DI SUSUN OLEH :
Nooradiatnicha Saputra ( 2183310014 )
Nadya Praditha ( 2183310016 )
Nurul Shafina (2183310020)
Ariseno Restu Ramadhan (2183310029)
Tasya Febrina (2183310040)
Mutiara Gansa (1514290166)
AKADEMI AKUNTANSI
YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA
JAKARTA , 2019
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Pajak Bumi Bangunan ( PBB) dan Bea Materai ( BM )
adapun maksud penyusunan makalah ini
memenuhi tugas akuntansi perpajakan .Selain itu makalah ini bertujuan agar
para pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pajak Bumi Bangunan ( PBB) dan
Bea Materai ( BM ) yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
refrensi dan informasi .
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
2.1 Pengertian dan dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan ..................................... 6
2.2 Objek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan ....................................................... 9
2.3 Tarif dan Tata Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan .............................. 11
2.4 Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum nya ........................................................... 12
2.5 Objek dan subyek BPTH ...................................................................................... 13
2.6 Tata cara perhitungan BPHTB ............................................................................. 16
2.7Pengertian dan Dasar hokum Bea Materai .......................................................... 17
2.8 Objek Bea Meterai ........................................................................................ 19
2.9Tarif Bea Materai ................................................................................................. 21
2.10 Ketentuan Khusus dan sanksi............................................................................ 22
2.10Tata cara penlunasan Bea Materai .................................................................... 24
BAB III ................................................................................................................................ 28
PENUTUP ....................................................................................................................... 28
Daftar Pustaka................................................................................................................... 30
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
lagi datang ke Kantor Direktorat Pajak untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk
Menyetor (SKUM). Pengenaan Bea Meterai hanya sebatas untuk dokumen-
dokumen tertentu yang digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
5. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek
Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan.
6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
7. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-
43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak
2004.
8. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang
Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum
dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.
7
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Obyek Pajak Pengganti;
4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan
oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut
ketentuan undang-undang ini;
5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
8
2.2 Objek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan
A. Jalan TOL
B. Kolam renang
C. Pagar mewah
D. Tempat olahraga
E. Gelangan kapal ,dermaga
F. Taman mewah
9
E. Dimiliki oleh perwakilan Diplomatic berdasarkan asas timbal balik
dan organisasi internasional yang ditentukan oleh kementrian
keuangan .
Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
10
2.3 Tarif dan Tata Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
A. Adanya Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bila
tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau niali
perolehan baru atau nilai objek pajak pengganti.
B. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan
setiap tahun dengan perkembangan daerahnya.
C. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%
dari Nilai Jual Kena Pajak.
D. Besarnya persentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi
nasional.
NJKP adalah nilai jual kena pajak. NJKP didapat dari NJOP dikurangi
NJOPTKP atau rumusnya:
11
Ilustrasi cerita perhitungan PBB
1. Pak Jon tinggal di rumah yang berlokasi di Jl. Raya Pondok Gede, Jakarta
Timur dengan luas 150 meter persegi dan luas tanah 200 meter persegi.
NJOP-nya, bumi dan bangunan, saat itu sebesar Rp 1.700.000 juta per
meter persegi. Berapakah PBB yang harus dibayar Pak Jon?
NJOPTKP Rp 12.000.000
A. Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dalam
pembahasan ini BPHTP selanjutnya disebut pajak.
B. Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan, adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang peribadi atau badan.
C. Hak atas Tanah dan atau Bangunan, adalah hak atas tanah, termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam
12
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah
susun dan ketentuan peraturan-peraturan undang yang berlaku lainnya
Subyek
Subyek pajak atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Oleh karena itu, subyek pajak dibebani oleh
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang
BPHTB.
Obyek BPHTB
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan,
yang meliputi :
13
1.Pemindahan hak karena :
A. Jual beli
B. Tukar Menukar
C. Hibah
D. Hibah Wasiat, adalah suatu penetapan wasiat yang khusus
mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah
pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
E. Waris
F. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, adalah
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi
atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya tersebut.
G. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, adalah
pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak
bersama.penunjukan pembeli dalam lelang;
H. Penunjukan pembeli dalam lelang, adalah penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang.
I. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari
orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada
pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
J. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah
satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.
14
K. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
L. Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi
dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha
baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan
usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha
yang lama.
M. Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak
atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan hukum kepada penerima hadiah.
15
2.6 Tata cara perhitungan BPHTB
Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah
wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar adalah :
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang
Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak Rp
500.000.000.
Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP Rp 500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP Rp 440.000.000
============
Pajak BPHTB yang terutang :
5% x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000
16
2.7Pengertian dan Dasar hokum Bea Materai
2.7.2Dasar Hukum
a) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
b) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan
Bea Meterai.
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang
Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
e) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas
dengan Mesin Teraan.
f) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan
Teknologi Percetakan.
g) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan
Sistem Komputerisasi.
h) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
17
i) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara
Pemeteraian Kemudian.
j) Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Meterai.
2.7.3 Karakteristik
Meliputi :
a) Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak
maupun obyek pajak.
b) Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat
terutang.
c) Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat
waktu
2.7.4 Istialah – Istilah
a) Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
b) Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
c) Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya
dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan
atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai
pengganti tanda tangan.
Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai
yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.
d) Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian.
18
2.8 Objek Bea Meterai
19
2..8.1 Tidak Dikenakan Bea Meterai
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen
yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan
pembayaran pajak dan dokumen Negara.
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
a) Dokumen yang berupa:
• surat penyimpanan barang;
• konosemen;
• surat angkutan penumpang dan barang;
• keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat
penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang
dan barang;
• bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim;
• surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
• surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di
atas.
b) Segala bentuk ijazah
c) Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d) Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah
daerah dan bank.
e) Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
f) Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
g) Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang
bergerak di bidang tersebut
h) Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
20
i) Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan
bentuk apapun.
21
sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-,
sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.
Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah
dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.
Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:
Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai
dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;
Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar;
Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang
dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.
22
2.9.2 Sanksi administrasi
Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus
melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian
kemudian.
2.9.3 Daluwarsa
Ketentuan Pidana
Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau
meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;
Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang
dibuat dengan melawan hak;
23
Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya
digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan
benda meterai;
Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai Pasal 7 UU Bea
Meterai dipidana penjara selama-lamanya 7 tahun dan tindak pidana ini adalah
bentuk kejahatan).
Saat Terutang.
Saat terutangnya bea meterai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea
meterai tersebut digunakan. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985
disebutkan saat terutangnya Bea Meterai adalah:
A. okumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu
diserahkan;
B. Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat
selesainya dokumen dibuat;
C. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia,
Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas
dokumen yang dikenakan Bea Meterai.
24
Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan harus dibubuhkan
sebagian di atas semua Meterai Tempel dan sebagian di atas kertas.
Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya di atas Kertas Meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang
masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.
Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal
ini belum ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas
Meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum
merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada
Kertas Meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka
Kertas Meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak Perlu dibubuhi meterai
lagi.
Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin
Teraan memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:
25
Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan
kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata
setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.
Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan mesin
teraan meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut:
Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
26
Pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen
yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).
Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah
dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1
(satu) bulan berikutnya.
2.10.5 Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan.
Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:
Pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi
Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui
Bank Persepsi.
Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea
Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun, harus menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak
paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak
digunakan di Indonesia.
27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau
Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih
ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat
dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan
perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu
daripada subjeknya.
Banyak hal yang harus diketahui tentang PBB dan peraturannya pun terus
berkembang sehingga kita harus selalu mencari informasi terbaru tentang
perpajakan.
Pajak BPHTB adalah sumber penting dalam pendapatan negara terutama untuk
daerah. Karena hanya sebagian kecil yaitu 20 persen untuk pusat dan 80
persennya merupakan bagian dari daerah. Sehingga dibutuhkan sinergi antara
pemerintah dengan masyarakat dalam menjaga konsistensi dalam pembangunan.
Demi mendapatkan hasil yang maksimal atas pajak BPHTB. Memberikan
konsekuensi kepada pemerintah untuk memberikan stimulan dan insentif kepada
pengembang perumahan maupun masyarakat miskin agar program pembangunan
perumahan bisa terwujud. Sebagai salah satu upaya dalam pembanguna atas
pajak BPHTB. Sedangkan di bidang hak atas tanah maka perizinan atas tanah serta
pembangunan semestinya tidak melalui administrasi yang berbelit-belit agar tidak
mejadi maslah baru dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini. Terjadinya
pengurangan bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak sepenuhnya
menjadi masalah dan pugas pemerinth dalam penyelesaiannya. Masyarakat juga
memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya.
28
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang
menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Bea materai
digunakan untuk dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penerimaan
uang, ataupun untuk surat-surat berharga yang penggunaannya telah diatur oleh
menteri keuangan, adapun jenisnya berupa materai tempel dengan nominal Rp.
3.000,00 dan Rp. 6.000,00 maupun materai kertas yang biasanya digunakan untuk
surat berharga seperti surat tanda tamat belajar maupun akta tanah.Penggunaan
bea materai dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai alat pengesahan
dokumen tersebut.
29
Daftar Pustaka
https://books.google.co.id/books?id=Dg2YHCQDtocC&printsec=frontcover&hl=id
#v=onepage&q&f=false
http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pajak-bumi-dan-bangunan-
pbb.html
http://dessyazka.blogspot.co.id/2015/06/perpajakan-bea-meterai-bphtb.html
http://royanmakalah.blogspot.co.id/2013/01/pajak-bumi-dan-bangunan.html
30