Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Pengertian dan Sejarah Munculnya Tasawuf”


Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Akhlak Tasawuf

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA : MUTIA JUWITA


SEMESTER : I
PRODI : PIAUD / REGULER SIANG

DOSEN : KHAIRUL BADRI, M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYEKH H.ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah
SWT. Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga
dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa
raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih
dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas “Pengertian dan
Sejarah Munculnya Tasawuf”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal
aalamiin.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….II

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ...............……………………………………….…………..1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………….2

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TASAWUF......................................................................................3
B. SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF...................................................................5
C. AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL.........................................................8

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………………..….16
B. SARAN……………………………………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan
yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan
tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw,
namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-
ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal
istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.

Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu
Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam sejarah
islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran
zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha
memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya
sampai dengan peralihannya ke tasawuf.

Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteric) islam, sebagai perwujudan dari
ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi hamba sahaya kepada tuhan. Esensi
tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasullallah s.a.w, tapi tasawuf sebagai
ilmu keislaman merupakan hasil dari kebudayaan islam sebagamana ilmu-ilmu keislaman
lainnya seperti fiqih dan tauhid. Pada masa rasullallah s.a.w, belum terkenal dengan
sebutan tasawuf akan tetapi terkenal dengan sebutan sahabat nabi.
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad ke tiga (III H) oleh abu
Hasyim Al Kufi (w. 250 H) dengan meletakkan al-sufi di belakang namanya. Dalam
sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu mucul aliran Zuhud.
Aliran Zuhud timbul pada akhir abad ke I (satu) dan pada permulaan abad ke II (dua). Pada
umumnya Zuhud berarti orang yang mampu menahan dirinya dari keinginan duniawi dan
selalu menginginkan yang ukhrowi.

1
B.     RUMUSAN MASALAH

Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi :

1. Apa Pengertian Tasawuf?


2. Apa Sejarah Munculnya Tasawuf?
3. Apa Ajaran Tasawuf Pada Masa Awal?

C.    MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah
akhlak tasawuf, penulis berharap dengan makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
yang telah kita miliki.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TASAWUF


Secara ethimologi, tasawwuf  berasal dari bahasa Arab yaitu  kata shuuf  yang
berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai
lambang merendahkan diri. 1
Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu
sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan
karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi  yang ada.
Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi,
Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang
mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
sedekat mungkin.2 
Para lama Tasawuf berbeda cara memandang kegiatan Tasawuf, sehingga mereka
merumuskan definisinya juga berbeda. Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli
antara lain :3
1.      Imam al-Ghazaly mengemukakan pendapat Abu Bakar al-Kattaany yang mengatakan :
“Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberi bekal budi pekerti atasmu,
berarti ia memberi bekal atas dirimu dalam Tasawuf. Maka jiwa yang menerima
(perintah) untuk beramal, Karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan Nur
(petunjuk Islam). Dan ahli zuhud yang jiwanya , menerima (perintah) untuk melakukan
beberapa akhlaq (terpuji) karena mereka telah melakukan suluk dengan Nur (petujuk)
imannya.
2.      Asy-Syekh Muhammad Amin al-Qurdy, menyatakan:
‘Tasawuf adalah Suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan
keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya
dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju (keridhaan)
Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).

1
Abu  Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.
2
Ibid
3
Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

3
Beberapa pendapat bahwa tasawuf bukan berasal dari islam diantaranya:
Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum
asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan).
Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf
sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De
Woestijne).4
(Sufisme) yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan
di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia
ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran
(uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. KramersJz).
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari
ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba
dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah
saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana
ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum
dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.5
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh
abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam
sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud.
Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan
berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah mulai dari
pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke tasawuf.6

Di dalam al-Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang mendorong manusia


memikirkan alam raya ini, dengan berpikir akan nampak keindahannya dan keindahan
pencipta dan dengan demikian akan tumbuh rasa cinta yang mendalam terhadap pencipta.
Di antaranya dalam firman Allah:Surat Ali 'Imran Ayat 190

ِ ‫ت أِل ُولِي اأْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ ِ َ‫ف اللَّي ِْل َوالنَّه‬
ٍ ‫ار آَل يَا‬ ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫إِ َّن فِي خ َْل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
Artinya, “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ”(QS. Ali Imran
190).

4
Harun Nasution, Akhlak Tasawuf. Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2001.
5
Asmaran A.S.  Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.
6
Ibid

4
Demikian juga sekian banyak ayat yang memberikan contoh akhlak mulia dan
akhlak yang buruk, melalui cerita umat-umat yang lampau, atau melalui larangan dan
perintah. Demikian pula manusia selalu didorong beramal saleh dan mengendalikan nafsu
keinginannya dan dalam kemampuan mengendalikan nafsu keinginan terletak
keberuntungan hidup. Allah berfirman:

َ َ‫د خ‬vْ َ‫) َوق‬9( ‫) قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا‬8( ‫ُورهَا َوتَ ْق َواهَا‬


‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬ َ ‫ فُج‬v‫) فَأ َ ْلهَ َمهَا‬7( ‫س َو َما َس َّواهَا‬
ٍ ‫َونَ ْف‬
Artinya “Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya). Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya” (QS. Asy-Syams 7-10)
Contoh kehidupan shufi banyak pula ditemui dalam kehidupan Rasulullah sehari-
hari, yang penuh dengan penderitaan dan waktunya dihabiskan untuk beribadah dan
berbakti kepada manusia. Sebelum ia diangkat menjadi Rasul, ia sering melakukan
tahannus (khalwat) di gua Hira di Jabal Nur untuk memohon petunjuk. Usman bin Affan
meskipun termasuk orang yang kaya yang mendapat kelapangan rezeki dari Allah, namun
dalam kehidupannya sehari-hari juga sangat sederhana. Di kala ia berada di rumah, kitab
suci al-Qur’an selalu di tangannya, pada malam hari ia selalu menelaah isi al-Qur’an dan
kadang kala sampai larut malam dan ketika ia tewas dibunuh oleh para pemberontak al-
Qur’an masih berada di tangannya. Karena itu, orang shufi berpendapat ada hal-hal yang
perlu disembunyikan sebagai rahasia dalam ilmu tasawuf dan ajaran-ajaran yang seperti itu
tidak boleh dibeberkan kepada orang lain kecuali kepada orang yang dianggap layak
menerimanya. Mereka berlandaskan ucapan Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari
yang katanya: “Aku peroleh dari Rasulullah dua bejana ilmu pengetahuan, satu di
antaranya yang kusampaikan kepada orang lain, dan yang satu lagi tidak kusampaikan dan
kalau kusampaikan juga niscaya leherku akan dipenggal”.7

B.     SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF


Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim
al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin
bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H),
istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya
merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad
7
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.

5
ke 2 Hijriyah itu itu belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi; yang terlihat
adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid).8
Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H. (seperti al
Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah
dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada abad2-abad berikutnya
(eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni
Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan sikap atau
emosi agamadalam hati mereka dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum munculnya
Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh para zahid
menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan yang diridhai oleh Tuhan
didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-
Nya.9
Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui terjadi
pada abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang
mengakibatkan timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa yang berlangsung pada masa
itu, yang kesemuanya membuat tasawuf mengemuka : 1) kecenderungan
mencampuradukan asketisme dengan jalan itu; 2) semakin mantapnya aliran-aliran
yurisprudensi eksetorik; 3) pernyataan-pernyataan kaum syi’ah mengenai para imam; 4)
munculnya filsafat Islam; 5) meningkatnya formalism ahli-ahli hokum; dan 6) tuntutan
untuk memastikan bahwa pesan integral dari wahyu, sejak saat itu dikaitkan dengan
tasawuf. Jika diperhatikan keenam hal tersebut, kelihatan kaitan erat dengan kemunculan
tasawuf.
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber
perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun
dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf islam
merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini
kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh
kalangan orientalis ini.10
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan kontra
itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf dalam tinjauan yang
lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak orang

8
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.
9
Ibid
10
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.

6
menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf
tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi
mengatakan dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah,
kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan
konteks kebudayaan tersebut atau tidak.

1.      Unsur Nasrani (Kristen)


Bagi mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan
argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arabdan kaum Nasrani
pada masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan antara
kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran  cara  mereka melatih jiwa dan
mengasingkan diri dengan kehidupan Al-masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para
rahib ketika sembahyang dan berpakaian.11

2.      Unsur Hindu Budha


Tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir.
Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf
dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia versi
Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.12

3.      Unsur Yunani


Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah
Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman
penerjemahan filsafat Yunani.13

4.      Unsur Persia dan Arab


Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik,
pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang
menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia
itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di
11 Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.
12
Ibid
13
Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

7
Arab dengan zuhud menurut agama manu dan mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad
dan paham Hormuz dalam agama zarathustra.14

C. AJARAN TASAWUF PADA MASA AWAL


Adapun ajaran tasawuf pada masa awal yaitu:
1. Masa Madinah
Sejak masa awal, di Madinah telah muncul para sufi. Mereka kuat perpegang teguh
pada Al-Quran dan assunah, dan menetapkan rosulullah SAW. Sebagai panutan
kezuhudannya. Para sahabat dalam kehidupannya selalu mencontoh kehidupan
Rosulullah SAW yang serba sederhana dan hidupnya hanya diabdikan kepada
Tuhannya. Para sahabat tersebut adalah sebagai berikut:15
a). Abu Bakar As-Siddiq (wafat 13 H)
Abu Bakar adalah seorang saudagar Quraisy yang kaya. Setelah masuk Islam, ia
menjadi orang yang sangat sederhana dengan memberikan seluruh harta bendanya
di jalan Allah. Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu, Abu Bakar
selalu dalam keadaan kelaparan. Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya
memiliki sehelai pakaian. Ia berkata “Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh
hiasan dunia, Allah SWT membencinya sampai meninggalkan hiasan itu”. Oleh
karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai “pakaian”. Ia selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan ibadah dan dzikir.
b). Umar bin Khathab (wafat 23 H)
Umar bin Khatab adalah aahabat Nabi SAW terdekat dan khalifah kedua Al-
Khulafa’ A-rasyidun. Ia termasuk orang yang tinggi kasing sayangnya terhadap
sesama manusia. Ketika menjadi khalifah, ia selalu mengadakan pengamatan
langsung terhadap keadaan rakyatnya. Diceritakan bahwa setiap malam ia
berkeliling mengamati keadaan rakyatnya, ia takut bila ada yang mengalami
kesulitan, seperti sakit atau kelaparan.
Suatu hari ketika Umar mendapati seorang ibu yang berpura-pura memasak untuk
meredakan tangis anak-anaknya yang sangat lapar. Ketika Umar menyeledikinya, ia
melihat bahwa yang dimasak itu adalah batu. Umar bertanya kepada wanita itu, :
mengapa anda tidak memasak roti, tetapi hanya memasak batu?” wanita itu

14 Asmaran A.S.  Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.


15
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.

8
menjawab, “saya tidakmempunyai gandum” mendengar jawaban wanita miskin itu,
Umar langsung pergi ke Baitul Mal mengambil gandum dengan memanggulnya
sendiri kemudian menyerahka kepada wanita miskin tadi. Umar juga sangat takut
mengambil harta kaum muslimin tanpa alas an yang kuat. Ia berpakaian sangat
sederhana, bahkan tak pantas untuk dipakai seorang pembesar seperti dia. Umar
meneladani sikap Rosulullah SAW dalam seluruh kehidupannya. Prinsip hidup
sederhana ini juga diterapkan Umar dilingkungan keluarganya. Istri dan anak-
anaknya dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun dari pembesar atau
rakyatnya.
c). Utsman bin Affan (wafat 35 H)
Utsman merupakan khalifak ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada periode
awal perkembangan Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-
sembunti maupun secara terbuka. Ia dijuluki Dza An-Nurain (memiliki dua cahaya)
karena menikah dengan dua orang putri Nabi SAW yang bernama Ruqayyah dan
Ummu Kulum. Sebelum masuk Islam, Utsman bin Affan dikenal sebagai pedagang
besar dan terpandang. Kekayaannya melimpah ruah. Setelah masuk Islam, dengan
penuh kerelaan ia menyerahkan sebagian besar hartanya untuk perjuangan Islam
dan membela orang-orang miskin yang teraniaya. Adapun dalam kehidupan
kesehariannya, ia selalu hidup sederhana. Dengan hal ini, jelaslah bahwa pada diri
Utsman terdapat jiwa-jiwa sufi yang tidak tertarik pada kegemerlapan kekayaan dan
kesenangan duniawi.
d). Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H)
Ali merupakan khalifah keempat dan orang pertama yang masuk Islam dari
kalangan anak-anak, sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya.
Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah kakak
kandung ayah Nabi SAW, Abdulah bin Muthalib. Ibunya bernama Fatimah binti
As’ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi nama Haidarah oleh
ibunya, kemudian diganti ayahnya dengan Ali. Ali dikenal sangat sederhana dan
zahid dalam kehidupan sehari-hari.tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah
tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah, sehingga
diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya “ mengapa khalifah
senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “aku senang
memakainya agar menjadi teladan bagi orang banyak sehingga mereka mengerti

9
bahwa hidup sederhana merupakan sikap yang mulia”. Sikap dan pertanyaan inilah
yang menandakan dirinya seorang sufi.
e). Abu Dzar Al-Ghifary (wafat 22 H)
Ia adalah seorang sufi yang selalu mngamalkan ajaran zuhud yang telah dirintis
oleh Abu BAkar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup miskin dan tidak
pernah merasa menderita apabila ditimpa cobaan. Bahkan, ia sangat senang
menerima berbagai cobaan dari Allah SWT karena menganggap bahwa cobaan itu
merupakan perhatian Tuhan terhadapnya. Oleh karena itu, setiap kali merasa dicoba
oleh Allah, ia mengucapkan kalimat syukur dan tahmid.
f). Ammar bin Yasir (wafat 37 H)
Ia seorang sufi yang sangat setia kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, sehingga
terlihat ajaran tasawufnya sama dengan ajaran tasawuf yang telah diamalkan oleh
Ali sebelumnya. Ia pun termasuk salah seorang dari ahlus suffah yang pernah
menyatakan bahwa apabila amalan zuhud merupakan perhiasan dalam segala
kebaikan, harta benda itu merupakan kebanggan bagi pemuka-pemuka masyarakat
Mekah yang telah diberantas oleh agama Islam. Menurutnya, seorang hamba yang
menginginkan kemuliaan dari Allah SWT harus menghiasi dirinya dengan amalan
zuhud, dan menjauhkan dirinya dari kemewahan harta benda. Ini berarti tidak
mengulangi sikap dan perilaku orang-orang Mekah yang telah diberantas oleh
ajaran Islam.
Uraian ini menjelaskan bahwa aliran Madinah berpegang teguh pada asketisme dan
kerendah hatian Nabi Muhammad SAW. Selain itu, aliran ini tidak begitu
teprengaruh oleh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti
Amawiyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah sekalipun mendapat tekanan dari
penguasa.

2. Aliran Basrah
Lous Massignon mengemukakan bahwa pada abad kesatu dan kedua Hijriah terdapat
dua aliran asketisme Islam yang menonjol, yaitu Basrah dan Kuffah. Di antara tokoh
sufi yang menonjol dari aliran Basrah ialah, Al-Hasan Al-Bashry, Rabi’ah Adawiyah,
dan Malik bin Dinar.  Corak tasawuf yang menonjol pada aliran Basrah adalah rasa
takut yang berlebihan. Hal itu, menurut Ibnu Taimiyah karena adanya kompetisi antara
mereka dan para sufi Kufah.16
16
Asmaran A.S.  Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.

10
a). Al-Hasan Al-Bashry (22 H-110 H)
Nama lengkapnya adalah Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Abu Sa’id. Dia dilahirkan di
Madinah pada tahun 21H/624 M dan meninggal di Basrah pada tahun 110 H/728
M. ia adalah putra Zaid bin Sabit, seorang budak yang tertangkap di Maisan,
kemudian menjdai sekretaris Nabi Muhammad SAW. Ia memperoleh pendidikan di
Basarah, dan ia sempat bertemu dengan sahabt-sahabat Rosul termasuk tujuh puluh
di antara mereka adalah yang turut serta dalam perang Badar. Ia mendapat ajaran
tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehingga ajaran itu memengaruhi sikap dan
perilaku dalamkehidupan sehari-harinya, sehingga ia dikenal sebagai ulama sufi
yang sangat dalam ilmunya tentang rahasia-rahasia yangter kandung dalam ajaran
Islam dan sangat menguasai ilmu batin.
Memang banyak pengakuan yang menyebutkan kelebihan dan keutamaan Hasan
Al-Basri dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama, seperti yang dikatakan oleh
Abu Qatadah “bergurulah kepada syeikh ini! Saya sudah menyaksikannya sendiri,
tidaklah ada orang tabiin yang menyerupai sahabat Nabi Muhammad SAW, kecuali
beliau”. Dasar pendirian Hasan Al-Basri adalah zuhd terhadap dunia, menolak
segala kemegahan, hanya menuju kepada Allah SWT, tawakal, khauf, dan raja’.
Janganlah semata-mata takut kepada Allah , tetapi ikutilah ketakutan dengan
harapan. Takut akan murka-Nya, tetapi mengharap rahmat-Nya.[5] Kemudian, kita
harus meninggalkan kenikmatan dunia karena hal itu merupakan Hijab
(penghalang) dari keridhaan Allah SWT.

3. Aliran Kuffah
Alian Kuffah bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi
dalam puisi, dan harfiah dalam hadis. Mereka cenderung pada aliran Syi’ah dan
Murji’ah. Itu terjadi karena Syi’ah adalah aliran kalam yang pertama kali muncul di
Kuffah. Di antara tokoh-tokohnya adalah Sufyan ats-Tsaury, Ar-Rabi’ bin Khatsim,
Sa’id bin Jubair, Thawus bin Kisan.17

4. Aliran Mesir
Di antara tokoh-tokoh sufi aliran Mesir abad pertama hijiriah adalah Salim bin
‘Atar At-Tajibi (wafat 75 H), Abdurrahman bin Hujairah (wafat 69 H), Nafi’ (wafat
117 H), Al-Laits bin Sa’ad (wafat 175 H), Hayah bin Syuraih (wafat 158 H), dan

17
Ibid

11
Abdullah bin Wahab (wafat 197 H). Pada abad pertama hijiriah, ulama-ulama
tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari kota Madinah. Akan
tetapi, pada abad kedua hijriah, ulama-ulama tersebut sudah menyebar ke berbagai
negeri di wilayah kekuasaan Islam. Kalau pada abad pertama istilah sfui masih
kurang dikenal oleh masyarakat Islam, kecuali yang dikenalnya dengan
memberikan nama kepada ahli zuhud.18
Ciri lain pada perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua hijriah adalah
kemurniahnya yang dibandingkan dengan tasawuf pada abad sesudahnyayang
sudah tercampur ajaran filsafat serta tradisi agama dan kepercayaan yang dianut
oleh manusia sebelum Islam. Pada abad sesudahnya, terlihat adanya perbedaan
ajaran tasawuf dengan corak teologi dan falsafi. Semakin lama, perbedaan
ajarannya semakin jauh sehingga kecurigaan antara sutaupenganut tasawuf dengan
lainnya semakin menonjol sehingga permusuhan antara mereka tidak dapat
dielakkan. Ditambah lagi dengan kecurigaan ahli fiqh terhadap tasawuf, baik yang
penganut corak tasawufteoligi, lebih-lebih terhadap penganut tasawuf falsafi.19
Secara umum, tasawuf pada abad pertama dan kedua hjriah memiliki karakteristik
berikut.20
1)   Berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala dan memelihara diri dari
azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran Al-Quran dan A-Sunnah dan sebagai dampak
berbagai kondisi sosiopolitik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika itu.
2)    Bercorak praktis. Para tokohnya tidak menarh perhatian untuk menyusun teoritis atas
tasawuf. Sementara sarana-sarana praktisnya dlaam hidup dalam ketenangan dan
kesederhanaan secarapenuh, sedikit makan ataupun minum, banyak beribadah dan
mengingat Allah SWT, berlebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada
kehendak Allah, dan berserah diri kepada-Nya. Dengan demikian, tasawufpadasaat itu
mengarah pada tujuan moral.
3)    Motivasi tasawufnya adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan
kegamaan secara eungguh-eungguh. Eementara pada akhir abad kedua hijriah di tangan
Rabi’ah Al-Adawiyah muncul motivasi cinta kepada Allah.
4)    Ditandai dengan kedalaman membuat analieie khueuenya di Khuraean yang dipandang
sebagai pendahuluan taeawuf eecara teoritis.
18
Abu  Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.
19
Ibid
20
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.

12
Dalam sejarah islam sebelum munculnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran
zuhud pada akhir abad ke I (permulaan abad ke II). Pada abad I Hijriyah lahirlah Hasan
Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam sejarah tasawuf. Beliau lahir di
Mekkah tahun 642 M, dan meninggal di Basrah tahun 728M. ajaran Hasan Basri yang
pertama adalah Khauf dan Rajah’ mempertebal takut dan harap kepada Tuhan, setelah itu
muncul guru- guru yang lain, yang dinamakan qari’ , mengadakan gerakan pembaharuan
hidup kerohanian di kalangan umat muslim. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu,
garis- garis mengenai tariq  atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun, dalam ajaran-
ajaran yang dikemukakan disana sini sudah mulai mengurangi makna (ju’), menjauhkan
diri dari keramaian dunia ( zuhud ).21
Abu al- Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriyah
mempunyai karakter sebagai berikut:22
1. Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nas agama , yang
dilator belakangi oleh sosipolitik, coraknya bersifat sederhana, praktis( belum
berwujud dalam sistematika dan teori tertentu ), tujuanya untuk meningkatkan
moral.
2. Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk
menyusun prinsip- prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sementara sarana-
saranapraktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh,
sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Dan
berlebih- lebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Nya., dan
berserah diri kepada Nya. Dengan demikian tasawuf pada masa itu mengarah pada
tujuan moral.
3. Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan amal keagamaan secara sungguh- sungguh. Sementara pada akhir abad II
Hijriyah, ditangan Rabi’ah al- Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari
rasa takut trhadap adhab- Nya maupun harapan terhadap pahala Nya. Hal ini
dicerminkan lewat penyucian diri dan abstraksinya dalam hubungan antara manusia
dengan Tuhan.
4. Ahkir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnyadi Khurasan, dan Rabi’ah al-
Adawiyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bias dipandang sebagai masa
pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafati abad ke- III

21
Abu  Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.
22
Ibid

13
dan IV Hijriyah. Abu al- Wafa lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid,
qari’, dan nasik (bukan sufi) (Abu alo- Wafa, 1970). Sejalan dengan pemikiran ini,
sebelum Abu al- Wafa, al- Qusyairi tidak memasukkan Hasan al- Basri dan Rabi’ah
al-Adawiyyah dalam deretan guru tasawuf.
Sedangkan zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului
tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah
zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi,
seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia
meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak
setiap zahid merupakan sufi. Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa
tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya,
berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut Prof. Dr. Amin Syukur,
tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf
diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan
sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu station (maqam) menuju
tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti
Ali, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat duniawi
atau ma siwa Allah. Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud
adalah “berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan
mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa,
mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”.
Jadi zuhud merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dengan tasawuf sebagai
seorang zahid yang menjauhkan diri dari kelezatan duniaserta mengingkarinya serta lebih
mengutamakan kehidupan yang kekal dengan mendekatkan diri untuk supaya tercapai
keridhoan dan makrifat perjumpaan dengan-Nya. Hal ini agar lebih mendekatkan diri
sebagai makhluk dengan Kholik sehingga dapat meraih keuntungan akhirat.
Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup
yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia
dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah swt., bukan tujuan
tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat – sifat mazmumah
(tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.

14
Zuhud disini mengandung makna tidak berbangga atas kemewahan dunia dan tidak
membuat ingkar terhadap Allah SWT serta tetap berusaha bekerja. Hal ini hanyalah
sebagai sarana ibadah meraih keridhoan-Nya, bukan sebagai tujuan akhir hidup. Sifat
zuhud inilah yang menjadi salah satu akibat suatu peristiwa dan lanjutan munculnya
tasawuf, yaitu sebagai reaksi kaum muslimin terhadap sistem social politik dan ekonomi di
kalangan islam sendiri. Ketika islam mulai tersebar ke berbagai penjuru dunia, setelah
tempo sahabat (zaman tabiin abad ke I dan II) baik pada masa Kholifah maupun masa
daulah-daulah setelahnya banyak terjadi pertikaian politik ataupun kemakmuran satu
pihak, sudah mulai beubah kondisinya dari masa sebelumnya. Sehingga menimbulkan pula
peperangan saudara antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah yang bermula fitnah
pada Utsman bin Affan. Dengan adanya peristiwa tersebut membuat masyarakat dan ulama
tidak ingin terlibat terhadap pergolakan yang ada serta tidak mau kemewahan dunia.
Mereka lebih memilih untuk mengasingkan diri agar bisa mengembalikan kondisi
lingkungan kehidupan islam seperti dahulu, yaitu seperti masa Nabi SAW, para sahabat
serta para pengikutnya yang sesuai dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist pada
jalan yang benar menuju Rabb Yang Maha Esa.
Pada masa Bani Umayyah sistem pemerintahan berubah menjadi monarki sehingga
bebas berbuat kezaliman (terlebih kepada lawan politiknya yaitu Syiah). Sampai
terbunuhlah Husen bin Ali di Karbala dengan kekejaman Bani Umayah, sehingga
penduduk Kufah menyesal mendukung pihak yang melawan Husein. Kemudian kelompok
ini bernama Tawwabun yang dipimpin Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi untuk membersihkan
diri serta beribadah. Demikian pula dari segi social yang bermewah-mewahan jauh dari
seperti zaman Nabi SAW. Saat itulah kehidupan zuhud menyebar luas di maaasyarakat
pada abad-abad pertama dan kedua hijriyah dengan berbagai aliran, seperti :madinah,
Bashrah, Kuffah, Mesir.23

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

23
Abu  Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.

15
Secara ethimologi, tasawwuf  berasal dari bahasa Arab yaitu  kata shuuf  yang
berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai
lambang merendahkan diri.
Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu
sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan
karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi  yang ada.
Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi,
Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang
mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
sedekat mungkin.

Secara ilmuan dan menurut sejarah, orang yang pertamakali memakai kata “sufi”
adalah abu Hasyim Al Kufi (zahid irak w.150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul
Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al Qusyairi (tokoh sufi
dari iran 376-465 H), istilah tasawuf telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tapi ajaran pokok
yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul lengkap pada abad ke 3 H. Pada
abad ke 2 H, belum diketahui adanya orang orang yang disebut sufi; yang dikenal ialah
aliran zuhud (penganutnya dinamakan zahid).
Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi
mengatakan dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah,
kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut.

B. SARAN
            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu Kami
membutuhkan saran yang membangun agar senantiasa menjadi lebih baik dan lebih
berkembang dalam menyusun sebuah makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Abu  Bakar Aceh, , Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984.
Asmaran A.S.  Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1996.

16
Hamka. Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas.  1984.
Harun Nasution, Akhlak Tasawuf. Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2001.
Rosihon, Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010.

17

Anda mungkin juga menyukai