Disusun Oleh:
MUHAMMAD IMAM KHULAIFI R
AGUS SYARIF HIDAYATULLAH
PRODI
INFORMATIKA
UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH
1
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Kasus Franchise
ini dengan tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kami
mengharap adanya kritik dan saran yang membangun demi makalah ini. Kami sampaikan terima
kasih pada semua pihak yang membantu dari mulai kelompok 1 sampai kelompok 17 sehingga
menjad imakalah walaupun dapat dikatakan belum sempurna. Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita yang membacanya.
Kelompok 16
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULAN
A. LATAR BELAKANG
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan usaha melalui system franchise (waralaba) di Indonesia saat ini mulai
tumbuh dengan pesat. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, franchise merupakan
alternatif lain di samping saluran konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini
memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan
investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis francishingbagaimanpun bentuknya,
bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak
dapat disamakan dengan bisnis penyewaan seragam ataupun dokter gigi. Aktivitas ini dapat
digunakan di banyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena adamanufacturer,
proses, dan/atau distribusi barang-barang atau usaha pemberian jasa.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang dan jasa
melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Di Amerika Serikat
misalnya, banyaknya bentuk franchisingterdapat lebih dari tiga digit retail sales yang
berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari
total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili
bahwa franchising dipraktikkan secara bersamaan oleh lebih dari 70 negara di selurug negara
(Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002: 67).
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua”, yang biasa
disebut dengan ”format bisnis franchise”. Dalam hal ini, franchisor menyediakan paket yang
mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya (Wirjono Prodjodikoro, 1992: 11). Prosedur
operasi penyediaan produk dan cara promosi penjualan. Sedangkan franchiseeumumnya
membayar sejumlah uang kepadafranchisor dan menyediakan dana untuk menyiapkan toko,
mengadakan sediaan, membeli peralatan, dan membayar royalty.
iii
BAB II
PEMBAHASAN
Franchise dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah waralaba. Franchise berasal
dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila
dihubungkan dalam konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk
menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sehingga pewaralabaan
(franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise) yaitu suatu sistem
keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan
penerima waralaba (franchisee) (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:1). Sedangkan PH Collin
(Gunawan Widjaja, 2001:7) dalam Law dictionary mendefinisikan Franchise sebagai “Lisence to
trade using a brand name and paying a royalty for it” dan Frachising untuk pewaralabaan
didefinisikan sebagai “Act of selling a lisence to trade as a franchise”. Definisi tersebut
menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan
royalti.Berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary, Franchise
didefinisikan sebagai:
Pada rumusan tersebut ditunjukan waralaba menekankan pada pemberian hak untuk
menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek
dagang franchisor (pemberi waralaba) di mana pihak franchisee (penerima waralaba)
berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh
pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar
dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi
maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usaha dengan baik.
Menurut Black’s Law Dictionary, pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu franchisee
agreement (Gunawan Widjaja, 2001:7).
iv
Kata “Waralaba” kali pertama diperkenalkan oleh lembaga Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa
waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti
kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu (Lindawaty S. Sewu,
2004:12)
2. Tipe-Tipe Waralaba
Dalam pengaturan ini, dealer diberi hak untuk mendistribusikan produk untuk
pabrikan. Untuk hak tersebut, dealer (franchisee/penerima waralaba)
membayar fee untuk hak menjual kepada produsen (franchisor/pemberi waralaba)
Pengaturan ini sering digunakan dalam industri minuman ringan (Pepsi, Coca-
Cola). Dengan menggunakan ini franchisor memberi dealer (bottler) hak ekslusif
memproduksi dan mendistribusikan produk di daerah tertentu.
Ada dua tipe dasar waralaba, pertama adalah Waralaba Produk, dimana pada
waralaba tipe ini penerima waralaba menjual suatu produk manufaktur atau
mendistribusikan barang-barang yang diproduksi oleh pemberi waralaba. Tipe yang
kedua adalah Waralaba Rencana Usaha, yaitu suatu jasa atau rencana usaha yang
dijadikan elemen utama untuk dijual. .
1) Product Franchise
v
2) Manufacturing Franchises
Jenis waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat
suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang
dan merek pemberi waralaba (Franchisor). Jenis Waralaba ini seringkali ditemukan
dalam industri makanan dan minuman. Kebanyakan pembuat minuman botol menerima
waralaba dari perusahaan dan harus menggunakan bahan baku yang sama jenisnya
seperti yang digunakan oleh pemberi waralaba untuk memproduksi, mengemas dalam
botol dan mendistrubusikan minuman tersebut.
Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan
mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus
menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal-baliknya
pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya.
Ini merupakan bentuk waralaba yang paling populer, di dalam praktek. Melalui
pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk
mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek
dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan
tertentu bagi pemilik bisnis untuk memulai dan mengatur perusahaan. Sebaliknya,
pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalty. Terkadang perusahaan juga
mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan.
Di Indonesia, franchise atau yang lebih dikenal dengan waralaba sudah dikenal sejak
sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan masuknya restoran-restoran sengan penyajian
pelayanan cepat (fast food), seperti Kentucky Fried Chicken dan Pizza Hut. Namun, sebelumnya
sudah ada usaha franchise asing yang masuk ke Indonesia, seperti Hotel Hyatt, Hotel Sheraton,
dan produksi minuman Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu dikenal masyarakat
sebagai usaha franchise, karena konsumen baru dari kalangan tertentu saja. Kemudian
sistem franchise mulai berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1980-an, terutama
bisnis franchise dengan merek asing atau luar negeri. Pemerintah mengijinkan kegiatan
usaha franchise ini dengan harapan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
vi
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam skala nasional, perkembangan bisnis
waralaba semacam minimarket atau retail juga sangat baik.
Sistem waralaba sebagai strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan
ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi dan ingin berusaha sendiri, selain memberi
keuntungan kepada pelaku usaha tersebut (Pemberi dan Penerima waralaba) juga memberikan
manfaat yang lebih luas dalam dunia perekonomian.
Seperti yang dikatakan oleh Anang Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia dalam
seminar di Universitas Gajah Mada, 2 Oktober 2004, bahwa ada beberapa manfaat luas dari
sistim usaha waralaba, yakni:
a. Menggiatkan perekonomian
Dijelaskan pula oleh Anang Sukandar dalam bukunya yang berjudul Franchising di
Indonesia, bahwa keunggulan dari polafranchise dapat dilihat dari peningkatan efektivitas dan
efisiensi dari operasinya melalui jaringan yang terbentuk dan mendapatkan efek skala ekonomi,
karena pembelian dalam partai besar, berpromosi dan memasarkan dalam skala yang besar
pula.
Tabel 1.1
vii
Franchise
Franchise (waralaba) adalah suatu strategi pengembangan produk, jasa atau teknologi yang
saling berkerjasama secara erat antara perusahaan baik secara hukum maupun financial dan
independen yaitu franchisor (pemberi waralaba) dan franchisee ( penerima waralaba).
Franchisor
Franchisee
Initial service
jasa-jasa pendahuluan
Continuing service
jasa terus-menerus
Initial fee
Frenchise fee
Continiung fee
viii
6. Dasar Hukum Peraturan Franchise :
1. Perjanjian sebagai dasar hukum KUH Perdata pasal 1338 (1), 1233 s/d 1456 KUH
Perdata
2. Hukum keagenan sebagai dasar hukum; KUH Dagang (Makelar & Komisioner)
3. Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta sebagai dasar hukum
4. UU Penanaman Modal Asing
7. Kriteria Franchising
Franchise Industrial
Sejarah Carrefour
Carrefour di Indonesia hadir sejak tahun 1990 dengan membuka gerai pertama di
Glodok Plaza pada Oktober 1991. Pada tahun 1995, Continent, sebagai perusahaan ritel Prancis,
membuka gerai pertamanya di Pasar Festival. Pada tahun 1998, Carrefour dan Promodes
(sebagai pemegang saham utama dari Continent) menggabungkan semua kegiatan usaha ritel di
seluruh dunia dengan nama Carrefour. Hal tersebut menjadikan Carrefour sebagai ritel terbesar
kedua di dunia.
Saat ini, Carrefour sudah beroperasi di 100 gerai dan tersebar di 38 kota/kabupaten
di Indonesia. Sebagai salah satu pemain ritel terkemuka, Carrefour Indonesia berkomitmen
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan Carrefour di Indonesia. 72 juta pelanggan
telah mengunjungi Carrefour di tahun 2010, naik dari 62 juta pelanggan di tahun
sebelumnya.Carrefour sangat peduli terhadap kebutuhan pelanggan dengan menawarkan lebih
dari 40.000 produk, sehingga pelanggan dapat memperoleh pilihan lengkap kebutuhan sehari-
hari yang berkualitas baik dengan harga diskon di dalam lingkungan belanja yang nyaman.
ix
Carrefour Indonesia memiliki sekitar 28,000 karyawan langsung dan tidak langsung
seperti SPGs, cleaning service, dll. Carrefour Indonesia telah bermitra dengan sekitar 4,000
pemasok yang hampir 70% adalah UKM (Usaha Kecil Menengah). Selain itu, dengan kehadiran
Carrefour di Indonesia, Carrefour dapat membantu industri terkait seperti transportasi, logistik,
konstruksi, pergudangan juga akan berkembang berkembang bersama Carrefour membangun
negeri.
Carrefour Indonesia juga telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan daerah di sektor Pertanian dengan membeli 95% produk dari pasar domestik,
meningkatkan kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang dan memperluas
akses pasar di gerai Carrefour Indonesia, meningkatkan perkembangan kualitas produk lokal
dengan memperkenalkan metode pertanian modern dan lebih aman, misalnya pengembangan
secara aktif penggunaan pupuk alami, dan menerapkan sistem kontrol pengelolaan air.
x
BAB III
PENUTUP
Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product franchise. Dalam bentuk yang dikenal
pula dengan sebutan product distribution franchising atau franchising model perusahaan minuman
Coca-Cola, franchisormemberikan kekeluasaan bagi para franchiseeuntuk memproduksi dan
mendistribusikan lini produk tertentu dengan menggunakan nama merek dan sistem pemasaran yang
ditentukan/dikembangkan oleh franchisor.Misalnya keagenan sepatu, mobil (Ford, Honda), pompa
bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola).
Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini adalah business format
franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk ini, franchisormengembangkan usahanya
dengan membuka outlet yang dikelola oleh franchisee yang berminat membuka usaha
dengannya.Franchising bentuk ini banyak berkembang di industri restoran siap santap (misalnya
Kentucky Fried Chicken dan McDonald’s) serta toko retail, seperti Minimarket Indomaret dan
Minimarket Alfamart.
Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor merancang suatu
sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah
ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang
dihasilkan oleh franchisor. Contohnya adalah distribusi komponen kendaraan bermotor.
Dalam melakukan bisnis waralaba setiap orang harus memiliki pengetahuan tentang
Franchising (pewaralabaan). Dari definisi yang telah di jelaskan di atas bahwa Franchising
merupakan salah satu konsep dari pemasaran untuk memperluas jaringan usaha secara tepat.
Tetapi Franchising bukan merupakan alternatif melainkan suatu cara yang sama kuat, sama
strategis dengan cara konvesional untuk mengembangkan usaha yang telah di buat. Berbeda
dengan konvesional, di dalam Franchising memeliki banyak kelebihan terutama dalam
pendanaan, SDM dan managemen, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak
lain.
Selain banyak kegunaan di dalam Franchising terdapat pula kekurangan dari Franchising,
misalnya : tidak mandiri, kreativitas tidak berkembang, rentan dalam perubahan franchisor,
menjadi independen, terdominasi.
Ada pula istilah yang terdapat di dalam usaha Franchising yaitu : Franchise, Franchisor,
Franchisee, Initial service, Continuing service, Initial fee, Frenchise fee, Continiung fee. Selain
di dalam waralaba makanan juga banyak terdapat waralaba di dalam usaha alfamart, indomart,
dan banyak lagi.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Widjaja. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Iman Sjahputra Tunggal. 2004. Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta: Harvarindo.
Lindawaty S.S. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler (Dalam Perspektif Hukum dan
Ekonomi). Bandung: CV. Utomo.
Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002.Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta:
Gramedia.
www.Indomaret.co.id.
xii