Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH PERKEMBANGAN AKHLAQ TASAWWUF

Makalah ini dibuat untuk memenuhi


salah satu tugas mata kuliah Studi Akhlak Tasawuf
Semester Ganjil 2023

Dosen Pengampu:
Drs. H. Abd. Kholiq, M. Kom. I

Oleh:
Ahmad.Zahrur Ridla Saifullah (23742340040)
Nur Habibah (202004340069)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH EKONOMI DAN
SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
SEPTEMBER 2023

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan


rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu merampungkan
salah satu tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menempuh mata kuliah Studi Ahlak Tasawuf pada Semester Ganjil 2023.

Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang Sejarah Perkembangan


Akhlak Tasawuf. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan dari para
orang-orang terdekat penulis, karena itu dengan tulus penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf IAI TABAH Kranji Paciran
Lamongan yang telah membimbing jalannya perkuliahan.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
menyediakan buku-buku referensi.
3. Teman-teman sekelas semester I prodi HES dan IAT IAI TABAH Kranji
Paciran Lamongan yang telah membantu do’a dan pemikiran keilmuan.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal
itu dikarenakan kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis belaka.

Kranji, 13 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Perkembangan Akhlak Tasawuf pada Masa Rasulullah....................3
B. Perkembangan Akhlak Tasawuf pada Masa Sahabat........................4
C. Perkembangan Akhlak Tasawuf pada Masa Perkembangan...............6
BAB III..........................................................................................................8
PENUTUP.....................................................................................................8
A. Kesimpulan..........................................................................................8
B. Saran....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu kata asing bagi orang awam
terhadap ilmu keagamaan. Ilmu yang membahas tentang kemurnian dalam
beribadah mungkin kalimat itu yang tepat untuk jadi definisi dari tasawuf.
Ibadah yang satu ini memang khusus, khusus tingkat imannya dan khusus
juga niatnya. Kata khusus ini menandakan ibadah yang satu ini tidak biasa
dilakukan oleh setiap orang dan sifatnya pun tak wajib.
Terlebih jaman sekarang, ibadah wajib saja jarang dilakukan
bahkan bisa dibilang sering diabaikan, bagaimana dengan ibadah khusus
ini. Gila, stres, dan kawan-kawannya bisa melanda orang yang melakukan
tasawuf tanpa didasari keikhlasan dan niat sungguh dalam hati. Hal ini
disebabkan karena tasawuf ini lebih mendahulukan sifat akhirat dari pada
gemerlapnya dunia. Jadi tidal mustahil semuanya bisa terjadi.
Namun, banyak orang timbul pertanyaan terhadap tasawuf, di
antaranya tentang perkembangan ahlak tasawuf. Dan jawabannya akan ada
di makalah ini, karena kami kebetulan diberi tugas makalah dengan judul
Sejarah Perkembangan Akhlak Tasawuf.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Akhlak Tasawuf pada masa
Rasulullah?
2. Bagaimana Perkembangan Akhlak Tasawuf pada masa Sahabat?
3. Bagaimana Perkembangan Akhlak Tasawuf pada masa periode
perkembangan?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui Perkembangan Akhlak Tasawuf pada
masa Rasulullah.
2. Mahasiswa mengetahui Perkembangan Akhlak Tasawuf pada

1
masa Sahabat.
3. Mahasiswa mengetahui perkembangan Akhlak Tasawuf pada
masa periode perkembangan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Akhlak Tasawuf pada masa Rasulullah


Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua
fase, yaitu kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW sebelum
diangkat sebagai Rasul dan kehidupan tasawuf Nabi Muhammad
SAW setelah diangkat sebagai Rasul.1
1. Kehidupan tasawuf sebelum diangkat sebagai Rasul
Dalam kehidupan Tasawuf nabi Muhammad SAW. Sebelum
diangkat sebagai Rasul, Nabi telah melakukan sebuah
peribadatan (tahannuts), di gua Hira' tiap kali menyambut bulan
Ramadhan, untuk menjauhkan diri dari kebisingan hidup,
berzuhud dari kenikmatan dan kemewahannya, menyedikitkan
makan dan minum, mengangan-angan wujud, yang kesemuanya
itu mendatangkan kebersihan dalam hatinya. Peribadatannya di
gua Hira' merupakan sebuah pengantar kenabiannya, hingga Jibril
turun menghampirinya untuk membawakan wahyu kepadanya.
Kehidupan nabi di gua Hira' yang berupa tahannuts,
meminimalisir makan dan minum, serta merenungkan alam
semesta, merupakan bentuk pertama dalam kehidupan nabi yang
akan dihidupkan kembali oleh para ahli zuhud dan sufi, yang telah
menundukkan diri mereka untuk melakukan olah diri (riyadhah),
memerangi hawa nafsu (mujahadah), dan hal (kondisi), semisal
fana' (mensirnakan diri) saat bermunajat (berdialog/doa) kepada
Allah. Yang itu semua merupakan hasil dari khalwat
(mengasingkan diri untuk beribadah).2

1
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman terj. Ah. Rofi’ Utsmani,
(Bandung: Pustaka, 1974), 39
2
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008),
44

3
2. Kehidupan tasawuf setelah diangkat sebagai Rasul
Sedangkan Kehidupan tasawuf nabi setelah turunnya wahyu
kepadanya, juga penuh dengan kezuhudan, meminimalisir makan
serta minum, dan penuh dengan arti-arti spiritual yang dijadikan
sebagai sumber dalam tasawuf mereka. Nabi senantiass
melakukan tapabrata, beribadah dan tahajud hingga al Guran
mencegahnya: "Thaahaa. Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini
kepadamu agar kamu menjadi susah."“ Kezuhudan Mumammad
merupakan pilihan dirinya sendiri sebagaimana yang dikatakan
oleh Hasan Haikal dalam bukunya yang berjudul Hayyah
Muhammad: "Kezuhudan yang dilakukan tersebut bukan karena
kepentingan-kepentingan duniawi, dan juga bukan merupakan
kewajiban-kewajiban agama. Sebab al-Qur'an sendiri
mengatakan: "Makan dari rizqimu yang baik." Dan tentang sering
kalinya Muhammad SAW. melakukan ibadah adalah sebagaimana
yang telah diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa ia berkata kepada
nabi saat melihatnya melakukan shalat malam hingga telapak
kakinya menjadi bengkak: "Janganlah engkau melakukan hal itu,
wahai Rasulullah! Allah telah mengampuni segala dosamu yang
telah lalu, dan sekaligus dosamu yang akan datang" Maka
Rasulullah SAW, bersabda: "Apakah aku tidak menginginkan jika
diriku menjadi seorang hamba yang bersukur?."3

3
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, 46

4
B. Perkembangan Ahlak Tasawuf pada masa Sahabat
Kehidupan para sahabat dan perkataan-perkataan mereka, juga
termasuk sumber yang digali oleh para sufi. Sebab kehidupan dan
perkataan mereka penuh dengan aroma-aroma kezuhudan, wara'
(menjauhkan diri dari dosa), kesederhanaan, dan memusatkan diri kepada
Allah. Seorang pengkaji sejarah tasawut Islam yang moderat, tak mungkin
melupakan mainstream-mainstream spiritual dan intuisi hati yang ada
dalam kehidupan para sahabat dan perkataan-perkataan mereka. Itu semua
jika mereka ingin mengetahui landasan yang telah mendirikan kehidupan
spiritual para sufi. Pada kenyataannya, para sahabat senantiasa mensuri
tauladani nabi dalam perkataan dan perbuatan. al-Qur'an telah memuji
mereka dengan mengatakan: "Orang-orangyang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah." (QS. Taubat: 100). Nabi pun
juga menyatakan akan ketinggaian derajat mereka: "Sahabat-sahabatku
adalah bagaikan bintang-bintang, Kepada siapa pun mengikuti, pasti akan
mendapatkan petunjuk." Oleh karena itu, para sufi memandang para
sahabat sebagai suri tauladan dalam arti-arti dhahir dan batin mereka,
sebagaimana yang dikatakan oleh Thusi dalam kitabnya yang berjudul al-
Luma'.4
Para sahabat juga mencontohi kehidupan rasulullah yang serba
sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada
TuhanNya. Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan
berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik
pada kehidupan sufi antara lain :
1. Abu Bakar al-Shiddiq
2. Umar bin Khattab
3. Ustman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib

4
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, 54

5
5. Salman al-Farisyi
6. Abu Zar al-Ghifari
7. Ammar bin Yasir
8. Hudzaifah bin al-Yaman
9. Niqdad bin Aswad5
Ciri-ciri tasawuf dimasa sahabat adalah:
a) Memegang teguh ajaran kerohanian yang di petik dari al-Quran
b) Meneladani perilaku hidup Rasulullah SAW sepenuhnya
C. Perkembangan Ahlak Tasawuf pada masa perkembangan
Ahlak Tasawuf pada masa pengembangan ketika masuk pada
abad ketiga dan keempat, corak tasawuf pada masa ini berbeda dengan
masa sebelumnya, pada saat inilah terjadi kodifikasi dalam tasawuf.
Salah satu karya yang paling terdahulu dalam keilmuan ini adalah
milik al-Muhasibi (w. 243), al-Haraz (w. 277), Hakim Turmudzi( w.
285 H), dan Junaid yang (w. 297 H). Mereka semua adalah sufi-sufi
pada kurun ketiga hijriah.6
Dalam masa ini kami menangkap ada dua kecenderungan yang
tampak jelas pada diri tasawuf di kedua kurun tersebut. Mainstream
pertama adalah terwujudnya pada diri sufi-sufi yang moderat dalam
berfikir Mereka menghubungkan antara tasawuf dengan al-Kitab dan
Sunah atau dengan kata lain, senantiasa mengontrol tasawuf mereka
dengan timbangan syariat, tasawuf mereka terliput dalam bentuk
akhlak. Sedangkan mainstream kedua adalah para sufi yang identik
dengan kondisi fana' mengucapkan sebuah perkataan aneh-aneh yang
dikenal dengan sebutan syathahat. Mereka mempunya perspekuf akan
pertalian manusia dengan Allah, seperti penyatuan (ittihad) dan
penitisan (hulul). Tasawuf mereka identik dengan metafisika dalam
bentuknya yang sederhana.7

5
Ahmad Bangun Nasution. Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Depok: Raja Grafindo
Persada. 2013), 19
6
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, 114
7
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, 118

6
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum diangkat sebagai Rasul, Nabi telah melakukan sebuah
peribadatan (tahannuts),” di gua Hira` tiap kali menyambut bulan
Ramadhan, untuk menjauhkan diri dari kebisingan hidup, berzuhud dari
kenikmatan dan kemewahannya, menyedikitkan makan dan minum,
mengangan-angan wujud, yang kesemuanya itu mendatangkan kebersihan
dalam hatinya. Kehidupan nabi di gua Hira` yang berupa tahannuts,
meminimalisir makan dan minum, serta merenungkan alam semesta,
merupakan bentuk pertama dalam kehidupan nabi yang akan dihidupkan
kembali oleh para ahli zuhud dan sufi, yang telah menundukkan diri
mereka untuk melakukan olah diri (riyadhah), memerangi hawa nafsu
(mujahadah), dan hal (kondisi), semisal fana` (mensirnakan diri) saat
bermunajat (berdialog/ doa) kepada Allah. Kehidupan tasawuf setelah
diangkat sebagai Rasul.
Sedangkan kehidupan tasawuf nabi setelah turunnya wahyu
kepadanya, juga penuh dengan kezuhudan, meminimalisir makan serta
minum, dan penuh dengan arti-arti spiritual yang dijadikan sebagai sumber
dalam tasawuf mereka. Kehidupan para sahabat dan perkataan-perkataan
mereka, juga termasuk sumber yang digali oleh para sufi. Sebab kehidupan
dan perkataan mereka penuh dengan aroma-aroma kezuhudan, wara`
(menjauhkan diri dari dosa), kesederhanaan, dan memusatkan diri kepada
Allah.
Dalam masa perkembangan kami menangkap ada dua
kecenderungan yang tampak jelas pada diri tasawuf di kedua kurun
tersebut. Mainstream pertama adalah terejawantahkan pada diri sufi-sufi
yang moderat dalam berfikir Mereka mempertalikan antara tasawuf
dengan al-Kitab dan Sunah Atau dengan kata lain, senantiasa mengontrol
tasawuf mereka dengan timbangan syariat. Sedangkan mainstream kedua
adalah para sufi yang identik dengan kondisi fana` mengucapkan sebuah

7
perkataan aneh-aneh yang dikenal dengan sebutan syathahat, Mereka
mempunya perspekuf akan pertalian manusia dengan Allah, seperti
penyatuan (ittihad) dan penitisan (hulul). Tasawuf mereka identik dengan
metafisika dalam bentuknya yang sederhana

B. Saran
Dari berbagai uraian atau penjelasan dari makalah ini, apabila ada
kekeliruan dari segi tata penulisan, kekurangan gaya bahasa, dan
kurangnya penjelasan yang detail. Penulis mengharapkan kritik dan saran
dari teman-teman diskusi, demi mengevaluasi makalah yang selanjutnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Taftazani, Abu al-Wafa’ Al-Ghanimi. Sufi Dari Zaman ke Zaman, Bandung:


Pustaka. 1974
Al-Taftazani, Abu al-Wafa’ Al-Ghanimi. Tasawuf Islam, Jakarta: Gaya Media
Pratama. 2008
Nasution, Ahmad Bangun. Siregar, Rayani Hanum. Akhlak Tasawuf, Depok: Raja
Grafindo Persada. 2013

Anda mungkin juga menyukai