Anda di halaman 1dari 10

A.

Perjanjian Franchise
Perjanjian Franchise merupakan Perjanjian antara franchisor dengan
franchiseee, dimana franchisor memberikan hak kepada Franchisee untuk
memproduksi atau memasarkan barang (produk) atau jasa, dalam jangka waktu dan
tempat tertentu, di bawah pengawasan franchisor , sementar franchiseee diharuskan
membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang telah diperolehnya yang merupakan
landasan operasional dalam bisnis franchise .
Perjanjian Franchise ini tunduk pada ketentuan umum buku III KUH Perdata.
Buku III KUH Perdata dibagi menjadi dua, yaitu bagian umum yang berisi
peraturanpertauran atau kaidah-kaidah yang berlaku bagi perikatan pada umumnya,
antara lain syarat sahnya perjanjian, macam-macam perikatan, wanprestasi dan
hapusnya perikatan dan bagian khusus yang berisi praturan peraturan yang mengatur
tentang perjanjian yang diatur dalam buku III , yaitu jual beli, tukar menukar, sewa
menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam
meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untunguntugan, dan
perdamaian.
Berdasarkan uraian di atas Perjanjian Franchise merupakan perjanjian tidak
bernama (dalam KUH Prdat ), karena tidak diatur secara khusus dalam buku III KUH
Perdata, tetapi tunduk pada ketentuan umum buku III KUHPerdata sebagai mana
diatur dalam Pasal 1339 yang isinya semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu
nama khusus, maupun tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturanperaturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.” Menurut
Pasal 1338 sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya . Hal ini
berarti kekuatan perjanjian franchise yang dibuat oleh franchisor maupun franchisee
sama dengan kekuatan bunyi pada pasal pasal yang diatur dalam undang-undang.
Kebebasan yang diberikan kepada para pihak untuk membuat perjanjan yang
mempunyai kekuatan sebagaimana undang undang tersebut dibatasi oleh 3 (tiga) hal,
yaitu ,tidak dilarang oleh undang-undang,. tidak melanggar ketertiban umum dan
tidak melanggar kesusilaan. Dengan demikian franchisor maupun franchisee
diberikan kebebasan untuk mengatur dan menentukan sendiri kepentingan mereka
dalam perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan udang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.
Bentuk perjanjian franchise yang disebut dengan perjanjian waralaba adalah
perjanjian tertulis yang isinya sudah ditentukan secara sepihak oleh pewaralaba.
Bentuk perjajian seperti ini disebut perjanjian baku. Secara umum perjanjian waralaba
yang merupakan perjanjian baku hanya mengatur tentang, Para pihak , Hak Eksklusif
waralaba, Imbalan waralaba , wilayah waralaba , gerai , karyawan, panduan dan
system , pengadaan barang ,kontribusi , iklan dan promosi , penjualan kotor,
akuntansi dan keuangan , merek , biaya – biaya, kerahasiaan dan non kompetensi,
force majure , hubungan hokum , penyelesaian perselisihan , tata cara perpanjangan ,
pengakhiran , dan pemutusan perjanjian.
Perjanjian antara franchisor dengan franchisee, atau pemberi dan penerima
waralaba dalam bisnis ritel adalah suatu perbuatan hukum , yaitu suatu perbuatan
yang menimbulkan akibat hukum . Hubungan hukum tersebut dapat kita lihat dari hak
dan kewajiban yang diatur dalam prjanjian tersebut. Dari hak dan kewajiban akan
terlihat bagaimana keseimbangan kepentingan para pihak terlindungi, akhirnya dari
keseimbangan kepentingan dalam perjanian inilah kita akan melihat tercapai atau
tidaknya tujuan kerja sama tersebut.
Uraian di atas tentang isi dari perjanjian waralaba dalam bisnis ritel telah
memberikan gambaran kepada kita tentang hak dan kewajiban para pihak yaitu
franchisor dan franchisee , yang tersebar dalam beberapa pasal. Secara garis besar hak
dan kewajiaban tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban Franchisor
a. Hak Franchisor
 Mengakhiri perjanjian secara sepihak, jika terwaralaba
wanprestasi
 Melakukan pengawasan atas gerai
 Memperbaharui, mengganti, mengubah isi panduan dan/atau
sistem dan/atau meminta franchisee untuk mengembalikan
panduan dan system
 Menetapkan jumlah dari masing-masing produk yang harus
selalu tersedia pada gerai
 Mengambil dana pada rekening tunda sejumlah kewajiban
pembayaran penerima waralaba terhadap pemberi waralaba.
 Melakukan tindakan-tindakan tertentu, apabila terwaralaba
tidak melaksanakan kewajibannya.
b. Kewajiban Franchisor
 Memberikan hak eksklusif waralaba kepada pemberi waralaba
 Memberikan bantuan dan asistensi yang diperlukan terwaralaba
dalam pelaksanaan kerja sama
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan dan
penerima waralaba
 Sejumlah uang setiap bulan pada rekening penerima waralaba
untuk keperluan biaya operasional pada gerai.
2. Hak dan kewajiban Franchisee
a. Hak fraanchisee
 Menerima hak eksklusif waralaba
 Dapat menyewa gerai dari pihak ketiga
b. Kewajiban Franchisee
 Membayar imbalan waralaba kepada Ritel
 Membuka gerai dalam jangka waktu maksimal 60 hari
 Wajib mengurus dan memperoleh semua ijin yang diperlukan
sehubungan dengan pendirian, embangunan, perbaikan,
pembukaan dan pengelolaan gerai
 Mengasuransikan gerai dan produk (property all risk), para
pelanggan dan/atau pengunjung di dalam gerai, uang yang akan
disetor pada rekening tunda pada perusahaan asuransi yang
ditunjuk pemberi waralaba.
 Mempekerjakan dan mengawasi seluruh karyawannya sesuai
dengan panduan
 Memberikan gaji kepada seluruh karyawannya sesuai dengan
peraturan dalam bidang ketenagakerjaan yang berlaku dan
sesuai dengan panduan dari pemberi waralaba
 Memperoleh semua ijin yang diperlukan untukmempekerjakan
karyawannya, termasuk tetapi tidak terbatas pada ijin
penyimpangan jam kerja
 Mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan dan
ketentuan pemerintah yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan.
 Membayar dan menanggung seluruh biaya pendidikan dan
pelatihan lanjutan kepada ritel
 Mengembalikan sistem dan panduan kepada Ritel ketika
perjanjian berakhir atau jika wanprestasi
 Menerima dan membeli produk yang dipasok Ritel
 Wajib mencapai target minimal penjualan kotor atas gerai
 Memberikan kontribusi kepada Ritel setiap tanggal 15 tiap
bulan
 Menggunakan merek jasa milik Ritel dalam setiap aktifitas
gerai dan berkewajiban menjaga sistem dan panduan yang
bersifat rahasia tersebut.
 Menanggung dan membayar lunas semua jenis pajak, bea
materai, retribusi , serta biaya dan ongkos yang timbul
sehubungan dengan pengelolaan gerai dan pelaksanaan sistem,
panduan dan perjanjian waralaba. Sebagai pembanding dengan
pengaturan dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2007
hanya mengenai kewajiban terwaralaba dan pewaralaba,
sebagai berikut:
a.) Pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran
waralaba kepada calon penerima waralaba pada saat
melakukan penawaran
b.) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam
bentuk pelatihan, bimbingan operasional, manajemen,
pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima
waralaba secara berkesinambungan.
c.) Pemberi waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha
kecil dan menengah di daerah setempat sebagai penerima
waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang
memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh
pemberi waralaba.
d.) Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus
penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba
dengan penerima waralaba.

Dari isi perjanjian franchise atau waralaba tersebut , dapat diketahui bahwa
hubungan hukum antara penerima waralaba (franchisee ) dengan pemberi waralaba (
franchisor ) dalam perjanjian bukan merupakan afiliasi, subsidiary, anak perusahaan,
karyawan, agen, perwakilan (kuasa) dari pemberi waralaba. Penerima waralaba
merupakan suatu usaha yang terpisah dan bebas serta berdiri sendiri dan karenanya,
setiap dan segala tindakan dan perbuatan penerima waralaba adalah merupakan
beban dan tanggung jawab penerima waralaba sendiri dan tidak, dengan cara apapun
berkaitan dengan pemberi waralaba.

Dengan demikian perusahaan Penerima waralaba atau franchisee merupakan


perusahaan yang berdiri sendiri, terpisah dari perusahaan pemberi wara laba .
Berdasarkan hak dan kewajiban franchisee , dapat dikatakan bahwa hubungannya
adalah sebagaimana dalam perjanjian lisensi atau sewa menyewa yang diatur dalam
KUH perdata. (Mahmudah, 2019:93-99)

B. Bisnis Sistem Franchise


Bisnis dengan sistem franchise pada dasarnya merupakan sebuah metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Pemilik metode dinamakan dengan
franchisor sedangkan pihak yang diberi hak untuk menggunakan metode tersebut
dinamakan dengan franchise. Dengan perkataan lain, pihak franchise diberi hak dan
wewenang untuk menggunakan kumpulan produk, merek dagang dan sistem bisnis
yang diciptakan oleh franchisor.
Sistem bisnis franchise melibatkan dua belah pihak: Franchisor yaitu pemilik
merek dagang dan system bisnis yang terbukti sukses. Franchisor merupakan pemilik
produk,jasa atau system operasi yang khas dengan merek tertentu yang biasa telah
dipatenkan, franchisor juga memberikan bantuan teknis dan operasional selama kedua
belah pihak diikat oleh perjanjian (on going assistance), Franchisee yaitu pihak yang
memperoleh hak (izin) menggunakan merek dagang dan system bisnis yaitu,
perorangan atau pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor untuk menjadi franchisee,
dengan memberikan imbalan berupa uang jaminan awal (fee) kepada franchisor dan
Royalti (imbalan “bagi hasil” terus menerus) serta keduanya bersepakat melakukan
kerjasama saling menguntungkan,dengan berbagai persyaratan yang disetujui dan
dituangkan dalam perjanjian kontrak yang disebut Franchise Agreement atau
Perjanjian Franchise. (Ruauw, 2013:111-112)
Pada awalnya, istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum
Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise sejak awal
tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun, karena
pengaruh globalisasi di berbagai bidang, maka franchise kemudian masuk ke dalam
tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia. Istilah franchise selanjutnya
menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis
Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. Kemudian
istilah franchise di Indonesia dikenal dengan istilah “Waralaba” yang diperkenalkan
pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM).
Waralaba berasal dari kata “wara” (lebih atau istimewa) dan “laba” (untung) sehingga
waralaba berarti bisnis yang memberikan laba lebih atau istimewa.
Pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang
dimilikinya kepada penerima waralaba. Sedangkan penerima waralaba adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.
Bryce Webster mengemukakan pengertian franchise dari aspek yuridis. Ia
mengatakan bahwa franchise adalah lisensi yang diberikan oleh franchisor dengan
pembayaran tertentu, lisensi yang diberikan itu dapat berupa lisensi paten, merek
perdagangan, merek jasa dan lain-lain yang digunakan untuk tujuan perdagangan
tersebut diatas. Franchise adalah suatu lisensi kontraktual yang diberikan oleh
franchisor kepada franchisee yang:
1. Mengizinkan atau mengharuskan franchise selama jangka waktu franchise.
Untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus
yang dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
2. Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan
berlanjut
selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh
franchisee.
3. Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada
franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut. Semisal
memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen dan lain-lain.
4. Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada
franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh
pihak franchisor.
Sedangkan British Franchise Association (BFA) mendefinisikan franchise
sebagai contractual license yang diberikan oleh suatu pihak (franchisor) kepada pihak
lain (franchisee) yang :
a. Mengizinkan franchisee untuk menjalankan usaha selama periode
franchise
berlangsung, suatu usaha tertentu yang menjadi milik franchisor.
b. Franchisor berhak untuk menjalankan control yang berlanjut selama
periode franchise.
c. Mengharuskan franchisor untuk memberikan bantuan pada franchisee
dalam melaksanakan usahanya sesuai dengan subjek franchiseenya
(berhubungan dengan pemberian pelatihan, merchandising, atau lainnya).
d. Mewajibkan franchisee untuk secara periodik selama periodik franchise
berlangsung, membayar sejumlah uang sebagai pembayaran atas franchise
atau produk atau jasa yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee.
e. Bukan merupakan transaksi antara perusahaan induk (holding company)
dengan cabangnya atau antara cabang dari perusahaan induk yang sama,
atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.

Sehingga jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk


menggunakan suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba
termasuk di dalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang. Dengan membeli
sistem yang teruji dan merek dagang yang terkenal, siapapun yang memenuhi
kualifikasi berdasarkan ketentuan pemilik bisnis waralaba, pasti bisa memiliki bisnis
sesuai dengan kategori produk yang disenangi atau kategori trend bisnis yang akan
datang.
Pada prinsipnya, penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan
pembukaan kantor cabang. Hanya saja dalam pembukaan kantor cabang segala
sesuatu didanai dan dikerjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan
perluasan bisnis tersebut didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan
penerima waralaba atas resiko dan tanggung jawabnya sendiri, dalam bentuk bisnis
sendiri, namun sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjuk pemberi waralaba.
Pada sisi lain waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk pendistribusian
dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Keduanya menggunakan Hak
Kekayaan Intelektual yang sama, milik pemberi waralaba atau prinsipal (dalam
bentuk kegiatan distribusi). Hanya saja distributor menyelenggarakan sendiri kegiatan
penjualannya, sedangkan dalam pemberian waralaba, penerima waralaba
melaksanakan segala sesuatunya berdasarkan pada “arahan” atau “petunjuk” atau
“instruksi” yang telah ditetapkan atau digariskan oleh pemberi waralaba. Bisnis
dengan menggunakan metode waralaba sendiri memiliki beberapa ruang lingkup
sebagai ciri khas bisnis waralaba antara lain:
1. Komisi
Laba konsultan waralaba yang terdiri dari komisi yang dibayarkan oleh
franchisee sebagai konsultan waralaba yang memenuhi syarat mengirim
kepada mereka.
2. Penuh atau paruh waktu
Seorang konsultan waralaba memiliki fleksibilitas untuk memutuskan
apakah akan menjalankan bisnisnya konsultasi penuh atau paruh waktu.
Waktu yang tersedia serta hasil keuangan yang diinginkan akan
menentukan seberapa besar upaya yang dimasukkan ke dalam peninjauan
lead potencial. Sebagai konsultan, konsultan-konsultan memiliki pilihan
untuk menjalankan bisnis secara paruh waktu sambil tetap
mempertahankan pekerjaan lain. Ada potensi besar untuk mendapatkan
penghasilan kedua bagus dari bisnis ini. Juga banyak profesi seperti
perencana keuangan termasuk konsultasi waralaba dalam portofolio
layanan mereka untuk klien yang sudah ada.
3. Gaji kemungkinan
Sebagai seorang konsultan waralaba, maka sangat mungkin bisnis anda
akan mengambil dalam penghasilan enam angka tahunan kotor bahkan jika
hanya satu kesepakatan per bulan ditutup. Hal ini dapat dicapai sangat
sementara masih dalam tahun pertama bisnis. Hal ini dicapai untuk
membawa cukup nyaman pendapatan melalui konsultasi waralaba. Berapa
banyak yang diperoleh tidak hanya hasil dari berapa banyak waktu dan
bisnis yang dimasukkan ke dalam bisnis tetapi juga oleh manajemen
bijaksana waktu dan sumber daya. Bahwa dalam mengambil keuntungan
dari pelatihan dan dukungan yang diberikan oleh organisasi konsultan
waralaba bisa sangat bermanfaat dalam menjalankan bisnis yang sukses.
(Willy, 2020)

Apabila terjadi kesepakatan perjanjian franchise, penerima franchise atau


franchisee harus menyampaikan perjanjian franchise tersebut kepada pemerintah. Di
dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban
franchisee dan franchisor misalnya hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan
lokasi, biaya-biaya yang harus dibayar oleh franchise kepada franchisor, ketentuan
berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketentuan lain
yang mengatur hubungan antara franchisee dengan franchisor.

Melalui bisnis franchise,Franchisor akan menularkan keberhasilan usahanya


kepada Franchisee. Franchisor sebelumnya telah melakukan dan membuat satu
formulasi standar untuk sukses sesuai dengan pengalamannya.Franchisee memikirkan
cara-cara memaksimalkan penjualan dan keuntungan di outlet-nya sendiri, dengan
terus menerus memperbaiki pendekatan dan strategiusahanya agar sesuai dengan
kebutuhan pasarnya. Sedangkan Franchisor menjaganilai kompetitif produknya dan
mendukung Franchisee untuk memusatkan upayanya secara efektif. (Ruauw,
2013:113)

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudah, S., 2019. Tinjauan Yuridis terhadap Kerjasama dengan Sistim Franchise Pada
Bisnis Ritel. Gema Keadilan, 6(1), pp.89-100.

Ruauw, M.T., 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Franchishor Dan Franchisee Dalam
Perjanjian Franchise. Jurnal Hukum Unsrat, 1(1), pp.111-119.

Willy, A., 2020. Pelaksanaan perjanjian waralaba ditinjau dari peraturan pemerintah


nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba (Doctoral dissertation, Universitas
Pelita Harapan).

Anda mungkin juga menyukai