Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 26

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah


Perpajakan

Disusun oleh :
Kelompok 9

1. Annisa
2. Zakia Saputra
3. Romi Wabia

Dosen Pembimbing :
Syafrul Antoni, SE, M.Si

MAHASISWA JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KERINCI
2022 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Perpajakan dengan judul “PPh Pasal 26”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Sungai Penuh, 09 Mei 2022


Penulis

Kelompok 9
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum ............................................................................................. 3


B. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ............................................ 3
C. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ................................................. 3
D. Pengecualian .............................................................................................. 3
E. Tarif dan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ................................... 4
F. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelapoan
PPh Pasal 26 ............................................................................................... 5
G. Pemotong PPh Pasal 26.............................................................................. 5
Kasus Teori ................................................................................................ 7
Kasus Hitungan .......................................................................................... 9
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran.......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian, maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya.
Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak
luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan
mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri. Badan
usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji,
bunga, dividen, royalti, dan lain sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri
diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ?
2. Apa pengertian dari Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ?
3. Siapa Subjek Pajak pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ?
4. Apa saja pengecualian pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ?
5. Berapa tarif yang dikenakan untuk Objek Pajak Penghasilan PPh Pasal
26 ?
6. Bagaimana Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan
Pelaporan PPh Pasal 26 ?
7. Siapa saja pihak pemotong pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26 ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh Pasal 26.
2. Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 26.
3. Untuk mengetahui Subjek Pajak pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26.
4. Untuk mengetahui pengecualian pada Pajak Penghasilan PPh Pasal 26.
5. Untuk mengetahui Tarif dan Objek Pajak Penghasilan PPh Pasal 26.
6. Untuk mengetahui Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
Dan Pelaporan PPh Pasal 26.
7. Untuk mengetahui pihak pemotong pada Pajak Penghasilan PPh Pasal
26.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR HUKUM
Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008.

B. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha
tetap (BUT) di Indonesia.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26


Subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain
BUT. Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2
ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan
ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi, WP luar negeri seperti ini mendapat penghasilan dari Indonesia tanpa
perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya
warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima
penghasilan berupa deviden dari PT Indosat.

D. PENGECUALIAN
Wajib pajak luar negeri yang dikecualikan dari Subyek Pajak PPh
pasal 26 ini adalah :

3
1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat :
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri, dan;
b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh
penghasilan tersebut;
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah
perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi
komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

E. TARIF DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 26


Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 26 disebutkan bahwa Tarif
dan Objek PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a. Deviden
b. Bunga, premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung
maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

4
3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

F. SAAT TERUTANG, TATA CARA PEMOTONGAN,


PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi
lebih dahulu. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan
PPh pasal 26 rangkap 3 :
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
- Lembar ke dua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- Lembar ke tiga untuk arsip Pemotong.
PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10
bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. SPT Masa
PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar ke dua, bukti pemotongan
lembar ke dua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat
paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh :

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran


paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.

G. PEMOTONG PPh Pasal 26


Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984),
pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :

5
- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang
arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk
mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah
Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di
Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
- Subjek Pajak Badan dalm negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istilah didirikan
mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan
ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat
kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Indonesia dimana pengambilan keputusan – keputusan
penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian
badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang
Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulam, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
- Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau
kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh
penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang
mengorganisir suatu acara seperti pertunjukan, perlombaan, seminar
dan lain-lain.

6
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan
kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh
penghasilam yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk
Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT
disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam
negeri. Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat diIndonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan,
kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
- Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di
Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah
Representative office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

CONTOH KASUS TEORI

1. Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 26 ?


Jawab : PPh Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indonesia.
2. Siapa pemotong PPh Pasal 26 ?
Jawab :
1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara kegiatan;
4. BUT;

7
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
3. Apa saja yang termasuk obyek PPh Pasal 26 dan berapa tarifnya ?
Jawab :
1) 20% (bersifat final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
- dividen;
- bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
- hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- pensiun dan pembayaran berkala lainnya
2) 20% dari perkiraan penghasilan neto berupa :
- penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
- premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung
maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar
negeri;
3) 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu BUT di Indonesia.
4) Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil.
4. Kapan saat terutang PPh Pasal 26 ?
Jawab : PPh Pasal 26 terutang pada saat penghasilan diabayarkan atau
terutang, yang mana terjadi lebih dahulu.
5. Apa kewajiban pemotong PPh Pasal 26 ?
Jawab :
Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal
26 rangkap 3
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri,
- Lembar keua untuk Kantor Pelayanan Pajak,
- Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

8
6. Kapan saat penyetoran PPh Pasal 26 ?
Jawab : PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor
Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling
lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.
7. Kapan saat pelaporan PPh Pasal 26 ?
Jawab : Pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan dengan cara menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir. SPT Masa harus dilampiri lembar kedua SSP, lembar kedua
bukti pemotongan, dan daftar bukti pemotongan.

CONTOH KASUS HITUNGAN


1. Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike
bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan
mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh
gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku Rp. 10.500,00 per US$ 1.
Perhitungan PPh pasal 26 :
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00
Penerapan tarif :
20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp.
10.500.000,00.
2. Misalkan PT ABC di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X
di negara Y sebesar Rp100 Juta, maka PPh Pasal 26 yang harus
dipotong adalah 20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta.
3. Jane adalah atelit dari Singapura, dalam bulan mei 2007 mengikuti
perlombaan maarton di Indonesia, dan merebut hadiah uang sebesar
US$ 20.000. Kurs untuk US$ 1 pada saat itu adalah Rp. 8.500. berapa
PPh pasal 26 yang di potong oleh penyelenggara kegiatan di
Indonesia?
Jawab:

9
20% x US$ 20.000 x Rp. 8.500 = Rp. 34.000.000
4. PT. Amartha merupakan perusahaan persewaan gedung kator. Pada
tahun 2007 mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan
asuransi di lua negeri. Premi yang dibaya oleh PT. Amartha sebesar
Rp. 1 Miliyar. Berapa PPh terutang PT. Amartha?
Jawab:
PPh pasal 26 = 20% x 50% x 1 M = Rp. 100.000.000

5. PT. Amartha tidak mengasuransikan bangunannya langsung ke


perusahaan asuransi di luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan
yang dimiliki kepada perusahaan asuransi di dalam negeri dengan
jumlah premi sebesar Rp 750.000.000. untuk mengurangi resiko
perusahaan asuransi dalam negeri perusahaan asuransi dalam negeri
mengasuransikan sebagian polis asuransinya kepada perusahaan
asuransi luar negeri dengan premi sebesar Rp. 500.000.000. berapa
PPh 26 yang harus dipotong oleh perusahaan asuransi dalam negeri?
Jawab:
PPh 26 = 20% x 10% x Rp. 500.000.000 = Rp. 10.000.000
6. Mr Jakson warga negara jerman, memperoleh penghasilan
jasa konsultan dari LIPI sebesar Rp. 20.000.000. berapa PPh terutang
yang harus dibayar?
Jawab:
Saat terutangnya PPh 26 diatur dalam PP 138 tahun 2000,
dilihat mana yang lebih dahulu, saat pembebanan atau saat
pembayaran.
LIPI harus memotong pajak sebesar Rp. 4.000.000 dari
Mr.Jakson sebagai penerima penghasilan
PPh tersebut berasal dari:
X = 20% x Pengahasilan bruto
= 20%x 20.000.0000
= 4.000.000 dan bersifat final.

10
Keterangan:
Jika Mr.Jakson memiliki tax resident (bukti kepemilikian seperti
NPWP di negara Amerika), berlaku penerapan tax treaty, dimana telah
disepakati bersama antara Indonesia-Amerika bahwa tarif pajaknya
10% dari penghasilan bruto, yaitu Rp. 2.000.000 yang berhak dipotong
oleh LIPI.

7. DPP Penghasilan Kena Pajak


Rumus :
PPh pasal 26 = 20% x (PKP-PPh terutang)
Ket: perhitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di
Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya tidak ditanamkan
kembali di Indonesia. jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak di
potong PPh pasal 26.
Contoh:
Suatu BUT di Indonesia memperoleh PKP sebesar Rp. 17.500.000.000
pada tahun 2012. berapa PPh terutang?
Jawab:
PPh pasal 26 dihitung sebagai berikut:
PKP Rp. 17.500.000.000
PPh terutang:
25% x Rp. 17.500.000.000 Rp. 4.375.000.000 (-)
Penghasilan setelah dikurangi pajak Rp. 13.125.000.000
PPh pasal 26 yang terutang:
20% x Rp. 13.125.000.000 Rp. 2.625.000.000
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp. 13.125.000.000 tidak
dipotong PPh pasal 26.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
- Dasar Hukum PPh Pasal 26 adalah Undang-undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 tahun 2008.
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong
atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indoneisa.
- Pemotong PPh Pasal 26
 Badan Pemerintah;
 Subjek Pajak dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan;
 BUT;
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
- Obyek dan tarif PPh Pasal 26
1) 20% (bersifat final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
- dividen;
- bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
- royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
- hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
2) 20% dari perkiraan penghasilan neto berupa :
- penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
- premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung
maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar
negeri;

12
3) 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu BUT di Indonesia.
4) Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Indonesia dengan negara domisili penerima hasil.
- PPh Pasal 26 terutang pada saat penghasilan diabayarkan atau terutang,
yang mana terjadi lebih dahulu.
- Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal
26 rangkap 3
 Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri,
 Lembar keua untuk Kantor Pelayanan Pajak,
 Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
- PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya
pajak.
- Pelaporan PPh Pasal 26 dilakukan dengan cara menyampaikan SPT
Masa PPh Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
SPT Masa harus dilampiri lembar kedua SSP, lembar kedua bukti
pemotongan, dan daftar bukti pemotongan.

B. SARAN
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah
keinginan penulis atas partisipasi para pembaca, agar sekiranya mau
memberikan kritik dan saran yang sehat dan bersifat membangun demi
kemajuan penulisan makalah ini. Kami sadar bahwa penulis adalah
manusia biasa yang pastinya memiliki kesalahan. Oleh karena itu,
dengan adanya kritik dan saran dari pembaca, penulis bisa
mengkoreksi diri dan menjadikan makalah ke depan menjadi makalah
yang lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat yang lebih bagi
kita semua.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, (Online)


(https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak), diakses 16 Juni 2021.

Afriandy, Iqhbaal, 2014, Makalah PPH 26 dan Pasal 24, (Online),


(https://www.academia.edu/9556305/Makalah_PPH_26_dan_Pasal_4 ),
diakses 16 Juni 2021.

Maulidina, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26, (Online),


http://nurizzahmaulidina.blogspot.com/2017/03/pph-pasal-26.html, diakses
16 Juni 2021..

Suprianto, Edy, 2011, PERPAJAKAN DI INDONESIA, Edisi Pertama, Graha


Ilmu, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai