Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“Untuk memenuhI tujuan tugas mata kuliah akuntansi perpajakan”

PAJAK BUMI BANGUNAN DAN BEA MATERAI


Dosen Yan Irianis , SE.,MM

DI SUSUN OLEH :
Nooradiatnicha Saputra ( 2183310014 )
Nadya Praditha ( 2183310016 )
Nurul Shafina (2183310020)
Ariseno Restu Ramadhan (2183310029)
Tasya Febrina (2183310040)
Mutiara Gansa (1514290166)

AKADEMI AKUNTANSI
YAYASAN ADMINISTRASI INDONESIA
JAKARTA , 2019
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Pajak Bumi Bangunan ( PBB) dan Bea Materai ( BM )
adapun maksud penyusunan makalah ini

memenuhi tugas akuntansi perpajakan .Selain itu makalah ini bertujuan agar
para pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pajak Bumi Bangunan ( PBB) dan
Bea Materai ( BM ) yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
refrensi dan informasi .

Harapan kami agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang


bermanfaat untuk pembaca dan dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari
untuk masa depan agar lebih baik lagi .

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu


terutama kepada Bapak Yan Irianis , SE.,MM selaku dosen mata kuliah akuntansi
perpajakan sehingga makalah ini dpat diselesaikan dengan tepat waktu .

Kami sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu Penulis berharap adanya saran
dan kritikan yang membangun demi perbaikan makalah ini untuk masa yang akan
datang.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat
berguna dan dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata di dalam makalah ini. Sekian dan
terima kasih.

Jakarta , Oktober 2019

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
2.1 Pengertian dan dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan ..................................... 6
2.2 Objek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan ....................................................... 9
2.3 Tarif dan Tata Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan .............................. 11
2.4 Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum nya ........................................................... 12
2.5 Objek dan subyek BPTH ...................................................................................... 13
2.6 Tata cara perhitungan BPHTB ............................................................................. 16
2.7Pengertian dan Dasar hokum Bea Materai .......................................................... 17
2.8 Objek Bea Meterai ........................................................................................ 19
2.9Tarif Bea Materai ................................................................................................. 21
2.10 Ketentuan Khusus dan sanksi............................................................................ 22
2.10Tata cara penlunasan Bea Materai .................................................................... 24
BAB III ................................................................................................................................ 28
PENUTUP ....................................................................................................................... 28
Daftar Pustaka................................................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak menurut pasal 1 ayat 1 UU No 8 tahun 2007 adalah kontribusi wajib
terhadap Negara yang terutang dari orang pribadi atau sebuah badan yang
memiliki sifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, yang mana orang
tersebut tidak akan mendapatkan imbalan apapun secara langsung serta
tujuannya untuk keperluan Negara yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat . Mengisyaratkan bahwa diperlukannya pembaruan
system perpajakan guna meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat
untuk membiayain pembangunan yang berasal dari sumber – sumber dalam
negeri ,karena semakin meningkatnya penerimaan pajak semakin meningkat
pula kemandirian dalam pembiayaan bangunan .
Pajak Bumi Bangunan ( PBB ) adalah pajak kebendaan atas bumi dan / atau
bangunan yang dikenakan terhadap subyek pajak . Dasar pengenaan pajak
dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) .NJOP ditentukan berdasarkan
harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan .
Tanah dan bangunan merupakan hak yang diperoleh setiap orang ,tetapi
selain hak kita juga mempunyai kewajiban atas tanah dan bangunan tersebut
yaitu Pajak .Pajak yang dikenakan pada tanah dan bangunan ini dinamakan Bea
Peolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) .
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat
perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan yang ditetapkan pada
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 .
Meterai, pelunasannya cukup dilakukan dengan menggunakan meterai
tempel dan kertas meterai dengan tarif tetap, sehingga masyarakat tidak perlu

4
lagi datang ke Kantor Direktorat Pajak untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk
Menyetor (SKUM). Pengenaan Bea Meterai hanya sebatas untuk dokumen-
dokumen tertentu yang digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian PBB dan dasar hukum nya ?


2. Apa saja yang termaksud objek pajak dan subjek pajak ?
3. Bagaimana tarif dan tata cara perhitungan PBB ?
4. Apa pengertian BPHTB dan dasar hukum nya ?
5. Apa saja yang termaksud objek pajak BPHTB
6. Bagaiman cara perhitungan pajak BPHTB
7. Apa pengertian Bea Materai dan dasar hukum nya ?
8. Apa saja objek pajak Bea materai ?
9. Berapa tariff Bea Materai ?
10. Apa saja ketentuan khusus dan sanksi Bea materai ?
11. Bagaimana tata cara pelunasan Bea materai ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan tentang PBB dan dasar hukum nya


2. Mengetahui yang termaksud objek pajak dan subjek pajak
3. Mengetahui tentang tariff dan tata cara perhitungan PBB
4. Menjelaskan pengertian BPHTB dan dasar hukum nya
5. Menjelaskan yang termaksud objek pajak BPHTB
6. Mengetahui cara menghitung pajak BPHTB
7. Menjalaskan pengertian Bea Materai dan dasar hukum nya
8. Menjelaskan objek pajak Bea Materai
9. Mengetahui tarif Bea Materai
10. Mengetahui ketentuan khusus dan sanksi Bea Materai
11. Mengetahui tata cara pelunasan Bea Materai

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan


2.1.1 Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak negara yang di kenakan


terhadap bumi dan / atau bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaiman telah diubah
pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 .

PBB adalah pajak bendaan atas Bumi dan / atau bangunan


dikenakan terhadap subyek pajak . Besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi atau tanah dana tau bangunan . Keadaan
subyek ( siapa yang membayar ) tidak ditentukan besarnya pajak

2.1.2 Dasar Hukum

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :

1. UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah menjadi UU


Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan .
2. KMK No.201 / KMK.04/2000 Tentang penyesuaian besarnya Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagai dasar perhitungan Pajak
Bumi dan Bangunan .
3. KMK No. 523 /KMK .04/1998 Tentang penentuan klasifikasi dan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan Pajak
Bumi dan bangunan
4. KMK No 523/KMK.04/1998 Tentang Klasifikasi dan Besarnya Nilai
Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan .

6
5. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek
Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan.
6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
7. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-
43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak
2004.
8. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang
Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum
dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

2.1.3 Istilah Penting Dalam Undang-Undang PBB

Istilah penting dalam undang-undang PBB adalah :


1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya;
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
3. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek
Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek

7
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Obyek Pajak Pengganti;
4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan
oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut
ketentuan undang-undang ini;
5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.

8
2.2 Objek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan

2.2.1 Yang menjadi objek pajak adalah :

A. Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada dibawahnya


,yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia dan tubuh bumi yang ada di bawahnya
B. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah atau perairan .

Yang termaksud pengertian bangunan adalah :

Jalan lingkungan yang terletak pada suatu kompleks bangunan seperti


hotel,pabrik,dan emplasemennya dan lain-lain merupakan satu kesatuan
dengan bangunan tersebut ;

A. Jalan TOL
B. Kolam renang
C. Pagar mewah
D. Tempat olahraga
E. Gelangan kapal ,dermaga
F. Taman mewah

2.2.2 Yang dikecualikan dari Pajak Bumi dan Bangunan yaitu ;

A. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum


dibidang ibadah,social ,pendidikan dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan seperti
masjid,rumah sakit,sekolah,panti asuhan dan lain – lain .
B. Digunakan untuk kuburan
C. Digunakan sebagai tempat peninggalan purbakala
D. Merupakan hutan lindung

9
E. Dimiliki oleh perwakilan Diplomatic berdasarkan asas timbal balik
dan organisasi internasional yang ditentukan oleh kementrian
keuangan .

2.2.3 Subyek Pajak Bumi dan Bangunan

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :

A. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;


B. memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
C. memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
D. memperoleh manfaat atas bangunan.

10
2.3 Tarif dan Tata Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

2.3.1 Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

A. Adanya Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bila
tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau niali
perolehan baru atau nilai objek pajak pengganti.
B. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan
setiap tahun dengan perkembangan daerahnya.
C. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%
dari Nilai Jual Kena Pajak.
D. Besarnya persentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi
nasional.

2.3.2 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

untuk menghitung pajak bumi dan bangunan, gunakan rumus:

PBB Terutang = Tarif (0,5 persen) x NJKP

NJKP adalah nilai jual kena pajak. NJKP didapat dari NJOP dikurangi
NJOPTKP atau rumusnya:

NJKP = NJOP – NJOPTKP

Kedua NJOP tersebut nantinya dijumlah menjadi NJOP sebagai Dasar


Pengenaan PBB. Rumusnya:

NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

11
Ilustrasi cerita perhitungan PBB

1. Pak Jon tinggal di rumah yang berlokasi di Jl. Raya Pondok Gede, Jakarta
Timur dengan luas 150 meter persegi dan luas tanah 200 meter persegi.
NJOP-nya, bumi dan bangunan, saat itu sebesar Rp 1.700.000 juta per
meter persegi. Berapakah PBB yang harus dibayar Pak Jon?

NJOP Bangunan 150 x Rp 1.700.000 = Rp 255.000.000

NJOP Bumi 200 x Rp 1.700.000 = Rp 340.000.000

NJOP Pengenaan PBB Rp 255.000.000 + Rp 340.000.000 = Rp 595.000.000

NJOPTKP Rp 12.000.000

NJOP untuk penghitungan PBB = Harga keseluruhan – NJOPTKP

Rp 595.000.000 – Rp 12.000.000 = Rp 583.000.000 (NJKP 20%)

NJKP 20 %x Rp 583.000.000 = Rp 116.600.000

Sehingga, PBB yang harus dibayarkan setiap tahun adalah :

0,5 % x Rp 116.600.000 = Rp 583.000

2.4 Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum nya

2.4.1 Pengertian BPHTB

A. Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dalam
pembahasan ini BPHTP selanjutnya disebut pajak.

B. Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan, adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang peribadi atau badan.

C. Hak atas Tanah dan atau Bangunan, adalah hak atas tanah, termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam

12
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah
susun dan ketentuan peraturan-peraturan undang yang berlaku lainnya

2.4.2 Dasar Hukum BPHTB

A. Undang – undang nomor 21 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan


undang – undang nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan. Undang undang ini menggantikan Ordonansi Bea
Balik Nama Staatsblad 1924 nomor 291.

B. Peraturan pemerintah nomor 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB


karena waris dan hibah.

C. Peraturan pemerintah nomor 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTP


karena pemberian hak pengelolaan.

D. Peraturan pemerintah nomor 113 tahun 2000 tentang penentuan


besarnya biaya NPOPTKP BPHTB.

2.5 Objek dan subyek BPTH

Subyek
Subyek pajak atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Oleh karena itu, subyek pajak dibebani oleh
kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang
BPHTB.

Obyek BPHTB
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan,
yang meliputi :

13
1.Pemindahan hak karena :
A. Jual beli
B. Tukar Menukar
C. Hibah
D. Hibah Wasiat, adalah suatu penetapan wasiat yang khusus
mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah
pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
E. Waris
F. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, adalah
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi
atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya tersebut.
G. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, adalah
pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak
bersama.penunjukan pembeli dalam lelang;
H. Penunjukan pembeli dalam lelang, adalah penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang.
I. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari
orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada
pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
J. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah
satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.

14
K. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
L. Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi
dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha
baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan
usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha
yang lama.
M. Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak
atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan hukum kepada penerima hadiah.

2.Pemberian hak baru karena :

A. Kelanjutan pelepasan hak; Yang dimaksud dengan pemberian


hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian
hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara
atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
B. Diluar pelepasan hak. Yang dimaksud dengan pemberian hak
baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas
tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau
dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku

15
2.6 Tata cara perhitungan BPHTB

Tata Cara Perhitungan


BPHTB = Tarif paja x NPOPKP
= 5 % x ( NPOP – NPOPTKP )

Perhitungan di atas dapat dibuat dengan urutan sebagai berikut :


Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) xxx
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) xxx (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) xxx
BPHTB yang terutang/dibayar:
( 5 % x NPOPKP ) xxx

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah
wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar adalah :
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang

Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak Rp
500.000.000.
Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP Rp 500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP Rp 440.000.000
============
Pajak BPHTB yang terutang :
5% x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000

16
2.7Pengertian dan Dasar hokum Bea Materai

Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang


menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap
dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai
atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu
digunakan.

2.7.2Dasar Hukum
a) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
b) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan
Bea Meterai.
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang
Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
e) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas
dengan Mesin Teraan.
f) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan
Teknologi Percetakan.
g) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan
Sistem Komputerisasi.
h) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang
Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.

17
i) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara
Pemeteraian Kemudian.
j) Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Meterai.
2.7.3 Karakteristik
Meliputi :
a) Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak
maupun obyek pajak.
b) Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat
terutang.
c) Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat
waktu
2.7.4 Istialah – Istilah
a) Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
b) Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
c) Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya
dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan
atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai
pengganti tanda tangan.
Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai
yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.
d) Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemeteraian kemudian.

18
2.8 Objek Bea Meterai

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen


menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b) Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk
rangkap-rangkapnya.
d) Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
• yang menyebutkan penerimaan uang
• yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank
• yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
• yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian
telah dilunasi atau diperhitungkan.
e) Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f) Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu
surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat
yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan
maksud semula.

19
2..8.1 Tidak Dikenakan Bea Meterai

Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen
yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan
pembayaran pajak dan dokumen Negara.
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
a) Dokumen yang berupa:
• surat penyimpanan barang;
• konosemen;
• surat angkutan penumpang dan barang;
• keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat
penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang
dan barang;
• bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim;
• surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
• surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di
atas.
b) Segala bentuk ijazah
c) Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d) Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah
daerah dan bank.
e) Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
f) Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
g) Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang
bergerak di bidang tersebut
h) Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

20
i) Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan
bentuk apapun.

2.9Tarif Bea Materai


a) Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:
• Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata
• Akta-akta Notaris termasuk salinannya
• Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama
nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00.;
• Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan, yaitu:
o surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
o surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan
lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan
semula.
b) Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai
berikut:
• Nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai
• Nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
• Nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
c) Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp
3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
d) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-
sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
e) Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal

21
sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-,
sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.

2.10 Ketentuan Khusus dan sanksi

2.9.1 Ketentuan Khusus

Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah
dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.

Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:

Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterainya


tidak atau kurang dibayar;

Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai
dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;

Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar;

Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang
dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.

Pelangganan terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai


Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

22
2.9.2 Sanksi administrasi

Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea


Meterai yang harus dilunasi kurang bayar.

Dokumen mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus


persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana yang
dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau kurang dilunasi sebagaimana.

Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus
melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian
kemudian.

2.9.3 Daluwarsa

Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terutang


menurut Undang-Undang Bea Meterai, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun,
terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.

Ketentuan Pidana

2.9.4 Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP:

Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau
meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;

Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang
dibuat dengan melawan hak;

Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan,


menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia meterai yang
mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dana
atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan haknya;

23
Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya
digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan
benda meterai;

Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai Pasal 7 UU Bea
Meterai dipidana penjara selama-lamanya 7 tahun dan tindak pidana ini adalah
bentuk kejahatan).

2.10Tata cara penlunasan Bea Materai

Saat Terutang.

Saat terutangnya bea meterai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea
meterai tersebut digunakan. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985
disebutkan saat terutangnya Bea Meterai adalah:

A. okumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu
diserahkan;
B. Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat
selesainya dokumen dibuat;
C. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia,

2.10.1 Cara Pelunasan Bea Meterai

Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Tempel.

Cara mempergunakan meterai tempel :

Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas
dokumen yang dikenakan Bea Meterai.

Meterai Tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.

Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan


tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian
tanda tangan di atas kertas dan sebagian lagi di atas Meterai Tempel.

24
Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan harus dibubuhkan
sebagian di atas semua Meterai Tempel dan sebagian di atas kertas.

Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tetapi tidak


memenuhi ketentuan di atas, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak
bermeterai.

2.10.2Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Kertas Meterai.

Cara mempergunakan kertas meterai :

Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian.

Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.

Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya di atas Kertas Meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang
masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.

Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal
ini belum ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas
Meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum
merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada
Kertas Meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka
Kertas Meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak Perlu dibubuhi meterai
lagi.

Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi, dokumen yang


bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

Pelunasan dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin


Teraan.

Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin
Teraan memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:

25
Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan
kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata
setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.

Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan mesin
teraan meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut:

Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan


Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin
teraan meterai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang
jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.

Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,-


(lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas Negara
melalui Bank Persepsi.

Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala


Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

2.10.4 Pelunasan dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan


Sistem Komputerisasi.

Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk


dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d
PP No. 24 Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal
sebanyak 100 dokumen.

Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak


dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen
yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.

26
Pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen
yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).

Menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea


Meterai kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan

Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah
dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1
(satu) bulan berikutnya.
2.10.5 Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan.

Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi pencetakan hanya diperkenankan untuk


dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun.

Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:

Pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi
Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui
Bank Persepsi.

Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak


dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah
Bea Meterai yang telah dibayar.

Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea
Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun, harus menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak
paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

Pelunasan Bea Meterai bagi dokumen yang dibuat di Luar Negeri

Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak
digunakan di Indonesia.

27
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau
Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih
ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat
dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan
perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu
daripada subjeknya.
Banyak hal yang harus diketahui tentang PBB dan peraturannya pun terus
berkembang sehingga kita harus selalu mencari informasi terbaru tentang
perpajakan.

Pajak BPHTB adalah sumber penting dalam pendapatan negara terutama untuk
daerah. Karena hanya sebagian kecil yaitu 20 persen untuk pusat dan 80
persennya merupakan bagian dari daerah. Sehingga dibutuhkan sinergi antara
pemerintah dengan masyarakat dalam menjaga konsistensi dalam pembangunan.
Demi mendapatkan hasil yang maksimal atas pajak BPHTB. Memberikan
konsekuensi kepada pemerintah untuk memberikan stimulan dan insentif kepada
pengembang perumahan maupun masyarakat miskin agar program pembangunan
perumahan bisa terwujud. Sebagai salah satu upaya dalam pembanguna atas
pajak BPHTB. Sedangkan di bidang hak atas tanah maka perizinan atas tanah serta
pembangunan semestinya tidak melalui administrasi yang berbelit-belit agar tidak
mejadi maslah baru dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini. Terjadinya
pengurangan bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak sepenuhnya
menjadi masalah dan pugas pemerinth dalam penyelesaiannya. Masyarakat juga
memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya.

28
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang
menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Bea materai
digunakan untuk dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penerimaan
uang, ataupun untuk surat-surat berharga yang penggunaannya telah diatur oleh
menteri keuangan, adapun jenisnya berupa materai tempel dengan nominal Rp.
3.000,00 dan Rp. 6.000,00 maupun materai kertas yang biasanya digunakan untuk
surat berharga seperti surat tanda tamat belajar maupun akta tanah.Penggunaan
bea materai dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai alat pengesahan
dokumen tersebut.

29
Daftar Pustaka
https://books.google.co.id/books?id=Dg2YHCQDtocC&printsec=frontcover&hl=id
#v=onepage&q&f=false

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pajak-bumi-dan-bangunan-
pbb.html

http://dessyazka.blogspot.co.id/2015/06/perpajakan-bea-meterai-bphtb.html
http://royanmakalah.blogspot.co.id/2013/01/pajak-bumi-dan-bangunan.html

30

Anda mungkin juga menyukai