Anda di halaman 1dari 5

PBB dan BPHTB

oleh Raharjo Sugeng Utomo (Pak RSU)

Pengertian dasar PBB

1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.
3. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
NJOP Pengganti.
4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak
untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan UU PBB.
5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.

A. PBB Sektor P3L

P3L = perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan lainnya.

Dasar hukum: UU Nomor 12 Tahun 1985 jo UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan.

Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Klasifikasi obyek pajak ini
diatur oleh Menteri Keuangan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 139/PMK.03/2014 tanggal 10 Juli


2014, objek pajak PBB meliputi objek pajak sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan,
dan lainnya. Maka sering disebut sektor P3L. Objek pajak sektor lainnya adalah objek
pajak PBB, selain objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor
pertambangan yang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota.

PMK 139 tidak berlaku lagi sebab diganti dengan PMK Nomor 186/PMK.03/2019 tanggal 10
Desember 2019. Menurut PMK 186 objek pajak diklasifikasikan menjadi objek pajak PBB
sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk
pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batubara, dan lainnya. “Sektor P5L”
☺. Objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan selain objek pajak
PBB Sektor P5 tersebut, yang:
1. berada di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atau
perairan di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia; dan
2. selain objek PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Bumi yang dimaksud dalam Sektor Lainnya meliputi perairan yang digunakan untuk:
a. perikanan tangkap;
b. pembudidayaan ikan;
c. jaringan pipa;
d. jaringan kabel;
e. ruas jalan tol; atau
f. fasilitas penyimpanan dan pengolahan meliputi Floating Storage and Offloading (FSO),
Floating Production System (FPS), Floating Processing Unit (FPU), Floating Storage Unit
(FSU), Floating Production Storage and Offloading (FPSO), Floating Storage
Regasification Unit (FSRU).

Bangunan yang dimaksud dalam Sektor Lainnya merupakan konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada bumi di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, meliputi:
a. jaringan pipa;
b. jaringan kabel;
c. ruas jalan tol; atau
d. fasilitas penyimpanan dan pengolahan, meliputi FSO, FPS, FPU, FSU, FPSO, FSRU.

Obyek Pajak yang tidak dikenakan PBB adalah obyek pajak yang:
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak;
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

NJOP merupakan dasar pengenaan pajak PBB. NJOP PBB merupakan hasil penjumlahan
antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. Penilaian objek pajak untuk penetapan NJOP bumi
dan NJOP bangunan dilakukan oleh Penilai Pajak.

Tarif. Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.
Dasar pengenaan pajak adalah NJOP.
Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NKKP) yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Besarnya persentase NJKP
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP.
Dalam penetapan besarnya PBB terutang, setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar
Rp12.000.000,00. Besarnya NJOPTKP tersebut hanya berlaku untuk PBB selain sektor
perdesaan dan perkotaan.

Jadi:

PBB Terutang = 0,5% x NJKP


= 0,5% x [ p% x (NJOP-NJOPTKP) ]
= 0,5% x [ p% x (NJOP-12.000.000) ]
p% adalah = 40% untuk sektor P3
= 20% untuk sektor Lainnya, bila NJOP < 1 milyar
= 40% untuk sektor Lainnya, bila NJOP >= 1 milyar
B. PBB Sektor P2

P2 = perdesaan dan perkotaan

Dasar hukum: UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal
77 s.d. 84.

Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut;
b. jalan tol;
c. kolam renang;
d. pagar mewah;
e. tempat olahraga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. menara.

Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB P2 adalah objek pajak yang:
a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00 untuk setiap


Wajib Pajak, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Dasar pengenaan PBB P2 adalah NJOP, yang besarnya ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali
untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
wilayahnya. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.

Tarif PBB P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%, yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Besaran pokok PBB P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar
pengenaan pajak setelah dikurangi NJOPTKP. Tempat pajak yang terutang adalah di
wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.

Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari.

Jadi:
PBB Terutang = p% x ( NJOP – NJOPTKP ) Bedakan dengan PBB P3L !
p% = paling tinggi 0,3%
NJOPTKP = paling rendah Rp 10.000.000,00
C. BPHTB

BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Dasar hukum: UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal
85 s.d. 93.

Objek Pajak BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:


a. pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.

Hak atas tanah tersebut adalah:


a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama;
e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).

NPOP yang digunakan adalah:


1. Harga transaksi, dalam hal jual beli.
2. Nilai pasar, dalam hal: tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam
peseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian
hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha,
pemekaran usaha, hadiah; dan/atau
3. harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang, dalam hal penunjukan pembeli
dalam lelang.

Jika NPOP pada angka 1 dan 2 di atas tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP
yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan yang dipakai adalah NJOP PBB.

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling
rendah sebesar Rp 60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak
karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling
rendah sebesar Rp 300.000.000,00. Kedua NPOPTKP tersebut ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar
pengenaan pajak setelah dikurangi NPOPTKP dan dipungut di wilayah daerah tempat Tanah
dan/atau Bangunan berada.

Jadi:

BPHTB Terutang = p% x ( NPOP – NPOPTKP )


p% = paling tinggi 5%
NPOPTKP = paling rendah Rp 60.000.000,00 atau Rp 300.000.000,00
NPOP = menggunakan NJOP, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP
lebih rendah dari NJOP

©
Ada pertanyaan?
Ajukan lewat WA 0878 6 021 5000
atau DM Instagram @rsugengutomo

Depok, 23 01 2020

Anda mungkin juga menyukai