Anda di halaman 1dari 33

Materi hukum pajak

Pbb – perdesaan dan perkotaan

Maria Emelia Retno. K


 Pengertian PBB-PP :
PBB Perdesaan dan Perkotaan : pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Jadi Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan/atau bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang
atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.

Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat
kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi
dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya
pajak terutang.
 Latar Belakang Pengalihan PBB-PP menjadi pajak daerah :
 Tanggal 15 September 2009 disahkan UU No.28 Tahun 2009 sebagai pengganti UU
No.18 Tahun 1997 dan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD)  latar belakang pembentukannya :
a. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengatur pajak
daerah dan retribusi daerah.
b. Meningkatkan akuntabilitas dalam penyediaan layanan dan pemerintahan.
c. Memperkuat otonomi daerah.
d. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha.

 Alasan pokok pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah :


1. Berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal (local origin), visibilitas, objek tidak
berpindah-pindah dan terdapat hubungan antara pembayar pajak dan yang
menikmati hasil pajak tersebut.
2. Pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan PAD dan sekaligus
memperbaiki struktur APBD.
3. Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan PBB-P2.
4. Berdasarkan praktek di banyak negara, PBB-P2/property tax termasuk pajak lokal.

 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan


Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah
kabupaten/kota, sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan
Perkebunan (PBB-P3) masih di bawah wewenang pemerintah pusat
melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 Berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU No. 28/2009 – UU PDRD, masa transisi peng-
alihan PBB-P2 menjadi pajak daerah adalah sejak 1 Jan 2010 s.d 31 Des 2013.

 Proses pengelolaan PBB-PP mempunyai peranan strategis dalam keberhasilan


pemungutan PBB-PP  Proses tersebut antara lain :
1. Pendaftaran yaitu serangkaian kegiatan untuk menghimpun informasi secara
komprehensif terkait objek dan subjek PBB-PP dengan cara mengisi formulir isian
tertulis.
2. Pendataan yaitu semua kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh, mengumpul-
kan, melengkapi dan menata-usahakan data objek dan subjek PBB-PP sebagai
salah satu bahan yang digunakan dalam menetapkan besarnya PBB-PP terutang.
3. Penilaian objek PBB-PP yaitu kegiatan guna menentukan nilai ekonomis atas suatu
properti pada saat tertentu atau NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak.
4. Penetapan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh fiscus untuk menentukan besaran
pajak terutang antara lain : Penetapan NJOP, SPPT, SKPD dan SKPDLB.

 Cara Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Bagi pihak yang ingin mendaftarkan objek PBB, baik untuk orang pribadi maupun badan,
pihak yang bersangkutan harus mendaftarkan Objek Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek pajak yang akan didaftarkan. Sesampainya di sana, orang/badan
perlu meminta formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang sudah tersedia
secara gratis di KPP dan KP2KP setempat. Agar prosesnya berjalan dengan lancar,
maka orang/badan juga perlu memahami hak dan kewajiban sebagai pendaftar objek
pajak bumi dan bangunan.

 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Mendaftarkan Objek Pajak


Berikut ini hak-hak anda ketika mengurus atau mendaftarkan Objek Pajak Anda ke KPP
dan KP2KP:
1. Anda dapat memperoleh formulir SPOP secara GRATIS pada KPP, KP2KP, atau
tempat lain yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Anda berhak mendapatkan penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian
maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP setempat.
3. Anda berhak mendapatkan tanda terima pengembalian SPOP dari KPP atau KP2KP
setempat.
4. Anda boleh memperbaiki atau mengisi ulang SPOP jika terdapat kesalahan dalam
pengisian. Namun, perbaikan ini juga harus disertai dengan fotokopi bukti sah
sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain sebagainya.
5. Anda juga berhak menunjuk pihak lain selain pegawai DJP dgn syarat melampirkan
surat kuasa khusus yg disertai meterai, sebagai tanda atas kuasa wajib pajak untuk
mengisi serta menandatangani SPOP.
6. Anda berhak mengajukan permohonan secara tertulis soal penundaan penyam-
paian SPOP asalkan tidak melampaui batas waktu dan menyebutkan alasan-
alasan yang sah.

 Kewajiban Anda sebagai wajib pajak dalam mendaftarkan objek pajak Anda melalui
KPP atau KP2KP adalah:
1. Kewajiban Anda sebagai wajib pajak yang memiliki objek pajak bumi dan bangunan
adalah mendaftarkan objek pajak dengan mengisi SPOP.
2. Ketika mengisi SPOP harus jelas, benar, dan lengkap. Artinya, data dapat dibaca
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, sesuai dgn keadaan yang sebenarnya,
dan data terisi seluruhnya, kemudian ditandatangani, serta melampirkan surat
kuasa khusus jika proses pengisian/pengurusan SPOP dikuasakan.
3. Memberikan atau menyampaikan kembali SPOP yang telah Anda isi ke KPP
Pratama/KP2KP setempat paling lambat 30 hari setelah formulir SPOP diterima.
4. Jika ada perubahan data, Anda wajib melaporkan perubahan atas data objek pajak
ke KPP Pratama atau KP2KP setempat dengan mengisi kembali SPOP sebagai
perbaikan SPOP yang salah sebelumnya dengan melampirkan beberapa dokumen
pendukung seperti, Fotokopi sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain
sebagainya

 Ad.1. Pendaftaran
 Pada prinsipnya setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib melakukan pen-
daftaran pada kantor pengelolaan pajak daerah untuk dicatat dan diberikan NPWPD
dan/atau Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD).
 Persyaratan subjektif pada PBB-PP adalah orang pribadi/badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau
memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
 Persyaratan objektif pada PBB-PP adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
 Hal-hal yang terkait dengan kegiatan pendaftaran adalah :
1. Pendaftaran objek PBB-PP dilakukan oleh wajib pajak dengan cara mengisi SPOP.
2. SPOP diisi dengan jelas, benar dan lengkap, serta ditandatangani dan disampaikan
ke Dispenda/DPPKAD yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, paling
lambat 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak atau kuasanya.
3. Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh di Dispenda/DPPKAD atau tempat-
tempat lain yang ditunjuk.
4. Setiap petugas yang melaksanakan kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian
objek dan subjek PBB-PP dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan basis
data wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya atau yang diberitahukan
oleh wajib pajak.
5. Dalam melakukan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek pajak
Dispenda/DPPKAD dapat bekerja sama dengan kantor pertanahan dan/atau instansi
lain yang terkait.
6. Biaya pelaksanaan pendaftaran,pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB-PP
dibebankan pada APBD kabupaten/kota.
7. Tata cara pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan sbg pelaksanaan ke-
giatan tersebut ditentukan oleh masing-masing Pemda sesuai ketentuan yg berlaku.
8. Pendaftaran dilakukan dgn menggunakan SPOP dan lampiran SPOP, sedangkan
untuk objek pajak khusus, data tambahan menggunakan Lembaran Kerja Objek
Khusus (LKOK) ataupun dengan lembar catatan lain untuk menampung informasi
tambahan sesuai keperluan penilaian masing-masing objek.

Ad.2. Pendataan
Pendataan merupakan upaya Pemda untuk menginventarisasi objek dan wajib pajak 
dilaksanakan oleh Dispenda/DPPKAD dengan menggunakan formulir SPOP/LSPOP
dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan
dengan menggunakan salah satu dari 4 alternatif berikut ini :
a. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP.
b. Pendataan dengan identifikasi objek pajak.
c. Pendataan dengan verifikasi data objek pajak.
d. Pendataan dengan pengukuran bidang objek pajak.

Ad.3. Penilaian
 Dalam menentukan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-PP, dilakukan kegiatan
penilaian.
 Berdasarkan UU No.28/2009, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual-beli, maka NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
 NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah,perairan pedalaman, serta laut
wilayah kabupaten/kota) dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.

 Jenis-Jenis Objek Pajak :


Dalam rangka penilaian, terlebih dahulu perlu diketahui klasifikasi objek pajak yang
dapat mempengaruhi cara dan metode penilaian. Klasifikasi tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Objek Pajak Umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan
keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Objek pajak umum terdiri atas :
1. Objek pajak standar yaitu objek-objek pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
tanah luasnya : kurang dari atau sama dengan 10.000 meter persegi.
bangunan : jumlah lantai kurang dari atau sama dengan 4 lantai.
luas bangunan : kurang dari atau sama dengan 1.000 meter persegi.
2. Objek pajak non standar  objek pajak yang memenuhi salah satu dari kriteria
sebagai berikut :
tanah luasnya : lebih dari 10.000 meter persegi.
bangunan : jumlah lantainya lebih dari 4 lantai.
luas bangunan : lebih dari 1.000 meter persegi.
b. Objek pajak khusus  adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau
keberadaannya memiliki arti yang khusus seperti lapangan golf, pelabuhan laut,
pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin dan lain-lain.

Ad.4. Penetapan
 Sesuai Pasal 79 UU PDRD, dasar pengenaan PBB-PP : NJOP yg ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah.
 Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat
ditetapkan setiap tahun.
 Untuk penghitungan PBB-PP terutang  hitung dulu NJOP sebagai dasar
perhitungan PBB terutang, caranya : mengurangkan NJOP total dengan NJOPTKP
diterapkan paling rendah Rp.10.000.000,- dan kemungkinan berbeda di tiap daerah.
Setelah itu, baru dihitung besarnya PBB terutang dengan cara mengalikan NJOP
dasar perhitungan dengan tarif PBB.

 Objek PBB :
 Bumi dan/atau bangunan :
 Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta
laut wilayah kabupaten/kota.
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.

 Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :


a. Jalan lingkungan yang terletak dlm satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Pagar mewah.
e. Tempat olahraga.
f. Galangan kapal, dermaga.
g. Taman mewah.
h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, dan
i. Menara.

 Objek pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah : objek
pajak yang :
a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan.
c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak.
e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik, dan
f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 UU PBB memungkinkan orang yang memiliki rumah di atas tanah orang lain
dikenakan pajak tersendiri terlepas dari pajak yang dikenakan terhadap pemilik tanah

 dianut asas pemisahan horizontal.

 Subjek Pajak dan Wajib Pajak :


 Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
 Mempunyai suatu hak atas tanah dan atau
 Memperoleh manfaat atas bumi dan atau
 Memiliki bangunan dan atau
 Menguasai bangunan dan atau
 Memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan

 Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
 Wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat
atas bangunan.

 Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat juga objek
pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut harus memiliki
kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut :
 Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal
tersebut.
 Objek pajak  merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
 Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
 Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.

 Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP, dan besarnya NJOP ditetapkan setiap 3
tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai
dengan perkembangan wilayahnya dan penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh
Kepala Daerah.

 NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli tanah.
Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Penetapan tersebut di-
dasarkan atas sejumlah hal, seperti :
a. Dasar penetapan NJOP bumi:
1. Letak.
2. Pemanfaatan.
3. Peruntukan.
4. Kondisi Lingkungan.
b. Dasar penetapan NJOP bangunan:
5. Bahan yang digunakan dalam bangunan.
6. Rekayasa.
7. Letak.
8. Kondisi lingkungan.

 Selain itu, terdapat juga dasar penetapan NJOP saat tidak ada transaksi jual beli
1. Perbandingan Harga dengan Objek Lainnya: objek lain yang dimaksud merupakan
objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan, memiliki fungsi yang sama dengan
objek lain yang sudah diketahui nilai jualnya. Penggunaan objek lain yang memiliki
kriteria tersebut sebagai gambaran yang kurang lebih bisa mendekati nilai objek
yang dibandingkan. Sehingga NJOP yang ditetapkan pun memiliki hitungan yang
benar.
2. Nilai Perolehan Baru: penetapan NJOP dengan nilai perolehan baru yang dimaksud
adalah dengan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk memperoleh objek
pajak. Penilaian tersebut nantinya akan dikurangi dengan penyusutan yang terjadi,
seperti penyusutan yang terjadi pada kondisi fisik objek pajak.
3. Nilai Jual Pengganti: nilai jual pengganti yang dimaksud adalah penetapan NJOP
berdasarkan pada hasil produk onjek pajak. Jadi, nilai jualnya didasarkan pada
keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu sendiri.
 Tarif PBB-P2 paling tinggi sebesar 0,3% dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

 Sebagai landasan hukum pemungutan PBB-P2, Pemda lebih dulu harus membuat
Perda dan sesuai Pasal 95 ayat (3) UU PDRD, Perda tersebut harus mengatur
sekurang-kurangnya :
1. Nama, objek dan subjek PBB-P2.
2. Dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan PBB-P2.
3. Wilayah pemungutan.
4. Masa pajak.
5. Penetapan.
6. Tata cara pembayaran dan penagihan.
7. Kadaluarsa.
8. Sanksi administratif, dan
9. Tanggal mulai berlakunya.
 Selain itu, Perda PBB-P2 dapat juga mengatur ketentuan mengenai :
1. Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas
pokok pajak dan/atau sanksinya;
2. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluarsa; dan/atau
3. Asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan
pajak kepada kedutaan, konsulat dan perwakilan negara asing sesuai dengan
kelaziman internasional.

 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak
kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang berbeda-beda.
Namun, berdasarkan Pasal 77 ayat (4) UU PDRD ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap
daerah di kabupaten/kota paling rendah sebesar Rp10.000.000 dengan memperhatikan
ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam 1
Tahun Pajak.
2. Apabila wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya paling besar dan tidak
bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya yang wajib pajak miliki.

 Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)  dikenal dalam perhitungan PBB-P3.


 Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP juga
dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan dalam
perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.
 Ketentuan persentase NJKP sudah ditetapkan oleh pemerintah. Objek pajak
perkebunan, pertambangan, kehutanan sebesar 40%.
 Tidak terdapat unsur NJKP dalam dasar perhitungan PBB-PP yang menjadi suatu
persentase tertentu dari NJOP.
Pembayaran, Penagihan, Pengurangan dan Pelayanan PBB-PP

 Pembayaran :
 Setelah wajib pajak menerima ketetapan pajak dengan mendapat SPPT atau SKPD,
wajib pajak harus menyelesaikan pembayaran kewajiban pajak terutangnya kepada
daerah sebelum jatuh tempo pembayaran dan penyetoran yang sudah ditentukan
berakhirnya.
 Wajib pajak dapat melakukan pembayaran dengan cara :
1. Pembayaran melalui petugas pemungut.
2. Pembayaran melalui tempat pembayaran yang ditunjuk.
3. Pembayaran melalui tempat pembayaran elektronik.

 Penagihan PBB-PP :
 Penagihan merupakan serangkaian tindakan agar wajib pajak melunasi utang pajak
dengan melakukan teguran, memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksa-
nakan penyitaan, melakukan penyanderaan dan menjual barang sitaan melalui
pelelangan.

 Dasar penagihan PBB adalah :


1. SPPT.
2. SKPD.
3. STPD.
4. SK Pembetulan
5. SK Keberatan.
6. Putusan Banding.

 Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) PBB-PP disampaikan kepada wajib pajak dalam
hal :
a. Wajib pajak setelah jatuh tempo pembayaran pajak terutang yang ditetapkan di
dalam SPPT PBB-PP tidak atau kurang membayar.
b. Wajib pajak setelah jatuh tempo pembayaran pajak terutang yang ditetapkan di
dalam SKPD PBB-PP tidak atau kurang membayar.

 Pengurangan PBB-PP :
 Pemda dapat membuat Perkada dengan mengacu pada PMK No.110/PMK.03/2009
tentang Pengurangan PBB-PP sebagaimana telah diubah dengan PMK
No.82/PMK.03/2013, dapat diberikan pengurangan PBB-PP kepada wajib pajak
karena kondisi tertentu, yaitu :
1. Objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya.
2. Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
 Pelayanan PBB-PP :
 Pengajuan Keberatan : wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a. SPPT.
b. SKPD.
c. SKPDLB.
d. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peratur-
an perundang-undangan perpajakan daerah.
 Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-
alasan yang jelas.
 Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah mebayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui wajib pajak.
 Penyelesaian keberatan :
 Dalam proses penyelesaian keberatan, kepala daerah berwenang untuk :
a. Melihat dan/atau meminjam buku/catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang.
b. Memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan mendapatkan bantuan
guna kelancaran pemeriksaan dan/atau
c. Meminta keterangan yang diperlukan.
 Kepala daerah dlm jangka waktu 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima,
harus memberi keputusan atas keberatan yg diajukan. Apabila jangka waktu tersebut
telah lewat dan kepala daerah tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
 Keputusan kepala daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
 Apabila keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran
pajak dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama
24 bulan. Imbalan bunga dimaksudkan dihitung sejak bulan pelunasan sampai deng-
an diterbitkannya SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar).
Contoh kasus PBB-PP:
Tuan Rianus memiliki sebuah rumah di daerah Cihanjuang Kabupaten Bandung Barat,
dari data PBB tahun sebelumnya diketahui luas tanah 700 m2 dengan nilai jual setelah
diklasifikasikan sebesar Rp.800.000/m2, sedangkan luas bangunan 300 m2 dengan nilai
jual setelah diklasifikasikan sebesar Rp.900.000/m2. Pada bulan Mei 2021 tuan Rianus
menambah luas bangunan seluas 100 m2 dengan perkiraan nilai jual yang sama
dengan bangunan lainnya. NJOPTKP untuk daerah Cihanjuang ditetapkan sebesar
Rp.10.000.000,- Hitung PBB-P2 tahun 2021 untuk tanah dan bangunan tersebut!

Jawab :
Diketahui data PBB-P2 tahun 2021 :
 Nilai jual bumi/tanah = Rp.800.000/m2
 Jadi NJOP bumi/tanah = 700m2 x Rp.800.000 = Rp.560.000.000
 Nilai jual bangunan setelah diklasifikasikan = Rp.900.000/m2.
 Jadi NJOP bangunan = 300 m2 x Rp.900.000 = Rp.270.000.000
 NJOP tanah dan bangunan = Rp.830.000.000
 NJOPTKP Rp.10.000.000
 PBB-P2 terutang (diasumsikan tarif 0,3%) = 0,3% x (NJOP – NJOPTKP) =
0,3% x (Rp.830.000.000 – Rp.10.000.000) = Rp. 2.460.000,-
Jadi PBB-P2 yang harus dibayar tahun 2021 sebesar Rp.2.460.000,-

 Berhubung tambahan bangunan dilakukan pada bulan Mei 2021,maka tidak masuk
dalam perhitungan PBB-P2 tahun 2021 melainkan untuk PBB-P2 terutang tahun
2022  Saat yang menentukan pajak terutang.
 Saat yang menentukan pajak terutang adalah keadaan objek pajak pada tgl 1
Januari. Jadi segala mutasi atau perubahan atas objek pajak yang terjadi setelah 1
Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
 Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2021, kewajiban PBB
tahun 2021 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak tahun pajak 2022 kewajiban
PBB menjadi tanggungjawab B

Anda mungkin juga menyukai