah dan susah sehingga akan
menangis di kuburan.
Demikianlah hukum berziarah ke kubur bagi umat Islam, selain
sunah tentunya juga berpahala bagi kaum adam dan makruh bagi kaum
hawa. Namun tidaklah tepat mengutamakan ziarah kubur hanya di saat
menjelang Ramadan saja.
Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, dilansir dari rumaysho.com
menyebutkan bahwa mengutamakan ziarah kubur hanya saat menjelang
Ramadan adalah kekeliruan, sebab menurutnya tidak ada dasar dari ajaran
Islam yang tentang hal tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah jadikan
rumahmu seperti kubur, janganlah jadikan kubur sebagai ‘ied,
sampaikanlah shalawat kepadaku karena shalawat kalian akan sampai
padaku di mana saja kalian berada.” (HR. Abu Daud no. 2042 dan Ahmad
2: 367.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat Jawa menganggap tradisi nyadran ini sebagai bentuk
pembersihan diri dengan cara berdoa. Yang saya tahu di beberapa daerah,
nyadran itu sebagai bentuk rasa syukur untuk menyambut bulan Ramadan
dengan saling memaafkan dan memberi. Saat nyadran, mereka
mempersilakan semua orang untuk makan ke rumahnya walaupun hanya
sedikit.
Orang-orang yang berziarah ke makam kemudian membacakan doa
atau membaca Al-Qur’an di sebelahnya dalam beberapa hadis justru
disunahkan untuk mendapatkan rahmat atau barokah

B. Saran
Dari beberapa penjelasan di atas pemakalah pasti tidak lepas dari
kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun
makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
seperti yang diharapkan para pembaca, khususnya pembimbing mata
kuliah Bahasa indonesia. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif (membangun), agar dapat dibuat acuan
dalam terselesainya makalah kami yang berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ariyono dan Aminuddin Siregar, Kamus Antropologi, (Jakarta: Akademika


Pressindo, 1985
Ammatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia
Tashawuf , Bandung: Mizan, 2002)
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka
Progresif, 2002
Bey Arifin, Hidup Stelah Mati, Jakarta: PT. Dunia Pustaka, 1984 Gendro Nurhadi,
Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Spiritual Bangsa, Jakarta: Depdikbud, 1998.

13

Anda mungkin juga menyukai