Anda di halaman 1dari 42

PENGERTIAN UMUM

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

1
2
DASAR HUKUM PBB

Dasar Hukum pengenaan PBB di Indonesia :


1. UU No.12 Tahun 1985 stdd UU No.12 Tahun 1994
tentang Pajak Bumi dan Bangunan
2. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah

3
4
CIRI-CIRI KHUSUS PBB
1. PBB merupakan Pajak Pusat
PBB merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat, namun di dalam pelaksanaannya dibantu atau
didelegasikan kepada pemerintah daerah (Gubernur/
Bupati/Walikota), khususnya dalam pemungutannya.
Mulai tahun 2010 PBB Sektor Perdesaan & Perkotaan
telah dialihkan menjadi pajak daerah
2. PBB merupakan Pajak Objektif
PBB merupakan pajak objektif (kebendaan), namun
dalam pengenaannya juga memperhatikan kondisi
subjektif Wajib Pajak (antara lain dalam bentuk
diberikannya pengurangan PBB)
5
3. Sumber Penerimaan APBN & APBD
PBB merupakan sumber penerimaan APBN juga APBD
karena sebagian hasil penerimaan PBB diserahkan kepada
Pemerintah Daerah Tingkat I & II untuk pembiayaan
pembangunan di daerah. Mulai Tahun 2010 PBB Sektor
Perdesaan & Perkotaan telah sepenuhnya menjadi sumber
penerimaan daerah.
4. Pajak yang Potensial
PBB dikatakan sebagai pajak yang potensial karena meliputi
Objek yang sangat luas (bumi +/bangunan) di wilayah
nusantara,dan Subjek yang sangat besar (orang/badan yang
mempunyai hak/memiliki/menguasai/ memanfaatkan bumi
+/bangunan)

6
PENGERTIAN BUMI
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang
ada di bawahnya
Permukaan bumi meliputi :
a. tanah dan perairan pedalaman
b. laut wilayah Indonesia
Contoh perairan yang merupakan objek pajak :
tambang minyak lepas pantai, budidaya mutiara laut,
tambang di daratan baik migas maupun non migas

7
PENGERTIAN BANGUNAN
Bangunan merupakan konstruksi teknik yang
ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan /atau perairan
Dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan
mengandung arti bahwa konstruksi teknik yang tidak
dilekatkan secara tetap berarti bukan objek pajak.
Contoh : kapal-kapal yang berada berlabuh di
dermaga/pelabuhan, bukan merupakan objek pajak.

8
SEKTOR PBB
Sektor Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan
Sektor Perkebunan adalah objek PBB yang digunakan untuk
pengusahaan tanaman perkebunan dengan luasan paling sedikit 2
(dua) hektar, termasuk emplasemen.
Sektor Kehutanan adalah objek PBB yang meliputi areal
pengusahaan hutan dan budidaya hutan.
Sektor Pertambangan adalah objek PBB yang meliputi areal
usaha penambangan bahan-bahan galian dan semua golongan
yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian
lainnya.
Sektor Perdesaan dan Perkotaan yaitu objek PBB yang
meliputi kawasan pertanian, perkantoran, pertokoan, industri
serta objek khusus perkotaan.

9
OBJEK PAJAK
YANG TIDAK DIKENAKAN PBB
Objek pajak yang :
 Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu
 Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasaioleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak
 Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
 Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan
SUBJEK PAJAK
Memperoleh manfaat Memperoleh manfaat
atas bangunan atas bumi

ORANG PRIBADI/BADAN

Mempunyai suatu hak


Memiliki, menguasai atas bumi
bangunan

SUBJEK Dikenakan kewajiban WAJIB


PAJAK Membayar pajak PAJAK
TATA CARA PENDATAAN, PENILAIAN, PENAGIHAN,
PEMBAYARAN PBB

Pendataan objek PBB adalah semua kegiatan untuk memperoleh,


mengumpulkan, melengkapi, dan menatausahakan data objek
pajak dan subjek pajak PBB.
Pelaksanaan pendataan objek pajak terdiri dari 2 jenis kegiatan
yaitu :
Penyusunan data awal, yakni pendataan seluruh objek PBB dalam
suatu wilayah tertentu.
Pemutakhiran data, yakni kegiatan memperbaharui atau
menyesuaikan data yang ada dengan perkembangan situasi dan
kondisi terkini
Sarana yang digunakan dalam pendataan adalah Surat
Pemberitahuan Obyek Pajak
SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
(SPOP)
 Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak PBB wajib
mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.
 SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melaporkan data objek pajak menurut ketentuan UU PBB/UU
PDRD.
 SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan disampaikan kepada DJP/BPRD yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-
lambatnya 30 hari setalah tanggal diterimanya SPOP oleh
Wajib Pajak.
14
CARA MEMPEROLEH SPOP
http://www.pajak.go.id/content/formulir/16202/spop-dan-l
spop-pbb-sektor-lainnya
http://bprd.jakarta.go.id/2018/01/05/form-spop-sspd-
sptpd-dan-formulir-pendaftaran-pajak-jakarta/
PEMBAYARAN PBB BERDASARKAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG
(SPPT)
Berdasarkan SPOP, Direktur Jenderal Pajak / Badan Pajak
dan Retribusi Daerah menerbitkan SPPT yakni surat yang
digunakan oleh DJP untuk memberitahukan besarnya
pajak terutang kepada Wajib Pajak.
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT oleh Wajib Pajak. Contoh : SPPT diterima tgl 1
Maret 2020, maka jatuh tempo pembayaran PBB adalah
tgl 31 Agustus 2020.
17
DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak PBB adalah Nilai Jual Objek


Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual-beli yang terjadi secara wajar
Bila mana tidak terdapat transaksi jual-beli, maka NJOP
ditentukan berdasarkan :
a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
b. nilai perolehan baru
c. NJOP Pengganti

18
CARA PENILAIAN NJOP PBB
PASAL 1 AYAT 3 UU PBB :
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-
beli yang terjadi secara wajar

Apabila tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP


ditentukan melalui :
• perbandingan harga dgn objek sejenis
• nilai perolehan baru
• NJOP pengganti

A. PENDEKATAN DATA PASAR / PERBANDINGAN HARGA


(MARKET DATA/SALES COMPARISON APPROACH)
B. PENDEKATAN BIAYA (COST APPROACH)
C. PENDEKATAN PENDAPATAN (INCOME APPROACH)
PENDEKATAN DATA PASAR / PERBANDINGAN HARGA
(MARKET DATA/SALES COMPARISON APPROACH)

 Untuk menentukan nilai suatu properti (tanah dan/atau


bangunan) dengan mengumpulkan data harga transaksi wajar
sebanyak-banyaknya dari suatu properti
Contoh : harga wajar dari transaksi penjualan tanah di suatu
wilayah adalah Rp.1.500.000; Rp.1.550.000; Rp.1.450.000;
Rp.1.400.000;….maka dapat dihitung Nilai Indikasi Rata-rata
(NIR) dari tanah tersebut yaitu sebesar :
(1.500.000 + 1550.000 + 1.450.000 + 1.400.000) /4 =
Rp.1.475.000
 Dapat juga dengan jalan membandingkan properti yang akan
dinilai dengan properti lain yang sejenis yang telah diketahui
nilai jualnya
Contoh : mall, hotel, ruko, dsb
PENDEKATAN BIAYA
(COST APPROACH)
Nilai suatu bangunan ditentukan dengan menghitung
seluruh biaya yang digunakan untuk membangun
properti yang bersangkutan, dikurangi dengan
penyusutan, kemudian ditambahkan dengan nilai
tanahnya.
PENDEKATAN PENDAPATAN
(INCOME APPROACH)
Untuk menentukan nilai suatu properti berdasarkan
pada kemampuan suatu properti untuk mendatangkan
penghasilan.
Pendekatan ini digunakan terhadap properti yang
menghasilkan pendapatan seperti hotel, restoran,
gedung perkantoran, gedung yang disewakan, dsb
KLASIFIKASI DAN BESARNYA NJOP
SBG DASAR PENGENAAN PBB
Klasifikasi adalah pengelompokan nilai jual rata-rata
atas permukaan bumi berupa tanah dan/atau bangunan
yang digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan
penghitungan PBB yang terutang.
Dlm menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan
faktor-faktor letak, peruntukan, pemanfaatan, kondisi
lingkungan, dll.
Dlm menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan
faktor-faktor bahan yang digunakan, rekayasa, letak,
kondisi lingkungan, dll.

23
Dlm hal ada objek pajak yang nilai jual per m2 nya
lebih besar dari ketentuan NJOP maka NJOP yang
terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar
pengenaan PBB.
Menteri Keuangan mengatur tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya NJOP sbg DPP PBB – PMK
No.139/PMK.03/2014
Gubernur DKI Jakarta mengatur tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya NJOP sbg DPP PBB P2
daerah Provinsi DKI Jakarta – Pergub No 37 Tahun
2019
24
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP)
Dlm rangka penyesuaian besarnya NJOPTKP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU
PBB, dipandang perlu unt menetapkan penyesuaian
besarnya NJOPTKP dengan Keputusan Menteri
Keuangan. Maksimal Rp 12 Juta unt setiap Wajib
Pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah
Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
pemerintah kabupaten/kota setempat. Paling rendah
Rp10 juta untuk setiap Wajib Pajak.
25
Contoh
Seorang WP memiliki 3 buah objek pajak pada lokasi
yang berbeda. Masing-masing NJOP sebagai dasar
pengenaan PBB adalah Rp200 juta, Rp250 juta dan
Rp300 juta. Berapakah NJOP untuk penghitungan PBB
untuk masing-masing objek pajak jika NJOPTKP Rp10
juta?

26
Jawaban
NJOP unt penghitungan PBB masing-masing objek
pajak adalah:

Rp200 juta – Rp0 = Rp200 juta


Rp250 juta – Rp0 = Rp250 juta
Rp300 juta – Rp10 juta = Rp290 juta

27
DASAR PENGHITUNGAN PAJAK

Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak


(NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan
setinggi-tingginya 100% dari NJOP
NJKP adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar
penghitungan pajak, yaitu suatu presentase tertentu dari
nilai jual sebenarnya.
Besarnya NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional (PP
No.25 Tahun 2002)

28
Prosentase NJKP yang berlaku saat ini (berdasarkan PP
25/2002) yaitu :
a. sektor perkebunan : 40%
b. sektor kehutanan : 40%
c. sektor pertambangan : 40%
d. objek lainnya :
1. bila NJOP ≥ Rp.1 M: 40%
2. bila NJOP < Rp.1 M : 20%
Khusus PBB Sektor Pedesaan & Perkotaan yang telah
menjadi Pajak Daerah, tidak lagi menggunakan NJKP
sebagai dasar penghitungan pajak.

29
TARIF PAJAK

Tarif pajak PBB adalah 0,5%


Khusus PBB sektor Pedesaan & Perkotaan yang telah
menjadi Pajak Daerah, tarif pajak ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3%

30
Formula Penghitungan PBB
Formula penghitungan PBB adalah sbb :
PBB = Tarif Pajak x (% NJKP x NJOPKP)
= 0,5% x %NJKP x (NJOP – NJOPTKP)

Formula penghitungan PBB P2 adalah sbb :


PBB = Tarif Pajak x NJOPKP
= 0,3% x (NJOP – NJOPTKP)

31
Rumus penghitungan dpt dibuat dg urutan
sbb:

PBB PBB P2

NJOP Bumi XX NJOP Bumi XX

NJOP Bgn XX NJOP Bgn XX

DPP PBB XX DPP PBB XX

NJOPTKP (XX) NJOPTKP (XX)

NJOPKP XX NJOPKP XX

NJKP (%xNJOPKP) XX

PBB (0,5%xNJKP) XX PBB (0,3%xNJOPKP) XX

32
SAAT TERUTANG PAJAK
 Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwim, yaitu tanggal
1 Januari s/d 31 Desember;
 Saat yang menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada tanggal 1 Januari. Contoh :
a) Pada tanggal 1 Januari 2020 objek pajak A terdiri dari tanah
dan bangunan di atasnya. Jika pada bulan Mei 2010 bangunan
tersebut habis terbakar, maka PBB terutang Tahun 2020 tetap
dihitung berdasarkan keadaan pada 1 Januari, yaitu atas tanah
dan bangunan.
b) Pada tanggal 1 Januari 2020 objek pajak B hanya berupa tanah
saja. Jika pada bulan Agustus 2020 di atas tanah tsb telah
berdiri sebuah bangunan, maka PBB terutang Tahun 2020
tetap dihitung berdasarkan keadaan pada 1 Januari, yaitu
hanya atas tanah saja.
33
TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK
ATM
BANK PERSEPSI,
KANTOR POS YANG DITUNJUK DALAM SPPT
PBB
PRINSIP-PRINSIP DALAM MENGHITUNG PBB

a) Saat yang menentukan pajak terutang adalah keadaan per 1


Januari
b) Nilai jual bumi dan bangunan per meter harus dikonversi
dulu ke Tabel Klasifikasi Objek Pajak
c) NJOP Bumi dan/ atau Bangunan dikurangi dengan NJOPTKP
d) PBB P3 terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan
NJKP
e) Tarif PBB untuk semua objek pajak adalah sama, yaitu 0,5%
(kecuali sektor Pedesaan & Perkotaan yang telah menjadi
pajak daerah, tarif paling tinggi 0,3%)
f) Apabila objek mempunyai nilai jual beragam, tapi dalam satu
kesatuan komplek, maka konversinya dilakukan atas NILAI
KESELURUHAN
35
PERALIHAN PBB SEKTOR PERDESAAN &
PERKOTAAN MENJADI PAJAK DAERAH
PBB sektor perdesaan dan perkotaan (PBB P2) merupakan
jenis pajak kabupaten/kota yang baru ditetapkan dengan UU
No.28 Tahun 2009
PBB sektor perdesaan dan perkotaan pada dasarnya
merupakan suatu jenis pajak pusat, yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, di mana
sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Walaupun telah ditetapkan menjadi pajak daerah, sepanjang
pada suatu kabupaten/kota belum ada peraturan daerah tentang
PBB sektor perdesaan dan perkotaan , pemungutan PBB tetap
menjadi kewenangan pemerintah pusat sampai dengan Tahun
2013.
36
LATAR BELAKANG
1. Prinsip desentralisasi fiskal dan otonomi daerah : “Money follow
function”, artinya fungsi pokok pelayanan publik diserahkan kepada
daerah dengan dukungan pendanaan melalui :
a. penyerahan sumber-sumber penerimaan
b. alokasi (transfer)
2. Karakteristik PBB P2 dan BPHTB memenuhi syarat sebagai pajak
daerah, yaitu :
a. Lokalitas (immobile object)
b. Hubungan antara Wajib Pajak dengan yang memperoleh manfaat
pajak (tax benefit-link and local accountability)
c. Best practice di berbagai negara
3. Daerah bisa lebih optimal dalam menggali potensi penerimaan PBB P2
dan diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik karena
Pemerintah Daerah lebih mengenal karakteristik wilayahnya dan Wajib
Pajaknya.
37
KEBIJAKAN PENGALIHAN PBB P2
DAERAH :
PUSAT KABUPATEN/
KOTA
PBB Sektor :
a. Pedesaan PBB Sektor
b. Perkotaan Pedesaan dan
c. Perkebunan Perkotaan
d. Perhutanan
e. Pertambanga
n UU No.28
Tahun 2009
UU No.12
Tahun 1994
38
PERBEDAAN PBB P2 SEBELUM & SESUDAH
KEBIJAKAN PDRD
No Uraian Sebelum Menjadi Sesudah
Pajak Daerah Menjadi Pajak
Daerah
1 Jenis Pajak Pajak Pusat Pajak Daerah
2 Kebijakan Pajak Ditetepakan oleh Ditetapkan oleh
Pusat Daerah, dengan
melibatkan
masyarakat
3 Hasil Penerimaan Bagi Hasil : 10% Seluruh
Pajak Pusat ,90% Daerah penerimaan
(bukan PAD) menjadi PAD
4 Tanggung Jawab Daerah tidak Daerah
bertanggung jawab bertanggung jawab
atas optimalisasi sepenuhnya atas
pemungutan PBB P2 pemungutan PBB
P2
39
LINGKUP PENGALIHAN PBB P-
2

Pemerinta
Pemerintah Mengalihkan semua
h Daerah
Pusat kewenangan
Kab/Kota

a. Mendata
b. Menilai
c. Menetapkan
d. Mengadministrasik
an
e. Memungut
f. dll

40
PENGHITUNGAN PBB P2

DASAR PENETAPA NJOPTK


PENGENAA TARIF
N NJOP P
N PAJAK

Oleh Paling
Paling
Tinggi 0,3%
NJOP Kepala rendah Rp.10
(dalam Juta
Daerah PERDA)

41
PERBANDINGAN PBB P2 BERDASARKAN UU PBB & UU PDRD

Uraian UU PBB UU PDRD


Subjek Orang atau Badan yang Sama
secara nyata mempunyai hak (Pasal 78 ayat 1 & 2)
atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, atau
memanfaatkan bangunan
(Pasal 4 ayat 1)
Objek Bumi dan/atau bangunan (Pasal Bumi dan/atau bangunan
2) kecuali sektor
perhutanan,
pertambangan,
perkebunan
Tarif 0,5% (Pasal 5) Paling tinggi 0,3% (Pasal
77 ayat 1)
NJKP 20% atau 40% (PP 25 Tahun Tidak ada NJKP (Pasal 80
2002, Pasal 6) ayat 1)
42
NJOPTKP Maksimal Rp.12 Juta (Pasal 3 Paling rendah Rp.10 juta

Anda mungkin juga menyukai