MUNCULNYA
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi mata kuliah Akhlak Tasawuf
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARI’AH
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT. Karena atas
limpahan rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Ajaran
Dan Dalil Tentang Tasawuf dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita nanti-nantikan
syafaatnya didunia hingga akhirat kelak.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak memiliki kekurangan
dan kesalahan, baik dalam materi pembahasan dan juga pengetikan. Walaupun demikian inilah
usaha semaksimal kami dalam pengerjaan makalah. Semoga dengan makalah ini kita dapat
memahami materi, menambah wawasan dan juga saya memohon kritik dan saran dari pembaca
guna mengoreksi dan membenahi kesalahan sebagaimana mestinya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari Tasawuf?
2. Bagaimana sejarah munculnya Tasawuf?
3. Apa saja ajaran Tasawuf pada masa awal Islam?
4. Bagaimana dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadis tentang Tasawuf?
5. Apa saja contoh perilaku Rasul, dan para sahabatnya?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Terkhusus untuk Istilah tasawuf belum ditemukan pada masa kehidupan Nabi dan
Khulafaur Rasyidin. Istilah tersebut baru ada ketika Abu Hasyim al-Khufy meletakan
kata al-Suffi dibelakang namanya pada abad ke-3 Hijriyah. Nichhloson berpendapat ,
sebagaimana yang dikutip oleh Amin Syukur, sebelum Abu Hasyim al-Khufy telah ada
ahli yang mendahluinya dalam zuhud, tawakkal, dan dalam mahabbah, namun mereka
tidak menggunakan atau mencamtumkan kata al-shufi. Jadi tetap Abu Hasyim orang yang
pertama memunculkan istilah itu.1
Taswuf berasal dari bahasa Arab yakni ”tashowwafa, yatashowwafu, tashowwuf”
yang bermakna (menjadi) berbulu yang banyak, atau bisa kita artikan menjadi seorang
sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol (suuf).
Akan tetapi dalam prakteknya tidak semua ahli sufi berpakaian terbuat dari bahan wol.
Menurut sebagian pendapat para sufi diberi nama sufi karena kesucian (shafa) hati
mereka dan kebersihan perbuatan mereka. Menurut pendapat yang lain menyebutkan
bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada dibaris terdepan (shaff) di hadapan
Allah SWT. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ash-hab al-Shuffah, yaitu para
shahabat Nabi SAW yang tinggal di kamar atau serambi-serambi masjid (mereka
meninggalkan dunia dan rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan
Rasulullah 2.
B. Sejarah Munculnya Tasawuf
Banyak para ahli berpendapat mengenai kapan lahirnya istilah shufi pertama kali
muncul. Abdul Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin
Muhammad Al Qusyairy seorang tokoh sufi dari Iran 376-465 H, berpendapat bahwa
istilah tasawuf telah diketahui sebelum tahun 200 H tetapi ajaran pokok dari ilmu tasawuf
itu sendiri baru muncul secara lengkap pada abad 3 H. Adapun orang pertama yang
mendapatkan gelar sufi adalah Abu Hasyim al-Kufi yang wafat pada 150 H/ 761 M. Lalu
1
Abdul Mtin Bin Salman, Al-A’raf. Surakarta, 2015.hlm.3.
2
Dr.H.Muhammad Hasbi, M.Ag. Aklak Tasawuf, Yogyakarta,2020. hlm.115.
2
menurut Muchlis Sholihin istilah tasawuf pertama kali dikemukakan oleh seorang tokoh
Zahid dari Syiriah yang bernama Abu Hisyam yang mendirikan Taqiyah yakni sebuah
lembaga kaum sufi atau sejenis padepokan sufi. Lalu Dr. Hamka berpendapat bahwa
munculnya tasawuf dalam agama islam muncul bersamaan dengan kelahiran dari agama
islam itu sendiri, yang dipelopori oleh sang pendiri agama islam yakni Nabi Muhammad
SAW. 3
Para tokoh sufi dan cendikian muslim berpendapat bahwa sumber utama ajaran
tasawuf adalah bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Didalam Al-Qur’an ditemukan
sejumlah ayat yang membahas tentang inti dari ajaran tasawuf. dalam al-Qur’an
diterangkan secara jelas tentang Ajaran-ajaran khauf, raja’, cinta, taubat, zuhud, tawakal,
ridha, syukur, shabar, ikhlas, fana, rindu, ketenangan dan sebagainya. Antara lain dalam
surat al-Maidah ayat 54 membahas tentang mahabbah (cinta), dalam surat at-Tahrim ayat
8 membahas tentang taubat, dalam surat at-Tholaq ayat 3 membahas tentang tawakal,
dalam surat Ibrahim ayat 7 membahas tentang syukur, dalam surat al-Mukmin ayat 55
membahas tentang shabar, dalam surat al- Maidah ayat 119 membahas tentang ridha, dan
sebagainya.
Sama halnya dengan al-Qur’an, al-Hadits juga banyak membahas tentang
kehidupan rohaniah seperti yang ditekuni oleh para kaum sufi setelah Rasulullah. Adapun
contoh dari hadistnya kami kutip dari Dua hadis yang cukup populer dan diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim: “Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila engkau tidak melihat-Nya, maka Ia pasti melihatmu” dan juga sebuah hadits yang
mengatakan: “Siapa yang kenal pada dirinya, niscaya kenal dengan Tuhan-Nya” dari
kedua hadist tersebut kemudian menjadi landasan yang kuat bahwa ajaran-ajaran tasawuf
tentang masalah rohaniah juga bersumber dari ajaran Islam.
Ayat-ayat dan hadits di atas hanya sebagian dari Al-qur’an dan hadist yang
berkaiatan dan membahas tentang ajaran tasawuf. Muhammad Abdullah asy-Syarqowi
mengatakan bahwa: “awal mula tasawuf ditemukan semangatnya dalam al-Qur’an dan
juga ditemukan dalam sabda dan kehidupan Nabi SAW, baik sebelum maupun sesudah
diutus menjadi Nabi. Begitu juga awal mula tasawuf juga dapat ditemukan pada masa
sahabat Nabi beserta para generasi sesudahnya”.
3
Mitahul Ulum, Pendekatan Studi Islam Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan Tasawuf, 2020.hl. 208.
3
Seiring berjalannya wajti dalam perkembangan ilmu tasawuf terjadi
penyimpangan berat pada abad ketiga yang dilakukan oleh sufisme Syi’i adalam aspek
tauhid atau teologi, yang kemudian dinetralkan oleh teologi Ahlusunnah wal jama’ah.
Usaha rekonsiliasi yang dipelopori oleh al-Muhasibi yang kemudian dilanjutkan oleh al-
Kharraj dan al-Junaid dengan tawaran konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara
sufisme dengan kelompok ortodoks (kaum salafiyah). Gerakan ini bertujuan untuk
menjembatani antara kesadaran mistik dengan syari’at Islam. pada abad ke-lima hijriah
gerakan sufisme ortodoks mencapai puncaknya dengan tokoh sentralnya yakni Imam Al-
Ghazali.
Pada abad ke enam sampai ke delapan Hijriyah, Sentuhan filsafat juga mewarnai
corak tasawuf. lewat konsepsi yang dikenalkan oleh Ibn Arabi, corak ma’rifat yang
dikembangkannhya adalah hubungan antara fenomena alam yang pluralistic dengan
Tuhan sebagai prinsip keesaan yang melandasinya, yang popular dengan doktrin wahdah
al-wujud.
C. Ajaran Tasawuf Pada Masa Awal Islam
Seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan abad ketiga Hijriah diberikan
sebuah julukan yakni Dzu Al-Nun Al-Misri. Abu Al-Faidh Tsauban ibn Ibrahim. Ia
dilahirkan dataran tinggi Mesir tepatnya di Ikhmim, pada tahun 180 H/796 M dan
meninggal pada tahun 246 H/856 M. Ia diberikan Julukan Dzu al-Nun sehubungan
dengan berbagai karomah yang dikaruniakannya Allah swt kepadanya. Salah satu
karomah beliau ada pada saat ia pernah mengeluarkan seorang anak dari perut buaya
dalam keadaan selamat di sungai Nil atas permintaan ibu dari anak tersebut. Maka dari
itu ia dianggap sebagai seorang sufi besar dari Mesir.
Selain seorang sufi besar di Mesir ia juga Seorang ahli kimia dan fisika yang
pertama kali menganalisis ma‟rifa secara konsepsional. Nama Dzu al-Nun memiliki
makna tersendiri, yaitu arti dari namanya yakni ”seseorang yang mempunyai huruf Nun
dari Mesir”. Huruf Nun pula memiliki sebuah makna tersendiri bahwa huruf Nun adalah
sebuah simbol yang mempunyai makna spiritual power.
Huruf Nun dimaknai sebagai relasi antara hamba dan Tuhannya, di mana huruf
Nun sendiri memiliki sebuah titik di tengah dan garis yang melingkarinya. Simbol
4
tersebut dimaknai sebagai sebuah roda kehidupan yang mempunyai titik tujuan sebagai
asal, awal dan titik sentral dari sebuah kehidupan.
Kaum sufi juga memaknai huruf nun sebagai simbol kesadaran dalam
kehidupannya. Begitu pula dengan Dzu al-Nun al-Misri, ia tahu dan sadar akan makna
dari simbol yang dimilikinya apalagi sebagai nama dari dirinya sendiri. Kemudian makna
dari namanya itulah membawayanya serta memotivasinya untuk menjadi seorang sufi
yang ikhlas dan tunduk kepada Allah. Dia sadar bahwasanya setiap kehidupannya didunia
ini pasti ada berawal dan ada akhir yang berujunng kepada sebuah titik sentral, yaitu
sebuah titik sentral pada huruf Nun tersebut, dan titik sentral itu dimaknai sebagai Allah
SWT. yang mana titik sentral tersebut adalah yang awal dan yang akhir.4
D. Al- Qur’an dan Hadist tentang Tasawuf
Menurut Hadist Nabawi, Hidup sufi bersifat seimbang dan harmonis, hidup untuk
akhirat tidak melupakan kehidupan di dunia, begitupun sebaliknya. Nabi Muhammad
SAW mengungkapkan isyarat-isyarat yang menyentuh konsep tasawuf Islami, salah
satunya ada Hadis yang mengabarkan dekatnya hubungan manusia dengan Tuhan.
من عرف نفسه فقد عرف ربّه
“Barang siapa yang mengetahui dirinya, maka dia mengetahui Tuhan.”
Hadis ini juga mengartikan bahwa manusia dengan Tuhan ada hubungan yang
erat. Untuk mengetahui Tuhan seseorang tak perlu pergi jauh-jauh. Cukup ia masuk ke
dalam dirinya dan mencoba mengenali dirinya. Dengan kenal pada dirinya ia akan kenal
pada Tuhan.
Adapun amaliah Tasawuf yang dianggap paling penting adalah dzikir. Dalam
kajian tasawuf dzikir adalah sebuah konsep sentral dalam ibadah (untuk mendekatkan diri
kepada Sang Kholiq). Bahkan Al-Qur’an dan Hadis Qudsi pun menempatkan dzikir
dalam kedudukan yang istimewa dalam sistem ibadah Islam, Allah memerintahkan
manusia untuk dzikir sebanyak-banyaknya. Firman-Nya:
تفلحون لعلمك كثريا هللاا واذكرو
“...dan berdzkirlah kamu semua kepada Allah sebanyak -banyaknya agar kamu sekalian
mendapat kebahagiaan.”
4
Dr. H. Muhammad Hasbi, M. Ag. Akhlak Tasawuf,Yogyakarta: TrustMedia Publishing, 2020, hlm 235-236.
5
Masyarakat muslim sewajarnya mengisi kehidupan rohaninya dengan syari’at
yang digariskan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Pola pengamalan Rasulullah menjadi
panutan oleh para sahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in dalam berbagai aspek kehidupan
mereka. Kehidupan dunia bagi mereka tidak menyebabkan lalai terhadap kehidupan
akhirat dan begitu pula sebaliknya, karena kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang
hakiki. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
امعل دلنياك أكن َّك ت ِعيش أأبدا وامعل أل خرتِك َكن َّك تَموت عبدا
“Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beramallah
untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok pagi.” (H.R. Ibnu 'Asakir.
Firman Allah SWT:
يَـٰٓأَُّيه َا ألنَّاس أت َّقوا َربَّمك أ َّ َِّلى َخلَقَمك ِ ّمن ن َّفس َوٲ ِحدَ ة
“Hai manusia, takwalah kepada tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa
yang satu...” ( An Nisa 4:1)
“ittaquu rabbakum” disini memiliki penafsiran “jadikanlah apa yang tampak dari
diri kalian sebagai pemelihara atas Tuhan kalian, dan jadikanlah apa yang tersembunyi
(Tuhan) dari diri kalian sebagai pemelihara bagi kalian.” Di sini ada unsur pujian dan
hinaan, maka jadilah sebagai pemelihara bagi Tuhan dalam kehinaan dan jadikanlah
Tuhan sebagai pemelihara kalian dalam pujian sehingga kalian akan menjadi orang-orang
beradab di dunia ini.
Dalam Q.S Al Maidah 5:54 Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar)
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-
orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di
jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
6
Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”
7
dan karunianya tidak terbatas dan cinta manusia kepada Allah bertingkat-bertingkat,
tetapi yang jelas adalah cinta kepada-Nya merupakan dasar dan prinsip perjalanan
menuju Allah, sehingga semua peringkat (maqam) dapat mengalami kehancuran
kecuali cinta. Cinta tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju
Allah tetap ditelusuri.
8
lalu Rasul SAW berkata pada Ali dan Umar R.A “Jika kalian bertemu dengan dia (al-
Qarni), minta do’a dan istigfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan penghuni bumi”.
Inilah prinsip-prinsip dasar tasawuf pada zaman Rasul SAW. Yang kemudian
diikuti oleh para sahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib R.A. dengan cara dan gaya hidup seperti ini kemudian diikuti oleh para
sahabat, selanjutnya diikuiti tabi’in pada pertengahan pertama abad I H seperti Hasan
Basri (21 H/642-110 H/728 M). lalu abad ke-dua H, mulai muncul tokoh-tokoh yang
melakukan berbagai amal-amalan yang bertujuan untuk membersihkan ruhani dan
taqarrub kepada Allah SWT. Lanjut pada awal abad ke-tiga H, sesuai dengan
perkembangan ilmu, para tokoh itu pun mulai berusaha melakukan spesialisasi ilmu, dan
membangun disiplin ilmu sebagai (the body of knowledge) Ilmu Tasawuf.5
5
Jurnal Al Burhan Staidaf, Jawa Barat , 2021, hlm.36-37
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf adalah salah satu cabang disiplin ilmu keislaman yang pernah
berkembang pesat terutama pada abad ke-13. Istilah tasawuf tidak dikenal pada masa
kehidupan Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Istilah itu baru muncul ketika Abu Hasyim
al-Khufy meletakan kata al-Suffi dibelakang namanya pada abad ke 3 Hijriyah.
Taswuf juga berasal dari bahasa Arab dari kata”tashowwafa – yatashowwafu -
tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang banyak, yakni menjadi
seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu
domba/wol (suuf), walaupun pada prakteknya tidak semua ahli sufi pakaiannya
menggunakan wol.
Banyak para ahli berpendapat mengenai kapan lahirnya istilah shufi pertama
kali muncul. Abdul Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin
Muhammad Al Qusyairy seorang tokoh sufi dari Iran 376-465 H, berpendapat bahwa
istilah tasawuf telah diketahui sebelum tahun 200 H tetapi ajaran pokok dari ilmu
tasawuf itu sendiri baru muncul secara lengkap pada abad 3 H.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Indonesia
Masyhar, Ali. Al-A’raf. Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. Vol. XII, No. 1. Hal.98 – 116
Hasbi, Muhammadi. 2020. Aklak Tasawuf Solusi Mencari Kebahagiaan dalam Kehidupan
Esoteris dan Eksoteris. Yogyakarta: TrustMedia Publishing
Ulum, Mitahul. Pendekatan Studi Islam Sejarah Awal Perkenalan Islam Dengan Tasawuf. Jurnal
Agama Sosial dan Budaya. Vol. 3, No. 2 2020. hal. 203-217. DOI:
https://doi.org/10.31538/almada.v3i2.632
Fuad, Asep Rifqi. Berkenalan Dengan Tasawuf. Jurnal Al Burhan Staidaf. Vol. 1, No. 1. hlm.36-
37
Badrudin. Konsep Tasawuf Dalam Perspektif Hadis Nabawi. Jurnal Holistic al-hadis. Vol. 7,
No. 2. Hal. 196-212
Ilyas, Mursalin. Al-Qur’an Dan Tafsir Dalam Perspektif Tasawuf. Rausyan Fikr. Vol. 14, No. 1.
Hal 157-181
Marahaban. Konsep Al-Qur’an Dalam Pemikiran Tasawuf Ibnu Qayim Al-Jauziyah. Jurnal At-
Tibyan. Vol. 3, No. 1. Hal. 113-123
Hafiun, Muhammad. Teori Asal-Usul Tasawuf. Jurnal dakwah. Vol XII, No. 2. Hal. 241-253
AB, Zuherni. Sejarah Perkembangan Tasawuf. Jurnal Substantia. Vol. 13, No.2. Hal. 249-255
11