Anda di halaman 1dari 15

PAJAK DAERAH PBB DAN BPHTB PROVINSI MALUKU

TAHUN 2022

PERPAJAKAN

NAMA : AUVIA ANISSA

NIM : 202033037

MINAT EKONOMI A
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.

Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah


beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun
1994, Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak
Pengahasilan No. 32 tahun 2008.

Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun
2007.

Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari
masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa
balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar
oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

1.2  Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan PBB dan BPHTB ?


2. Apa subjek dan objek dalam PBB dan BPHTB ?
3. Bagaimana cara perhitungan dalam PBB dan BPHTB ?
4. Bagaimana analis data PBB dan BPHTB di kota Ambon?

1.3  Tujuaan Penulisan

1. Pembaca dapat mengetahui Pengertian PBB dan BPHTB.


2. Pembaca dapat mengetahui subjek dan Objek PBB dan BPHTB.
3. Pembaca dapat mengetahui cara perhitungan PBB dan BPHTB dan semua yg
menyangkut tentang BPHTB.
4. Analis data PBB dan BPHTB di Kota Ambon
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PBB dan BPHTB


PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi
yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman
(termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Tempat olahraga.
e. Galangan kapal, dermaga.
f. Taman mewah.
g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada
setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas
tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-
Undang BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan  adalah pajak yang
dikenkan atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak,
sedangkan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa huku yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh
orang pribadi  atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk ha pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya sebagimana dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 16 tentang Rumah
Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

2.2 Subjek dan Objek PBB dan BPHTB


 Subyek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas
bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Hal ini berarti bahwa tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan. PBB melekat pada
pemiliknya meskipun dapat dialihkan kepada penyewanya atau pihak lain. Jika suatu
objek pajak belum diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang menjadi subyek
pajak diatur sebagai berikut :
1. Jika suatu subyek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan
milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan
karena perjanjian, objek pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau
bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
2. Suatu subyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut
ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
3. Subyek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak objek
pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang
atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib
Pajak.

 Objek PBB adalah yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.

 Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB
yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

 Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum
(otomatis/tidak disengaja) yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.

   

                                                        

2.3 Objek pajak yang tidak dikenakan PBB dan BPHTB


Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
1. Objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah,
sosial,  kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan.
2. Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu.
3. Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
4. Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas
perlakuan timbal balik.
5. Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Kuangan.

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.


2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau
bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa
maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan
untuk mencari keuntungan, misalnya : tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk
instalasi pemerintah , rumah sakit, dan jalan umun.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan
hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang
berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa
imbalan apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
7.
2.4 Dasar Pengenaan PBB dan BPHTB

Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
mempunyai pengertian sebagai berikut: harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.

Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang


dapat dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :

1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek
(properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang
sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan
Metode Perbandingan Harga.
2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti)
dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi
dengan penyusutan yang ada.
3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek
(properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut
dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut
Pendekatan Kapitalisasi.

NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah
tertentu setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat. NJOP
dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk
bumi maupun bangunan.

Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:


 Kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah
Rp140,- per M2.
 Kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2.

Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu:

 Kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp50.000,- per M2.
 Kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas
terendah sebesar Rp1.516.000,- per M2

Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini di maksudkan
untuk keserhanaan kemudahan penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :

a) Jual Beli adalah harga transaksi


b) Tukar Menukar adalah nilai pasar
c) Hibah adalah nilai pasar
d) Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e) Waris adalah nilai pasar
f) Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
adalah nilai pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k) Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l) Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m) Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n) Hadiah adalah nilai pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
Risalah Lelang
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang
dipakai adalah NJOP PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang
terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB
pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh
Mentri Keuangan.

2.5 Cara Penghitungan PBB dan BPHTB

Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu
suatu persentase tertentu dari NJOP. Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

NJKP = NJOP – NJOPTKP

Tarif PBB :

a. Besarnya tarif PBB adalah setinggi-tingginya 0,3%


b. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.1%
c. Untuk NJOP di atas Rp 1 Milyar adalah sebesar 0.2%

Rumus penghitungan PBB :

PBB = Tarif x NJKP

Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen).
Secara metematis adalah :

BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)

2.6 Contoh Kasus PBB dan BPHTB di Kota Ambon

NOMOR 67 TAHUN 2022

TENTANG

PENUNJUKAN PETUGAS PEMUNGUT PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DI LINGKUP PEMERINTAH KOTA AMBON


TAHUN 2022

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pemungutan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan salah

satu sumber f>endapatan daerah yang penting guna

membiayai pelaksanaan pembangunan dan

pemerintahan daerah, maka perlu menunjuk Petugas

Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam

Lingkup Pemerintah Kota Ambon;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, maka perlu menetapkan

Keputusan Walikota Ambon tentang Penunjukan

Petugas Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di

Lingkup Pemerintah Kota Ambon Tahun 2022;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958 tentang

Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 23 Tahun

1957 tentang Pembentukan Daerah Daerah Swatantra

Tk.II dalam Wrilayah Swatantra Tk.I Maluku (Lembaran

Negara Tahun 1957 Nomor 80) sebagai Undang-Udang

(Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 111, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 1645);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3262), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4999);

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12

tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3568);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5679);

8. Peraturna Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 tentang

Perubahan Batas Wilayah KotamadyaDaerah Tingkat II

Ambon (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 20,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 31 73);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,


Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia

Nomor 4741);

10. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 4 Tahun 2013

tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Daerah

Kota Ambon Tahun 2013 Nomor 4, Tambahan

Lembaran Daerah Kota Ambon Nomor 286);

11. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 6 Tahun 2021

tentang Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Ambon

Tahun Anggaran 2019;

12. Peraturan Walikota Ambon Nomor 1 Tahun 2013

tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Ambon

(Berita Daerah Kota Ambon Tahun 2013 Nomor 1, Seri

B Nomor 1);

13. Peraturan Walikota Ambon Nomor 67 Tahun 2021

tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kota Ambon Tahun Anggaran 2022.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KESATU : Menunjuk Petugas Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) di Lingkup Pemerintah Kota Ambon Tahun 2022;


KEDUA : Petugas Pemungut sebagaimana dimaksud diktum KESATU

adalah Ketua RT/RW atau perangkatnya di 5 (lima)

Kecamatan dalam wilayah Kota Ambon seperti yang

tersebut dalam Lampiran I Keputusan Walikota ini;

KETIGA : Petugas Pemungut sebagaimana dimaksud Diktum KEDUA

bertugas untuk :

a. Melakukan Monitoring, Koordinasi, Pengawasan dan

Penagihan/Pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

dan menyetornya ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24

jam setelah menagih pada :

1. PT. Bank Maluku Pusat

2. PT. Bank Maluku Cabang Kas Kota

3. PT. Bank Maluku Cabang Batu Merah

4. PT. Bank Maluku Cabang Passo

5. PT. Bank BNI 46

6. Kan tor Pos seluruh Indonesia

7. Loket Kan tor Badan Pengelola Pajak dan Retribusi

Daerah Kota Ambon

b. Penyetoran PBB ke kas daerah pada setiap jam keija;

c. Membuat laporan kepada Walikota Ambon c.q. Badan

Pengelola Pajak dan Retiusi Daerah Kota Ambon;

KEEMPAT : Penagihan/Pemungutan yang dilakukan oleh Petugas

Penagih akan diberi insentif sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh

ribu rupiah) per objek/SPPT PBB;


KELIMA : Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada diktum

keempat akan dilakukan sesuai prosedur seperti yang

tersebut dalam Lampiran II Keputusan Walikota ini;

KEENAM : Dalam melaksanakan tugas, Petugas Pemungut

bertanggung jawab kepada Walikota Ambon melalui Badan

Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Ambon;

KETUJUH : Segala biaya yang timbul atas dikeluarkannya keputusan

ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kota Ambon 2022;

KEDELAPAN : Keputusan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PBB adalah pajak atas bumi dan bangunan sedangkan BPHTB adalah pajak
atas perolehan ha katas tanah dan/atau bangunan.pemerintah daerah adalah pemungut
pajak dimaksud sesuai dengan UU PDRD.perolehan hak aatas tanah dan/atau bangunan
adalah pemindahan hak dan perolehan hak baru. Dasar pengenaan pajak adalah nilai
perolehan objek pajak dimaksud.

3.2 Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh
sebab itu penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca
guna penyempurnaan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai