Anda di halaman 1dari 9

PERJANJIAN FRANCHISE (WARALABA)

Dasar Hukum :
1. Burgerlijk Wetboek
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
3. Undang-UndangNomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba
10. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
11. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-Dag/Per/8/2012
Tentang Penyelenggaraan Waralaba
12. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 68/M-Dag/Per/10/2012
Tentang Waralaba Jenis Usaha Toko Modern
13. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 07/M-Dag/Per/2/2013
Tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan
Dan Minuman
14. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 60/M-Dag/Per/9/2013
Tentang Kewajiban Penggunaan Logo Waralaba
15. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 57/M-Dag/Per/9/2014
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-Dag/Per/8/2012
Tentang Penyelenggaraan Waralaba

“Perjanjian antara pemberi hak (franchisor) dan penerima hak (franchisee) dimana
franchisor memberi hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan
memakai merek dagang miliknya yang telah terbukti keberhasilannya, dimana pihak
franchisee berkewajiban untuk membayar dan mengikuti metode dan tata cara atau
prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor.
Menurut East Asian Executive Report menggolongkan Franchise menjadi 3 macam
yaitu:

1. Product Franchise, disini penerima franchise hanya bertindak mendistribusikan saja


produk dari partnernya dengan pembatasan area. Seperti Shell atau British Petroleum.
2. Processing Franchise or Manufacturing Franchise, disini pemberi franchise hanya
memegang peranan memberi know how dari suatu proses produksi. Seperti Coca Cola,
dll
3. Business Format atau System Franchise, disini pemberi franchise sudah memiliki cara
yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket kepada konsumen. Seperti KFC,
Pizza Hut, dll.

OUTLINE PERJANJIAN WARALABA FORMAT BISNIS

I. Pendahuluan, terdiri atas:


1. Nomor dan Judul Perjanjian.
2. Hari tanggal, bulan, tahun, dan tempat penandatanganan perjanjian.
3. Komparisi para pihak (Franchisor/Pemberi Waralaba dan Franchisee/Penerima
Waralaba), terdiri atas: ***
a. Nama, pekerjaan, domisili;
b. Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak (badan
hukum);
c. Kedudukan para pihak.
4. Premis/ latar belakang dibuatnya perjanjian, terdiri atas:
a. Franchisor/Pemberi Waralaba adalah pemilik sah atas merek dagang dan hak
milik intelektual terkait yang tercantum perjanjian waralaba ini dan telah
memiliki nama baik di pasar.
b. Franchisee/Penerima Waralaba berkeinginan untuk menjalankan usaha
waralaba milik pihak pertama tersebut.
II. Isi
Franchisor/Pemberi Waralaba dan Franchisee/Penerima Waralaba telah sepakat untuk
melaksanakan perjanjian waralaba ini yang selanjutnya disebut perjanjian, dengan syarat
dan ketentuan berikut:
BAB I KETENTUAN UMUM
a. Pasal 1 Definisi
(1) Pasal 1 ayat (1) Franchisor
Adalah Pemberi Waralaba, yaitu perusahaan yang memberikan hak kepada
pihak lain untuk mendistribusikan suatu produk/jasa dengan
mempergunakan merek, logo, dan sistem operasi yang dimilikinya.
(2) Pasal 1 ayat (2) Franchisee
adalah Penerima Waralaba, yaitu individu atau perusahaan yang diberikan
hak oleh franchisor dengan cara membeli hak tersebut untuk area dan
periode tertentu.
(3) Pasal 1 ayat (3) Franchise fee
adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh franchisee,
setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sesuai kriteria franchisor, yang
dibayarkan hanya 1 kali saja.
(4) Pasal 1 ayat (4) Marketing Fee
adalah biaya yang harus dibayar oleh Franchisee kepada Franchisor untuk
memasarkan produk yang ditawarkan sesuai dengan cara yang telah
disepakati.
(5)Pasal 1 ayat (5) Royalty fee
adalah biaya yang harus dibayar oleh franchisee kepada franchisor secara
periodik sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh franchisee
setelah gerai waralaba beroperasi.
b. Pasal 2 Penafsiran
Klausula ini menetukan apabila terjadi perbedaan penafsiran terkait perjanjian
waralaba ini maka akan memberlakukan metode interpretasi yang disepakati
para pihak. Misalnya metode interpretasi dalam Burgerlijk Wetboek yaitu
penggunaan Pasal 1342-1351 Burgerlijk Wetboek secara bersamaan, dalam
arti metode yang paling relevan yang dipergunakan oleh para pihak.
c. Pasal 3 Keterpisahan
Klausula ini menetukan bahwa apabila satu atau beberapa pasal dalam
perjanjian waralaba dinyatakan tidak sah menurut peraturan perundang-
undangan, maka klasula yang lain (yang sah) tetap dapat dijalankan atau
berlaku, seolah-oleh klausula yang tidak sah tersebut tidak pernah ada.
d. Pasal 4 Prasyarat
Klausula ini disebut juga conditions precedent, yang menetukan syarat-syarat
yang harus dipenuhi salah satu pihak sebelum pihak lainnya berkewajiban
menjalankan suatu perjanjian. Misalnya kewajiban franchisor membuat
disclosures agreement (prospektus) yang menjelaskan semua informasi yang
relevan terkait perusahaannya misalnya data identitas franchisor, legalitas
usaha, sejarah kegiatan usaha, struktur organisasi, laporan keuangan dua
tahun terakhir, jumlah tempat usaha, daftar franchisee, serta hak dan
kewajiban franchisor dan franchisee sehingga dapat dijadikan dasar
pertimbangan oleh franchisee.
BAB II OBJEK
a. Pasal 5 Pemberian Hak Waralaba***
Dalam bagian ini ditentukan mengenai pemberian hak waralaba oleh
franchisor kepada franchisee, dengan merinci hak-hak yang boleh digunakan
oleh franchisee seperti penggunaan merek, paten, hak cipta, rahasia dagang,
dan sebagainya.
b. Pasal 6 Pembatasan Penggunaan Hak Waralaba ***
Dalam bagian ini ditentukan berbagai batasan dalam hal digunakannya setiap
merek dagang, logo, desain, paten, atau hak cipta milik franchisor oleh
franchisee, yaitu penegasan bahwa franchisor tetap berhak atas hak milik
intelektual tersebut dan franchisee dalam perjanjian ini hanya diberi hak
untuk menggunakan saja.
c. Pasal 7 Wilayah Usaha ***
Klausul ini mengatur bahwa franchisee diberikan hak ekslusif untuk
beroperasi di dalam suatu wilayah tertentu. Dapat diperjanjian franchisor
tidak boleh memberikan kepada pihak lain selain kepada franchisee yang
bersangkutan misalnyadi wilayah Ngagel, Darmo, Tenggilis, atau di kota
Surabaya, Jakarta, atau di provinsi Sumatra Utara, Jawa Timur, atau bahkan
seluruh wilayah Indonesia.
d. Pasal 8 Jam Buka Usaha
Klausula ini mengatur mengenai kewajiban franchisee terkait jam operasional
usaha waralaba.
e. Pasal 9 Non Kompetisi
Klausula ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia dagang milik franchisor,
pihak franchisee dilarang secara langsung maupun tidak langsung untuk
membuka usaha lain yang sama atau mirip dengan bisinis waralaba selama
terikat perjanjian atau misalnya 2 tahun setelah berakhirnya perjanjian.
f. Pasal 10 Jangka Waktu ***
Klausula ini secara umum menentukan berapa lama perjanjian itu mulai
berlaku atau secara khusus menetukan jangka waktu berakhirnya pemberian
hak waralaba kepada franchisee. Misalnya perjanjian berlaku selama 5 tahun
sejak ditandatanganinya perjanjian franchise.
g. Pasal 11 Perpanjangan ***
Klausula ini mengatur mengenai tata cara perpanjangan perjanjian franchise
pada saat akan berakhir atau pada saat berakhirnya perjanjian franchise.
Misalnya perpanjian dapat diperpanjang minimum 1 tahun sebelum perjanjian
berakhir dengan syarat-syarat yang disepakati.
h. Pasal 12 Pengakhiran ***
Klausula ini mengatur mengenai tata cara berakhirnya perjanjian waralaba.
i. Pasal 13 Pemutusan ***
Klausula ini menegaskan mengesampingkan Pasal 1266 Burgerlijk Wetboek.
Artinya klausula ini mengatur mengenai tata cara pemutusan perjanjian
waralaba secara sepihak.
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN ***
a. Pasal 14 Besaran Investasi dan Imbalan ***
Kewajiban franchisee untuk membayar royalti fee dan franchise fee. Jumlah
royalty fee dikaitkan dengan suatu persentase tertentu yang dihitung dari
jumlah omset sesuai kesepakatan. Sedangkan, franchise fee ini akan
dikembalikan oleh franchisor kepada franchisee dalam bentuk fasilitas
pelatihan awal dan dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan
dibuka oleh franchisee, termasuk biaya pendirian yang dikeluaran oleh
franchisor untuk kepentingan franchisee, penyelengaraan pelatihan awal dan
biaya konsultasi, biaya promosi, survei kepemilikan lokasi.
b. Pasal 15 Tata Cara Pembayaran ***
Menjelaskan tata cara pembayaran franchisee terkait royalty fee maupun
franchise fee. Misalnya royalty fee dibayarkan melalui transfer ke rekening
franchisor setelah perjanjian dilaksanakan setiap bulan tanggal 15, franchisee
fee dibayarkan maksimal 2 bulan setelah perjanjian ini ditandatangani.
c. Pasal 16 Pengaturan Pajak
Klasula ini mengatur dengan tegas bahwa seluruh pajak yang berkenaan
dengan usaha waralaba akan ditanggung oleh pihak franchisee. Misalnya
pajak penghasilan orang pribadi atau badan, apabila kegiatan usaha adalah
makanan termasuk objek pajak daerah, pajak restoran apabila kegiatan
mewajibkan membuka usaha, maupun pajak pertambahan nilai.
d. Pasal 17 Asuransi
Kegiatan franchisee berpotensi adanya kerugian oleh karena itu klausula
mengenai asuransi ini menetukan secara terperinci mengenai asuranasi apa
saja yang harus diikuti oleh franchisee dan dijamin untuk jumlah berapa,
misalnya asuranasi untuk product liability, bodily injury liability, property
damage liability, dan sebagainya.
e. Pasal 18 Biaya Lain-Lain
Klausula ini mengenai duty of due care yang dimiliki oleh franchisor
misalnya adanya biaya lain yang mungkin ada seperti kewajiban franchisor
untuk memberikan bantuan baik komersial maupun teknis dalam pelaksanaan
franchise dan hal-hal lain sesuai kesepakatan.
f. Pasal 19 Training, Konsultasi, dan Promosi ***
Memberi panduan dan pengetahuan tentang menjamin pengelolaan kegiatan
usaha franchisee agar lebih sukses. Misalnya initial training atau pelatihan
awal mengenai Standart Operating Procedure (SOP), informasi produk, dan
sebagainya, refresher training atau pelatihan penyegaran, new product
training atau pelatihan produk baru, replacement training atau pelatihan
pengganti, atau training by request atau pelatihan tertentu yang diminta oleh
franchisee.
g. Pasal 20 Laporan Operasional
Klausula ini mengatur mengenai kewajiban franchisee untuk memberikan
laporan tentang kegiatan usahanya pada setiap periode tertentu dengan format
laporan keuangan tertentu. Laporan ini diberikan bersamaan dengan
pembayaran royalty fee secara periodik.
h. Pasal 21 Kuasa
Klasula ini mengatur bahwa franchisee memberikan kuasa kepada franchisor
untuk sewatu-waktu memeriksa tempat usaha, standart operasional, maupun
alaporan keuangan franchisee, dengan izin terlebih dahulu dari franchisee.
i. Pasal 22 Perubahan Sistem
Franchisor berhak untuk mengubah dan menyesuaikan sistem marketing yang
dilakukan dengan itikad baik guna mengembangkan usaha waralaba tersebut.
j. Pasal 23 Inovasi
Klausula ini menentukan mengenai kewajiban Franchisee untuk melaporkan
segala penemuan atau inovasi terkait usaha waralaba, dan mengatur apakah
termasuk rahasia dagang penemuan atau inovasi tersebut.
k. Pasal 23 Rahasia Dagang
Klausula ini menentukan bahwa franchisee berkewajiban untuk menjaga
rahasia atau informasi yang termasuk rahasia dagang milik franchisor kepada
pihak manapun serta harus mengembalikan seluruh dokumen serta data
informasi yang bersifat rahasia kepada franchisor apabila perjanjian telah
berakhir.
l. Pasal 24 Pengalihan Hak ***
Klausula ini menentukan bahwa penggunaan hak franchisor dapat dialihkan
kepada pihak lain dengan syarat adanya izin tertulis dari franchisor. Selain itu
juga apabila terjadi kematian atau ketidakcakapan franchisee, franchisor
harus memberikan izin kepada pihak ahli waris atau yang berhak lainnya
untuk meneruskan usaha waralaba.
m. Pasal 25 Waralaba Lanjutan
Apabila disepakati klausula ini dapat dicantumkan dalam perjanjian. Bahwa
franchisee berhak untuk memberikan waralaba lanjutan kepada pihak lain
dengan syarat franchisee tersebut harus mengoperasikan sekurang-kurangnya
1 outlet waralaba dan perjanjian waralaba lanjutan tersebut dibuat dengan
sepengetahuan franchisor.
BAB IV RESIKO
a. Pasal 26 Force Majeur
Klasula ini menentukan jika pelaksanaan perjanjian ini terhalang oleh suatu
keadaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan di luar kemampuan
para pihak untuk mencegah atau mengantisipasinya, misalnya bencana alam,
huru hara dan perubahan peraturan perundang-undnagan, maka tidak
terlaksananya prestasi bukan merupakan wanprestasi (pelanggaran
perjanjian).
BAB V SANKSI-SANKSI
a. Pasal 27 Denda Keterlambatan Pembayaran
Denda yang diberikan kepada franchisee apabila lalai dan/ atau tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian, misalnya terlambat membayar
royalty fee.
b. Pasal 28 Denda Pemutusan Sepihak
Denda yang diberikan kepada franchisee/ franchisor apabila terjadi
pembatalan sepihak terhadap perjanjian yang telah dibuat.
BAB VI WANPRESTASI
a. Pasal 29 Wanprestasi
Klausula yang menetukan kapan terjadi pelanggaran perjanjian oleh salah satu
pihak, apa saja yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan, serta tata
caranya.
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA ***
b. Pasal 30 Sengketa Dengan Pihak Ketiga
Klausula yang menetukan apabila franchisee terlibat sengketa dengan pihak
ketiga maka dalam hal ini pihak franchisor tidak dilibatkan.
c. Pasal 31 Penyelesaian Sengketa
Apabila terjadi sengketa antara kedua belah pihak maka franchisee dan
franchisor wajib untuk melakukan perundingan atau musyawarah terlebih
dahulu. Apabila musyawarah telah ditempuh namun para pihak belum
mencapai kesepakatan maka keduanya sepakat untuk memilih domisli hukum
di Pengadilan Negeri yang disepakati atau melalui Arbitrase.
BAB VII PENUTUP
a. Pasal 32 Addendum
Segala perubahan dan hal-hal yang belum diatur atau tidak cukup diatur
dalam perjanjian, akan disepakati secara musyawarah dan dituangkan dalam
suatu adendum yang mengikat dan menjadi kesatuan dalam perjanjian ini.
III. Penutup
1. Kalimat penutup;
2. Tanda tangan dan nama terang para pihak;
3. Tanda tangan dan nama terang para saksi.

Keterangan:
*** : merupakan klausula pokok yang wajib ada dalam perjanjian waralaba berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Setelah perjanjian waralaba ditandatangani harus didaftarkan ke Kementrian Perdagangan
oleh Penerima Waralaba. Untuk waralaba luar negeri, perjanjian didaftarkan melalui
Direktorat Jendral Perdagangan, sedangkan waralaba luar negeri atau terhadap penerima
waralaba lanjutan perjanjian didaftarkan melalui kantor Dinas Perdangan Provinsi DKI
Jakarta atau ke Bupati/Walikota dan Kantor Pelaynan Terpadu Satu Pintu (KPTSP).
Nantinya akan diberikan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai syarat yang
wajib dimiliki dalam meyelenggarakan waralaba.

Anda mungkin juga menyukai