Anda di halaman 1dari 8

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pajak Bumi Bangunan dan Bea Materai

Yang dibina oleh Ibu Latifah Hanum, M.S.A, A.k..

Oleh:

Fatin Furoida (175120400111019)


Mettawati Limanto (195030400111019)
Alifia Asri Faizah Restari (195030400111059)

PROGAM PENDIDIKAN VOKASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmatNya
berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah yang berjudul “PAJAK
PROPERTI” ini bisa selesai sesuai dengan ketentuan dan waktu yang ditentukan.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat


terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak
langsung, untuk itu kami mengucapkan terimkasih kepada Ibu Latifah Hanum, M.S.A, A.k..
selaku dosen mata kuliah Pajak Bumi Bangunan dan Bea Materai yang telah membimbing
dengan baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Serta teman-teman kelas yang telah
memberikan dorongan serta dukungan dalam penulisan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


kelemahan dan kekurangan. Untuk itu penyusun mengharapkan masukan dari pembaca
baik kritik, saran, atau informasi guna menyempurnakan makalah selanjutnya.

Malang, Februari 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak diberlakuknya peraturan perundang-udangan pendaerahan PBB, Pengelolaan
PBB bukan lagi jadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak tetapi berpindah tangan ke
pemerintahan Kota/Kabupaten, jadi SPPT PBB yang kita terima akan berbeda baik bentuk,
warna dan tarif pajak serta susunannya karena menyesuaikan dengan peraturan dan
ketentuan perundangan yang ditetapkan di wilayah Kabupaten/Kota. peraturan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten tentang PBB umumnya mengadopsi dari
peruturan perundangan yang telah ada (UU No 12 Tahun 1994 ) tetapi karena kondisi,
kebutuhan dan kemampuan setiap daerah berbeda maka biasanya tiap pemerintah
kota/kabupaten akan membuat peraturan tentang PBB sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan.
Pembayaran PBB ini wajib bagi masyarakat yang memanfaatkan dan menggunakan
lahan di bumi dan bangunan, dimana besarnya pembayaran akan tergantung kepada
berapa banyak asset yang dimiliki serta berapa besar objek yang tidak kena pajak di daerah
masing-masing. Masyarakat yang minim pengetahuan mengenai PBB ini terkadang sering
menunggak pembayaran Pajak ini sehingga ini akan berdampak negatif pada
perkembangan ekonomi Indonesia nantinya, oleh karena itu sebagai masyarakat yang baik
kita harus mau mebayar pajak ini guna kepentingan bersama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Dasar Hukum, Objek Pajak dan Non Objek Pajak, Subjek dan Wajib Pajak,
Saat dan Tempat Terutangnya Pajak?
2. Apa Dasar Pengenaan (Tax Base) PBB?
3. Apa peran pengertian NJOPTKP?
4. Bagaimana dasar perhitungan PBB?
5. Berapa tarif PBB?
6. Bagaimana dasar penagihan PBB?
7. Bagaimana pembayaran PBB?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Dasar Hukum, Objek Pajak dan Non Objek Pajak, Subjek dan
Wajib Pajak, Saat dan Tempat Terutangnya Pajak.
2. Untuk mengetahui pengenaan (Tax Base) PBB.
3. Untuk mengetahui pengertian NJOPTKP.
4. Untuk mengetahui dasar perhitungan PBB.
5. Untuk mengetahui tarif PBB.
6. Untuk mengetahui dasar penagihan PBB.
7. Untuk mengetahui pembayaran PBB.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum, Objek Pajak dan Non Objek Pajak, Subjek dan Wajib Pajak, Saat
dan Tempat Terutangnya Pajak
Dasar hukumnya yaitu UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(perubahan atas UU No 12 Tahun 1985), UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD); dan PMK No. 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek
Pajak dan Tatacara Penetapan NJOP PBB. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek Pajak yang tidak
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang
digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan; digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu; merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
dan digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau
memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Subjek Pajak sebagaimana dimaksud yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Peraturan Daerah ini. Dasar pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Besarnya NJOP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek
pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh Bupati.
2.2 Dasar Pengenaan (Tax Base) PBB
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
NJOP. Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan tiga alternatif cara, yaitu :
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya
dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan
telah diketahui harga jualnya.
2. Nilai perolehan baru, yaitu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan
kondisi fisik objek tersebut.
3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

2.3 Pengertian NJOPTKP


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang selanjutnya disingkat dengan
NJOPTKP adalah batas Nilai Jual Objek Pajak yang tidak dikenakan pajak. NJOPTKP untuk
setiap Wajib Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000. Hal tersebut dilakukan
untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan
besarnya NJOPTKP sesuai dengan kondisi yang ada di daerah masing-masing.
2.4 Dasar Pengenaan PBB P2

Beberapa rumus yang bisa digunakan adalah: NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x
nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan). NJKP = 40% dari NJOP
atau 20% dari NJOP untuk perhitungan PBB. PBB yang terutang = 0,5% x NJKP (jumlah
PBB yang harus dibayar setiap tahun).

2.5 Tarif PBB


Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3%. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah, sehingga tarif di tiap daerahnya dapat berbeda sesuai
dengan kebijakan masing-masing daerah. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan
keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerahnya.
2.6 Dasar Penagihan PBB
Dasar Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah : Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Tagihan Pajak (STP)
2.7 Pembayaran PBB
Pembayaran angsuran PBB atau pelunasan PBB yang ditunda pembayarannya,
dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SSP PBB)
pada Bank/Pos Persepsi PBB yang tercantum dalam keputusan pengangsuran atau
keputusan penundaan.
BAB 3
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap
Bumi dan atau Bangunan. Dimana yang tergolong bumi yaitu bumi, sawah, ladang, empang,
perairan dan lain sebagainya. Sedangkan yang tergolong bangunan yaitu berupa tanah atau
bangunan yang dilekatkan secara tetap di atas bumi dimana dapat dirasakan manfaatnya.
objek dari PBB ini yaitu bumi dan bangunan itu sendiri seperti yang termuat diatas. Namun
tidak semua yang di bumi menjadi objek pengenann PBB, diantaranya segala sesuatu yang
menyangkut kepentingan bersama seperti dalam bidang ibadah, sosial, pemakaman yang
digunakan secara bersama, tempat peninggalan purbakala (museum), tanah atau bangunan
yang digunakan diplomatik negara, tanah atau bangunan yang digunakan untuk hutan
lindung, hutan suaka alam, serta tanah atau bangunan yang dipergunakan oleh organisasi
internasional yang dibawah kekuasaan Menteri Keuangan. Yang menjadi subjek dari PBB
itu sendiri yaitu orang-orang memiliki tanah atau bangunan yang dirasakan manfaatnya
seperti dijadikan tempat tinggal, tempat usaha dan atau tempat yang diusahakan, maka
untuk mereka ini wajib untuk menyetorkan PBB kepada pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Tanjung, Mirna 2003.Buku Ajar Perpajakan.Bagian penerbitan Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Padang Padang.

Anda mungkin juga menyukai