Anda di halaman 1dari 93

PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN (PBB)
PEDESAAN DAN PERKOTAAN (P2)
OLEH : I GUSTI MADE INDRA BARUNA
DASAR HUKUM

• Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994
• UU Nomor 28 TAHUN 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
• Dengan dialihkannya kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan
perkotaan ke pemerintah daerah sesuai Pasal 2 dan Pasal 180 Undang-Undang Nomor 28
TAHUN 2009, Direktorat Jenderal Pajak hanya mengelola Pajak Bumi dan Bangunan selain
Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan
DEFINISI

• 1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
• 2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan;
• 3. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak
ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;
• 4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk
melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;
• 5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak;
OBJEK PAJAK

Pasal 2 UU PBB
(1) Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
(2) Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.
PMK-139/PMK.03/2014
• Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang meliputi :
• sektor perkebunan;
• sektor perhutanan;
• sektor pertambangan; dan
• sektor lainnya
Jalan Fasilitas
Lingk. Lain

JaLan Kilang,
Tol Pipa

BANGUNAN
Kolam Gal.Kapal,
Renang Dermaga

Tempat
Pagar Taman Olahraga
Mewah
Mewah
BUKAN OBYEK PAJAK

Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
(Pasal 3 UU PBB)
SUBJEK PAJAK

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata


mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan.
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

ORANG ATAU BADAN

Memperoleh Memperoleh
manfaat manfaat
atas bangunan atas bumi

Memiliki, Mempunyai
menguasai suatu hak
bangunan atas bumi

Pasal 4 ayat (2)

Dikenakan
SUBJEK kewajiban WAJIB
PAJAK membayar PAJAK
pajak
PENDATAAN OBJEK PAJAK

Proses awal sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus dilakukan proses
pendataan, yaitu proses pengumpulan data objek yang nantinya akan digunakan untuk
melakukan penilaian dan penetapan PBB. Pelaksanaan pendataan ini dilakukan dengan
menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk objek berupa
tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,
sedangkan untuk data-data tambahan dilakukan dengan menggunakan Lembar Kerja Objek
Khusus (LKOK) atau pun dengan lembar catatan lain yang menampung informasi
tambahan sesuai keperluan penilaian masing-masing objek pajak.
SURAT PEMBERITAHUAN OBYEK PAJAK
SURAT PEMBERITAHUAN OBYEK PAJAK

(1)Dalam rangka Pendaftaran dan Pemutakhiran, KPP menyampaikan SPOP kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2)Penyampaian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, jasa
pengiriman, atau cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3)1.Tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak adalah:
tanggal tanda diterima, dalam hal SPOP disampaikan secara langsung;
2.tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dikirim melalui pos atau jasa pengiriman; atau
3.tanggal lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal SPOP disampaikan melalui cara lain.
(4)Dalam hal tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
adalah tanggal sebelum 1 Januari tahun pajak, maka tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak
adalah tanggal 1 Januari tahun pajak.
SURAT PEMBERITAHUAN OBYEK PAJAK

(1)Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib mengembalikan SPOP ke
KPP atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
(2)1.Tanggal pengembalian SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
tanggal disampaikan, dalam hal SPOP disampaikan secara langsung;
2.tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dikirim melalui pos atau jasa pengiriman; atau
3.tanggal lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam hal SPOP dikembalikan melalui cara lain.
SURAT PEMBERITAHUAN OBYEK PAJAK

• Dalam Hal SPOP belum dikembalikan setelah jangka waktu 30 hari maka diterbitkan Surat
Teguran, yang harus ditanggapi dalam jangka waktu 15 hari
• Bila tidak ditanggapi dapat diusulkan untuk usulan pemeriksaan dan ditetapkan secara
jabatan
NOMOR OBJEK PAJAK (NOP)

• Pada setiap objek yang telah di data akan di berikan penomoran yang bersifat unik dan permanen yang disebut dengan Nomor Objek
Pajak (NOP), dimana nomor ini yang akan mengidentifikasi setiap objek pajak. Nomor ini bersifat unik, dimana setiap objek di berikan satu
nomor yang berbeda dengan objek yang lainnya dan bahkan nomor objek ini tidak ada yang sama di seluh wilayah Indonesia.
• Selain unik nomor ini juga bersifat permanen dimana nomor ini akan tetap selama objek tersebut tidak mengalami perubahan walaupun
berubah nama subjek pajaknya, misalnya dalam kasus jual beli tanah antara A dan B, B sebagai pembeli tanah akan mempunyai Nomor
Objek Pajak atas objek pajak yang sama dengan pada waktu dimiliki oleh A sebagai penjual tanah. Contoh pemberian NOP untuk objek
pajak adalah sebagai berikut ini.
• Misalnya sebidang tanah memiliki NOP sebagai berikut 31.73.050.001.004-0056.0,
• Kode 31.73.050.001 adalah kode wilayah kelurahan Rawasari, kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat,
• Kode 004 adalah kode blok 004 di kelurahan tersebut,
• Kode 0056 adalah nomor urut 0056 di blok tersebut,
• Tanda khusus 0, adalah penomoran objek tertentu untuk mempermudah identifikasi dan pengelompokan objek pajak, misalnya kode 9,
untuk objek jenis strata title (penggunaan bersama misal rumah susun/ appartemen).
NOMOR OBJEK PAJAK (NOP)
PENILAIAN OBJEK PAJAK

• PBB MENGANDUNG SISTEM OFFICIAL ASSESMENT


• PENILAIAN DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH
• MENGGUNAKAN SATUAN M2
• MENGGUNAKAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
PENILAIAN OBJEK PAJAK

Untuk menilai objek properti tersebut digunakan beberapa metode penilaian sebagai berikut:
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach).
• NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis dengan Objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.
• Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
2. Pendekatan Biaya (Cost Approach).
• Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutan phisiknya.
3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
• Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya,
tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut,
• Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang atau objek perairan.
PENILAIAN OBJEK PAJAK

Demi efektifitas dan efisiensi administrasi mengingat jumlah objek pajak yang diadministrasikan sangat banyak dan menyebar di
seluruh wilayah Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu pelaksanaan penilaian yang tersedia sangat terbatas, maka
pelaksanaan penilaian dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu penilaian massal yang diterapkan bagi objek dengan kriteria standar dan
penilaian secara individual yang diterapkan untuk objek pajak non-standar dan objek khusus. Pembedaan ini lebih ditekankan pada
nilai ekonomis dan potensi pengenaan pajak dari objek yang bersangkutan.
1. Penilaian Massal.
• Dalam cara penilaian ini NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai
Tanah (ZNT). ZNT adalah zona geografis yang terdiri dari sekelompok objek pajak yang memiliki NIR sama dan dibatasi oleh
batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi pemerintahan. Sedangkan NJOP bangunan dihitung
berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Perhitungan penilaian massal dilakukan terhadap objek pajak dengan
menggunakan program komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation/CAV).
PENILAIAN OBJEK PAJAK

2. Penilaian Individual
• Cara penilaian ini diterapkan untuk objek pajak yang bernilai tinggi, baik objek pajak khusus,
ataupun objek pajak umum yang telah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan
nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program.
• Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian yang tersedia
khusus untuk masing-masing jenis penggunaan. Setiap penilaian harus memperhatikan tanggal
penilaian yang menjadi dasar ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu per 1 Januari tahun
pajak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009.
NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)

• Berdasarkan Proses yang dilalui sebelumnya pemerintah berwenang untuk menetapkan


Nilai Jual Objek Pajak untuk kepentingan pajak bumi dan bangunan
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK

• Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) setelah dikurangi dengan NJOP Tidak Kena Pajak
• Setiap wajib pajak diberikan 1 kali Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai lebih dari 1 objek pajak, maka sesuai penjelasan
UU PBB, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar dan
tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya
• Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud
dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib
pajak. Sejak perpindahan PBB sektor p2 ke pemerintah daerah, NJOPTKP ditentukan
oleh masing-masing kepala daerah
• Mulai tahun pajak 2012 , setiap Pemda boleh menetapkan NJOPTKP dengan nilai maximal
Rp 24.000.000 dan minimal Rp 10.000.000
NILAI JUAL KENA PAJAK

• Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25
tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk Penghitungan PBB,
maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk perhitungan PBB ditentukan sebagai berikut:
• 1. Sebesar 40% dari NJOP untuk:
• Objek Pajak Perkebunan,
• Objek Pajak Kehutanan,
• Objek Pajak Pertambangan,
• Objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah,
• 2. Sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah. Sedangkan berdasarkan UU
No. 28 Tahun 2009 dalam perhitungan PBB yang dikelola Daerah tidak lagi mengenal besarnya NJKP.
TARIF PBB

• Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah
tetap sebesar 0.5%,
• sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling
tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
PBB

24
UU PBB VS UU PDRD

No Uraian UU PBB UU PDRD

1 Objek Bumi dan Bangunan Bumi dan Bangunan kecuali


digunakan untuk kegiatan
pertambangan kehutanan dan
perkebunan

2 Tarif 0,5% Max 0,3%


3 NJKP 20% dan 40% Tidak ada
4 NJOPTKP Max 24 juta Min 10 juta
5 Penghitungan 0,5% x 20% (NJOP – NJOPTKP ) Max 0,3% ( NJOP – NJOPTKP )
0,5% x 40% ( NJOP – NJOPTKP )
DASAR PENAGIHAN PBB

Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:


• 1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
• SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk memberitahukan besarnya pajak
yang terhutang kepada Wajib Pajak. Surat pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-
lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
DASAR PENAGIHAN PBB

2. Surat Tagihan Pajak (STP).


STP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut apabila:
• Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam SPPT, yaitu melampaui batas waktu 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
• Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam skp, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterimanya surat keputusan oleh Wajib Pajak.
• Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak
dilunasi.
• Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP
terlampaui adalah adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda administrasi karena Wajib Pajak terlambat membayar
pajaknya, melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai
dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
DASAR PENAGIHAN PBB

3. Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
SKP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut apabila:
• Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan melewati 30 (tiga puluh) hari
setelah diterimanya SPOP oleh Wajib Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata
tidak dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
• Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah pajak berdasarkan SPOP yang dikembalikan Wajib Paja
TAMBAHAN

• Pajak Yang terutang berdasarkan skp harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya SKP oleh Wajib Pajak. Jadi, bila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret
2009, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal 31 maret 2009. Tanggal 31 Maret 2009 ini
disebut juga tanggal jatuh tempo SKP.
• Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya disebabkan oleh pengembalian SPOP Lewat 30
(tiga puluh) hari setelah diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.
• Sedangkan jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan
atau keterangan lainnya, adalah selisish pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lainnya dengan pajak yang terutang berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya 25%
dari selisih pajak yang terutang.
KEBERATAN

• Hal yang mendasari pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak adalah:


• 1. Wajib Pajak merasa bahwa besarnya pajak terutang pada SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan objek
pajak yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kesalahan seperti:
• kesalahan pada luas tanah/luas bangunan,
• kesalahan klasifikasi tanah dan atau bangunan,
• kesalahan pada penetapan/pengenaan pajak terutang,
• 2. Terdapat perbedaan penafsiran mengenai peraturan perundang-undangan tentang pajak (PBB) antara Wajib
Pajak dengan aparat, misalnya:
• Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak,
• Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB.
BANDING

Hak Wajib Pajak Mengajukan Banding


• Wajib Pajak yang tidak atau belum puas terhadap Keputusan atas penolakan keberatan
yang diajukannya, maka dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak. Adapun
syarat pengajuan banding adalah sebagai berikut:
• Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan,
• Tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas,
• Dilampiri surat keputusan atas keberatan.
PENGURANGAN

• Pengurangan atau pemberian keringanan pajak terutang dapat diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal:
• Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau
karena sebab-sebab tertentu lainnya. Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya 75%, berdasarkan
pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat penghasilan Wajib Pajak dan besar PBB-nya.
• Wajib Pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus
dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman.
Pengurangan atas hal seperti tersebut dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100 % dari besarnya pajak terutang,
berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif dengan mengingat persentase kerusakan.
• Wajib Pajak anggota Veteran pejuang kemerdekaan dan Veteran pembela kemerdekaan termasuk janda /dudanya. Pemberian
pengurangan ditetapkan sebesar 75%, tetapi apabila permohonan pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah
kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan yang dapat diberikan ialah maximal 75% (bisa lebih rendah dari
75%).
PENGURANGAN

• Pemberian keputusan atas permohonan pengurangan selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal


diterimanya permohonan pengurangan, apabila lewat 60 hari dan keputusan belum diterbitkan,
maka permohonan pengurangan dianggap diterima. Pengurangan untuk masing-masing wilayah
Daerah Tk.II kabupaten atau Kota, hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki,
dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.
• Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari
satu objek pajak, maka objek pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah objek
pajak yang menjadi tempat domosili Wajib Pajak. Kemudian dalam hal Wajib Pajak yang
memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari satu objek pajak adalah Wajib Pajak
badan, maka objek pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu
objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.
PEMBETULAN

Apabila terjadi salah tulis, salah hitung atau kekeliruan dalam penerapan perundang-
undangan perpajakan yang terdapat dalam SPPT, SKP maupun STP dapat dibetulkan baik atas
permintaan WP maupun tidak. Pembetulan dapat dilakukan tanpa batas waktu akan tetapi
apabila pembetulan tersebut mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah besar, maka
pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan apabila hak untuk menetapkan pajak belum
kedaluwarsa (10 tahun). Hasil proses pembetulan berupa sama, lebih kecil atau lebih besar
dari pajak terutang.
PEMBATALAN

Dalam hal objek pajak tidak ada, atau hak dari subjek pajak terhadap objek pajak batal
karena putusan pengadilan, atau objek pajak berubah peruntukan menjadi fasilitas umum
atau fasilitas sosial atau bukti tertentu lainnya, maka dapat dilakukan pembatalan atas SPPT,
SKP maupun STP.
DALUARSA PBB

• Waktu daluarsa penetapan PBB ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut ini:
• Untuk Tahun Pajak 2002 dan sebelumnya, daluwarsa 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya
Tahun Pajak,
• Untuk Tahun Pajak 2003 sampai dengan Tahun Pajak 2007, daluwarsa pada akhir Tahun
Pajak 2013,
• Untuk Tahun Pajak 2008 dan seterusnya, daluwarsa 5 (lima) tahun sejak berakhirnya Tahun
Pajak.
PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN (PBB)
PEDESAAN DAN PERKOTAAN
PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH

• Objek PBB pedesaan dan perkotaan adalah Bumi dan /atau bangunan yang dimiliki ,
dikuasai, dimanfaatkan oleh Orang Pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan
TARIF PBB PEDESAAN & PERKOTAAN

• Pasal 80 UU PDRD menetapkan tarif PBB untuk pedesaan dan perkotaan paling tinggi
adalah 0,3%.

PBB = max 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)


TARIF PBB DI JAKARTA

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan


sebagai berikut :
1. Tarif 0,01% untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan
kurang dari Rp.200.000.000,-
2. Tarif 0,1% untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan
Rp.200.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp.2.000.000.000.
3. Tarif 0,2% untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan
Rp.2.000.000.000.- sampai dengan kurang dari Rp.10.000.000.000.-
4. Tarif 0,3% untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan lebih
dari Rp.10.000.000.000,-
CONTOH PENGHITUNGAN PBB PERUMAHAN

• Tuan Hakim melakukan transaksi sebagai berikut :


a. Pada Tahun 2010 membeli tanah di Jakarta Slipi seluas 500m2 dengan harga Rp 1.000.000,-/m2 ( NJOP
kelas 065 Rp 1.032.000/m2 )
b. Membangun rumah bertingkat seluas 400m2 senilai Rp 1.500.000/m2 ( NJOP kelas B 020 Rp 1.516.000/m2
) selesai akhir 2010
c. Pada tahun 2011 membeli tanah di Jakarta Kebayoran seluas 300 m2 dengan harga Rp 1.500.000 /m2 (
NJOP kelas A 061 Rp 1.573.000/m2 )
Hitung PBB yang terutang atas Tuan Hakim pada tahun 2012
NJOP TKP ditetapkan Rp 10.000.000,-
JAWABAN SOAL

1. PBB SLIPI :
NJOP Tanah : 500 x 1.032.000 = Rp 516.000.000,-
NJOP Bangunan : 400 x 1.516.000 = Rp 606.400.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan = Rp 1.122.400.000,-
NJOP TKP = Rp 10.000.000,-
NJOP-NJOPTKP = Rp 1.112.400.000,-
PBB = 0,1% x 1.112.400.000,- = Rp 1.124.000 ,-

II. PBB Kebayoran


NJOP Tanah 300 x 1.573.000,- = Rp 471.900.000,-
PBB = 0,1% x 471.900.000,- = Rp 471.900,-
•Perhitungan PBB atas Rumah Susun / Apartemen
•Contoh : Perumnas mendirikan rumah
•Susun dengan data sbb :

•Luas Tanah : 5.000 M2 ; (NJOP = Rp36.000/M2)

•Bangunan
•- 200 Unit Tipe 21 @ 21m2 = 4.200 m2
•- 100 Unit Tipe 36 @ 36m2 = 3.600 m2
•- 50 Unit Tipe 48 @ 48m2 = 2.400 m2
•-Jumlah Luas Bangunan Hunian = 10.200 m2
•-(Kelas B.30 (NJOP = Rp. 264.000/m2)

•Bangunan Bersama
•- (Tangga, emper DLL) = 1.800 m2
•(NJOP = RP 264.000/m2)

•- Jumlah Bangunan Hunian & Bersama = 12.000 m2


•Bangunan Sarana (Jalan, tempat parkir dll)
•- Kelas Luasnya = 2.000 m2

Hitunglah PPB terutang atas bangunan dengan Tipe 36 NJOPTK Rp. 8jt)
•Perhitungan PBB atas Rumah Susun TIPE 36

Jawab :
NJOP tanah = 5.000x36.000 = Rp. 180.000.000,-
NJOP Bangunan
- Hunian = 10.200xRp.264.000 = Rp.2.692.800.000,-
- Bersama = 1.800xRp.264.000 = Rp. 475.200.000,-
- Prasarana= 2.000xRp.264.000 = Rp. 528.000.000,-

- Jumlah NJOP Bangunan = Rp.3.696.000.000,-

- NJOP Tanah=(36 : 10.200)xRp.180.000.000) = Rp. 635.294


- NJOP Bangunan=(36:10.200)xRp.3.696.000.000,- = Rp.13.044.705
- NJOP Tanah dan Bangunan = Rp.13.619.000
- NJOP TKP = (Rp. 8.000.000)
- NJOP Untuk Perhitungan PBB = Rp. 5.079.000
- PBB = 0,01% x Rp5.079.000 = Rp. 507,9
PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN (PBB)
PERTAMBANGAN. PERKEBUNAN. PERHUTANAN
ANGKA KAPITALISASI

• Migas, Energi Panas Bumi : 9,5


• Non Migas, Non Galian C : 9,5
• Galian C : Angka tertentu

• Areal Penangkapan Ikan : 10


• Areal Budidaya ikan :8
• Genangan PLTA : 10 x 10%
• Hutan non HTI : 8,5
PENENTUAN NJOP

PENILAIAN OBJEK PBB

PENDEKATAN PENILAIAN :
• Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
• Pendekatan Biaya (Cost Approach)
• Pendekatan pendapatan (Income Approach)

CARA PENILAIAN :
• Penilaian Massal
• Penilaian Individual
NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak)

BUMI BANGUNAN
• Letak • Bahan bangunan
• Peruntukan • Rekayasa
• Pemanfaatan • Letak
• Kondisi lingkungan • Kondisi Lingkungan
PERKEBUNAN/HTI

TANAH TANAH
KOSONG KEBUN

NJOP = Rp 5.000/M2 NJOP = Rp 5.000/ M2 + SIT


NILAI JUAL OBJEK PAJAK
TIDAK KENA PAJAK
NJOPTKP

SEBELUM 2001
MULAI 1 Jan 2012
Rp 8.000.000 untuk setiap wajib pajak
MULAI 2001 Rp. 12.000.000 per wajb pajak Rp 24.000.000 untuk
Setiap Wajib Pajak

• Per Wajib Pajak


• Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan
• Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar

KMK No. 201/KMK.04/2000

DITENTUKAN SECARA REGIONAL


DASAR PENGHITUNGAN PAJAK
NILAI JUAL KENA PAJAK (NJKP) – PBB P3

1. OBJEK PAJAK PERKEBUNAN


2. OBJEK PAJAK KEHUTANAN
3. OBJEK PAJAK PERTAMBANGAN

40% X NJOP
TARIF
TARIF TUNGGAL SEKTOR P3

0,5
0,5%%
CARA MENGHITUNG PBB P3

NJOP TANAH = XXXX


NJOP BANGUNAN = XXXX
NJOP TANAH + BANGUNAN = XXXX
(NJOP SBG DSR PENGHITUNGAN)
NJOPTKP = XXXX
NJOPKP
(NJOP UNTUK PERHITUNGAN PBB) = XXXX
NJKP (40%) = XXXX
PBB TERUTANG (0.5%) = XXXX
PBB SEKTOR
PERKEBUNAN
PENENTUAN NJOP BUMI PERKEBUNAN

Produktif Belum Produktif Emplasemen Lainnya

-Jalan Utama
- Jalan Produksi
- Jalan Kontrol
ISTILAH - ISTILAH

• Areal Produktif adalah suatu areal di dalam wilayah suatu perkebunan yang telah ditanami
dengan monoditas perkebunan baik telah menghasilkan ataupun belum menghasilkan.
• Areal Belum Produktif merupakan suatu areeal di dalam wilayah suatu perkebunan yang terdiri
dari arel yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan areal yang belum diolah.
• Areal Emplasemen adalah suatu areal didalam wilayah suatu perkebunan yang diatasnya terdapat
bangunan-bangunan dan sarana pelengkap lainnya ➔(mess, kantor dll)
• Areal lainnya terdiri dari areal yang tidak produktif (cadas, rawa dll) dan areal Jalan untuk
kepentingan perusahaan
PENGENAAN PBB PERKEBUNAN

• Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan


Sektor Perkebunan adalah hasil penjumlahan
antara perkalian luas areal perkebunan dengan
NJOP bumi per meter persegi dan perkalian luas
bangunan dengan NJOP bangunan per meter
persegi.
• Nilai tanah merupakan penjumlahan nilai dasar
tanah dan SIT.
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB
OBJEK PAJAK PERKEBUNAN
Nilai Tanah

a. Areal Kebun prod = Luas X (Nilai Tanah/m2 + SIT/m2)


Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah b. Areal Belum Produktif = Luas X Nilai Tanah/m2
c. Areal Emplasemen = Luas X Nilai Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas X Nlilai Tanah/m2

Nilai Bumi/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 X Luas Bumi NJOP BUMI

(+)
Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

NJOP BUMI + BGN


Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn
(-)
Nilai Bangunan NJOP TKP

a. Pabrik g. Sarana Olah Raga/Rekreasi


b. Perkantoran h. Bangunan Poliklinik (X)
c. Gudang i. Bangunan Sosial NJKP
d. Tangki j. Landasan Pesawat Udara
e.
f.
Pipa
Perumahan l.
k. Jalan diperkeras di lokasi perkebunan
Jeti
(X)
m. Lain-lain PBB Terhutang Tarif
STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT) PERKEBUNAN
KEP DJP NO.16/PJ.6/1998

Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu


pembangunan dan/atau penanaman dan/atau penggalian jenis
sumber daya alam atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan
komponen tenaga kerja, bahan dan alat, mulai dari awal pelaksanaan
pekerjaan hingga tahap produksi atau menghasilkan
SIT adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk satu jenis tanaman
budidaya perkebunan per hektar yang dihitung berdasarkan :
- koomponen tenaga kerja;
- bahan dan alat;
mulai dari pengolahan tanah hingga tanaman menghasilkan

Catatan :
Penentuan SIT perkebunan diatur sebagai berikut :
a. Besarnya SIT perkebunan dihitung berdasarkan jumlah biaya yang diinvestasikan untuk
suatu jenis tanaman budidaya perkebunan per hektar dalam satu tahun.
b. Apabila suatu jenis tanaman budidaya perkebunan dalam satu tahun mengalami lebih
dari satu kali periode tanam, maka besarnya SIT perkebunan dalam satu tahun dihitung
sebesar standar investasi untuk sekali periode tanam dikalikan jumlah periode tanam
dalam satu tahun.
CONTOH SOAL
• PT.Sawit Seberang, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit didaerah Sumatera selatan memiliki/menguasai/mendapat
manfaat dari tanah dan bangunan dengan rincian sebagai berikut :

A. Tanah

• 1. Areal kebun :

a. Usia tanaman 2 tahun : 100 Ha, kelas A.178 Lamp I ( Rp1.700,- / M2 )

SIT : Rp2.795.000,- per Ha

b. Tanaman sudah menghasilkan : 300 Ha, kelas A. 178 Lamp I

SIT : Rp5.646.000,- per Ha

• 2. Areal emplasemen :

a. Kantor : 0,5 Ha , kelas A. 140 Lamp I ( Rp14.000,- / M2 )

b. Gudang : 1 Ha , kelas A. 147 Lamp I ( Rp10.000,- / M2 )

c. Pabrik : 2 Ha, kelas A. 87


CONTOH SOAL

B. Bangunan :
a. Kantor : 500 M2 , kelas B. 72 Lamp I ( Rp700.000,- / M2 )
b. Gudang : 1.000 M2, kelas B. 78 Lamp I ( Rp505.000,- / M2 )
c. Pabrik : 4.000 M2 , kelas B. 84 Lamp I( Rp365.000,- / M2 )
Hitung PBB atas perkebunan tersebut bila NJOPTKP : Rp10 juta
JAWABAN

• A. NJOP Tanah
• 1. Areal Kebun :

a. Usia tanaman 2 tahun :


100 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 1.700.000.000,-
100 x Rp2.795.000,- = Rp 279.500.000,-

b. Tanaman sdh menghasilkan :


300 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 5.100.000.000,-
300 x Rp5.646.000,- = Rp 1.693.800.000,-
JAWABAN

• 2. Areal Emplasemen :
a. Kantor : 0,5 x 10.000 x Rp14.000,- = Rp 70.000.000,-
b. Gudang : 1 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 100.000.000,-
c. Pabrik : 2 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 200.000.000,-

• NJOP Tanah ( 1 + 2 ) = Rp 9.143.300.000,-


JAWABAN

B. NJOP Bangunan :
a. Kantor : 500 x Rp700.000,- = Rp 350.000.000,-
b. Gudang : 1.000 x Rp505.000,- = Rp 505.000.000,-
c. Pabrik : 4.000 x Rp365.000,- = Rp 1.460.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp 2.315.000.000,-


JAWABAN

C. NJOP Tanah dan Bangunan ( A + B ) = Rp11.448.300.000,-


NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp11.448.300.000,-

PBB : 0,5% x 40% x Rp11.448.300.000,- = Rp 22.896.600,-


PBB SEKTOR
PERHUTANAN
PBB SEKTOR PERHUTANAN
Ada 2 macam jenis pengelolaan perhutanan :
1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri ( HPHTI ) sering diistilahkan hutan tanaman
2. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH),
Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin
Sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI ) sering
diisitilahkan hutan alam.
hak pengusahaan hutan

[Pasal 17 ayat (2) huruf c dan d


PP No. 6 Tahun 2007] Izin Usaha Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan
a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK);
b. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK);
c. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK);
hak pengusahaan d. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK);
hutan e. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ;
f. Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH)

a - d [Pasal 19 huruf c, d, e, dan f PP No. 6 Tahun 2007]


e – f [Pasal 140 huruf a PP 6 Tahun 2007]

Izin lainnya yang syah pada Hutan Produksi


antara lain berupa penugasan khusus terkait dengan usaha
pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan pada Hutan Produksi
ISTILAH DAN DEFINISI

Areal Produktif
areal hutan yang telah ditanami pada Hutan Tanaman, atau
areal blok tebangan pada Hutan Alam

Areal Belum Produktif

areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami pada Hutan Tanaman, atau
areal hutan yang dapat ditebang selain blok tebangan pada Hutan Alam

Areal Emplasemen
areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana
pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan
yang diperkeras

Areal Lainnya
areal selain Areal Produktif, Areal Belum Produktif,
dan Areal Emplasemen
ISTILAH DAN DEFINISI

jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan


Standar Investasi
1 Tanaman (SIT)
untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan
tanaman

angka yang digunakan untuk mengonversi pendapatan bersih


2 Angka Kapitalisasi setahun menjadi nilai tanah Areal Produktif pada Hutan Alam

seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi


hasil hutan, sampai di log ponds/log yards untuk hasil hutan
3 Biaya Produksi kayu atau sampai di tempat pengumpulan lain untuk hasil
hutan bukan kayu, pada Hutan Alam

Rasio Biaya Produksi


4

persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata Biaya


Produksi setahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
kotor setahun
Istilah pada sektor perhutanan

• Log Ponds yaitu areal perairan didalam hutan


yang digunakan untuk tempat penimbunan kayu.
• Log Yards yaitu areal daratan didalam hutan
yang digunakan untuk penimbunan kayu.
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN TANAMAN

Nilai Tanah
a. Areal Produktif = Luas x (Nilai Dasar Tanah/m2 + SIT/m2)
b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2
Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
c. Areal Emplasemen = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Dasar Tanah/m2

Nilai Tanah/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah NJOP BUMI

NJOP

Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

(X) (
Total Nilai Bangunan : Total Luas Bangunan Tarif NJKP X NJOP TKP

)
Nilai Bangunan

a. Pabrik/Kilang i. MCK PBB


b. Perkantoran j. Jalan diperkeras Terhutang
c. Perumahan k. Landasan Pesawat
d. Mess/Guest House l. Pelabuhan
e. Gudang m.Jembatan
f. Ruang WorkShop n. Gorong-gorong
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi o. Bangunan Lainnya
h. Poliklinik

NOVI RUBIYANTI, S.E., M.M.


KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN ALAM

Nilai Tanah
a. Areal Produktif = Nilai Tanah Areal Produktif
b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2
Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
c. Areal Emplasemen = Luas x Nilai Dasar Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Dasar Tanah/m2

Nilai Tanah/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah NJOP BUMI

NJOP
Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

(X
Total Nilai Bangunan : Total Luas Bangunan Tarif ) NJKP NJOP TKP

Nilai Bangunan (X)

a. Pabrik/Kilang i. MCK PBB


b. Perkantoran j. Jalan diperkeras Terhutang
c. Perumahan k. Landasan Pesawat
d. Mess/Guest House l. Pelabuhan
e. Gudang m.Jembatan
f. Ruang WorkShop n. Gorong-gorong
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi o. Bangunan Lainnya
h. Poliklinik

NOVI RUBIYANTI, S.E., M.M.


PT Warna Lestari usaha perhutanan di Kalimantan Timur tahun 2012 telah menyampaikan SPOP :

A. Tanah
1. Areal produktif tanah hutan blok tebangan berupa kayu meranti Luas 200 Ha, kelas 198 ( Rp
200/m2 )
2. Areal belum produktif tanah hutan non blok tebangan Luas 4.000 Ha, kelas 198 ( Rp 200/m2 )
3. Areal Log
a. Log ponds (tempat penampungan kayu di air) Rp 2,7 per m2, luas 10 Ha, kelas 523
b. Log yards (penumpukan kayu di darat), luas 5 Ha, kelas 198 ( Rp 200/m2 )

4. Areal lainnya berupa tanah rawa, luas 100 Ha, kelas 200 ( Rp 140/m2 )
SOAL
5. Areal implasemen
2
a. Pabrik 20.000 m , kelas 188 ( Rp 670 / m )
2
2
b. Gudang 2.000 m , kelas 188 ( Rp 670 / m )
2
2
c. Kantor 1.000 m , kelas 188 ( Rp 670 / m )
2
2
d. Perumahan 10.000 m , kelas 185 ( Rp 910 / m )
2
SOAL

B. Bangunan :
1. Pabrik 1.000 m2, kelas 088 ( Rp 264.000,00 per m2 )
2. Gudang 500 m2, Rp 264.000,00 per m2
3. Kantor 200 m2, kelas 086 ( Rp 310.000 / m2 )
4. Perumahan 5.000 m2, kelas 086 ( Rp 310.000 / m2 )

Angka kapitalisasi adalah 8,5 sedangkan hasil bersih tahun sebelumnya


ialah sebesar Rp 1.000.000.000,00
NJOPTKP ditetapkan Rp 24.000.000,-

Hitung PBB Terhutang


JAWABAN

A. NJOP Tanah
1. Areal Produktif : 8,5 x Rp 1.000.000.000,- = Rp 8.500.000.000,-
2. Areal Belum Produktif : 40.000.000 x Rp 200,- = Rp 8.000.000.000,-
3. a. Log Ponds : 100.000 x Rp 2,7 = Rp 270.000,-
b. Log Yards : 50.000 x Rp 200,- = Rp 10.000.000,-
JAWABAN

4. Areal Lain / Rawa : 1.000.000 x Rp 140,- = Rp 140.000.000,-


5. Areal Emplasmen :
a. Pabrik 20.000 x Rp 670 = Rp 13.400.000,-
b. Gudang 2.000 x Rp 670 = Rp 1.340.000,-
c. Kantor 1.000 x Rp 670 = Rp 670.000,-
d. Perumahan 10.000 x Rp 910 = Rp 9.100.000,-

Total NJOP Tanah = Rp 16.674.780.000,-


JAWABAN

B. NJOP Bangunan
1. Pabrik 1.000 x 264.000,- Rp 264.000.000,-
2. Gudang 500 x 264.000,00 Rp 132.000.000,-
3. Kantor 200 x Rp 310.000 Rp 62.000.000,-
4. Perumahan 5.000 x Rp 310.000,- Rp 1.550.000.000,-
Total NJOP Bangunan Rp 2.008.000.000,-
JAWABAN

C. NJOP Tanah dan Bangunan ( A + B ) Rp 18.682.780.000,-


NJOPTKP Rp 24.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 18.680.780.000

PBB : 0,5% x 40% x Rp. 18.682.780.000,- Rp 37.317.560


PBB SEKTOR
PERTAMBANGAN
Penggunaan Tanah untuk Usaha Pertambangan
(UU Minerba)

• Hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan (Psl.
134).
• Pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melakukan kegiatan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah (Psl. 135).
• Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan pemilikan hak atas tanah (Psl. 138).
ISTILAH PERTAMBANGAN UMUM

a. Areal produktif : areal yang telah dieksploitasi/menghasilkan galian tambang (tahap


eksploitasi);
b. Areal belum produktif : areal yang belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan
menghasilkan galian tambang;
c. Areal tidak produktif : areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang;
d. Areal emplasemen : areal yang di atasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan;
e. Areal lainnya : areal perairan yang digunakan berkaitan untuk pelabuhan khusus
dengan usaha pertambangan;
f. Hasil bersih galian tambang : pendapatan kotor satu tahun dikurangi dengan biaya
eksploitasi atas objek dimaksud.
g. Harga patokan penjualan minerba adalah harga penjualan minerba pada suatu titik
serah penjualan (as sale point) secara (FOB) diatas kapal pengangkut (vessel) untuk
masing-masing komoditas tambang sebagaimana ditetapkan setiap bulan oleh
Kementerian ESDM.
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 6
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan minyak dan gas bumi dalam
satu tahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya


didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 7
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan energi panas bumi/ listrik dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya


didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
DAN GALIAN C ( LOGAM DAN BATUAN )
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 8
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya


didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS GALIAN C ( NON LOGAM NON BATUAN )
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 9
 Areal produktif :
NJOP = Angka kapitalisasi tertentu X hasil bersih galian
tambang dalam setahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya


didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik

Catatan : NJOP atas Objek Pajak sektor pertambangan yang dikelola


berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama ditetapkan
sesuai dengan yang diatur dalam kontrak yang berlaku
(Pasal 10)
CONTOH SOAL
PT. Equatorial Mining, sebuah perusahaan tambang minyak bumi di Papua menguasai/memeperolah menfaat
dari bumi dan bangunan sebagi berikut :

A. Tanah 2. Areal belum Produktif :


1. Areal produktif : 400 Ha, kelas A.48 ( Rp 270 ) a. areal General Survey : 300Ha, kelas A.50 ( Rp 140 )

b. areal Eksplorasi : 100 Ha , kelas A.49 ( Rp 200 )


c. areal non produksi open : 250 Ha , kelas 198 ( Rp 200 )
d. areal non produksi plug and abandone : 100 Ha kelas 198 ( 200 )

e. Areal tidak produktif berupa tanah pengamanan 100 Ha kelas 198


( Rp 200)
f. Areal penambangangan khusus perairan : 1 Ha kelas A 39 ( Rp 72
)
CONTOH SOAL

3. Areal emplasemen : 4. Bangunan :


a.Pabrik : 20 Ha , kelas 185 a.Pabrik : 6 Ha , kelas.084
b.Gudang : 2 Ha , kelas A.182 b.Gudang : 5.000m2, kelas B.81
c.Kantor : 1 Ha, kelas 154 c.Kantor : 200m2, kelas B.078
d.Perumahan : 5 Ha, kelas ( Rp d.Perumahan : 1 Ha, kelas B.075
10.000 )
CONTOH SOAL

B. Bangunan :
a. Pabrik : 50.000 M2 , kelas B.86 lamp I
b. Gudang : 5.000 M2, kelas B.86 lamp I
c. Kantor : 2.000 M2 , kelas B.84 lamp I ( Rp365.000,- / M2)
d. Perumahan : 10.000 M2, kelas B.81 lamp I
CONTOH SOAL

C. Hasil bersih penjualan bahan galian tambang setahun = Rp. 1 Milyar


angka kapitalisasi = 9,5

Hitung PBB atas perkebunan tersebut bila NJOPTKP : Rp10 juta


JAWAB

• A. NJOP Tanah
• 1. Areal Produktif = 9,5 x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 9.500.000.000

• 2. Areal belum produktif :


a. General Survey : (5%x500x10.000)xRp.140 =Rp. 35.000.000
b. Eksplorasi thn ke-4: (20%x100x10.000)xRp.200 =Rp. 40.000.000
c. Eksplorasi perpanj ke II : (50%x150x10.000)xRp.200 =Rp. 150.000.000
JAWAB

• 3. Areal tidak produktif : 100x10.000xRp.140 =Rp. 140.000.000

• 4. Areal Emplasemen :
a. Pabrik : 20x10.000xRp. 1.200 =Rp. 240.000.000
b. Gudang : 20x10.000xRp. 1.200 =Rp. 24.000.000
c. Kantor : 1x10.000xRp. 5.000 =Rp. 50.000.000
d. Perumahan : 5x10.000xRp.10.000 =Rp. 500.000.000

• NJOP BUMI/TANAH =Rp. 10.697.000.000


JAWAB

• B. NJOP Bangunan

• 1. Pabrik : 50.000xRp.310.000 =Rp. 15.500.000.000

• 2. Gudang : 5.000xRp.310.000 =Rp. 1.550.000.000

• 3. Kantor : 2.000xRp.365.000 =Rp. 730.000.000

• 4. Perumahan : 10.000xRp.429.000 =Rp. 4.290.000.000

• NJOP BANGUNAN =Rp. 22.070.000.000

• NJOP BUMI DAN BANGUNAN =Rp. 32.749.000.000

• NJOPTKP = Rp. 10.000.000

• NJOP untuk perhitungan PBB =Rp. 32.739.000.000

• PBB = 0.5%x40%xRp. 32.739.000.000 =Rp. 65.478.000

Anda mungkin juga menyukai