Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, 23, DAN 26


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu: Bapak Boyke Nugrahanto, M.Ak.

Disusun Oleh:

1. Sipa Aprilia ( 20922208)


2. Salsa Nabila Yasmin (20922280)
3. M.Husni Mursida (20922291)
4. Selvia Nurpadila (20922292)
5. Ratna Nurfadila (20922295)
6. Hani Hadianti (20922296)
7. Tandi (20922297).

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BISNIS
INTERNATIONAL WOMEN UNIVERSITY
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis masih diberi kesempatan bekerjasama dalam menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pajak Penghasilan Pasal 22, 23, dan 26”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Perpajakan.
Penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Boyke Nugrahanto, M.Ak. selaku dosen
mata kuliah Perpajakan. Tugas yang telah diberikannya dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Aamiin. Demikian yang dapat Penulis
paparkan kalau ada kata yang kurang mohon di maafkan sekian dan terimakasih.

Tasikmalaya, 9 Juni 2023


Penyusun

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Pajak Penghasilan Pasal 22 ......................................................................................... 2
B. Pajak Penghasilan Pasal 23 ......................................................................................... 7
C. Pajak Penghasilan Pasal 26 ....................................................................................... 15
BAB III.................................................................................................................................... 20
PENUTUP............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
Pemungutan pajak dilaksanakan untuk kepentingan rakyat, maka pemungutan
pajak tersebut haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam
Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Hal ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan Undang-Undang
sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi pengumpul pajak maupun bagi
wajib pajak itu sendiri.
Penghasilan menjadi salah satu objek pajak. Pajak penghasilan dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
Pajak penghasilan tergolong pajak subjektif, yaitu pajak yang mempertimbangkan
keadaan pribadi wajib pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak
Pajak Pasal 22, 23 dan 26 adalah jenis pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan
pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak. PPh Pasal 22 dikenakan pada
penghasilan yang diterima dari penyerahan barang dan jasa oleh pihak yang bukan
wajib pajak. PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan yang diterima dari usaha atau
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak. Dan PPh Pasal 26 dikenakan pada
penghasilan yang diterima dari hibah atau warisan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengetahui tarif PPh Pasal 22, 23 dan 26 ?
2. Bagaimana perhitungan PPh Pasal 22, 23 dan 26 ?
3. Bagaimana cara mengetahui pemotongan pada PPh Pasal 26 ?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas terdapat tujuan yang harus tersampaikan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tarif yang dikenakan pada PPh Pasal 22, 23 dan 26
2. Mengetahui cara perhitungan PPh Pasal 22, 23 dan 26
3. Mengetahui pemotongan yang ada pada PPh 22, 23 dan 26
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pajak Penghasilan Pasal 22


1. Pengertian PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan tertentu
yang dimiliki pemerintah atau swasta yang terlibat dalam kegiatan ekspor, impor,
dan re-impor. Menurut peraturan menteri keuangan No. 90/PMK.03/2015,
pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pada penjualan barang yang tergolong mewah.
PPh Pasal 22 juga mendatangkan anggapan “keuntungan” karena dikenakan pada 2
aspek yaitu penjualan dan pembelian. Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari
objek pajakanya mulai dari 0,24%-1.5%.
Definisi lain menyebutkan PPh Pasal 22 merupakan pembayaran atas
penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha lainnya. Pajak
Penghasilan Pasal 22 dipungut oleh:
a. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor aatau bidang lainnya.
c. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

2. Objek Pajak dan Wajib Pajak PPh Pasal 22


Objek pajak dari PPh Pasal 22 adalah penghasilan yang didapatkan dari
penjualan dan pembelian barang impor dan barang lainnya sebagaimana ketentuan
dari Pasal 22. Berikut merupakan objek dan pemungut PPh Pasal 22, antara lain:

No Objek Pemungut
1 Pembelian barang oleh Pihak yang membayar/membeli:
Bendaharawan pemerintah dan - Bendaharawan pemerintah
Direktorat Jenderal Anggaran. - DJA
2 Pembelian barang oleh - BUMN
BUMN/BUMD yang bersumber - BUMD
darri dana APBN dan/atau APBD.
3 Pembelian barang oleh badan Badan tertentu
tertentu yang bersumber dari dana
APBN maupun non APBN.
4 Impor Barang dilakukan oleh: - Direktorat Jenderal Beta dan
- Importer yang memiliki Cukai (DJBC)
atau tidak memiliki Angka - Bank Devisa
Pengenal Impor (API).

2
- Yang tidak dikuasai
(lelang).
5 Pembelian bahan untuk industri Industri tertentu yang bergerak di
tertentu atau eksportir dari bidang pertanian, perkebunan dan
pedagang pengumpul. perikanan.
6 Penjualan bahan bakar minyak, Produsen atau importer bahan bakar
gas, dan pelumas. minyak, gas, dan pelumas.
7 Penjulana barang yang tergolong Wajib Pajak Badan yang melakukan
mewah penjualan tersebut
8 Penjualan hasil industru tertentu: Industri tertentu yang menjual
Kertas, baja, otomotif, semen,
rokok.

3. Non-Objek PPh Pasal 22


Terdapat objek pajak yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 yaitu:
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat
Keterngan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC) atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
ekspor kembali, dilaksanakan oleh DJBC atau DJP.
4. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekpor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 huruf b, c, dan d PMK-154, berkenaan dengan:
1) Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,00 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
2) Pembayaran yang dilakukan BUMN yang jumlahnya paling banyak Rp.
10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
3) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, bahan bakar gas,
pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).

4. Tarif PPh Pasal 22 dan Saat Terutang


Besarnya pungutan pajak penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
No Objek Tarif
1 Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara
1,5%
Pemerintah, BUMN,BUMD, dan badan tertentu.
2 Impor barang yang dilakukan oleh importer :
- Yang menggunakan API 2,5%

3
- Yang tidak mengenal API 7,5%
- Yang tidak dikuasai (lelang) 7,5%
- Yang menggunakan API untuk impor gandum,
0,5%
kedelai, dan tepung terigu.
3 Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri/ekspor
2,5%
dari pedagang pengumpul.
4 Penjualan oleh Pertamina:
- Premium, solar, premix, super TT 0,25%
- Minyak tanah, LPG, pelumas 0,3%
5 Penjualan oleh selain Pertamina:
- Premium, solar, premix, super TT 0,3%
- Minyak tanah, LPG, pelumas 0,3%
6 Penjualan hasil industri tertentu:
- Kertas 0,1%
- Baja 0,3%
- Otomotif 0,45%
- Semen 0,25%
- Rokok 0,25%
7 Penjualan motor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek 0,45%
(APM), dan importir kendaraan bermotor.
8 Pembelian keperluan industri atau eksportir bidang
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan 0,25%
perikanan.
9 Penjualan barang yang tergolong sangat mewah 5%

Menurut peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31


Desember 2008 yang termasuk PPh Pasal 21 mengenai barang yang tergolong
sangat mewah, diantaranya:
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jula lebih dari Rp.
20.000.000.000,00.
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.
10.000.000.000,00.
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp. 10.000.0000.000,00 dan kuas bangunan lebih dari 500 m².
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 dan/atau bangunan
lebih dari 400 m².
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose
Vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.
5.000.000.000,00 dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
dapat menentukan NPWP.

4
5. Saat Terhutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 saat terutang dan pelunasan yaitu:
a. PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk.
b. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak
Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
c. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak terutang dan dipungut
pada saat pembayaran.
d. PPh Pasal 22 penjualan hasil produksi industri semen, kertas, baja, otomotif
terutang dan dipungut pada saat penjualan.
e. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang.
f. PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang
dan dipungut pada saat pembelian.

6. Cara Menghitung PPh Pasal 22


Menghitung besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar berdasarkan Pasal
22 dapat dilakukan dengan memperhatikan tabel berikut ini.
No Objek Rumus
1 Pembelian barang yang dilakukan
oleh DPJB, Bendahara Pemerintah, 1,5% x Harga Peolehan
BUMN,BUMD, dan badan tertentu.
2 Impor barang yang dilakukan oleh
importer : 2,5% x Nilai Importir
- Yang menggunakan API
- Yang tidak mengenal API 7,5% x Nilai Importir
- Yang tidak dikuasai (lelang) 7,5% x Harga Jual Lelang
Yang menggunakan API untuk
impor gandum, kedelai, dan tepung 0,5% x Nilai Impor
terigu.
3 Pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri/ekspor dari 2,5%
pedagang pengumpul.
4 Penjualan oleh Pertamina:
- Premium, solar, premix,
super TT 0,25% x penjualan
- Minyak tanah, LPG,
pelumas 0,3% x penjualan
5 Penjualan oleh selain Pertamina:
- Premium, solar, premix,
super TT 0,3% x penjualan
- Minyak tanah, LPG,
pelumas 0,3% x penjualan
6 Penjualan hasil industri tertentu:
- Kertas 0,1% x DPP PPN
- Baja 0,3% x DPP PPN
- Otomotif 0,45% x DPP PPN

5
- Semen 0,25% x DPP PPN
- Rokok 0,25% x harga bandrol
7 Penjualan motor di dalam negeri
oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang 0,45% x DPP PPN
Merek (APM), dan importir
kendaraan bermotor.
8 Pembelian keperluan industri atau
eksportir bidang kehutanan,
0,25% x pembelian
perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan.
9 Penjualan barang yang tergolong
5% x DPP PPN dan PnBM
sangat mewah

Contoh Kasus: Barang Impor


PT “BERKAH” adalah importir barang-barang elektronik yang mempunyai API. Pada
Bulan September 2022 melakukan impor barang dari Singapura dengan harga faktur
US$ 100.000. Biaya asuransi dibayar di luar negeri dan biaya angkut pengapalan barang
dari Singapura ke dalam daerah pabea (Indonesia) masing-masing sebesar 2% dan 5%
dari harga faktur. Tarif bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar
20% dan 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu
adalah US 1,00= Rp. 10.000,00. Hitunglah berapa PPh Pasal 22 yang harus dipungut
atas transaksi impor tersebut.
Penyelesaian:
Tarif Pasal 22 dilihat dari Nilai Impor. Nilai Impor yaitu Cost Insurance and Freight
(CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pabea di bidang impor seperti bea masuk
tambahan.
Perhitungan Nilai Impor dan PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:
Cost = US $ 100.000 x Rp. 10.000,00 = Rp. 1.000.000.000,00
Insurance =2% x Rp.1.000.000.000,00 = Rp. 20.000.000,00
Freight =5% x Rp.1.000.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
CIF Rp. 1.070.000.000,00
Bea Masuk =20% x Rp.1.070.000.000,00 = Rp. 214.000.000,00
Bea Masuk Tambahan =10% x Rp. 1.070.000,00 = Rp. 107.000.000,00
Nilai Impor = Rp. 1.391.000.000,00
PPh Pasal 22 yang dipungut =2,5% x Rp. 1.391.000.000,00= Rp. 34.775.000,00

Contoh Kasus: Pembelian Bendahara Pemerintah


Bendahara pemerintah membeli 4 (empat) printer dari PT. ABCD dengan total harga
beli Rp.22.000.000,00 sudah termasuk harga PPN. Besarnya pemungutan pajak atas
pembelian printer tersebut adalah:
Penyelesaian:
Harga pembelian = Rp.22.000.000,00
Dasar Pengenaan Pajak = 1,5% x Rp.20.000.000,00 = Rp. 330.000,00

6
PPh Pasal 22 dari pembelian printer oleh bendahara pemerintah sebesar
Rp.330.000,00

B. Pajak Penghasilan Pasal 23


1. Pengertian PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak pemotongan yang
dikenakan pada penghasilan atas modal, sewa dan penggunaan harta selain tanah
dan bangunan, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21. Pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa)
akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Objek
PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa
lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

Pada umumnya, penghasilan yang diterima adanya transaksi antara dua pihak,
yaitu:
• Pihak penerima penghasilan (pemberi jasa) akan dikenakan PPh Pasal 23
• Pihak pemberi penghasilan (penerima jasa) akan memotong, membayar,
dan melaporkan PPh Pasal 23 tersebut ke kantor pajak.

2. Pemotong dan Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 23


a. Pemotong PPh Pasal 23
Wajib pajak yang dikenakan pemotongan pajak PPh Pasal 23 yaitu:
i. Badan pemerintah, wajib pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar
negeri yang ada di Indonesia.
ii. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh pasal 23 adalah:
a) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas.
b) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelanggarakan pembukuan.
b. Pihak Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Pihak yang dipotong PPh Pasal 23 yaitu:
i. Wajib Pajak Dalam Negeri
Wajib pajak dalam negeri baik itu orang pribadi atau badan usaha.
Bagi orang pribadi yang dikenai PPh Pasal 23 hanyalah penghasilan
yang bersifat pasif berbeda dengan Pasal 21 yang bersifat aktif.
ii. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

3. Objek Pajak PPh Pasal 23


Objek pemotongan PPh Pasal 23 merupakan penghasilan yang bersifat pasive
income artinya penghasilan didapatkan dari usaha secara aktif oleh wajib pajak
dalam negeri baik itu orang pribadi maupun badan diantaranya:
a. Bunga

7
Bunga dalam UU PPh diperluas dengan menambah premium, diskonto,
dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Pengenaan pajak dari
pendapatan bunga yang diterima oleh orang pribadi maupun badan yang ber-
NPWP dikenai PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto bunga yang
diterima. Jika WP belum ber-NPWP maka dikenai PPh Pasal 23 sebesar 30%
dari jumlah bruto bunga yang diterima.
b. Dividen
Sesuai dengan UU PPh, dividen didefinisikan secara luas dalam
penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf b sebagai brikut:
“Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh anggota koperasi”.
• Tarif deviden yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri ber-
NPWP dikenai PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
• Apabila wajib pajak belum ber-NPWP maka dikenai PPh Pasal 23
sebesar 30% dari jumlah bruto.
c. Royalti
Royalti didefinisikan sebagai imbalan yang diberikan sehubungan dengan
penggunaan hak atas harta tak berwujud, hak atas harta berwujud, dan informasi
menurut UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf h. Royalti dikenai PPh Pasal 23 sebesar:
• 15% dari jumlah bruto bagi wajib pajak ber-NPWP.
• 205 dari jumlah bruto bagi wajib pajak yang belum ber-NPWP.
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain telah dipotong PPh Pasal 21.
e. Sewa
Sesuai dengan PPh Pasal 23, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta
yang dikenai PPh Final Pasal 4(2) dikenai PPh Pasal 23 sebesar:
• 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN bagi WP yang ber-NPWP
• 4% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN bagi WP yang belum ber-
NPWP.
f. Jasa lain
Objek PPh Pasal 23 mengenai jasa lain telah ditambahkan oleh pemerintah
hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No.
141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar lengkap objek PPh Pasal 23 terkai
jasa lainnya:
1) Jasa Penilai (appraisal);
2) Jasa Aktuaris;
3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4) Jasa Hukum;
5) Jasa Arsitektur;
6) Jasa Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7) Jasa Perancang (design);
8) Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9) Jasa Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak
dan gas bumi (migas);

8
10) Jasa Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
11) Jasa Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12) Jasa Penebangan hutan;
13) Jasa Pengolahan limbah;
14) Jasa Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15) Jasa Perantara dan/atau keagenan;
16) Jasa Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan
Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KSEI);
17) JasaKustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI;
18) Jasa Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19) Jasa Mixing film;
20) Jasa Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22) Jasa Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23) Jasa Internet termasuk sambungannya;
24) Jasa Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;
25) Jasa Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC
dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
26) Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27) Jasa Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28) Jasa Maklon;
29) Jasa Penyelidikan dan keamanan;
30) Jasa Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31) Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa
periklanan;
32) Jasa Pembasmian hama;
33) Jasa Kebersihan atau cleaning service
34) Jasa Sedot septic tank;
35) Jasa Pemeliharaan kolam;
36) Jasa Katering atau tata boga;
37) Jasa Freight forwarding;
38) Jasa Logistik;
39) Jasa Pengurusan dokumen;
40) Jasa Pengepakan;

9
41) Jasa Loading dan unloading;
42) Jasa Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh
lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43) Jasa Pengelolaan parkir;
44) Jasa Penyondiran tanah;
45) Jasa Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46) Jasa Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47) Jasa Pemeliharaan tanaman;
48) Jasa Permanenan;
49) Jasa Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan
dan/atau perhutanan;
50) Jasa Dekorasi;
51) Jasa Pencetakan/penerbitan;
52) Jasa Penerjemahan;
53) Jasa Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Pajak Penghasilan;
54) Jasa Pelayanan pelabuhan;
55) Jasa Pengangkutan melalui jalur pipa;
56) Jasa Pengelolaan penitipan anak;
57) Jasa Pelatihan dan/atau kursus;
58) Jasa Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59) Jasa Sertifikasi;
60) Jasa Survey;
61) Jasa Tester;
62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan
pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

4. Non-Objek Pajak PPh Pasal 23


Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23:
a. Penghasilan yang dibayar terutang kepada bank
b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna dengan hak
opsi
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi yayasan atau organisasi yang sejenis, badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal badan usaha
yang didirikan dan bertempat di Indonesia.
d. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana.
e. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal venture laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat pasangan usaha tersebut:
1) Perusahaan kecil, menengah atau menjalankan kegiatan dalam sektor
usaha yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
2) Sahamnya tidak diperdagangkan.
f. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

10
g. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya.
h. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang terdiri
dari:
1) Perusahaan pembiayaan yang mendapatkan izin dari Menteri Keuangan.
2) BUMN atau BUMD yang khusus didirikan sebagai sarana pembiayaan
bagi UMKM.

5. Dasar Pengenaan PPh Pasal 23


Dasar pengenaan PPh Pasal 23 untuk jasa lain dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu:
a. Penghasilan bruto yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering.
b. Penghasilan bruto yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final selai jasa catering meliputi:
• Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang
merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia
tenaga kerja kepada tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja
dengan pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau
honorarium.
• Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang
atau material terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh
faktur pembelian atas pengadaan barang atau material.
• Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus
dibuktikan oleh faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan
perjanjian tertulis.
• Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian
atau reimbursement. Ini berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh
penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur
tagihan dan bukti pembayaran.

6. Tarif PPh Pasal 23


Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36
tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
a. Sebesar 15% dari jumlah bruto:
1) Dividen
2) Bunga termasuk premim, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
3) Royalti
4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21
b. Sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
1) Sewa
2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan.
3) Jasa Lain

11
Berikut ini adalah daftar lengkap objek PPh Pasal 23 terkai jasa lainnya:
✓ Jasa Penilai (appraisal);
✓ Jasa Aktuaris;
✓ Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
✓ Jasa Hukum;
✓ Jasa Arsitektur;
✓ Jasa Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
✓ Jasa Perancang (design);
✓ Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap
(BUT);
✓ Jasa Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
minyak dan gas bumi (migas);
✓ Jasa Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi
dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
✓ Jasa Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
✓ Jasa Penebangan hutan;
✓ Jasa Pengolahan limbah;
✓ Jasa Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing
services);
✓ Jasa Perantara dan/atau keagenan;
✓ Jasa Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan
Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KSEI);
✓ JasaKustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI;
✓ Jasa Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
✓ Jasa Mixing film;
✓ Jasa Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
✓ Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
✓ Jasa Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
✓ Jasa Internet termasuk sambungannya;
✓ Jasa Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;
✓ Jasa Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
✓ Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
✓ Jasa Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
✓ Jasa Maklon;

12
✓ Jasa Penyelidikan dan keamanan;
✓ Jasa Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
✓ Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media
luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau
jasa periklanan;
✓ Jasa Pembasmian hama;
✓ Jasa Kebersihan atau cleaning service
✓ Jasa Sedot septic tank;
✓ Jasa Pemeliharaan kolam;
✓ Jasa Katering atau tata boga;
✓ Jasa Freight forwarding;
✓ Jasa Logistik;
✓ Jasa Pengurusan dokumen;
✓ Jasa Pengepakan;
✓ Jasa Loading dan unloading;
✓ Jasa Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh
lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian
akademis;
✓ Jasa Pengelolaan parkir;
✓ Jasa Penyondiran tanah;
✓ Jasa Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
✓ Jasa Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
✓ Jasa Pemeliharaan tanaman;
✓ Jasa Permanenan;
✓ Jasa Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan
dan/atau perhutanan;
✓ Jasa Dekorasi;
✓ Jasa Pencetakan/penerbitan;
✓ Jasa Penerjemahan;
✓ Jasa Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal
15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
✓ Jasa Pelayanan pelabuhan;
✓ Jasa Pengangkutan melalui jalur pipa;
✓ Jasa Pengelolaan penitipan anak;
✓ Jasa Pelatihan dan/atau kursus;
✓ Jasa Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
✓ Jasa Sertifikasi;
✓ Jasa Survey;
✓ Jasa Tester;
✓ Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya
dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

13
7. Tahap Pemungutan PPh Pasal 23
a. Pembayaran PPh Pasal 23
Direktorat Jenderal Pajak menetapkan pembayaran pajak mulai 1 Juli
2016 hanya dapat dilakukan secara elektronik. Pembayaran di potong oleh
pihak Kas Negara menggunakan aplikasi e-Billing dengan cara membuat ID
Billing terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, Teller
Bank, Internet Banking) yang disetujui oleh Menteri Keuangan. Jatuh tempo
pembayaran PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 bulan berikutnya. Setelah
melakukan pembayaran maka akan mendapatkan NTPN (Nomor Transaksi
Penerima Negara) sebagai bukti pembayaran.
b. Pelaporan PPh Pasal 23
Sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.94 tahun
2010, setiap pemotongan PPH Pasal 23 akan diterbitkan bukti potongan kepada
wajib pajak pada akhir bulan saat:
• Dibayarkannya penghasilan
• Disediakan untuk dibayarkan penghasilan
• Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih sahulu.
Penerbitan bukti potong dibuat dalam 3 rangkap yaitu:
• Lembar ke-1 : untuk wajib pajak yang dipotong PPh Pasal 23
• Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Pajak
• Lembar ke-3 : untuk Pemotong Pajak.
SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh 26 terdiri dari:
• Induk SPT
• Dftar bukti pemotongan
• Daftar surat setoran pajak (SSP), Bukti Penerimaan Negara (BPN)
• Pemindah bukuan untuk penyetoran PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.
• Penggunaan e-SPT diwajibkan bagi pemotong pajak yang memenuhi
persyaratan berikut:
✓ Menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23
dan/atau PPh Pasal 26.
✓ 1 masa pajak: dan/atau Jumlah Penghasilan Bruto yang menjadi
dasar pengenaan PPh lebih dari Rp. 100.000.000,00 dalam satu
bukti pemotongan.
c. Pemotong PPh Pasal 23
1) Badan pemerintah;
2) Subjek pajak badan dalam negeri;
3) Penyelenggara kegiatan;
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT);
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
6) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh pasal 23 adalah:
• Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas.

14
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelanggarakan
pembukuan.

8. Cara Menghitung PPh Pasal 23


Perhitungan PPh Pasal 23 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan
dasar pengenaan pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan yang ditetapkan.
Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif Pajak x Jumlah Bruto

Contoh Kasus: Tarif 15%


PT Jaya Bakti membayarkan dividen kepada CV Cahaya sebesar Rp.
200.000.000,00. Berapa PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Jaya Bakti?
Penyelesaian:
PPh Pasal 23 = 15% x Rp.200.000.000,00
= Rp. 30.000.000,00
Jadi, Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT Jaya Bakti yaitu Rp.
30.000.000,00

Contoh Kasus: Tarif 2%


CV Indonesia Merdeka membayarkan jasa cleaning service kepada PT Citra Muara
sebesar Rp.50.000.000,00. Hitunglah PPh Pasal 23 yang harus dipotong CV
Indonesia Merdeka!
Penyelesaian:
PPh Pasal 23 = 2% x Rp.50.000.000,00
= Rp. 1.000.000,00
Jadi, besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong CV Indonesia Merdeka yaitu
Rp.1.000.000,00.

C. Pajak Penghasilan Pasal 26


1. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia.
BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri selain
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia
adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak Luar Negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (benefit owner).
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 menurut UU PPh Indonesia 2 sistem,
yaitu:
a. Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak Luar Negeri
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT di
Indonesia.
b. Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak Luar Negeri
lainnya.

15
2. Wajib PPh Pasal 26
Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri
(orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau
memperoleh penghasilan.

3. Objek PPh Pasal 26


Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah:
a. Penghasilan dari yang termasuk PPh Pasal 26
1) Dividen.
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5) Hadiah dan penghargaan.
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
8) Keuntungan karena pembebasan utang.
9) Dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
b. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang berupa:
1) Perhiasan mewah.
2) Berlian.
3) Emas.
4) Intan.
5) Jam tangan mewah.
6) Barang antik.
7) Lukisan.
8) Mobil.
9) Motor.
10) Kapal pesiar.
11) Pesawat terbang ringan.
dengan nilai Rp10.000.000,00 ke atas untuk setiap jenis transaksi.
c. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
d. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau
special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara
yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
e. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

16
4. Tarif Pajak dan penerapannya
Besarnya tarif PPh Pasal 26 dibedakan atas kelompok objek PPh Pasal 26
seperti berikut:
a. Atas penghasilan yang berupa:
1) Dividen.
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5) Hadiah dan penghargaan.
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
8) Keuntungan karena pembebasan utang.
Dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20%
dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%

b. Atas penghasilan yang berupa:


1) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
2) Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x


20%

Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari
harga jual. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan
premi reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri
adalah sebagai berikut:
a) Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan
asuransidiluarnegeri baik secara langsung maupun melalui pialang,
sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
b) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang
dibayar.
c) Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang
dibayar.
3) Atas penghasilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong
PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.
17
PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x
20%

Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.


4) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Penanaman kembali tersebut
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kena Pajak
setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal
pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri.
b) Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a harus secara aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akta pendiriannya, paling lama 1 (satu)
tahun sejak perusahaan tersebut didirikan.
c) Penanaman kembali dilakukan dalam Tahun Pajak berjalan atau paling
lama Tahun Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterima atau
diperolehnya penghasilan tersebut.
d) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru
tersebut telah berproduksi komersial.

PPh Pasal 26 = (PKP - PPh Terutang) x 20%

Catatan:
Untuk keperluan penghitungan PPh Pasal 26, penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam mata uang asing dihitung berdasarkan nilai kurs
yang ditetapkan oleh menter. keuangan yang berlaku pada saat
pembayaran atau dibebankan.

5. Pemotongan PPh Pasal 26


a. Contoh Pemotongan PPh Pasal 26
Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat
tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak.
Dalam bulan April 2018, Mike memperoleh gaji US$5,000 sebulan. Kurs yang
berlaku adalah Rp.13.500 ,- per US$ 1.

Penghitungan PPh Pasal 26:


Penghasilan bruto berupa gaji sebulan:
5.00 x Rp13.500,00 = Rp.67.500.000,00
Penerapan Tarif:
20% x Rp.57.500.000,00 = Rp.13.500.000,00
PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2018 adalah Rp.11.500.000,00.
b. Sifat Pemotongan
Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali:
18
1) Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
2) Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan
efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud.
3) Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam
negeri atau BUT.
c. Pemotongan Pajak
Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 26 wajib dilakukan oleh:
1) Badan Pemerintah.
2) Subjek Pajak dalam negeri.
3) Penyelenggara kegiatan.
4) Bentuk Usaha Tetap.
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6) Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 26.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pajak penghasilan menurut Undang-Undang dibedakan berdasarkan jenis


pekerjaan, jabatan, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak. Semua jenis pajak
penghasilan diatur oleh Menteri Keuangan secara terperinci dan disajikan dalam 1 pasal
1 jenis. Tujuannya agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalah pahaman antara pemungut
dan yang dipungut pajak. Selain itu, dalam perpajakan untuk setiap dasar pengenaan
pajak maka harus ditentukan berdasarkan kategorinya terlebih dahulu sehingga tarif
pajaknya dapat menyesuaikan kategorinya.
Makalah ini memaparkan secara singkat terkait PPh Pasal 22, 23, dan 26. PPh
Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian barang impor terkait
pembelian atau penjualan barang di bidang usaha tertentu. Oleh karena itu, yang
dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 adalah pemasok barang kepada pemerintah,
importer, dan pemasok/pembeli barang dari badan-badan tertentu. PPh Pasal 23 adalah
pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah,
dan penghargaan selain dari PPh Pasal 21. Sedangkan PPh Pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar
negeri Indonesia selain bentuk usaha tetap di Indonesia. PPh Pasal 22, 23, dan 26
menjelaskan terkait tarif dan cara pemotongan terhadap pajak penghasilan yang telah
disesuaikan oleh pemerintah.
Pemerintah membuat UU sektor pajak utamanya Menteri Keuangan memiliki
tujuan sebagai dana untuk pembangunan terutama infrastruktur yang menghubungkan
satu daerah dengan daerah lainnya. Pemungutan Pajak yang dilakukan pemerintah
berfungsi sebagai pencapaian peningkatan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, PPh
Pasal 22, 23, dan 26 menjelaskan terkait Pajak dari kegiatan impor barang mewah,
Pajak penghasilan modal, jasa, hadiah, dan penghargaan, serta pajak terkait penghasilan
dari WNI di luar negeri berguna sebagai penambah kas negara.

B. Saran

Setelah penulis memaparkan terkait pajak penghasilan pasal 22, 23, dan 26,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih mentaati peraturan pembayaran
pajak guna meningkatkan APBN dan APBD. Jika semua Wajib Pajak bertanggung
jawab akan kewajibannya maka dampaknya juga dapat dirasakan kembali oleh Wajib
Pajak itu sendiri.

20
DAFTAR PUSTAKA

Addy, Z. d. (2021). Secreening Your Tax Case & Measure Your Position Persiapan Sebelum
Membawa Kasus Pajak Ke Pengadilan Pajak Jilid 2 PPH Pasal 21 Dan 22. Sleman:
Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA.
Addy, Z. d. (2021). Secreening Your Tax Case & Measure Your Position Persiapan Sebelum
Membawa Kasus Pajak Ke Pengadilan Pajak Jilid 3 PPH Pasal 23. Sleman: Grup
Penerbitan CV BUDI UTAMA.
Addy, Z. d. (2021). Secreening Your Tax Case & Measure Your Position Persiapan Sebelum
Membawa Kasus Pajak Ke Pengadilan Pajak Jilid 4 PPH Pasal 26. Sleman: Grup
Penerbitan CV BUDI UTAMA.
Fitriya. (2023, Mei 14). PPh Pasal 22: Tarif, Cara Hitung dan Lapor SPT Masa PPh 22. Diambil
kembali dari Mekari Klik Pajak: https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-22-dan-lapor-spt-
pph-22/. Diakses pada 12 Juni 2023.
Forethought. (2012). Menguasai Penghitungan dan Pengisian SPT Masa PPh 21 dan/atau 26.
Yogyakarta: ANDI .
Pajak, O. (2022, Oktober 20). Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23). Diambil kembali dari
Online Pajak: https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-
penghasilan-pasal-23. Diakses pada 12 Juni 2023.
Pajak, O. (2023, Mei 2). Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22). Diambil
kembali dari Online Pajak: https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-
pajak-penghasilan-pasal-22. Diakses pada 12 Juni 2023
Prof. Dr. Mardiasmo, M. (2019). Perpajakan. Yogyakarta: ANDI.
Rahmat Hidayat Lubis, R. s. (2017). Mudah Menghitung dan Mengisi E-SPT Pajak
Penghasilan Pasal 21/26: PPh Pasal 21/26. Medan: PT CITRA ADITYA BAKTI.
Salman, K. R. (2017). Perpajakan PPh dan PPN. Jakarta: Indeks.

21

Anda mungkin juga menyukai