Anda di halaman 1dari 16

RAGAM MOTIVASI MASYARAKAT DALAM ZIARAH KUBUR

PENELITIAN LAPANGAN DAN STUDI LITERATUR

Laporan Penelitian disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam

Disusun oleh:

IQDAM AUN RAFIQ

NPM. 13.0401.0049

AMIN WAHYU HANDOKO

NPM. 13.0401.0000

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berawal dari ajaran Rasulullah SAW. bahwasannya ziarah kubur adalah sebuah
ibadah yang masyru’ (disyariatkan) hingga kini masyarakat pun masih terus menjalankan
dan mengamalkannya. Bahkan lebih dari itu, ziarah kubur telah menjadi sebuah tradisi
yang membudaya.

Maka tidak heran jika kemudian ziarah kubur pun dikaitkan dengan waktu,
tempat dan ritual tertentu. Hal semacam ini yang kemudian menarik banyak kalangan
baik dari para pedagang, pengusaha travel, pemandu wisata hingga pemerintah daerah
untuk mengusungnya bersama. Tidak perlu bertanya ‘mengapa’, tentu saja karena mereka
semua memiliki kepentingan tersendiri.

Berawal dari beberapa hal diatas maka dibutuhkan sebuah penelitian lebih
mendalam tentang permasalahan ini dengan harapan dapat menjadi rujukan dalam
mengenali motivasi masyarakat dalam prosesi ziarah kubur.

B. Rumusan Masalah

Apa motivasi masyarakat dalam melaksanakan prosesi ziarah kubur?

Kapan dan dimana ziarah kubur dipercaya akan bernilai lebih utama?

C. Tujuan

Ingin mengetahui motivasi masyarakat dalam melaksanakan prosesi ziarah kubur,


serta mengumpulkan data kapan dan dimana ziarah kubur dipercaya akan bernilai lebih
utama.

D. Manfaat
 Dapat mengetahui motivasi masyarakat dalam melaksanakan prosesi ziarah kubur
sehingga dapat menjadi bahan kajian untuk membenahi Aqidah, praktik ibadah dan
mengoptimalkan potensi daerah.
 Dapat mengetahui kepercayaan masyarakat mengenai waktu dan tempat yang
dipercaya lebih utama untuk melangsungkan prosesi ziarah kubur.
BAB II

TUJUAN TEORITIS

A. Ziarah Kubur

Berasal dari bahasa Arab, ziarah adalah bentuk mashdar (adverb) dari kata
zaara – yazuuru – ziyaaratan berarti ‘berkunjung’ atau ‘kunjungan’. Sementara
kubur atau kuburan adalah tempat dimana mayat dimakamkan. Adapun ziarah kubur
adalah suatu kegiatan atau aktivitas mengunjungi makam dari orang yang telah
meninggal dunia baik yang dulu semasa hid upnya telah dikenal maupun yang tidak
kenal.

Dalam ajaran Islam ziarah kubur termasuk diantara sebuah ibadah yang
disyariatkan. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim disebutkan Dari Abu
Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berziarah pada makam ibunya,
beliau menangis, kemudian menangis pula lah orang-orang di sekitar beliau. Beliau lalu
bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun
aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku
pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian”1
Dengan tujuan mengingatkan kematian, dalam ajaran Islam bahkan diperbolehkan ziarah
kubur sekalipun kubur tersebut ditinggali oleh mayat non-muslim. Imam An-Nawawi pun dalam
menjelaskan hadits tersebut diatas mengatakan bahwa berziarah di makam non-muslim tetap
diperbolehkan selagi tidak bermaksud untuk mendoakan si mayit.

B. Motivasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia motivasi diartikan sebagai “Usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.”2

Adapun dalam tinjauan psikologi motivasi diartikan “motivation is


a psychological feature that arouses an organism to act towards a desired goal and elicits,
controls, and sustains certain goal - directed behaviors. It can be considered a driving force; a
psychological one that compels or reinforces an action toward a desired goal.”3

Maka merujuk pada definisi motivasi diatas seseorang dapat berziarah kubur dengan
memiliki motivasi lebih dari satu, dan hal tersebut menjadi pendorong perbuatannya dan
motivasi tersebut tersimpan dalam jiwanya.

1
HR. Muslim no.108, 2/671
2
http://www.kamusbahasaindonesia.org
3
http://en.wikipedia.org
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam praktik kali ini adalah metode kualitatif.
Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah
satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu
menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang
dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan atau organisasi tertentu
dalam suatu setting konteks tertentu.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya


umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak
ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik
kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-
kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2).

B. Fokus Penelitian

Dalam laporan ini peneliti akan meneliti tentang motivasi para peziarah makam,
khususnya adalah peziarah Komplek Pemakaman Aulia Gunungpring dan Komplek
Pemakaman Watucongol. Dalam memperkuat hasil penelitian, setting waktu dan tempat
akan menjadi pembahasan tambahan.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini berada di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan,


Kabupaten Magelang. Tepatnya ada di Komplek Pemakaman Aulia, Pangeran Singasari
Kyai Raden Santri Gunungpring Muntilan, dan juga Komplek pemakaman Mbah Kyai
Krapyak Awal (Raden Anyokrowati) Santren Gunungpring Muntilan Magelang.

Penelitian ini dilaksanakan pada hari Kamis (malam Jum’at Pon). Tanggal 14
November 2013 bertepatan dengan 10 Muharam 1435 H. Atau dalam kalender jawa
berada di tanggal 10 Sura 1947 di tahun dan windu Alip, Sengara Langkir.
D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam tahapan pengumpulan data, teknik yang ditempuh setidaknya melalui dua cara:

I. Wawancara

Dalam wawancara penilitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara


terstruktur dengan harapan data yang diterima dari hasil wawancara lebih imbang
dan terukur. Namun demikian diantara satu obyek dan lainnya mendapatkan
pertanyaan tambahan berdasarkan kompetensinya.

II. Studi Literatur


Selain merujuk pada Nash (Al-Quran dan Hadits), pendapat para ulama
(ulama Mu’tabar dari empat Imam Madzhab), peniliti juga menggabungkan dengan
kepercayaan kejawen dan juga beberapa catatan ekslusif yang berhasil peneliti
dapatkan dari seorang key informan (kyai pemimpin ritual kubur).
Sebagai penguat pembahasan, peneliti juga menarik permasalahan ini pada
kepercayaan lintas Agama. Agama Hindu adalah salah satu diantara yang menjadi
sorotan dalam penelitian kali ini.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sejarah Kubur dan Ziarah Kubur


Menguburkan mayat dalam liang lahat telah dikenal sebelum zaman kenabian.
Terbukti dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah pada suatu hari berziarah di
kuburan ibunya, ini menandakan bahwa kuburan telah dikenal sebelum Islam disebarkan
di Jazirah Arab. Berbeda dengan beberapa kasta dalam ajaran Hindu yang membakar
mayatnya dengan cara dikremasi atau di Bali dikenal dengan istilah Ngaben.
Menguburkan mayat hukumnya Fardhu Kifayah yang dibebankan kepada ummat
Islam yang masih hidup di sekitarnya. Tidak hanya seorang kyai atau tokoh masyarakat,
warga miskin pun selagi dia muslim memiliki hak yang sama.
Namun berbeda lagi jika membahas tentang ziarah kubur, perbuatan ini dahulu
pernah dilarang oleh Rasulullah disebabkan karena banyaknya praktik terlarang yang
justru dilakukan di kubur seperti niyahah, tabarruk dan lainnya. Tetapi larangan itu kini
telah mansukh (direvisi) oleh hadits beliau yang berbunyi, “Dahulu aku telah melarang
kalian untuk melakukan ziarah kubur. Tetapi kini berziarahlah. Sesungguhnya ziarah
dapat melembutkan hati, mengeluarkan air mata, dan mengingat akhirat.”4
Setelah disampaikannya hadits tersebut pada para sahabat, ziarah kemudian resmi
menjadi salah satu ibadah sunnah dalam Islam. Melakukannya bernilai ibadah, namun
ketika meninggalkannya tidak terbebani dosa.
Praktik ziarah ini pun berkali-kali dicontohkan Rasulullah SAW. Selain
mengunjungi makam ibunya, beliau juga menganjurkan sahabat lainnya yang berada
Madinah untuk berziarah di Makam para Syuhada perang Uhud, dan juga ziarah di
Makam Baqi’ Gharqad. Kedua pemakaman itulah yang kini disepakati para ulama
menjadi pemakaman yang disunnahkan untuk dikunjungi oleh para peziarah Kota
Madinah. Selain karena Nabi mengajarkannya, juga karena di kedua makam itu
dikebumikan para sahabat Nabi yang mulia dan berjasa besar terhadap perjuangan Islam.
B. Ziarah Kubur di Indonesia
Sebagai salah satu ibadah dalam Islam, ziarah kubur pun banyak berlangsung di
Indonesia. Beberapa Kyai dan ustadz pun tidak pernah henti untuk mengingatkan
jamaahnya agar melakukan ziarah kubur. Selain mendoakan ahli kubur, berziarah kubur
juga memiliki banyak manfaat.
Lebih lagi Indonesia yang dikenal menjadi basis Tasawuf dan juga memiliki
paham Aqidah Asy’ariyah dan Maturidiyah semakin menguatkan bahwa ziarah kubur
menjadi salah satu ibadah yang subur. Tentu saja karena paham ini sangat menjunjung
tinggi praktik ziarah kubur terutama pada makam para kyai dan tokoh masyarakat.

4
Al-Mustadrak ‘Ala As-Shahihain, Muhammad An-Naisaburi
Satu lagi yang menjadi penguat praktik ziarah kubur di Indonesia adalah
kepercayaan Hindu – Budha yang telah lama mengakar. Kepercayaan bahwa makam
adalah tempat beristirahatnya arwah para leluhur telah lama diyakini masyarakat,
karenanya beberapa makam tertentu akan diziarahi oleh lebih banyak peziarah dibanding
makam lainnya. Penyebabnya adalah, pada makam tersebut dihuni oleh arwah kyai yang
memiliki kedekatan hubungan dengan Allah, sehingga seorang peziarah dapat meminta
tolong padanya menjadi wasilah (penghubung) doanya pada Allah. Atau beberapa
diantaranya justru berziarah, membawa sesajian dengan maksud agar arwah penghuni
makam tersebut tidak marah.
Dalam penelitian kali ini kami berhasil mewawancarai seorang Pemimpin
Rombongan Ziarah dari Banyumas bernama KH. Sujanto, beliau adalah seorang
pemandu ziarah yang telah terbiasa memandu jamaah peziarah sejak berusia 20 tahun,
sementara sekarang beliau telah berusia 50 tahun. Dari tangan beliau kami berhasil
mendapatkan catatan eksklusif tentang makam-makam yang biasa dikunjungi para
peziarah di sekitar Jawa dan Madura.
C. Data Peziarah
Setelah mengetahui sejarah kubur, ziarah kubur dan beberapa tempat yang biasa
diziarahi di Indonesia, untuk melengkapi pembahasan kami juga berhasil mendapatkan
data para peziarah Pemakaman Aulia Pangeran Singasari Kyai Raden Santri
Gunungpring Muntilan dari tahun 2010 hingga bulan Maret tahun 2013.

2010 2011 2012 2013

Januari 29.880 18.000 34.560 50.400

Februari 17.496 20.160 22.320 25.920

Maret 23.256 25.200 36.000 38.000

April 27.740 12.960 38.880

Mei 57.600 30.240 56.880

Juni 61.920 72.000 90.720

Juli 115.200 104.400 86.400

Agustus 30.240 34.000 36.200

September 20.160 25.920 44.640

Oktober 18.720 28.800 21.600

November 12.240 16.240 37.960

Desember 24.480 57.600 61.920

Jumlah 438.932 445.520 568.080

Rata-rata
36.578 37.127 47.340
perbulan

Rata-rata
8.540 8.659 11.0046
perpekan

Rata-rata
1.220 1.237 1.578
perhari

Dari data di atas tercatat jumlah kunjungan perbulan mengalami kenaikan yang
sangat signifikan pada bulan Juni dan Juli. Maka pertanyaan yang akan muncul adalah,
mengapa pada bulan tersebut jumlah pengunjung dapat meningkat sedemikian banyak?

Jawaban dari pertanyaan tersebut akan kita terima manakala penanggalan dalam
tabel data dikonversikan ke penanggalan Kalender Jawa. Hasil yang didapat adalah, pada
bulan tersebut di kalender jawa dikenal dengan bulan Ruwah, atau ummat Islam
mengenalnya dengan bulan Sya’ban, yakni satu bulan sebelum Pasa atau Ramadhan.

Di bulan itulah tradisi Sadranan atau juga dikenal sebagai Nyadran digelar. Yakni
sebuah kepercayaan yang berasal dari Hindu dimana seorang berkasta Sudra
diperintahkan oleh Brahmana untuk melakukan ziarah dan mengirim sesaji ke makam
para leluhur. Dalam ajaran Hindu kepercayaan ini disebut Sraddha. Penjelasan tentang ini
terdapat dalam Manawa Dharmasastra diuraikan secara panjang lebar tentang aturan
upacara Sraddha tersebut, termasuk pula larangang-larangan, misalnya pada sloka 249
Trityo Dyayah (Manu Smerti 3.249) yang berbunyi;

Sraddham bhuktvaya ucchi-stam vrsalaya prayhacchati, sa mudho narakam yati kala


sutram avaksirah.

“Orang bodoh yang setelah makan makanan sraddha, memberikan sisanya kepada
seorang sudra (pelayan), jatuh kedalam neraka kala sutra” (Pudja, 2004:153)

Selain itu, seorang peziarah pun mengatakan bahwa menziarahi makam para aulia
ini juga dilangsungkan rutin setiap bulan Sura atau Muharram. Data dalam tabel di atas
pun menyebutkan bahwa pada bulan Desember (bertepatan dengan Muharam) jumlah
peziarah mengalami peningkatan meskipun tidak sebanyak di bulan Ruwah. Seluruh data
ini tentu akan menjadi bahan pembahasan mengenai motivasi masyarakat ketika
menziarahi makam.

D. Kepercayaan dan Ritual Para Peziarah


Ada beberapa kepercayaan masyarakat tentang ziarah kubur, dan ini sangat
berpengaruh dengan ritual yang dijalankannya.
1. Seorang yang mempercayai bahwa kubur adalah tempat dimakamkannya jasad
seorang yang telah meninggal dunia, adapun arwahnya telah dicabut oleh
malaikat dan hidup di Alam Barzakh.
Kepercayaan ini diyakini menjadi kepercayaan yang paling lurus oleh para
ulama. Karenanya orang semacam ini dalam mengunjungi kubur sebatas akan
berdoa ketika memasuki komplek kuburan, mendoakan penghuni kubur dan
berusaha mengingat akan kematian, tanpa membawa sesajian dan ritual
tertentu.
2. Seorang yang mempercayai bahwa orang sholih / wali Allah ketika meninggal
dunia, arwahnya masih menetap di kuburnya.
Keyakinan ini disampaikan oleh seorang peziarah bernama sugeng, dan dia
menyampaikan bahwa seorang peziarah hendaknya mendoakan para wali
Allah dengan harapan mereka mendengar dan berbaik hati kembali
mendoakan kebaikan untuk kita, atau ada lagi yang menjadikannya sebagai
wasilah (perantara) dalam berdoa.
3. Seorang yang mempercayai bahwa arwah penghuni kubur (siapapun) memiliki
pengaruh terhadap orang yang masih hidup. Keyakinan ini bersumber dari
ajaran Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme.
Karenanya seorang yang mempercayai ini akan sangat mudah
mengkeramatkan sebuah makam dan rutin memberinya sesajian di setiap
memiliki hajat tertentu.

Dari ketiga kepercayaan tersebut, praktik yang lebih banyak dijalani para peziarah
seperti yang kami saksikan di Pemakaman Aulia Gunung Pring dan Watucongol
Muntilan adalah kategori ke-dua. Adapun praktik ritual yang dijalani masyarakat secara
umum adalah:

1. Niat sejak dari rumah untuk melakukan ziarah kubur. Informan kami tidak
menjelaskan lebih rinci mengenai niat yang dibaca dan ketentuan lainnya.
2. Segera Wudhu ketika sampai pada komplek pemakaman. Sebagian diantara
pengunjung setelah wudhu melanjutkan dengan shalat sunnah sebagai wujud
syukur setelah melakukan wudhu.
3. Meminum Air dari kendi besar menggunakan beberapa gelas yang telah
disediakan oleh juru kunci, kemudian sebagiannya lagi disimpan dalam botol
untuk didoakan bersama dengan ritual di kubur. Mereka meyakini air ini
layaknya air zamzam yang berada di Makkah. Informan kami tidak
menjelaskan lebih lanjut dari mana sumber air ini.
4. Duduk di belakang kyai (atau pemimpin rombongan) sambil mengelilingi
makam dengan sopan. Tidak ada ketentuan laki-laki dan perempuan dalam
duduk, sebagian diantara mereka bercampur, namun sebagian besar tetap
mendahulukan laki-laki berada di baris terdepan.
5. Membaca surat Al-Fatihah, Ayat Kursi, Al-Ikhlas, An-Nas, Al-Falaq, Yasin
kemudian dilanjutkan dengan ritual Tahlilan. Seluruh bacaan ini dipimpin oleh
Kyai (atau yang mewakili) dengan suara lantang. Dalam praktik di
pemakaman aulia Gunungpring sebagaimana kami saksikan terdapat beberapa
kelompok peziarah, mereka semua berdoa dengan suara lantang dan saling
bersautan tanpa ada yang merasa terganggu.
6. Berdoa dengan menjadikan penghuni kubur sebagai media tawasul / wasilah
(perantara). Kami berhasil mendapatkan catatan doa berbahasa arab langsung
dari tangan Pemimpin Rombongan, KH. Ahmad Sujanto. Satu lembar catatan
ditulis menggunakan huruf arab, dan satu lagi catatan ditulis menggunakan
ejaan Indonesia.
7. Berdoa sendiri (dengan suara pelan) sesuai hajat masing-masing peziarah.
8. Menutup ritual dipimpin oleh Kyai dan dilanjutkan dengan meminum air yang
sebelumnya telah disiapkan dalam botol. Beberapa peziarah juga bertawasul
dengan amal shalih seperti shadaqah di kotak infaq.
E. Motivasi Para Peziarah

Dari penelitian lapangan dan studi literatur ada beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik baik dari keterangan peziarah secara langsung, penjelasan literatur dan juga
analisa data, diantaranya adalah.

1. Mengingat kematian / akhirat.


Penjelasan tentang ini sangat banyak baik dari sabda Nabi, keterangan para
ulama, penjelasan para kyai, penulis buku bahkan masyarakat awam yang
melakukan ziarah pun meyakini bahwa ziarah kubur dapat menjadi sarana
efektif untuk mengingat kematian.
2. Melunakkan hati
Hadits tentang ini telah kami sebutkan dalam pembahasan sebeumnya,
masyarakat pun dalam prosesi ziarah ikut merasakan dan mengakui manfaat
ritual ini.
3. Mendoakan ahli kubur
Mendoakan ahli kubur termasuk diantara tujuan peziarah. Diantara mereka
ada yang tulus dalam berdoa, namun ada yang berdoa dengan harapan arwah
penghuni kubur mendengar dan berbalik mendoakan kebaikan bagi para
peziarah
4. Mengenang jasa ahli kubur
Pembahasan mengenai hal ini dikuatkan dengan adanya papan petunjuk di
muka pemakaman, dalam papan itu dijelaskan tujuan ziarah kubur diantaranya
adalah untuk mengenang dan meneladani jasa ahli kubur.
5. Mengadu tentang suatu permasalahan
Seorang ibu yang tidak bersedia disebut namanya mengatakan bahwa
mengunjungi makam rutin dilakukannya setiap pecan. Dalam kunjungannya
dia kerap mengadukan anaknya yang bandel, atau juga pekerjaannya yang
mendapati hambatan.
6. Mencari barakah
Sebagian dari peziarah masih banyak yang menganggap bahwa barakah bisa
didapat dari mengunjungi makam, terutama adalah makam wali Allah, seperti
halnya makam di Gunungpring yang lebih dikenal sebagai Makam Aulia
(Aulia adalah bentuk jamak dari Wali)
7. Menjadi wasilah dalam menyampaikan hajat dan doa
Menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah dalam berdoa menurut keyakinan
para peziarah bukanlah perbuatan yang terlarang, karenanya mereka pun kerap
menjadikan ahli kubur (wali Allah) sebagai wasilah dengan harapan si
penghuni kubur yang memiliki kedekatan dengan Allah dapat lebih mudah
menyampaikan proposalnya pada Allah.
Penjelasan tentang hal ini pun kami dapatkan ketika para peziarah menutup
ritualnya dengan doa “ya rabbi bil mushthafa balligh maqashidana..”
8. Terhindar dari malapetaka
Penjelasan tentang hal ini sangat berkaitan dengan kepercayaan kejawen
dimana masyarakat diperintahkan menziarahi makam pada bulan SUra dan
Ruwah dengan maksud agar arwah penghuni kubur tidak murka. Hal ini
terbukti dengan peziarah makam di bulan tersebut meningkat pesat.
9. Rutinitas
Sekalipun banyak diantara para peziara memiliki motivasi yang beragam,
namun ada juga peziarah yang mendatangi makam hanya karena rutinitas
tanoa mengetahui dan tanpa memiliki maksud tertentu, seperti dituturkan
seorang pemuda yang rutin mengunjungi makam Gunungpring dari
kediamannya di Purwokerto. Begitupun dengan seorang ibu yang rutin
mendatangi makam setiap pecan.
10. Wisata rohani
Sebagian lagi diantara para peziarah mendatangi suatu makam hanya sebatas
melakukan Wisata Rohani. Kebanyakan dari mereka dikelola oleh sebuah
travel perjalanan. Mereka datang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan,
namun sebatas mengambil gambar, membeli souvenir dan mengobati rasa
ingin tahu.

F. Waktu dan Tempat Utama Berziarah

Secara umum dalam Islam Rasulullah tidak pernah mengajarkan waktu terbaik
untuk berziarah, juga tempat terbaik untuk berziarah. Rasulullah pernah berziarah di
waktu pagi dan petang, dan waktunya pun tidak pernah dirinci, begitupun dengan para
sahabat. Dalam beberapa hadits justru beliau melarang melakukan perjalanan ke suatu
daerah khusus hanya untuk menziarahi sebuah makam.

Namun masyarakat meyakini ada waktu tertentu dimana ziarah menjadi ritual
yang diyakini lebih utama, diantaranya adalah:
1. Sadranan / Nyadran
Seperti yang telah disampaikan di awal pembahasan, diantara keyakinan
masyarakat jawa ada yang disebut Sadranan atau Nyadran. Praktik ini
berlangsung di bulan Ruwah / Sya’ban lebih khususnya pada tanggal 17 – 24
Ruwah.
Sadranan dimulai dengan acara bersih-bersih kubur (terutama kuburan
para leluhur dan kyai), kemudian dilanjutkan dengan bersih desa, dan diakhiri
dengan acara kenduri atau disebut bancakan. Dalam membersihkan kuburan,
tak lupa mereka akan membawa bunga sebagai bentuk penghormatan dan
berbagai hasil olahan bumi.
Menu makanan dalam Kenduri pun telah ditentukan, yakni jenang merah,
bubur putih, urap (sayur gudangan), dan juga ditambah dengan tumpeng /
bucengan (nasi uduk yang dibuat seperti gunung kecil). Semua makanan ini
bukan tana maksud, tapi ini semua memiliki nilai filosofis.
Acara Sadranan atau Nyadran sudah menjadi ritual yang sangat
membudaya, tak hanya dilangsungkan oleh penduduk desa, bahkan banyak
penduduk di luar daerah sengaja melakukan ziarah ke makam tertentu untuk
melangsungkan tradisi ini. Dalam data yang kami terima pun pada bulan
Ruwah tahun 2010 pengunjung makam Aulia Gunungpring berjumlah
115.200 pengunjung, padahal di bulan lain hanya berkisar 17.000 hingga
60.000. Kenaikannya hampir mencapai dua kali lipat.
Begitupun dengan data di tahun 2011 dan 2012 dimana pengunjung
semakin banyak berziarah di bulan Ruwah, khususnya untuk memperingati
Sadranan ini.
2. Sura / Muharam
Pada bulan Sura, masyarakat juga banyak melakukan ziarah kubur.
Kepercayaan dalam budaya jawa bahwa sasi sura (bula sura / Muharam)
adalah bulannya para makhluk halus. Masyarakt juga masih meyakini bahwa
di bulan ini ada suatu hari yang dinamakan Sura Duraka. Yakni suatu hari
dimana makhluq halus akan berkumpul dan mencari mangsa, atau juga disebut
sebagai Tundan Dhemit.
Sebegitu seramnya bulan Sura sehingga pada bulan ini masyarakat sangat
ketakutan mengadakan suatu hajatan di bulan Sura. Dan menggantinya dengan
ziarah kubur, agar arwah para penghuni kubur dan juga makhluq halus yang
ada di sekitarnya tenang.
Data mengenai hal ini pun tercatat dalam statistik pengunjung Makam
Aulia Gunungpring. Sebagai contoh di tahun 2011 pengunjung di bulan
November berjumlah 16.240, begitupun di bulan Januari tahun 2012 yang
pengunjungnya hanya berjumlah 34.560. Namun ketika dibandingnkan
dengan bulan Desember 2011 akan kita dapati pengunjung makam tersebut
berjumlah 57.600.
Ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat akan waktu-waktu
tertentu dalam prosesi ziarah kubur masih sangat kental.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian kami di Komplek Pemakaman Aulia, Pangeran Singasari


Kyai Raden Santri Gunungpring Muntilan, dan juga Komplek pemakaman Mbah Kyai
Krapyak Awal (Raden Anyokrowati) Santren Gunungpring Muntilan Magelang. Pada
hari Kamis, 14 November 2013. Ditambah dengan studi literatur dapat kami simpulkan
bahwa motivasi masyarakat dalam praktik ziarah kubur dan juga penentuan waktu dan
tempat yang diutamakan masih sangat berkaitan dengan tradisi kejawen dan pengaruh
ajaran Hindu, Budha, Animisme dan dinamisme.

Keterangan para Kyai pun yang menerangkan keutamaan ziarah kubur, tujuan dan
adabnya sesuai dengan ajaran Islam beberapa diantaranya tidak dipahami secara utuh
oleh para jamaahnya. Bahkan peringatan yang tertera di muka kubur bahwa peziarah
dilarang melakukan perbuatan yang melanggar hukum syar’i tidak dihiraukan.

Akibatnya praktik ziarah pun menjadi sangat beragam, begitupun dengan


motivasinya yang lebih beragam.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini kami menyarankan agar komplek pemakaman,
terutama makam yang pengunjungnya sangat banyak seperti halnya makam aulia
Gunungpring supaya diberi personil penjaga kantor yang diduduki seorang kyai untuk
tempat bertanya bagi para peziarah.
Seperti halnya yang ada di Makam Rasulullah, Makam Baqi’, Makam Syuhada
uhud. Dengan seperti ini diharapkan masyarakat yang menziarahi makam tersebut dapat
semakin banyak mendapatkan manfaat, lebih dapat menemukan pelajaran tentang Dzikrul
Maut, dan praktik penyelewengan ziarah pun dapat diminimalisir

C. Daftar Pustaka
Suwaidi, Fahmi. 2011. Ensiklopedi Syirik dan Bid’ah Jawa. Solo: Aqwam.
Al-Maktabah Al-Syamilah ver. 3.48 (Arabic Digital Library)
http://www.rafiqjauhary.com
http://www.kamusbahasaindonesia.org
http://www.muslim.or.id
http://en.wikipedia.org
http://sabdalangit.wordpress.com
http://sosbud.kompasiana.com
http://yuni-1991-adatbudayajawa.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai