Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH PERPAJAKAN II

PPh PASAL 23/ PASAL 26

Disusun Oleh:
1. Meiske Loka Carolina (SA1/2110165758)
2. Fitri Rahma Safira (SA1/2110165760)
3. Ahmad Naufal Satyo Budianto (SA1/2110165765)
4. Agya Aghaya Apriliani (SA1/2110165787)

DOSEN PENGAMPU: MEGA ARISIA DEWI, S. E., M. S. A.


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA SURABAYA
PROGRAM STRATA I STUDI AKUNTANSI
2023
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ..................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................. 3
BAB II (Pembahasan) ...................................................................................... 4
A. Pengertian ............................................................................................. 4
B. Subjek PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ....................................................... 4
1. Subjek Pajak Secara Umum ........................................................... 4
2. Subjek PPh Pasal 23 ....................................................................... 5
3. Subjek PPh Pasal 26 ....................................................................... 5
4. Subjek Pajak yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 .. 6
C. Objek dan Pemotong PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ................................. 6
1. Objek Pajak PPh Pasal 23 .............................................................. 6
2. Objek Pajak PPh Pasal 26 .............................................................. 9
3. Waktu Pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 ............................. 9
4. Pengecualian PPh Pasal 23............................................................. 9
5. Pengecualian PPh Pasal 23 Final ................................................... 10
D. Tarif PPh Pasal 26 Ayat 4 .................................................................... 11
1. Tarif 10% dari Jumlah Bruto.......................................................... 11
2. Tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto ................................... 12
3. Tarif 20% dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan Saham
Perusahaaan .................................................................................... 12
4. Tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi Pajak dari
BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4) ........................................ 13
E. Syarat BUT Tidak Dikenai Pajak Sesuai PPh Pasal 26 ayat 4 ............. 13
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh Pasal 26 ayat 4 bagi BUT Usaha Jasa
Konstruksi ............................................................................................ 14
G. Aturan Penggunaan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26 ............ 14
H. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 atas Dividen ................................... 14
I. Contoh Perhitungan PPh Pasal 26 ........................................................ 15
BAB III ............................................................................................................ 16
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
Daftar Pustaka .................................................................................................. 17
BAB I
A. Latar Belakang
Pajak penghasilan (PPh) merupakan salah satu jenis pajak yang
penting bagi perkeonomian Indonesia. PPh pasal 23 dan pasal 26 adalah
jenis pajak penghasilan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak di Indonesia.
PPh pasal 23 dikenakan atas penghasilan dalam bentuk sewa atau
penghasilan lain yang bersifat periodik, sementara PPh pasa 26 dikenakan
atas penghasilan dalam bentuk royalti. Kedua jenis pajak ini memiliki
perbedaan dalam objek pajak dan tarif yang dikenakan.
PPh pasal 23 dan pasal 26 memiliki peran penting dalam
meningkatkan penerimaan negara dan membiayai kegiatan pembangunan di
Indonesia. Kewajiban wajib pajak untuk membayar pajak ini juga
memperkuat komitmen dan tanggung jawab sosiaal dari para pelaku usaha
dan pemilik hak atas kekayaan intelektual. Namun, dalam pelaksanaannya
terdapat berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi oleh wajib pajak,
sepeti ketidaktahuan dalam memahami peraturan perpajakan, kurangnya
kesadaran untuk memenuhi kewajiban pajak, serta sulitnya melakukan
pelaporan dan pembayaran pajak.
Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang aturan perpajakan
dan kewajiban pajak untuk PPh pasal 23 dan pasal 26 menjadi sangat
penting bagi para wajib pajak dan perlu dipahami secara menyeluruh untuk
menghindari sanksi dan denda yang dapat dikenakan oleh otoritas pajak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum dari PPh pasal 23 dan pasal 26?
2. Bagaimana cara megnhitung besaran pajak yang harus dibayar
berdasarkan PPh pasal 23 dan pasal 26?
3. Siapa yang terkena kewajiban PPh pasal 23 dan pasal 26 serta apa
saja jenis penghasilan yang dikenakan pajak melalui kedua pasal ini?
4. Apa saja ketentuan dan perysaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan kewajiban PPh pasal 23 dan pasal 26?
C. Tujuan
Tujuan dari makalan tentang PPh pasal 23 dan pasl 26 adalah untuk
memberikan pemahaman yang baik dan menyeluruh tentang aturana
perpajakan dan kewajiban pajak yang terkair dengan kedua jenis pajak
tersebut. Selan itu tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan secara
singkat tentang konsep PPh, termasuk peran dan pentingnya dalam
perekonomian Indonesia. Dengan memahami tujuan dari makalah ini,
pembaca diharapkan akan memiliki pemahaman yang memadai mengenai
PPh pasal 23 dan pasal 26, serta dapat memenuhi kewajiban pajaknya
dengan benar dan tepat waktu.
BAB II (Pembahasan)
A. Pengertian
Pajak penghasilan pasal 23 dan pajak penghasilan 26 adalah pajak
penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan
Undang – Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Dasar hukum Pajak
Penghasilan Pasal 23 dan PPh Pasal 26 adalah Undang – Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU 7/1983 tentang Pajak
Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan yang diatur dalam UU PPh ini
diantaranya:
1. Pajak penghasilan orang pribadi
2. Pajak penghasilan badan
3. PPh pasal 4 ayat 2 jasa konstruksi
4. Pajak penghasilan pasal 15
5. Pajak penghasilan pasal 21
6. Pajak penghasilan pasal 22
7. Pajak penghasilan pasal 23
8. Pajak penghasilan pasal 24
9. Pajak penghasilan pasal 25/29
10. Pajak penghasilan pasal 26
B. Subjek PPh Pasal 23 dan Pasal 26
Meski PPh pasal 23 dan 26 merupakan sama – sama pajak penghasilan
yang dikenakan untuk jenis penghasilan yang diterima dalam bentuk
dividen hingga keuntungan yang diperoleh karena pembebasan utang dan
lainnya, namun ada perbedaan diantara keduanya. Perbedaan PPh 23 dan 26
adalah terletak pada subjek atau orang yang dikenakan pajak ini.
1. Subjek Pajak Secara Umum
1) Orang pribadi, dan penerima warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2) Badan
3) Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak ini pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Subjek pajak dalam negeri
2) Subjek pajak luar negeri
BUT yang menjadi subjek pajak diantaranya:
1) Tempat kedudukan manajemen
2) Cabang perusahaan
3) Kantor perwakilan
4) Gedung kantor
5) Pabrik
6) Bengkel
7) Gudang
8) Ruang untuk promosi dan penjualan
9) Pertambangan dan penggalian sumber alam
10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
11) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan
12) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam
jangka waktu 12 bulan
14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas
15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia
16) Komputer, agen elektronika, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet
2. Subjek PPh Pasal 23
Sesuai dengan pengertian pajak penghasilan pasal 23 di atas,
maka yang menjadi subjek atau orang yang dikenakan tarif PPh 23
atau besaran PPh 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT).
3. Subjek PPh Pasal 26
1) Pengoperasian Usaha di Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan
usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2) Memperoleh Penghasilan dari Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Jadi, perbedaan pajak penghasilan pasal 23 dengan pasal 26 adalah:
1) PPh pasal 23 digunakan untuk memotong pajak penghasilan
dari objek PPh pasal 23 yang dikenakan pada subjek wajib
pajak dalam negeri.
2) PPh pasall 26 digunakan untuk memotong pajak penghasilan
dari objek PPh pasal 26 yang dikenakan pada subjek wajib
pajak luar negeri/Warga Negara Asing (WNA).
WNA di sini adalah orang asing yang tinggal atau berniat
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun. Artinya
status pajak orang asing ini menjadi wajib pajak orang pribadi dalam
negeri. Karena jadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, maka
penghasilan yang diperolehnya merupakan objek PPh pasal 21,
kecuali terdapat tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang menyebutkan batasan 183 hari tidak berlaku
tetapi diatur sendiri.
4. Subjek Pajak yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 23 dan 26
1) Kantor perwakilan negara asing
2) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain
dari negara asing, orang yang diperbantukan yang bekerja
dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan
WNI dan di Indonesia tidak menerima penghasilan di luar
pekerjaannya.
3) Organisasi internasional dengan syarat Indonesia juga turut
menjadi bagian dari organisasi tersebut, dan tidak
menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
C. Objek dan Pemotong PPh Pasal 23 dan Pasal 26
1. Objek PPh Pasal 23
1) Dividen
2) Bunga
3) Royalti
4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang telah
dipotong PPh Pasal 21
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan
penggunaan harta yang telah dikenai PPh pasal 4 ayat 2
6) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa selain jasa yang
telah dipotong pada PPh pasal 21
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
141/PMK.04/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang – Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaiama telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU No. 36/2008, jenis jasa lain yang
menjadi objek PPh pasal 23 diantaranya:
1) Jasa penilai (appraisal)
2) Jasa aktuaris
3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
4) Jasa hukum
5) Jasa arstitektur
6) Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape
7) Jasa perancang (design)
8) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak
dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan
Usaha Tetap (BUT)
9) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha
panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
10) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha
panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas)
11) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
12) Jasa penebangan hutan
13) Jasa pengolahan limbah
14) Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing
services)
15) Jasa perantara dan/atau keagenan
16) Jasa bidang perdagangan surat – surat berharga, kecuali
yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI)
17) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang
dilakukan oleh KSEI
18) Jasa pengisi suara (dubbing) dan/atai sulih suara
19) Jasa mixing film
20) Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto,
slide, klise, banner, pamflet, baliho, dan folder
21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan
perbaikan
22) Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website
23) Jasa internet termasuk sambungannya
24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data,
informasi dan/atau program
25) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh
wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
26) Jasa perawatan/perbaaikan.pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang
kosntruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
27) Jasa perwatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat
28) Jasa maklon
29) Jasa penyelidikan dan keamanan
30) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
31) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan
32) Jasa pembasmian hama
33) Jasa kebersihan atau cleaning service
34) Jasa sedot septic tank
35) Jasa pemeliharaan kolam
36) Jasa katering atau tata boga
37) Jasa freight forwarding
38) Jasa logistik
39) Jasa pengurusan dokumen
40) Jasa pengepakan
41) Jasa loading dan unloading
42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang
dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam
rangka akademis
43) Jasa pengelolaan parkir
44) Jasa penyondiran tanah
45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan
46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit
47) Jasa pemeliharaan taman
48) Jasa pemanenan
49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan/atau perhutanan
50) Jasa dekorasi
51) Jasa pencetakan/penerbitan
52) Jasa penerjemahan
53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur
dalam pasal 15 undang – undang pajak penghasilan
54) Jasa pelayanan pelabuhan
55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa
56) Jasa pengelolaan penitipan ank
57) Jasa pelatihan dan/atau kursus
58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM
59) Jasa sertifikasi
60) Jasa survei
61) Jasa tester
62) Jasa selain jasa – jasa tersebut di atas yang pembayarannya
dibebankan kepada APBN (Anggaran Pendapaan dan
Belanja Daerah)
2. Objek PPh Pasal 26
1) Dividen
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5) Imbalan dan penghargaan
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
8) Keuntungan karena pembebasan utang
3. Waktu Pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26
1) Transaksi dividen
2) Transaksi royalti
3) Transaksi atas bunga
4) Transaksi atas penghargaan
5) Transaksi dari sewa
6) Transaksi dari penghasilan lain terkait penggunaan aset
selain tanah atau transfer bangunan maupun jasa
4. Pengecualian PPh Pasal 23
1) Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank
2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi
3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri,
koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
• Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividden paling rendhan 25% dari jumlah modal
yang disetor
• Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota
dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham – saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif
• SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
• Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada
badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
5. Pengecualian PPh Pasal 23 Final
Pengecualian PPh pasa 23 final adalah jumlah bruto yang
dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak di dalam negeri
atas bentuk usaha tetap, namun ini tidak termasuik:
1) Pembayaran gaji atau payroll, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan pekerjaan yang
dilakukan.
2) Pembayaran untuk pembelian barang atau material yang
dibuktikan dengan faktur pembelian.
3) Pembayaran pada pihak kedua (perantara), yang selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga.
4) Pembayaran penggantian biaya (reimbursement).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku untuk kondisi seperti berikut:
1) Penghasilan yang dibayarkan untuk jasa katering.
2) Penghasilan yang dibayarkan untuk jasam yang dikenakan
pajak yang bersifat final.
3) Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan
pembayaran lain yang merupakan imbalan atas pekerjaan
yang dilakukan.
4) Pembayaran kepada penyedia jasa atau pengadaan barang
atau material terkait jasa yang diberikan.
5) Pembayaran jasa kepada pihak ketiga.
6) Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian
atau reimbursement.
D. Tarif PPh Pasal 26 ayat 4
Tarif PPh pasal 23 dan pasal 26 dikenakan atas nilai Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan, diatur dalam
UU PPh No. 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU No. 36/2008 s.t.d.t.d UU No.
11/2020 tentang Cipta Kerjaa s.t.d.t.d UU no. 7/2021 tentang HPP. UU No.
11/2020 sendiri sebagaimana telah diubah terakhir dengann Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja. Tarif umum PPh pasal 26 adalah 20%. Akan tetapi jika
mengikuti perjanjian pajak (tax treaty) atau Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B), mka tarif dapat berubah, sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 3 PP No. 9/2021, bahwa atas
penghasilan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain BUT dikenai pemotongan PPh pasal 26 sebesar 20%
dan diturunkan menjadi 10% atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda.
1. Tarif 10% dari Jumlah Bruto
Penghasilan bunga yang mendapatkan penurunan tarif PPh
pasal 26 menjadi sebsar 10% tersebut hanya berlaku untuk
penghasilan bunga obligassi yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain BUT. Namun dalam PP No. 9 Tahun 2021
tersebut ada sejumlah ketentuan terhadap bungaa obligasi dengaan
ketentuan sebagai berikut:
1) Masa kepemilikan obligasi memiliki besaran yang sesuai
dengan jumlah bruto bunga obligasi dengan kupon.
2) Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau
nilai nominal dengan besar kupon diskonto obligasi.
3) Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau
nilai nominal dengan diskonto obligasi bunga.
Jadi, tarif ini diberlakukan untuk negara – negara yang
berada dalam perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia yang
dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
2. Tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto
1) Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan
aset di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk
setiap jenis transaksi berupa:
• Perhiasan mewah
• Berlian
• Emas
• Intan
• Jam tangan mewah
• Barang antik
• Lukisan
• Mobil dan motor
• Kapal pesiar dan pesawat terbang ringan
Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan
harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.
2) Premi asuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar
perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan
reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar
negeri adalah:
• 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi
asuransi yang dibayar tertanggung kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang.
• 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui pialang.
• 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi
yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui pialang.
3. Tarif 20% dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan Saham
Perusahaan
Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini
adalah antar perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT
didirikan di Indonesia.
4. Tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi Pajak dari
BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4)
Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa PPh pasal 26
ayat 4 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan BUT di
Indonesia yang sudah dikurangi pajak. Artinya, apabila penghasilan
kena pajak yang sudah dikurangi pajak tersebut dibawa keluar dari
Indonesia, maka akan dikenai pajak PPh pasal 26 ayat 4 sebesar 20%
dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan.
Namun, jika penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi pajak
tersebut ditempatkan atau diinvestasikan lagi di Indonesia, maka
tidak akan dikenakan pajak PPh pasal 26 sesuai ayat 4.
E. Syarat BUT Tidak Dikenai Pajak Sesuai PPh Pasal 26 ayat 4
Sebagaimana tertuang dalam PPh pasal 26 ayat 4 UU PPh No. 36
Tahun 2008, bahwa penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Jadi,
BUT yang dikecualikan dari pengenaan pajak sesuai PPh pasal 26 ayat 4
apabila penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi PPh itu ditanamnkan
kembali di Indonesia dengan syarat sebagaimana yang telah ditetapkan
dalam pasal 1 ayat 3 PMK No. 14/PMK.03/2011, diantaranya:
1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikann dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta sendiri.
2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.
3. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia.
4. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh bentuk usaha tetap untuk
menjalankan usaha bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan
bentuk usaha tetap di Indonesia.
PMK 14/PMK.03/2011 ini menggantikan peraturaan sebelumnya
yang tertuang dalam PMK No. 257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan
Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT.
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPh Pasal 26 ayat 4 bagi BUT Usaha Jasa
Konstruksi
Merujuk PP No. 51 Tahun 2008 yang diubah dengan PP No. 40
Tahun 2009, atas penghasillan dari jasa konstruksi dikenakan pajak
penghasilan bersifat final (PPh final). PPh final pada beleid tersebut
merupakan pajak penghasilan final PPh pasal 4 ayat 2 dengan besar tarif
PPh 4 ayat 2 sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2022. Sebagai peraturann
pelaksana dari UU PPh pasal 36/2008, seiring berlakunya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 2009 sebagai pengganti PP No. 51 Tahun
2008 yang pelaksanaannya diatur dengan PMK No. 187/PMK.03/2008,
disebutkan bahwa dasar pengenaan PPh pasal 26 ayat 4 bagi BUT yang
melakukan usaha jasa konstruksi adalah penghasilan kena pajak yang
dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi
dengan PPh termasuk PPh yang bersifat final.
Maka, besar tarif PPh pasal 26 ayat 4 yang dikenakan pada BUT
penyedia jasa konstruksi adalah sama halnya dengan tarif PPh final (pasal 4
ayat 2) sebagaimana diatur dalam PP 40/2009 tersebut, namun tarif tersebut
tidak termasuk PPh atas sisa laba BUT setelah PPh yang bersifat final.
Artinya, sisa laba dari BUT setelah PPh final adalah yang dikenakan PPh
pasal 26 ayat 4 atau sesuai ketentuan dalam P3B.
G. Aturan Penggunaan Pajak Penghassiloan Pasal 23 dan Pasal 26
Dari uraian di atas, maka PPh pasal 23 dan pasal 26 ini digunakan
untuk pemungutan pajak penghasilan yang menjadi subjek dan objek PPh
pasal 23 dan pasal 26 sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU pajak
penghasilan. Ketika melakukan transaksi yang menjadi objek PPh pasal 23
dan pasal 26, maka pemotong atau pemungut pajak penghasilan ini harus
membuat bukti pemotongan. Bukti pemotongan tersebut diserahkan pada
pihak atau subjek yang telah dipungut PPh pasal 23 dan pasal 26, serta
digunakan untuk melakukan pembayaran dan pelaporan SPT masa PPh
pasal 23 dan pasal 26 oleh pihak/subjek pemotong, sesuai batas waktu yang
telah ditentukan. Ketentuan ddan tata cara perhitungan pajak penghassilan
pasal 23 dan pasal 26 diatur dalm UU PPh No. 36 Tahun 2008.
H. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23 atas Dividen
1. Pada 17 Juli 2022, PT AAA membagikan dividen melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), dan melakukan pembayaran
dividen tunai kepada PT DDD sebesar Rp200.000.000 yang
melakukan penyertaan modal. Karena tarif PPh pasal 23 untuk
dividen adalah 15%, maka perhitungannya adalah:
= Tarif PPh pasal 23 × Pembayaran dividen
= 15% × Rp200.000.000
= Rp30.000.000
• Saat terutang, akhir bulan dilakukan pembayaran, yakni pada
31 Juli 2022
• Saat penyetoran, dilakukan paling lambat pada 17 Agustus
2022
I. Contoh Perhitungan PPh Pasal 26
1. Pak Kelik seorang atlet dari Malaysia. Ia mengikuti lomba lari
marathon di Indonesia dan berhasil meraih juara dengan hadiah
uang tunai sebesar Rp200.000.000. Karena hadiah yang diterima itu
merupakan objek PPh pasal 26 dengan tarif 20%, berikut
perhitungannya:
= Penghasilan Bruto × Tarif PPh pasal 26 (Tarif = 20%)
= Rp200.000.000 × 20%
= Rp40.000.000
Dengan demikian, dari lomba marathon yang ia ikuti, Pak Kelik
akan menerima hadiah berupa uang tunai sebesar Rp200.000.000 –
Rp40.000.000 = Rp160.000.000
2. PT AAA memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke PT BBB. PT BBB adalah perusahaan
asuransi di luar negeri. PT AAA membayar jumlah premi asuransi
pada 2022 sebesar Rp3.000.000.000. Maka pajak penghasilan pasal
26 PT AAA dari premi asuransi tersebut sebesar:
= (Penghasilan Bruto × Perkiraan Penghasilan Neto) × 20%
Perkiraan Penghasilan Neto = 50% × Rp3.000.000.000
= Rp1.500.000.000
PPh pasal 26 = 20% × Rp1.500.000.000
= Rp300.000.000
3. Charles adalah warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Ia
merupakan karyawan asing pada perusahaan PT AAA. Charles
sudah tinggal di Indonesia selama 183 hari. Charles sudah beristri
dan punya 1 orang anak. Pada Juli 2022, Charles memperoleh gaji
sebesar US $20.000 sebulan. Kurs yang berlaku pada bulan tersebut
adalah Rp14.500 per doolar AS. Maka, perhitungan PPh pasal 26
atas gaji Charles adalah:
= Penghasilan Bruto × Tarif PPh pasal 26 (Tarif = 20%)
Penghasilan Bruto dari gaji sebulan = US $20.000 × Rp14.500
= Rp290.000.000
PPh atas gaji adalah = Rp290.000.000 × 20%
= Rp58.000.000
Dengan demikian, Charles akan menerima gaji sebesar
Rp290.000.000 – Rp58.000.000 = Rp232.000.000
4. PT AAA memiliki penghasilann kena pajak BUT di Indonesia pada
2022 sebesar Rp20.000.000.000. Pajak penghasilan yang harus
dibayarkan PT AAA ini sebesar 25% × Rp20.000.000.000 =
Rp5.000.000.000. Sehingga penghasilan BUT PT AAA setelah kena
pajak menjadi sebesar Rp20.000.000.000 – Rp5.000.000.000 =
Rp15.000.000.000. Maka pajak penghasilan pasal 26 yang
dikenakan pada PT AAA adalah:
= Penghasilan Neto × Tarif PPh pasal 26 (Tarif = 20%)
PPh yang terutang = Rp15.000.000.000 × 20% = Rp3.000.000.000.
5. Robert adalah seorang warga negara asing asal Kanada. Ia memiliki
saham PT AAA di Indonesia sebesar 30%. Tahun 2022 Robert
menjual seluruh sahamnya senilai Rp20.000.000.000 kepada
Charles yang merupakan warga negara Inggris. Diasumsikan ketiga
negara (Indonesia, Kanada, dan Inggris) tidak termasuk dalam
hubungan P3B atau perjanjian pajak (tax treaty). Dengan demikian,
perhitungan PPh pasal 26 atas transaksi tersebut adalah:
= (Penghasilan Bruto × Perkiraan Penghasilan Neto) × Tarif PPh
pasal 26 (Tarif = 20%, Perkiraan Penghasilan Neto = 25%)
= Rp20.000.000.000 × 25%
= Rp5.000.000.000
PPh pasal 26 atas transaksi penjualan saham adalah:
= Rp5.000.000.000 × 20%
= Rp1.000.000.000
BAB III
A. Kesimpulan
Pajak penghasilan pasal 23 dan pasal 26 adalah jenis – jenis pajak
penghasilan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam mengurus
kewajiban pajaknya di Indonesia. PPh pasal 23 dan pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dalam bentuk sewa atau
penghasilan lain yang bersifat periodik. Jenis penghasilan ini biasanya
berasal dari kegiatan usaha atau kegiatan lain yang memberikan penghasilan
secara berkala. Wajib pajak yang terkena PPh pasal 23 adalah pihak yang
membayar penghasilan tersebut. Sedangkan, PPh pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dalam bentuk royalti. Jenis
penghasilan ini diterima oleh pemilik hak cipta, paten, merek dagang, dan
sejenisnya. PPh pasal 26 ini dikenakan pada saat penghasilan tersebut
diterima oleh penerima royalti.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriya. 2023. Subjek, Objek, Tarif PPh 26/23 Terbaru dan PPh Pasal 26 Ayat 4.
Diakses pada 13 April 2023 dari https://klikpajak.id/blog/tarif-pph-23-26-dan-
perhitungan/#Subjek_PPh_Pasal_26_23
Fitriya. 2022. Berapa Persen Tarif PPh Pasal 23 Jasa dan Contoh Perhitungannya.
Diakses pada 13 April 2023 dari https://klikpajak.id/blog/pajak-pph-23-tarif-pajak-
penghasilan-pasal-23/#A_Objek_pajak_dan_tarif_PPh_23

Anda mungkin juga menyukai