Anda di halaman 1dari 13

MAKNA AJARAN PADA TAREKAT: KAJIAN ABDURRAUF AS-SINGKILI DAN

ABDUL MUHYI PAMIJAHAN

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Komprehensif

Disusun Oleh:
MAULIDA SUKMA PURNAMA
1708303006

PROGRAM STUDI AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah dan
karunia-Nya. Akhirnya makalah yang berjudul “Makna ajaran pada tarekat: Kajian Abdurrauf
As-Singkili dan Abdul Muhyi Pamijahan” ini dapat selesai dengan baik. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi syarat ujian komprehensif. Dalam makalah ini membahas dua sub-bab yaitu
teori tarekat Abdurrauf As-Singkili dan Abdul Muhyi Pamijahan dalam memahami makna
ajaran suatu tarekat.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang sangat penulis harapkan dari para
pembaca untuk memperbaiki dan meningkatkan pembuat makalah pada tugas yang lain dan
pada waktu mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Cirebon, 25 Oktober 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ajaran Islam di Indonesia yang memiliki peran penting didalamnya
yaitu tasawuf. Para tokoh sufi yang menjalankan misi Islam pertama di Nusantara.
Seorang ilmuwan yang bernama Anthony Johns, mengemukakan bahwa Islamisasi
tersebut disebabkan adanya pengislaman secara pesat dilakukan oleh para penyebar sufi
yang datang dengan para pedagang asing. Sikap- sikap sufistik dan kegemaran kepada
hal- hal yang mistis atau keramat sampai saat ini masih dimiliki oleh Islam Indonesia.
Hal ini ditandai dengan makin berkembangnya berbagai macam tarekat itu tidak diakui
keberadaannya.
Tarekat adalah salah satu perilaku untuk memperbaiki amalan- amalan yang
bersifat bathiniyah (hati), seperti talkin, dzikir dan sebagainya. Sedangkan dalam
definisi yang lain, tarekat merupakan suatu kelompok persaudara yang didirikan
menurut aturan dan perjanjian tertentu, dimana kelompok- kelompok ini berfokus pada
praktek- praktek ibadah dan dzikir secara kolektif yang diikat oleh aturan- aturan
tertentu, dimana aktifitasnya bersifat duniawi dan ukhrawi. Pada mulanya tarekat
muncul di abad ke 5 Hjriyah atau 13 Masehi sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi
terdahulu, dimana tarekat dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh- tokoh sufi
yang ada pada saat itu. Selain itu, setiap tarekat memiliki syekh, kaifiyah dzikir dan
upacara- upacara ritual berbeda- beda.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dapat diketahui bahwa tarekat ialah jalan
bagi seorang sufi yang bersifat spiritual di dalamnya berisi amal ibadah dan lainnya
yang selalu menyebut nama Allah dan sifat- sifatnya disertai penghayatan yang
mendalam. Amalan tersebut untuk memperoleh hubungan yang dekat dengan Tuhan.
Tarekat syattariyah diberbagai daerah memiliki ciri khasnya masing- masing.
Seperti, tarekat syattariyah di Minangkabau, tarekat ini berkembang melalui lembaga
pendidikan tradisional yang disebut surau. Surau tarekat syattariyah pertama di
Minangkabau adalah di Ulakan, yaitu surau syekh Burhanudin yang menjadi
pengembang tarekat. Tarekat syattariyah di Aceh, tarekat ini berkembang melalui
kalangan elit yaitu kalangan istana, lalu silsilahnya langsung dibawa dari Makkah oleh
Abdurrouf Singkel. Ajarannya lebih dominan menggunakan akal. Tarekat syattariyah di
Bengkulu, tarekat ini berkembang karena didirikannya surau al- Kautsar di desa Talang
Tige oleh seorang mursyid tarekat syattariyah yaitu M. Shafrullah atau Buya Datuk
Malano. Surau ini didirikan bertujuan sebagai wasa’il atau media dakwah untuk
mendorong dan memotivasi umat kepada kebaikan dan petunjuk ajaran Islam bagi
masyarakat sekitar dengan salah satu caranya mengaji kitab kuning. Tarekat syattariyah
di Cirebon, tarekat ini lebih bermanfaat dan berdampak positif terhadap masyarakat
dengan iwak telu sirah sanunggal. Simbol ini menjadi ciri khas tarekat syattariyah di
Cirebon, karena ragam hias ini banyak ditemui di naskah- naskah pesisir Jawa dan
berkaitan dengan tarekat syattariyah yang melambangkan tritunggal suci.
Pondok pesantren Al- Jauhariyah merupakan salah satu pesantren tertua di
Cirebon, Jawa Barat. Pesantren ini, didirikan pada masa Sultan Matangaji (Pangeran
Syafiuddin) yaitu Sultan Sepuh ke-5 Keraton Kasepuhan Cirebon, yakni pada abad ke-
18 (1774- 1784M). Keberadaan pesantren ini atas intruksi sang Sultan. Tarekat yang
diajarkan di pondok pesantren Al- Jauhariyah yaitu tarekat syattariyah, yang dibawa
oleh pangeran Sukohudin menjajah kepada KH. Romli lalu turun ke putranya KH.
Jauhar Arifin dan turun ke putra- putranya salah satunya yaitu KH. Muhammad Faqih
Jauhar yang saat ini menjadi pengurus atau pemimpin pondok pesantren tersebut.1
Berdasarkan hasil penelitian awal, ciri khas silsilah tarekat syattariyah di pondok
pesantren al- Jauhariyah Balerante kec. Palimanan kab. Cirebon dan sebagian besar
Cirebon ini yaitu simbol iwak telu sirah sanunggal yang tidak dapat ditemui dalam
silsilah syattariyah Pamijahan, Minangkabau, Aceh maupun daerah lainnya.2 Dalam
tarekat syattariyah, ada istilah terapi jiwa dan hati, seperti halnya yang dilakukan di
pondok pesantren al- Jauhariyah Balerante kec. Palimanan kab. Cirebon yaitu ruqyah
massal. Kegiatan ruqyah ini, berawal dari keprihatinan KH. Muhammad Faqih Jauhar
sebagai pengasuh pondok pesantren al- Jauhariyah Balerante yang terkadang
kedatangan tamu untuk menanyakan perihal metode- metode terdahulu untuk
membersihkan berbagai penyakit di dalam diri secara jasmani maupun rohani. Selain
itu, pondok pesantren al- Jauhariyah Balerante rutin melakukan kegiatan istighosah
1
Hasil wawancara dengan KH. Muhammad Faqih. Pada tanggal 27 Januari 2021 pukul 10.00 WIB. Di
Pondok Pesantren Al- Jauhariyah Balerante Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
2
Iwak telu sirah sanunggal (bahasa jawa) atau tiga ikan satu kepala atau trimina adalah ragam hias
berupa gambaran tiga ikan yang saling beririsan di bagian kepala sehingga tampak memiliki satu kepala yang
tunggal. Ragam hias ini dapat dijumpai di banyak tempat di dunia, seperti Mesir, Perancis hingga Jepang. Di
Indonesia penerapan ragam hias ini banyak ditemui di naskah- naskah pesisir Jawa dan berkaitan dengan tarekat
syattariyah yang melambangkan tritunggal suci. www.nu.or.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22
September 2021 pukul 17.45 WIB.
shalawat Adrikny. Hal tersebut dilakukan karena adanya tujuan khusus untuk lebih
mengenal Allah SWT dan memohon ampun atas semua dosa yang dilakukan selama
hidup di dunia.3
Oleh sebab itu, ajaran tarekat yang beliau ajarkan di pesantren ini membawa
dampak positif bagi santri atau murid dan masyarakat pondok pesantren al- Jauhariyah
Balerante. Adanya pembelajaran ilmu bathin yang menjadikan santri atau murid lebih
dekat dengan Allah SWT.
Setiap tarekat memiliki ajarannya masing- masing, terutama dengan ajaran tarekat
syattariyah. Dari penjelasan latar belakang inilah yang menjadi ketertarikan penulis
meneliti tarekat tersebut dengan judul “Ajaran Tarekat Syattariyah di Pondok
Pesantren Al- Jauhariyah Balerante Kec. Palimanan Kab. Cirebon”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori tarekat Abdurrauf As-Singkili?
2. Bagaimana teori tarekat Abdul Muhyi Pamijahan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui lebih dalam perihal teori Abdurrauf As-Singkili
2. Untuk mengetahui lebih dalam perihal teori Abdul Muhyi Pamijahan

BAB II
PEMBAHASAN

3
PP Al- Jauhariyah., “Sejarah Awal Mula Adanya Ruqyah Massal di Pondok Pesantren Al-
Jauhariyah” 2020, diunduh dari www.m.youtube.com/wacth?v=0mPARyN2ZYM&feature=youtu.be pada hari
Rabu 17 Februari 2021, pukul 09. 00 WIB.
A. Tarekat
Tarekat merupakan ajaran dan amal tasawuf yang direkayasa secara individual
berdasarkan pemahaman dan pengalaman individual pula, namun secara fungsional
sangat bermakna bagi penyuburan keimanan. Ditempat- tempat seperti itulah kegiatan
tarekat dijalankan secara terus- menerus. Sedangkan suluk berjalan dengan baik,
umunya pada salik ditampung di tempat khusus untuk belajar, tempat ibadah kaum sufi.
Tarekat dalam spesifikasi pemaknaannya, merupakan sebuah pola hidup dengan
cara pensucian jiwa melalui metode tertentu untuk mencari keridhaann Allah. Tarekat
dalam perkembangannya menjadi sebuah pola hidup, lembaga dan komunitas yang
memiliki struktur yang jelas, layaknya sebuah organisasi.4
1. Abdurrauf As- Singkili
a. Biografi
Syekh Abdurrauf As-Singkili merupakan seorang ulama besar, negarawan, dan
filosof terkenal, Qodli Malikul Adil di akhir zaman Ratu Safiatuddin dan di zaman
ketiga Ratu sesudahnya (1086-1109 H). Nama lengkap Syekh Abdurrauf As-
Singkili, yaitu Abdurrauf ibn Ali al-Fansuri al-Singkili. Dia adalah seorang Melayu
dari Fansur, Singkel karena terlihat dari namanya. Arti Fansur yakni orang
Indonesia yang berasal dari pantai Barat Sumatera atau dari Singkel, menurut
Voorhoeve. Terlebih lagi, pandangan ini diperkuat oleh A.H. Johns yang
menyatakan bahwa Abdurrauf adalah salah seorang pelajar Sumatera yang sampai
tanah suci (Mekkah) sekitar tahun 1640 guna melanjutkan studinya. 5 Harun
Nasution menyebut bahwa ia lahir sekitar tahun 1001 H/1593 M. Namun,
sebenarnya tentang kapan Abdurrauf lahir, tidak ada yang akurat untuk
menjelaskan hal itu. Ia berasal dari keluarga religius, ayahnya adalah seorang
ulama terkenal bernama Syekh Ali al- Fanshuri, mendirikan dan memimpin sebuah
pondok pesantren di pulau Jawa di pedalaman Singkel. Pendapat lain, mengatakan
bahwa Abdurrauf al- Singkili lahit sekitar tahun 1620 M. Kedua pendapat tersebut,
menyebut kelahiran yang berbeda kebanyak pendapat sarjana Barat, seumpama
D.A. Rinkes, Anthony H. Johns, dan Peter Riddel. 6

4
https://www.anekamakalah.com/2012/05/pengertian-tarekat, diakses pada hari Kamis, tanggal 14
Oktober 2021, pukul 11.30, hlm. 1-2.
5
Dicky Wirianto, artikel yang berjudul “Meretas Konsep Tasawuf Syaikh Abdurrauf Al-Singkili”,
Jurnal Islamic Movement, Volume 1, No. 1, Januari-Juni, IAIN Ar-Raniry: 2013, hlm. 2.
6
Arivie Rahman, Artikel yang berjudul “Tafsir Tarjuman al-Mustafid Karya ‘Abd al-Rauf al-Fansuri:
Diskursus Biografi, Konstestasi Politis- Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Jurnal Miqot Volume 42 No. 1
Januari-Juni, Yogyakarta: 2018, hlm.4.
Pada mulanya ‘Abd al-Rauf belajar pada ayahnya dan ulama- ulama di Fansur
dan Banda Aceh. Setelah selesai menuntut ilmu, kuhusnya ilmu tasawuf dan tarekat
di Aceh, ‘Abd al-Rauf merantau untuk belajar di Timur Tengah, meliputi Doha,
Qatar, Yaman, Jeddah dan akhirnya ke Makkah sambil menunaikan ibadah haji dan
ke Madinah, memakan waktu selam 19 tahun. Ia bahkan menginisiasi para pelajar
dari Jawa ke tarekat syattariyah. Menurut catatan ‘Abd al-Rauf sendiri yang ditulis
dalam Umdat al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufridin, ia belajar langsung kepada
19 orang guru tentang bermacam disiplin ilmu. Bahkan ‘Abd al-Rauf sendiri pernah
belajar langsung pada Ahmad Qusyasyi (w.1661 M) dan muridya Ibrahim al-Kurani
(w.1690 M).7
As-Singkili merupakan tokoh ulama Indonesia yang sangat berpengaruh dalam
penerapan paham-paham sufi di Indonesia. Tidak hanya itu, ia juga dikenal sebagai
seorang ulama pengarang. Cukup banyak karya-karyanya yang sudah ia buat. Baik
itu di bidang fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, dan ilmu tasawuf. As-
Singkili terkenal dengan nama Syaikh Kuala karena ia juga tinggal di Kuala, Aceh.
Namanya telah terabadikan melalui karya-karyanya, dan murid-muridnya pun telah
memiliki reputasi gemilang dalam bidang tasawuf, seperti Syekh Burhanuddin
Ulakan di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan di Tasikmalaya. 8
b. Karya-karya Abdurrauf As-Singkili
Melihat dari kitab yang ditulis ini menandakan bahwa as-Singkili seorang
ulama penulis produktif dalam melahirkan karya. Karya- karya yang ditulisnya
hingga hari ini masih tersimpan di Museum Aceh dan negeri Melayu antara lain:
1) Syarh Lathif’ala Arbain Hadistan lil Imamin Nawawi
2) Sullamul Mustafidin
3) Risalah Mukhtasharah fi Bayani Syuruthisi Syaikhi wal Murid
4) Fatihah Syeikh Abdur Rauf
5) Daqaiqul Huruf
6) Sakratul Maut
7) Risalah Simpan
8) Mun-yatul I’tiqad
9) Bayanul Ithlaq/bayanut Tajalli
7
Arivie Rahman, Artikel yang berjudul “Tafsir Tarjuman al-Mustafid Karya ‘Abd al-Rauf al-Fansuri:
Diskursus Biografi, Konstestasi Politis- Teologis, dan Metodologi Tafsir”, Jurnal Miqot Volume 42 No. 1
Januari-Juni, Yogyakarta: 2018, hlm. 3-4.
8
Munawir. “20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia”.Temanggung: CV Raditeens,2019, hlm. 75-76.
10) Risalah A’yan Stabitah
11) Risalah Jalan Ma’rifatullah
12) Kifayatul Muhtajin ila Masyrabil Muwahhidi nal Qa-ilin bi Wihdatul Wujud
13) ‘Umdah Muhtajin ila Sulukil Mufarridin
14) Washiyah
15) Mir’atul Thulab fi Tas-hili Ma’ritah Ahkamisy Syar’iyah lil Mulkil Wahhab
16) Turjamanul Mustafid
17) Mawa’izhul Badi’ah
18) Idhahul Bayan li Tahqiqi Masailil Ad-yan
19) Majmu’ul Masail
20) Hujjatul Balighah ‘ala Jumu’atil Muqasamah
21) Ta’yidul Bayan Hasyiyah Idhahil Bayan
22) Syamsul Ma’rifah
23) Pindahan Dari Otak Ilmu Tasawuf
24) Tanbihul ‘Amil Fi Tahqih Kalamin Nawafil
25) Umdatul Ansab.9
c. Pemikiran
Tarekat menurut teori Abdurrauf As-Singkili yaitu dapat diamati dari tiga pilar
corak pemikirannya dalam bidang tasawuf. Ketiga pokok pemikiran tersebut adalah
ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan jalan menuju Tuhan
(tarekat). Jadi, yang dimaksud tarekat itu ialah suatu jalan menuju Tuhan sebanyak
gerak makhluk atau cara- cara seseorang untuk mencapai makrifat. 10 Tetapi jalan
tersebut, paling utama yang harus ditempuh oleh kaum akhyar, abrar, dan syattar.
Adapun beberapa pokok pemikiran tarekat Abdurrauf As- Singkili adalah yang
pertama berupa ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Dalam memahami
hakikat keberadaan Tuhan, Abdurrauf berkata, satu-satunya wujud hakiki adanya
Allah. Alam ciptaan-Nya adalah wujud bayangannya yakni bayangan dari wujud
hakiki. Walapun wujud hakiki (Tuhan) berbeda dengan wujud bayangan (alam)
namun terdapat kesamaan antara kedua wujud tersebut. Tuhan melakukan tajalli
(penampakan diri dalam bentuk alam). Sifat- sifat Tuhan secara tidak langsung
tampak pada manusia.
9
Muhammad Imron Rosyadi, artikel yang berjudul “Pemikiran Abdurrauf As-Singkili dalam Kitab
Mawa’izat Al-Badi’ah”, Diroyah Jurnal Ilmu Hadits, Volume 2, No. 1 Semptember, Bandung: 2016, hlm. 3
10
http://faiqchik.blogspot.com/2013/12/makalah-abdur-rauf-as-singkili, diakses pada hari Rabu, tanggal
13 Oktober 2021, pukul. 23.36
Pemikiran as-Singkili, terutama dalam bidang tasawuf, menjadi menarik untuk
diangkat dan dikaji sebab; Pertama, as-Singkili hidup dalam suasana iklim
pemikiran tasawuf habis berseteru, terutama antara pengikut Hamzah Fansuri dan
Syams al-Din al-Sumatrani yang dikenal tasawuf wujudiyah dengan pengikut Nur
al-Din al-Raniry yang lebih mengedepankan syari’ah. Perseteruan tersebut bahkan,
telah menyebabkan tragedi besar di Aceh, yakni berupa pembakaran karya-karya
serta pembunuhan terhadap pengikut-pengikut Hamzah Fansuri dan al-Sumatrani
oleh al-Raniry dan pengikutnya; Kedua, as-Singkili lama tinggal di Arab dan
bersentuhan dengan perkembangan intelektual Islam secara luas, apakah
perseteruan antara tasawuf dan tarekat dalam dunia Islam, terutama di Haramain,
banyak memberikan pengalaman padanya dalam menyelesaikan konflik di Aceh;
Ketiga, seperti kebanyakan murid- murid Nusantara lainnya yang belajar di Arab,
umumnya mereka banyak mencari juba (khirqah) tarekat dari berbagai tarekat yang
berkembang di sana waktu itu, tetapi as-Singkili nampaknya cenderung untuk
mengembangkan salah satu tarekat saja yaitu syattariyah. Padahal menurut
beberapa penelitian, lebih kental dengan nuansa wujudiyah.11
Ajaran mistisnya melalui Kifayat al-Muhtajin ila Masyrab al-Muwahhidin al-
Qa’ilin bi Wahdat al-Wujud, mempertahankan transendensi Tuhan atas ciptaan-
Nya. Beliau menolak Wujudiyah yang menekankan imanensi Tuhan dalam ciptaan-
Nya.12
Pemikiran diatas memberi kesimpulan, Abdurrauf adalah tokoh penengah antara
paham wujudiyah Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Syamsuddin as-Sumatrani,
serta paham syuhudiyah Syekh Nuruddin ar-Raniri. Insan kamil adalah sosok
manusia ideal. Dalam wacana sufi konsep insan kamil lebih mengacu kepada
hakikat makhluk dan hubungannya dengan sang Khaliq. Adapun, hakikat manusia
dan hubungannya dengan Tuhan dapat dikelompokkan kepada dua bentuk
pemikiran, yaitu konsep yang diperkenalkan al-Hallaj. Menurut al- Hallaj manusia
adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensi-Nya yang tak mungkin
disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupa-Nya,
mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya sehingga ia adalah Dia dan konsep
inilah yang dikemas oleh Abdul Karim al-Jilli dalam karyanya berjudul “al-insan
11
Muliadi Kurdi. “Abdurrauf As-Singkili: Mufti Besar Aceh Pelopor Tarekat Syattariyah di Dunia
Melayu”. Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh (NASA), 2017, hlm. 73
12
Maulida, Bukhari, artikel yang berjudul “Wacana Intelektual Keagamaan Islam di Indonesia dengan
Timur Tengah”, Jurnal Bidayah Volume 12 No. 1 Juni, Takengon: 2021, hlm. 12
al-kamil fi al-awail wa al-akhir. Jalan kepada Tuhan (tarekat), kecenderungan
rekonsiliasi syariat dan tasawuf dalam pemikiran as-Singkili sangat terlihat ketika
ia menjelaskan perpaduan tauhid dan zikir. 13
2. Abdul Muhyi Pamijahan
a. Biografi
Dari sumber-sumber di Belanda, diketahui bahwa Abdul Muhyi Pamijahan lahir
pada tahun 1640 M dan meninggal pada tahun 1715 M. Sumber lain menyebutkan
bahwa Abdul Muhyi lahir pada tahun 1650 M di Mataram, Lombok dan meninggal
pada tahun 1730 M dan dimakamkan di Pamijahan. Ia berasal dari keluarga
bangsawan yang bernama Sembah Lebe Warta Kusuma, dan sebagai keturunan
Raja Pajajaran. Sumber kedua mungkin benar jika Abdul Muhyi merupakan murid
langsung al-Qusyasyi, namun tetap saja diberikan jarak kelahiran dengan kematian
al- Qusyasyi yang baru berusia 10 tahun. Abdul Muhyi belajar di Ampel Denta
sebelum berumur 19 tahun, kemudian selama 6 tahun ke Aceh dididik oleh
Abdurrauf as-Singkili. Kemudian, ke Mekkah dengan singgah di Baghdad untuk
menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Abdul-Qadir Gilani. Setelah itu, kembali ke
Ampel, lalu ke Darma Kuningan di Jawa Barat untuk mengajarkan agama Islam
selama 7 tahun. Kemudian, atas perintah Abdurrauf as-Singkili, ia ke
Pameungpeuk, Garut, Batuwangi, Lebaksiuh, dan ke Pamijahan di Jawa Barat.
Bupati Sukapura memintanya untuk terus menetap di Pamijahan dan menyebarkan
ajaran tarekat syattariyah selain sebagai guru keluarga Islam Bupati Sukapura
Wiradadah IV, dan R. Subamangala. 14
Menurut tradisi lisan, Syekh Maulana Mansur berulang kali datang ke
Pamijahan untuk berdialog dengan Syekh Abdul Muhyi. Syekh Maulana Mansur
adalah putra Sultan Abdul Fattah Tirtayasa dari kesultanan Banten. Sultan
Tirtayasa sendiri adalah keturunan Maulana Hasanuddin, sultan pertama kesultanan
Banten yang juga putra dari Sunan Gunung Djati, salah seorang Wali Songo. Selain
itu, ketinggian ilmunya itu sampai terdengar oleh sultan Mataram sehingga Syekh
Abdul Muhyi diundang untuk menjadi guru bagi putra-putrinya di istana Mataram.
Bahkan, sultan Mataram menjanjikan untuk memerdekakan daerah Pamijahan,
menjadikannya daerah ”perdikan”, dan daerah yang dibebaskan dari pembayaran
13
Muliadi Kurdi. “Abdurrauf As-Singkili: Mufti Besar Aceh Pelopor Tarekat Syattariyah di Dunia
Melayu”. Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh (NASA), 2017, hlm. 73
14
Dwi Afrianti, artikel yang berjudul “Sufism Scholars Network in the midde East, India and
Indonesia”, Jurnal Nusantara Islam, Volume No. 1, Bandung: 2016, hlm. 4-5.
pajak. Namun, beliau tidak pernah memenuhi undangan tersebut dikarenakan pada
tahun 1151 H (1730 M) Syekh Abdul Muhyi meninggal dunia di Pamijahan karena
sakit.15
Syekh Abdul Muhyi Pamijahan adalah figur yang sangat lembut, berhati mulia,
menjunjung tinggi kejujuran, keadilan serta peduli terhadap masyarakat. Seperti,
saat dilempari kotoran unta, bukannya marah tetapi justru beliau memaafkannya.
Saat dicaci maki, beliau berdo’a kepada Allah agar mereka diampuni karena
ketidaktahuan mereka. Beliau mengingkatkan kepada Rasulullah Saw. 16
b. Karya- Karya
Kitab yang berjudul “Bayan al-Qahhar” karya Syekh Abdul Muhyi Pamijahan,
ditulis dalam bahasa Jawa, aksara Arab (Jawa Pegon) dan berisi kajian tentang
keutamaan hari-hari dan bulan-bulan (dalam sistem penanggalan rotasi bulan atau
yang lazim disebut hitungan kalender Hijriyah). Selain itu, ada karya lainnya yaitu
kitab yang berjudul “Martabat Kang Pitu”, ditulis dalam bahasa Jawa Pegon juga.
Kitab ini, berisi tentang ajaran tasawuf martabat tujuh. 17 Karya- karya Syekh Abdul
Muhyi Pamijahan yang ditemukan dan saya ketahui.
c. Pemikiran
Dalam tradisi tasawuf yang kelak nantinya diikuti oleh pengikutnya, maka
Syekh Abdul Muhyi dengan tarekat yang ditempuhnya ialah tarekat muktabarah
syattariyah ini akan memberi sesuatu pemikiran tentang ajaran Martabat Alam
Tujuh, yang disebut Martabat Alam Tujuh ini adalah sesuatu yang mengajak
manusia untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Taqarub Ila Allah).
Diantaranya adalah; Ahadiyah, Wahdah, Wahidiyah (tertuju pada Tuhan), Alam
Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam (tertuju pada alam), dan Alam Insan (tertuju pada
manusia). 18 Martabat satu hingga empat hanya mengenai Allah, dan manusia tidak
terkait sama sekali, sedangkan keterkaitan manusia berawal dari Martabat lima
sampai Martabat ke tujuh. Bahkan, disini terdapat suatu loncatan yang tampak. Bila
dalam konsep Maqamat, derajat Insan Kamil dapat dicapai setelah melewati
berbagai tahapan tobat hingga seterusnya, maka dalam konsep Martabat Tujuh ini,
15
https://id.scribd.com/document/500454434/Syekh-Haji-Abdul-Muhyi-Pamijahan , diakses pada hari
Sabtu, tanggal 16 Oktober 2021, pukul 23.03.
16
https://iqra.id/sejarah-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-229821/, diakses pada hari Sabtu, tanggal 16
Oktober 2021, pukul 23.25.
17
https://www.laduni.id/post/amp/63490/manuskrip-kitab-bayan-al-qahhar-karya-abdul-muhyi-
pamijahan, diakses pada hari Jum’at tanggal 22 Oktober 2021, pukul 13.10.
18
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. “Fenomena Kejiwaan Manusia: Dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains”. Jakarta Timur: LIPI.2016. hlm. 37.
Insan Kamil berada langsung setelah martabat Alam Ajsam, yaitu martabat
dimasukkannya roh ke jasad. 19 Insan Kamil digambarkan sebagai sufi dalam
perspektif tasawuf syattariyah adalah memulai sebagai muslim kemudian menjadi
mukmin dan kemudian muhsin atau yang kita ketahui sebagai implementasi Islam,
Iman dan Ihsan.20
Kesemuanya bermuara pada yang satu, yaitu Ahadiyah, Allah. Dalam
menjelaskan ketujuh martabat ini Syekh Abdul Muhyi pertama-tama
menggarisbawahi perbedaan antara Tuhan dan hamba, agar sesuai dengan ajaran
Syekh Abdurrauf as-Singkili seseorang tidak terjebak pada identiknya alam dengan
Tuhan. Ia mengatakan bahwa wujud Tuhan itu qadim (azali dan abadi), sementara
keadaan hamba adalah muhdath (baru). Dari tujuh martabat itu, yang qadim itu
meliputi martabat Ahadiyah, Wahdah, dan Wahidiyah, semuanya merupakan
martabat- martabat “keesaan” Allah yang tersembunyi dari pengetahuan manusia.
Inilah yang disbut sebagai wujud Allah. Empat martabat lainnya termasuk dalam
apa yang disebut muhdath, yaitu martabat- martabat yang serba mungkin, yang baru
terwujud stelah Allah memfirmankan kun (jadilah). 21
Dari uraian di atas terlihat bahwa di kalangan para ahli tasawuf dan
pengembang tarekat, konsep jiwa merupakan objek utamanya, baik dari segi
hakikat dan tahapan kejadiannya maupun segi pelatihannya (riyadhah an-nafs) dan
pendidikannya (tanzib an-nafs) melalui maqamat bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah yang dikonsepkan sebagai makrifat dan Insan Kamil, bahkan
Wahdatul al-Wujud.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

19
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. “Fenomena Kejiwaan Manusia: Dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains”. Jakarta Timur: LIPI.2016. hlm. 37.
20
Maesaroh Lubis, artikel yang berjudul “Masa’il al-Mubtadi li Ikhwan al-Mubtadi: Implikasi
Pedagogis Model Pembelajaran Tarekat dalam Praktik Pendidikan”, Jurnal Manuskripta, Volume 5 No. 1, 2015,
hlm. 4.
21
Moh. Toriqul Chaer, artikel yang berjudul “Aspek Religiositas Masyarakat Peziarah Makam Shaykh
Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya”, Jurnal
Tarekat adalah salah satu perilaku untuk memperbaiki amalan- amalan yang
bersifat bathiniyah (hati), seperti talkin, dzikir dan sebagainya. Sedangkan dalam
definisi yang lain, tarekat merupakan suatu kelompok persaudaraan yang didirikan
menurut aturan dan perjanjian tertentu, dimana kelompok- kelompok ini berfokus pada
praktek- praktek ibadah dan dzikir secara kolektif yang diikat oleh aturan- aturan
tertentu, dimana aktifitasnya bersifat duniawi dan ukhrawi. 22 Pada mulanya tarekat
muncul di abad ke 5 Hijriyah atau 13 Masehi sebagai kelajutan kegiatan kaum sufi
terdahulu, dimana tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh- tokoh
sufi yang ada pada saat itu. Setiap tarekat memiliki syekh, kaifiyah dzikir dan upacara-
upacara ritual berbeda- beda.
Menurut Abdurrauf As-Singkili, tarekat merupakan suatu jalan menuju Tuhan
sebanyak gerakan makhluk atau suatu kelompok yang memiliki peraturan dan tujuan
sama untuk mendekati Tuhan (mencapai makrifat). Pemikiran Abdurrauf as-Singkili
mengenai tarekat ini, menganut paham Wahdatul al-Wujud atau wujudiyah (Hamzah
Fansuri) dann Insan Kamil atau Syuhudiyah (Syekh Nuruddin ar-Raniri. Sedangkan
tarekat menurut pemikiran Abdul Muhyi Pamijahan, tarekat ini menganut paham
Martabat Tujuh. Maksud dari Martabat Tujuh ini, adalah sesuatu yang mengajak
manusia untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah. Diantaranya yaitu;
Ahadiyah, Wahdah, Wahidiyah, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam dan Alam
Insan.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari pembahasan maupun dari cara
penulisan. Oleh karena itu, saran bagi pembaca untuk lebih banyak mencari refrerensi
mengenai “Kajian tarekat menurut teori Abdurrauf As-Singkili dan Abdul Muhyi
Pamijahan” yang baik dan benar sesuai dengan stadarisasi yang telah ditetapkan. Untuk
itu, mohon maaf apabila pembaca belum merasa puas dengan apa yang sudah disajikan.
Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan agar meningkat kualitas makalah
ini.

DAFTAR PUSTAKA

22
Rahmawati, “Tarekat dan Perkembangan” (Jurnal Al- Munzir, Volume 7, Nomor 1, Mei 2014), Hal.
86.

Anda mungkin juga menyukai