KELOMPOK IV
Ketua :
Dewa Gede Alit Swandana (2102612010969)
Anggota :
1. Putri Emilia Yanti (2102612010967)
2. Ni Luh Gede Swandewi (2102612010970)
3. I Dewa Ayu Putri Oktayeni (2102612010973)
4. Ni Putu Chintya Nitri Dewi (2102612010976)
TAHUN AJARAN
2022
1. Dasar Hukum PBB
Besarnya tarif Pajak Bumi dan Bangunan adalah 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Tarif (setengah persen) 0.5% merupakan tarif pajak
tunggal yang berlaku sama untuk semua jenis obyek pajak (persawahan, perkantoran,
perkebunan, industri, dan sebagainya) diseluruh Indonesia. Dimana Persentase Nilai Jual
Kena Pajak (NJKP) besarnya presentasenya sebagaimana pada pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2002 Tentang penetapan besarnya NJKP untuk penghitungan PBB adalah
sebagai berikut :
3. Subyek PBB
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata:
4. Obyek PBB
Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pasal 2
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai jual Objek Pajak (NJOP).NJOP
adalah harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli tanah, yang setiap tahunnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan Indonesia. Beliaulah yang menetapkan harga-harga
tersebut dengan mempertimbangkan masukan dari Bupati dan Walikota setempat.
Dalam hal menetapkan NJOP, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Antara lain :
a) Untuk NJOP Bumi, dasar penetapannya adalah letak, pemanfaatan, peruntuhan dan
kondisi lingkungan.
b) Sedangkan untuk NJOP Bangunan,dasar penetapannya adalah bahan yang digunakan
di dalam bangunan, rekayasa, letak dan kondisi bangunan.
Selain NJOP, adapa pula Nilai Jual Objek Pajak Tidak kena pajak (NJOPTKP) dan Nilai Jual
Kena Pajak (NJKP). NJOPTKP adalah batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya di berbagai wilayah cenderung berbeda-beda.
Sedangkan NJKP adalah dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan. NJKP juga dikenal
sebagai Assessment Value atau nilai jual objek yang akan dimasukkkan ke dalam perhitungan
pajak terutang. Dengan kata lain, NJKP merupakan bagian dari NJOP.
Besarnya tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP) sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tarif (setengah persen) 0.5% merupakan
tarif pajak tunggal yang berlaku sama untuk semua jenis obyek pajak
(persawahan,perkantoran, perkebunan, industri, dan sebagainya) diseluruh Indonesia. Dimana
Persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) besarnya presentasenya sebagaimana pada pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 Tentang penetapan besarnya NJKP untuk
penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut :
a) SPOP
Surat Pemberitahuan Objek Pajak atau yang biasa disingkat dengan SPOP ini
merupakan suatu sarana yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam mendaftarkan
objek pajak yang dipakai nantinya sebagai dasar perhitungan atas Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang terutang. Singkatnya, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
ini merupakan dokumen yang dibutuhkan sebagai syarat dalam pengurusan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB). Dalam surat ini, Wajib Pajak dapat melaporkan data-data yang
menjadi subjek dan objek dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang atas Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku.
b) SPPT
SPPT adalah bentuk surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) terkait pajak yang terutang selama satu tahun pajak. SPPT ini sudah diatur dalam
UU No. 12 Tahun 1994 yang secara khusus mengatur Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan UU tersebut, SPPT adalah dokumen yang menunjukkan besarnya utang atas
PBB yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan.
Pada umumnya, SPPT didapatkan sekaligus dengan Izin Memberikan Bangunan (IMB)
dan juga sertifikat. Namun, perlu diingat bahwa SPPT tidak termasuk atau dikategorikan
sebagai bukti kepemilikan objek pajak. SPPT adalah penentu atas objek pajak tersebut
dan patokan jumlah pajak yang dibebankan terhadap objek pajak yang harus dibayarkan
oleh pemilik.
c) SKP
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda
administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).
1) Dasar Penerbitan SKP, SKP diterbitkan apabila :
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) :tidak diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta tidak ditandatangani oleh WP; tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30
hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran; berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh WP;
Tata cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diatur dalam Pasal 11
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah
sebagai berikut :
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan tidak akan mempengaruhi seberapa besar pajak
yang harus dibayarkan. Hanya objek pajaknya ] yang bisa mempengaruhi hal ini. Namun, kita
juga harus mengenal siapa saja yang akan menjadi subjek dari pajak ini. Untuk menjadi
subjek PBB, harus ada beberapa kriteria yang bisa menentukan apakah seseorang wajib
membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan setiap periode tahunnya. Kriteria yang sesuai
dengan Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No.12 Tahun 1994 tersebut adalah:
Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP, sesuai dengan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU
No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 menjadi dasar penentu dalam
PBB. Hal ini menjadi dasar dari penentuan seberapa besar pajak yang harus dibayarkan.
NJOP menunjukan harga pasar atau bisa juga acuan per meter persegi. NIlai ini akan diatur
oleh Kementerian Keuangan. Setiap tiga tahun sekali akan ditentukan NJOP pada suatu
daerah. Terkecuali untuk daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan
perkembangan daerahnya.
Dasar penentuan selanjutnya adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Sebuah bangunan atau tanah bisa saja tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk
besarannya akan berbeda pada setiap daerah. Tapi, berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh
Menteri Keuangan, besaran terendah NJOPTKP adalah Rp10.000.000 untuk setiap wajib
pajak.
Serta dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5%.
NJKP merupakan nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak terutang.
KMK Nomor 201/KMK.04/2000, menyatakan rincian persentase yang harus dibayarkan
adalah sebesar 40%. Bagi objek pajak perkebunan, objek pajak pertambangan, dan objek
pajak kehutanan.Jika NJOP lebih besar dari 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 40%. Jika
NJOP di bawah 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 20%
3) Perhitungan PBB
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), dan
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) menjadi elemen penting di sini. Beberapa rumus yang bisa
digunakan adalah:
NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai
bangunan).
NJKP = 40% dari NJOP atau 20% dari NJOP untuk perhitungan PBB
PBB yang terutang = 0,5% x NJKP (jumlah PBB yang harus dibayar setiap tahun).
Contoh Soal :
bu Desi punya properti rumah seluas 60 meter persegi dengan nilai Rp500.000 per meter.
Rumahnya berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi dengan nilai Rp1.000.000 per meter.
Berikut cara menghitung pajaknya:
Nilai Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayar adalah: 0,5% x Rp26.000.000 =
Rp130.000.