Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TINJAUAN HAKI TERHADAP FRANCHISE

Disusun Oleh :

Nama : Dovi Mandiri

NPM : 2174201035

Dosen Pengampu :

Dr.Novran Harisan,SH,M

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Akhirnya saya bisa menyelesaikan
tugas makalah saya mata kuliah Al ternative Depute Resol yang di ampu oleh bapak
Dr. Novran Harisan,SH,M, M.M dengan judul “Tinjauan Haki Terhadap
Franchise”.

Ucapan terima kasih kepada bapak Dr. Novran Harisan,SH,M, M.M yang
telah memberikan banyak ilmu kepada saya sehingga saya akhirnya bisa
menyelesaikan tugas ini. Di dalam penulisan makalah ini saya menyadari terdapat
banyakkesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu saya berharap para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi. Demikian kami ucapkan terima kasih.

Bengkulu, 26 April 2023

Dovi Mandiri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2

1.3 Tujuan ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

2.1 Unsur-Unsur Pokok Perjanjian Yang Harus Dipenuhi Dalam Perjanjian


Franchise ..........................................................................................................3

2.2 Aspek-Aspek HKI dalam Perjanjian Franchise (Waralaba)..............................6

2.3 Akibat Hukum Perjanjian Waralaba Dikaitkan Dengan HAKI .......................10

BAB III PENUTUP ..............................................................................................15

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi seperti sekarang ini, mau tidak mau berdampak pada
kegiatan perekonomian dunia, Indonesia yang tengah membangun
perekonomiannya harus mencari cara untuk mempertahankan diri untuk dapat
bersaing. Salah satu cara yang dapat dianggap efektif adalah dengan melalui
waralaba (franchise). Waralaba atau franchise mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat dan menjadi metode yang banyak di gunakan untuk memasuki dunia
bisnis, bagi jutaan bisnis yang didirikan di Amerika Serikat dan Eropa.1

Sistem franchise ini pada dasarnya merupakan sebuah metode


pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen, seperti yang disebutkan oleh
Michele Lee yaitu, A franchise exists when a franchisor grants to a franchisee the
right to market goods and services following established marketing and distribution
practices with the assistance of the franchisor.2 Bentuk usaha waralaba atau
franchising merupakan bentuk usaha yang cukup mendapat perhatian para pelaku
bisnis. Hal ini dikarenakan sistem franchise dinilai dapat menjadi suatu cara untuk
meningkatkan kegiatan perekonomian dan memberikan kesempatan kepada
golongan ekonomi lemah untuk berusaha.

Franchise berasal dari bahasa Perancis yang artinya kejujuran atau


kebebasanuntuk menjual suatu produk, jasa maupun layanan. Sedangkan menurut
versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak
dari kekayaan intelektual (HKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki
pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh
pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.

1
Salim, H.S. 2005. Perkembangan Hukum Kontrak Innomuat Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika.
Hal, 167
2
Michele Lee. 2003. Franchising in China: Legal Challenges When First Entering the Chinese
Market.American University International Law. Hal 955

1
2

Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba,


memberikan pengertian waralaba yaitu, “hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan atau/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”
Waralaba atau franchising dilakukan melalui perjanjian lisensi, yaitu izin untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka
waktu tertentu, dengan membayar sejumlah royalty.

Franchise sebagai suatu perjanjian harus berdasarkan pada ketentuan umum


mengenai perikatan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Mengingat pada praktiknya tidak sedikit pihak-pihak dalam perjanjian franchise
mengalami kendala dalam menerapkan isi perjanjian, maka dari itu pada pembuatan
perjanjian lisensi franchise hendaknya unsur-unsur pokok perjanjian, persyaratan,
hak dan kewajiban para pihak yang harus dituangkan secara jelas didalam klausul-
klausul perjanjian franchise. Selain itu, aspek-aspek yang berhubungan dengan HKI
juga harus tertuang dalam perjanjian franchise, karena dalam pelaksanaannya
melibatkan hak pemanfaatan dan penggunaan hak atas intelektual.

1.2 Rumusan Masalah


1. Unsur-unsur pokok perjanjian apakah yang harus dipenuhi dalam perjanjian
franchise?
2. Aspek HAKI apa saja yang terdapat dalam perjanjian franchise?
3. Bagaimana akibat hukum perjanjian franchise (waralaba) jika dikaitkan
dengan haki?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui unsur-unsur pokok perjanjian yang harus dipenuhi dalam


perjanjian franchise.
2. Mengetahui aspek HAKI yang terdapat dalam perjanjian franchise.
3. Mengetahui akibat hukum perjanjian franchise (waralaba) jika dikaitkan
dengan HAKI.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Unsur-Unsur Pokok Perjanjian Yang Harus Dipenuhi Dalam Perjanjian


Franchise

Perlu diketahui bahwa bentuk perjanjian franchise memiliki beberapa


variasi atau terdiri dari beberapa macam bentuk, karena setiap kontrak perjanjian
franchise tidak memiliki elemen-elemen dasar yang sama, baik dari aspekperjanjian
atau kontraknya, maupun dari segi hak milik intelektual yang melekat di dalamnya.
franchise dapat dianggap sebagai paket bisnis, sedangkan dari sudut hukum,
franchise adalah suatu kontrak atau perjanjian kerjasama standard dan dari sudut
Pemerintah dan masyarakat umum dianggap sebagai hubungan kemitraan usaha.
Sebelum membahas tentang bentuk-bentuk franchise ada baiknya perlu diketahui
beberapa pengertian franchise yang berkembang selama ini. Menurut Martin D.
Fern. Franchise dari aspek unsurnya masyarakat adanya 4 unsur utama, yaitu:3

a. Pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu;


b. Lisensi untuk menggunakan tanda pengenal perusahaan biasanya suatu
merek dagang atau merek jasa, yang akan menjadi ciri pengenal dari bisnis
franchise.
c. Lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas oleh
franchisor (Pemberi Lisensi) kepada franchisee (Penerima Lisensi) dan;
d. Pembayaran oleh franchisee kepada franchisor berupa sesuatu yang bernilai
bagi franchisor selain dari harga borongan bonafide atas barang yang
terjual.

Bentuk perjanjian franchise merupakan bentuk perjanjian baku, yaitu


merupakan perjanjian tertulis antara para pihak, yang didalamnya telah terdapat
syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh pihak franchisor. Pihak franchisee
umumnya tidak turut serta dalam menyusun kontrak. Selain itu perjanjian baku
disebut juga perjanjian take it or leave it, yaitu pihak franchisee hanya
menyepakatinya saja jika ia menyetujuinya. Berdasarkan unsur perjanjian umum,

3
Juajir Sumardi.1995. Aspek-aspek Hukum franchise dan Perusahaan Transnasional, Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti. Hal 18.

3
4

unsur-unsur pokok perjanjian yang harus ada dalam klausa perjanjian franchise
antara lain:

a. Essensialia, yaitu unsur adanya persetujuan pengalihan hak para pihak


karena, tanpa adanya persetujuan para pihak, perjanjian tidak mungkin ada.
b. Naturalia, yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
peraturan yang bersifat mengatur. Unsur naturalia pada Perjanjian terdapat
dalam Pasal 11 ayat 3 yaitu: “untuk maksud pembatalan berdasarkan Pasal
12 ayat 2 para pihak dapat mengesampingkan ketentuan Pasal 1226 dan
1267 dari KUH Perdata sejauh keputusan hakim diperlukan untuk
membatalkan suatu perjanjian.
c. Accidentalia, yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam
persetujuan dimana undang-undang tidak mengaturnya. Unsur accidentalia
biasanya tertuang dalam addendum, antara lain: Hal-hal yang dianggap
perlu untuk ditegaskan tetapi belum diatur dalam Perjanjian dapat diatur
kemudian oleh para pihak, dan setiap perubahan dan/atau penambahan
dan/atau pengurangan dari pihak secara tertulis dalam suatu addendum dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

Sedangkan menurut unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Ada beberapa pihak Para pihak dalam perjanjian ini disebut subyek
perjanjian.Subyek perjanjian dapat berupa orang atau badan
hukum.Subyekperjanjian ini harus berwenang untuk melaksanakan
perbuatanhukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Ada persetujuan antara para pihak Persetujuan antara para pihak bersifat
tetap, bukan suatu perundingan. mengenaisyarat-syarat dan obyek
perjanjian itu timbul perjanjian.
c. Adanya tujuan yang hendak dicapai Mengenai tujuan yang hendak dicapai
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum. Tujuan dalam perjanjian ini adalah memperluas usaha franchisor
dengan memberikan lisensi kepada franchisee, dengan tidak melanggar
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
5

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan Prestasi merupakan kewajiban


yang harus dipenuhi oleh pihak pihak sesuai dengan syarat-syarat
perjanjian. Prestasi yang harus dilaksanakan dalam perjanjian ini adalah
memenuhi kewajiban yang mengatur masing-masing pihak.
e. Adanya bentuk tertentu lisan atau tulisan Pentingnya bentuk tertentu ini
karena undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk
tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yg kuat.
Perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis di atas kertas bermaterai cukup
dan dengan dihadiri oleh dua orang saksi sehingga perjanjian ini bersifat
mengikat kedua belah pihak dan berkekuatan hukum.
f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian Syarat-syarat yang
terdapat dalam perjanjian ini menimbulkan hak dan kewajiban masing-
masing pihak.

Menurut syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata,


perjanjian franchise tersebut adalah sah, karena dilakukan atas:

a. Kesepakatan para pihak pada penandatanganan kontrak franchise tersebut.


b. Kecakapan masing-masing pihak dimana kedua belah pihak telah cakap
dalam melakukan perbuatan hukum.
c. Suatu hal tertentu, dimana objek suatu perjanjian harus jelas. Obyek dalam
perjanjian franchise, dapat berupa barang atau jasa.
d. Suatu sebab yang halal, yaitu perjanjian ini sah karena tidak bertentangan
dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Perjanjian Franchise adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh pihak


franchisor dengan pihak franchisee dimana pihak franchisor memberi hak kepada
pihak franchisee untuk memproduksi atau memasarkan barang atau jasa dalam
waku dan tempat tertentu berdasarkan perjanjian dengan pembayaran sejumlah
royalty kepada franchisor. Dari pengertian perjanjian franchise tersebut dapat
disimpulkan adanya beberapa unsur dalam perjanjian franchise, antara lain:42

a. Adanya suatu perjanjian yang disepakati


b. Adanya pemberian hak dari franchisor kepada franchisee untuk
memasarkan atau memproduksi barang atau jasa yang difranchisekan
6

c. Pemberian hak tersebut berdasarkan waktu dan tempat tertentu


d. Adanya pembayaran uang kepada pihak franchisor

Perjanjian franchise dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan franchisee
yang kedua belah pihak berlaku sebagai subjek hukum baik perorangan ataupun
badan hukum. Franchisee berhak menggunakan nama, cap dagang, dan logo milik
franchisor yang sudah lebih dahulu dikenal dalam dunia perdagangan.
Pembayaran-pembayaran yang dilakukan antara lain; pembayaran awal,
pembayaran selama berlangsungnya franchisee, pembayaran atas pengoperan hak
franchisee kepada pihak ketiga, Franchisor berkewajiban menyediakan bahan
baku, serta alat-alat perlengkapan yang dibutuhkan.

2.2 Aspek-Aspek HKI dalam Perjanjian Franchise (Waralaba)

Suatu perjanjian franchise pada dasarnya dapat mengatur tentang


perlindungan HKI secara spesifik, yakni dengan memperjanjikan batasan-batasan
tertentu yang harus dipatuhi oleh franchisee, yang secara langsung maupun tidak
langsung ditujukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari pihak
Franchisor. Perjanjian franchise tidak lepas dari aspek HKI telah terdaftar pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, antara lain:

a. Hak Merek

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/
atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa. Berdasarkan Pasal
1 angka 5 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.
7

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016, hak atas merek


diperoleh setelah merek tersebut terdaftar. Pihak yang mendapatkan hak atas merek
secara eksklusif dapat memakai merek tersebut, sedangkan pihak lain tidak boleh
memakainya, kecuali dengan izin dari pihak pendaftar merek tersebut. Menurut
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016, hak atas Merek terdaftar
dapat beralih atau dialihkan karena: pewarisan, wasiat, wakaf, hibah, perjanjian,
atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan
pemakaian merek dapat dilakukan oleh pemilik sendiri, maupun oleh orang lain
dengan izin pemilik merek. Izin ini dapat diperoleh melalui lisensi atau franchise.

b. Hak Paten

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 1


ayat 1 paten merupakan adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak
lain untuk melaksanakannya. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan, invensi
adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Paten tersebut dapat disimpulkan bahwa invensi
atau penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi
yang dapat berupa: proses produksi, hasil produksi, penyempurnaan proses
produksi, penyempurnaan hasil produksi, atau pengembangan proses produksi,
pengembangan hasil produksi. Aspek Paten dalam perjanjian franchise berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tersebut adalah,
dapat berupa hasil produksi misalnya produk makanan yang dibuat dengan bahan-
bahan dan bumbu-bumbu sesuai dengan standar pihak franchisor, serta teknologi
yang digunakan pada proses pembuatannya. Selain itu, aspek paten dalam
perjanjian franchise juga mencakup alat-alat dengan teknologi tertentu yang
digunakan dalam usaha, misalnya otomotif.
8

c. Hak Cipta

Hak cipta dijumpai diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014


tentang Hak Cipta. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang tersebut,
dikemukakan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pencipta disini adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan
pribadi.

Ciptaan yang dimaksud adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata. Seseorang yang dapat menjadi pemegang hak cipta antara lain, pencipta
sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari
pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima
hak tersebut secara sah.

Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian
karena, pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang
dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Hak Cipta
dalam perjanjian franchise antara lain adalah logo, atau billboard yang menjelaskan
produk yang bersangkutan, pihak francisee akan mengikuti bentuk logo, billboard,
warna yang telah ditentukan sesuai dengan standar pihak franchisor. Selain itu
pihak franchisee dapat menyelenggarakan promosi dan iklan yang pantas dan
memadai sesuai standard dan persyaratan yang ditentukan oleh pihak franchisor.
Terkait dengan promosi yang biasanya berbentuk pamflet atau iklan yang
merupakan aspek hak cipta yang termasuk dalam bidang seni rupa dan
sinematografi.

d. Rahasia Dagang

Rahasia dagang dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000


adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang tekhnologi dan/atau
bisnis, mempuyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga
9

kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang”. Dilihat dari definisi tersebut terdapat
unsur-unsur, maka dapat ditarik pengertian rahasia dagang terdiri dari unsur-
unsurdan penjelasannya sebagai berikut: 4

1) Adanya pengertian mengenai informasi Pengujian apakah suatu informasi


dapat dikualifikasikan sebagai rahasia dagang pertama-tama diukur sampai
taraf mana informasi itu diketahui oleh kalangan luar perusahaan itu.
Berdasarkan hal ini maka pemilik rahasia dagang harus dapat membuktikan
bahwa informasi itu benar-benar hanya diketahui oleh perusahaannya bukan
merupakan informasi yang berifat umum. Bersifat rahasia artinya informasi
tersebut bukan menjadi milik umum atau public domain.
2) Informasi tersebut merupakan informasi yang tidak diketahui siapapun
Pemilik Rahasia dagang harus menjaga informasi yang bersifat rahasia dari
pihak-pihak lain yang dapat merugikan kepentingannya. Undang-Undang
Rahasia Dagang memberikan penjelasan pemilik rahasia dagang telah
menjaga rahasia dagangnya apabila telah melakukan langkah-langkah yang
layak dan patut.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, bahwa Ruang Lingkup dari


rahasia dagang adalah Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode
produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang
teknologi dan atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh
masyarakat umum.5Aspek Rahasia Dagang dalam perjanjian franchise adalah
mengenai bahan baku, proses produksi, atau informasi lain di bidang teknologi yang
tidak diketahui oleh masyarakat umum. Aspek tentang rahasia dagang terdapat
dalam perjanjian franchise antara lain:

1) Pihak franchisee wajib meggunakan bahan baku, dan alat-alat perlengkapan


sebagaimana biasanya digunakan oleh pihak franchisor.
2) Pihak franchisee tidak diperkenankan untuk memakai dan atau menjual
produk dengan merek dagang, logo, berikut rahasia-rahasia

4
Tomi Suryo Utomo 2010. .Hak Kekayaan Intelektual [HKI] di Era Global. Yogyakarta: Graha
Ilmu. hlm. 168
5
Ermansyah Djaja. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm 363
10

perdagangannya di luar wilayah/lingkungan restoran yang telah disepakati


oleh kedua belah pihak.

2.3 Akibat Hukum Perjanjian Waralaba Dikaitkan Dengan HAKI

Master franchise, yang kesepakatan pemberian waralabanya dibuat dalam


perjanjian penerima waralaba lanjutan (master franchise agreement). Namun,
dalam peraturan ini tidak dirumuskan pengertian dari master franchise agreement,
hanya diberikan pengertian perjanjian waralaba yang dibedakan perjanjian
waralaba lanjutan, Kewajiban franchisor untuk menyampaikan keterangan kepada
franchise juga dirumuskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/ M-
Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran
Usaha Waralaba.

Dalam peraturan ini juga diisyaratkan bahwa sebelum membuat perjanjian


waralaba lanjutan, penerima waralaba utama wajib memberitahukan secara tertulis
dengan dokumen otentik kepada penerima waralaba lanjutan bahwa penerima
waralaba utama memiliki hak atau izin membuat perjanjian waralaba lanjutan yang
dibuat antara penerima waralaba utama dengan penerima waralaba lanjutan dengan
sepengetahuan pemberi waralaba.

Perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba


diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/
Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran
Usaha Waralaba. Dari segi bisnis, waralaba berhubungan dengan jaringan
pembuatan dan/ atau pengedaran (distribusi) barang atau jasa dengan suatu standar
serta sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar serta sistem eksploitasi meliputi
kesamaan dalam penggunaan nama perniagaan dan merek, sistem pembuatan, serta
tata cara pengemasan, penyajian, dan pengedaran. Selain itu, dalam sistem waralaba
tersembunyi suatu hal yang abstrak yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu citra
(image) atau nama baik (goodwill) tertentu. Citra atau nama baik diperlukan dalam
dunia bisnis, di mana unsur persaingan serta upaya merebut pangsa pasar
memegang peran yang amat besar. Sebaliknya, franchisor mendapatkan imbalan
atas penggunaan nama perniagaan, merek, serta sistem eksploitasi dengan
menerima pembayaran sejumlah uang tertentu (royalti) fan franchisee, baik pada
11

saat ditandatanganinya perjanjian waralaba, maupun selama perjanjian itu


berlangsung. Bagi franchisor, waralaba juga berperan untuk memperluas kegiatan
usaha tanpa investasi sendiri. Dengan beranjak pada rumusan, pengertian, dan
konsep waralaba yang telah dijelaskan dapat diketahui bahwa pemberian waralaba
senantiasa terkait dengan pemberian hak untuk menggunakan dan atau
memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual tertentu.

Hak milik intelektual (intellectual property right) atau disebut juga hak
milik immaterial adalah hak milik yang tercipta dari karya, kreasi, daya pikir
intelektualita seseorang. Waralaba dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual
adalah suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara
bersama-sama dua jenis Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yaitu Merek (termasuk
merek dagang, merek jasa dan indikasi asal) dan Rahasia Dagang. Hak pemanfaatan
dan penggunaan kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak dapat
dipisahkan. Para pihak yang melaksanakan kewajiban-kewajiban akan terlindungi
secara hukum. Perjanjian mitra dalam waralaba tersebut merupakan salah satu
aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak lain,
termasuk dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan
Intelektual. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum
yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat
dalam sistem waralaba. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak
lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang
berlaku.

Perjanjian Waralaba telah mengatur tentang perlindungan HAKI secara


spesifik, yakni dengan memperjanjikan batasan-batasan tertentu yang harus
dipatuhi oleh franchisee, yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan
untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari pemberi waralaba. Pada dasarnya,
memperoleh waralaba sebenarnya sama dengan membeli sebuah bisnis pada
umumnya, tetapi berbeda dari jual beli biasa. Artinya franchisor tidak kehilangan
dan franchisee tidak mengambil alih bisnis yang diwaralaba Franchisee juga tidak
dapat menjalankan bisnis yang diperolehnya melalui waralaba sesuai dengan
keinginannya sendiri.
12

Dalam bisnis waralaba, kelangsungan hidup perusahaan franchisee banyak


tergantung pada franchisor. Franchisee perlu mengetahui bonafid serta solidaritas
perusahaan franchisor sehingga layak bagi franchisee untuk mempertaruhkan
sejumlah uang tertentu untuk membuka usaha waralaba. Selain itu posisi franchisor
hampir selalu berada di pihak yang lebih kuat karena belum adanya perundang-
undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap pihak franchisee.
Terlebih lagi karena terjadinya perjanjian waralaba diserahkan sepenuhnya kepada
kesepakatan kedua belah pihak saja dan terkadang franchisor sebagai pihak yang
lebih kuat cenderung mendikte keinginannya. Bisnis waralaba dapat dilihat sebagai
hak yang dimiliki franchisee untuk menjalankan bisnis dengan menggunakan
sistem dan merek dagang yang dimiliki franchisor.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lisensi merek merupakan hal


yang utama dalam bisnis waralaba, di samping kemungkinan adanya lisensi hak
milik intelektual lainnya, misalnya lisensi paten dan lisensi hak cipta sebagai alat
transfer informasi. Dikatakan sebagai alat transfer informasi karena biasanya
penerima lisensi juga menerima petunjuk ataupun pelatihan tentang cara produksi.
Ini dikarenakan pemberi lisensi biasanya berkeinginan agar hasil-hasil produksinya
yang menggunakan mereknya memiliki keseragaman atau kualitas yang seimbang.
Dalam lisensi paten, pemberian izin dari pemilik lisensi kepada pemegang lisensi
diiringi dengan kewajiban pembayaran atas sejumlah biaya oleh pemegang lisensi
atas haknya untuk menggunakan sesuatu yang sebelumnya tidak digunakan.

Oleh karena itu, lisensi merek membutuhkan pengeluaran biaya. Biaya


pertama dikeluarkan oleh franchisor dalam memproses merek itu sendiri sehingga
dapat menjadi suatu good will yang merupakan aset yang berharga, sedangkan
franchisee mengeluarkan biaya untuk pengalihan dan pemeliharaan merek yang
dialihkan kepadanya. Dengan adanya lisensi merek pada franchisee, masing-
masing pihak, yaitu franchisor dan franchisee terikat dalam seperangkat hak dan
kewajiban yang ditetapkan dalam kesepakatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan berlaku. Franchisor berhak atas pemenuhan kewajiban dari franchisee.
Demikian pula franchisee berhak atas kewajiban dari franchisor. Adapun
franchisor berkewajiban untuk menyerahkan kepada franchisee manfaat merek
yang' digunakannya pada teritori yang ditentukan. Sedangkan franchisee
13

berkewajiban memelihara manfaat merek bersangkutan dan membayar biaya


kepada franchisor atas manfaat merek yang digunakannya. Namun, selain memberi
keuntungan kepada kedua belah pihak, sistem waralaba juga mengandung berbagai
risiko bagi kedua belah pihak. Salah satu risiko yang dapat menimbulkan kerugian
yang tidak sedikit ialah pemutusan hubungan yang tidak direncanakan atau
pemutusan hubungan yang diinginkan hanya oleh salah satu pihak.

Ancaman pemutusan hubungan kerja juga dapat menimbulkan rasa tidak


aman bagi franchisee karena ia telah mempertaruhkan investasi yang mungkin
sangat besar. Padahal mungkin saja pemutusan hubungan yang terjadi disebabkan
bukan karena kesalahannya. Lebih parah lagi apabila franchisor asing yang
berdomisili di luar negeri meninggalkan begitu saja. Jika hal ini terjadi, biasanya
franchisor tidak meninggalkan aset yang dapat diambil alih oleh franchisee. Hal ini
sebagai akibat struktur waralaba, yang memang merupakan bentuk usaha tanpa
adanya penyertaan modal formal dari franchisor. Hak kekayaan intelektual dalam
pemberian waralaba dengan beranjak pada rumusan, pengertian, konsep dan
konsepsi waralaba di Indonesia yang telah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa
dalam pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan
dan atau memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual Dalam hal Hak Kekayaan
Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan
produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak
disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu
baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan
tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian
tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusi barang. Dengan pandangan
bahwa dalam waralaba juga terkait dengan pemberian lisensi Hak Kekayaan
Intelektual dalam bentuk Merek dan Rahasia Dagang, maka ketentuan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kedua Hak Kekayaan Intelektual tersebut,
termasuk pemberian lisensinya sangatlah perlu diperhatikan.6

6
Kadek Agus Arnawa Pariwesa Putra, Nyoman Putu Budiartha dan Ni Made Puspasutari Ujiant.
2022. Kajian Yuridis Waralaba Dalam Persfektif Hak Kekayaan Intelektual. Jurnal Analogi
Hukum, 4 (3): 305–310.
14

Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan dan memberikan kepastian


dalam berusaha tidak hanya bagi Pemberi Waralaba melainkan juga Penerima
Waralaba. Dalam konteks ini perlindungan hukum terhadap usaha waralaba juga
sangat terkait dengan peraturan perundang-undangan dibidang Hak Kekayaan
Intelektual. Bagi franchisor, keuntungan dari bisnis waralaba didapatkan dari
pemberian lisensi mereknya, yaitu dengan memperoleh pendapatan dari suatu
hubungan lisensi merek.7 Pendapatan yang diperoleh ini bukan hanya pendapatan
dari pendirian outlet franchisee, tetapi pendapatan-pendapatan lain yang
diwajibkan untuk franchisee bayar dalam batas waktu yang telah ditentukan.
Berarti, pemutusan hubungan yang terjadi sebelum waktu yang diharapkan,
mengakibatkan lisensi tersebut tidak efisien bagi franchisor. Selain itu, hal
terpenting di dalam bisnis waralaba ialah diperbolehkannya melakukan perjanjian
eksklusif antara franchisor dengan franchisee karena sistem waralaba merupakan
pengalihan konsep suatu perusahaan dalam satu kesatuan kepada franchisee,
misalnya franchisor boleh menentukan franchisee memasok barang-barangnya.
Namun, perjanjian eksklusif ini tidak berlaku mutlak. Artinya, jika franchisee
kehabisan barang, maka franchise memasok barang-barang yang dibutuhkannya
dari pemasok lain yang ke dalam jaringan franchisor atau dari franchisee yang lain.

7
Sutedi, A. (2008). Hukum Waralaba. Jakarta: Ghalia Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai tinjauan haki terhadap franchise yang telah


dibahas di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan.

1. Berdasarkan kategori dari unsur-unsur perjanjian, maka perjanjian franchise


harus memenuhi unsur-unsur essensialia, naturalia dan accidentalia, dan
unsur-unsur dalam perjanjian franchise, yaitu adanya pihak franchisor dan
franchisee, ada persetujuan antara para pihak, persetujuan bersifat tetap
bukan suatu perundingan, ada tujuan yang hendak dicapai, ada prestasi yang
akan dilaksanakan, berbentuk lisan atau tulisan, ada syarat-syarat tertentu
sebagai isi perjanjian. Selain itu, perjanjian franchise haruslah memenuhi
syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata antara lain,
adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, terdapat objek yang
akan difranchisekan, karena sebab yang halal, terdapat tujuan perjanjian,
terdapat ketentuan pembayaran royalty kepada franchisor. Sedangkan Hak
Kekayaan Intelektual yang terdapat dalam perjanjian franchise antara lain
adalah, Hak Merek, Paten, dan Hak Cipta.
2. Akibat hukum perjanjian waralaba dikaitkan dengan HAKI yaitu dengan
ditandatanganinya suatu perjanjian waralaba yang telah mengatur HAKI di
dalamnya maka franchisor wajib memberi hak eksklusif kepada franchisee,
dan franchisee dapat menggunakan nama dan sistem pengelolaan milik
franchisor dalam suatu lokasi, selama jangka waktu yang disepakati.
Dengan memperjanjikan batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh
franchisee, dengan tujuan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari
pemberi waralaba. Sedangkan franchisee berkewajiban memelihara
manfaat dari hak kekayaan intelektual tersebut dan membayar biaya kepada
franchisor atas manfaat dari hak intelektual yang digunakannya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Ermansyah Djaja. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafik.
Kadek Agus Arnawa Pariwesa Putra, Nyoman Putu Budiartha dan Ni Made
Puspasutari Ujiant. 2022. Kajian Yuridis Waralaba Dalam Persfektif Hak
Kekayaan Intelektual. Jurnal Analogi Hukum, 4 (3): 305–310.
Lee, Michele. 2003. Franchising in China: Legal Challenges When First Entering
the Chinese Market. American: University International Law Juajir.
Salim, H.S. 2005. Perkembangan Hukum Kontrak Innomuat Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Sumardi. 1995. Aspek-aspek Hukum franchise dan Perusahaan Transnasional,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Sutedi, A. (2008). Hukum Waralaba. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tomi Suryo Utomo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual [HKI] di Era Global.
Yogyakarta: Graha Ilmu

16

Anda mungkin juga menyukai