Anda di halaman 1dari 16

Resky Ramadhan Rusdi

A031191052
A. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
1. 1. Pengertian
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,
tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :


a. a) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.

b. b) Jalan tol.

c. c) Kolam renang.

d. d) Tempat olahraga.

e. e) Galangan kapal, dermaga.

f. f) Taman mewah.

g. g) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.

h. h) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan
oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang
terutang kepada Wajib Pajak.

1. 2. Dasar Hukum
a. a) UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.
12 Tahun 1994
b. b) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya
Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.
c. c) Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian
Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar
Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
d. d) Keputusan menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan
atas Keputusan Menteri Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.

1. 3. Subjek dan Objek Pajak


a) Subjek Pajak
 Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan.
 Jika suatu objek pajak belum diketahui secara pasti siapa WPnya, maka
yang menjadi subjek pajak diatur sebagai berikut :
 Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau
bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-
undang atau bukan karena perjanjian, subjek pajak yang
memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai
Wajib Pajak.
 Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan,
maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak
tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
 Subjek pajak yang dalam waktu lama berada di luar wilayah letak pajak
objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan
kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat
ditunjuk sebagai Wajib Pajak.

b)  Objek Pajak


 Yang menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunan.
 Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya,
termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal
1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994).
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha
maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).

Termasuk dalam pengertian bangunan :


 ♣ Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti
hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan
komplek bangunan tersebut;
 ♣ Jalan tol;
 ♣ Kolam renang;
 ♣ Pagar mewah;
 ♣ Tempat olah raga;
 ♣ Galangan kapal, dermaga;
 ♣ Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
 ♣ Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994 ).

Dikecualikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor


12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994)
a. a. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani
kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh
objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB seperti : pesantren atau
sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan
lain-lain .
b. b. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan
purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum.
c. c. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau
konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
d. d. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum
dibebani sesuatu hak.
e. e. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi Internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.

a. 4.  Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan


b. a) Tarif
Berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994, tarif pajak
yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
Sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah
paling tinggi 0,3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah  Nomor 25 Tahun 2002, besarnya
persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yaitu :
1.      Sebesar 40% dari NJOP untuk :
 ⎫ Objek Pajak Perkebunan,
 ⎫ Objek Pajak Kehutanan,
 ⎫ Objek PBB lainnya  apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah,

2.      Sebesar 20% dari NJOP untuk :


 ⎫ Objek Pajak Pertambangan,
 ⎫ Objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

b)  Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan


Tata Cara Perhitungan
PBB = Tarif pajak x NJKP
= 0,5 % x [persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]

 ϖ Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan


 ♣ Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Teruatang
(SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
 ♣ Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh
wajib pajak.
 ♣ Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar
atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2 % per
bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
 ♣ Denda administrasi ditambah utang pajak yang belum atau kurang
dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi
selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh WP.
 ♣ Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan
tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
 ♣ Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri
Keuangan.
 ♣ Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak,
dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak.
 ♣ Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan
pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

c)  Besarnya PBB Terhutang


Contoh 1
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp
20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka
besarnya pajak yang terutang adalah :
= 0,5% × 20% × (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00

B. BEA MATERAI
1. Pengertian
Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam
lalu lintas hukum. Beberapa pengertian-pengertian lain yang perlu diketahui
dalam bea materai, antara lain :
 ⎫ Bea Materai adalah pajak atas dokumen.
 ⎫ Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan
maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau
pihak-pihak yang berkepentingan.
 ⎫ Benda Materai adalah materai tempel dan kertas materai yang
dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
 ⎫ Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan,
termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap
nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
 ⎫ Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan Bea Materai yang
dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea
Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
 ⎫ Pejabat Pos adalah pejabat PT. Pos dan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemateraian-kemudian.

2. Dasar Hukum
 ⎫ Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
 ⎫ Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif
Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang
Dikenakan Bea Materai.
 ⎫ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang
Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Materai Tempel Tahun 2005.
 ⎫ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang
Pelunasan Bea Materai dengan Menggunakan Cara Lain.
 ⎫ Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai Lunas
dengan Mesin Teraan.
 ⎫ Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan
Teknologi Percetakan.
 ⎫ Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan
Sistem Komputerisasi.
 ⎫ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang
Pelunasan Bea Materai dengan Cara Pemateraian Kemudian.
 ⎫ Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara
Pemateraian Kemudian.
 ⎫ Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Materai.
3.  Subjek dan Objek Pajak
 ⎫ Subjek Pajak
Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

 ⎫ Objek Pajak
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen
menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata
dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
1. 1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan  tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
2. 2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
3. 3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah   termasuk
rangkap-rangkapnya.
4. 4. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
1. • yang menyebutkan penerimaan uang;
2. • yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank;
3. • yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
4. • yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian
telah dilunasi atau diperhitungkan.
1. 5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
2. 6. Dokumen yang dikenakan Bea Materai juga terhadap dokumen yang
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-
surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang
semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan
maksud semula Yang Tidak Dikenakan Bea Materai :
 • Dokumen yang berupa, antara lain  surat penyimpanan barang,
konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan
dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengirim, surat-surat lainnya yang disamakan dengan surat-
surat tersebut di atas.
 • Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti
suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.
 • Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
 • Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah
Daerah, dan Bank.
 • Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.
 • Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.
 • Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di
bidang tersebut.
 • Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
 • Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.

4.  Tarif dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan


 ⎫ Tarif
Jenis Dokumen Nilai Tarif Bea
Terkena Bea Materai
Materai

Surat Perjanjian dan surat- - Rp 6.000,00


surat lainnya (antara lain
surat kuasa, surat hibah, dan
surat pernyataan) yang
dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat
pendata.

Akta-akta Notaris termasuk - Rp 6.000,00


salinannya.

Akta-akta yang dibuat - Rp 6.000,00


Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya.

Dokumen yang akan - Rp 6.000,00


digunakan sebagai alat
pembuktian di muka
pengadilan, yaitu:

• Surat-surat biasa dan


surat-surat
kerumahtanggaan.

• Surat-surat yang
semula tidak
dikenakan Bea
Materai berdasarkan
tujuannya, jika
digunakan untuk
tujuan lain atau
digunakan untuk
orang lain, lain dari
maksud semula.

Surat yang memuat jumlah <Rp Nihil


uang, yang termasuk di 250.000,00 Rp 3.000,00
dalamnya : >Rp

• Yang menyebutkan 250.000,00

penerimaan uang. s/d Rp 6.000,00


Rp
• Yang menyatakan
1.000.000,00
pembukuan uang atau
>Rp
penyimpanan uang
1.000.000,00
dalam rekening di
bank.

• Yang berisi
pemberitahuan saldo
rekening di bank.

• Yang berisi
pengakuan bahwa
utang uang sebagian
atau seluruhnya telah
dilunasi atau
diperhitungkan.

Surat berharga seperti wesel, <Rp Nihil


promes, dan aksep 250.000,00 Rp 3.000,00
>Rp
250.000,00
s/d
Rp Rp 6.000,00
1.000.000,00
>Rp
1.000.000,00
Cek dan Bilyet Giro - Rp 3.000,00
Efek dengan nama dan <Rp Nihil
dalam bentuk apapun. 250.000,00 Rp 3.000,00
>Rp
250.000,00
s/d Rp 6.000,00
Rp
1.000.000,00
>Rp
1.000.000,00

5. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan


 ⎫ Saat Terutang Bea Materai
1. 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen
itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu
dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan
sebagainya.
2. 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat
dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan
tanda tangan dari yang bersangkutan. Misalnya surat perjanjian jual
beli.
3. 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia. Bea Materai yang terutang dilunasi dengan cara
pemateraian ke

 ⎫ Cara Pelunasan Bea Materai


 Materai Tempel
1. 1. Materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
atas dokumen yang dikenakan Bea Materai.
2. 2. Materai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan
dibubuhkan.
3. 3. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu,
sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di
atas materai tempel.
4. 4. Jika digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua materai tempel dan sebagian di atas
kertas.
 Kertas Materai
1. 1. Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang
untuk dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang digunakan, maka
untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak
bermaterai.
2. 2. Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu
diatas kertas materai
3. 3. Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
4. 2. Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang
bersangkutan dianggap tidak bermaterai.
 Mesin Teraan Materai
Pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai Lunas
dengan mesin teraan materai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang
melakukan pemateraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50
dokumen.
a. 1. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan
membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai harus
mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat.
b. 2. Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan materai
yang akan digunakan.
c. 3. Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang
harus dilunasi Bea Materai setiap hari;
d. 4. Harus melakukan penyetoran Bea Materai di muka minimal sebesar Rp
15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.
 Pemateraian Kemudian
Pemateraian kemudian adalah cara pelunasan BEA Materai yang dilakukan
oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemateraian kemudian dilakukan atas :
1. 1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
2. 2. Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya.
3. 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di
Indonesia.
Pemateraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti
diatas dengan menggunakan :
 ⎫  Materai Tempel
 ⎫  Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
Besarnya Bea Materai yang harus dilunasi dengan cara Pemateraian Kemudian
adalah :
1. 1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah
sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang
berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.
2. 2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana
mestinya adalah sebesar Bea Materai yang terutang.
3. 3. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di
Indonesia adalah sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan
peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.

6. Besarnya Bea Materai Terhutang


Contoh
Pak Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang muka
sebesar 20% sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu sebesar 25%.
Hitunglah bea materai jika :
a.         Seluruh dokumen yang digunakan adalah kuitansi
b.         Seluruh dokumen yang digunakan adalah cek
Jawab :
Jumlah uang yang telah dikeluarkan Pak Usman adalah :
Uang muka : 20% × Rp 150.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Angsuran 1 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 2 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 3 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 4 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp  7.500.000,00

No Nominal Kuitansi Cek

1 Rp 30.000.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

2 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

3 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

4 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000


5 Rp  7.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000

Jumlah Rp 30.000 Rp 15.000

Anda mungkin juga menyukai