Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL

26

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Perpajakan I
Dosen Pengampu : Bapak Syamsul Asmedi dRM, S.E.,M.M.,M.Ak

Oleh :
Nama : Dity Rakhma Qintari
NIM : 171011250219

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-
Nya dari Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinnyalah penulis masih diberikan
kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas
dan pedoman yang berjudul makalah tentang pajak penghasilan 26.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengumpulkan dari berbagai
sumber buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan makalah ini
yang memudahkan penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan - kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, dan bahkan dalam
penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, hal mana ini
disebabkan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan penulis miliki. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
penulisan makalah lebih lanjut. Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan
dan penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Tangerang Selatan, 05 November 2018

Penulis

S1 Akuntansi ii
Universitas Pamulang
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak Penghasilan 26 ................................................................. 3
2.2 Wajib Pajak Penghasilan 26............................................................................... 3
2.2.1 Pemotong PPh Pasal 26 ...................................................................... 3
2.2.2 Pihak yang dipotong dalam PPh Pasal 26 .......................................... 5
2.3 Objek Pajak Penghasilan 26 ....................................................................... 5
2.4 Taruf Pajak Penghasilan 26 ......................................................................... 6
2.5 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26 ........ 8
2.6 Perhitungan Pajak Penghasilan 26 ....................................................................... 9

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 10
3.2 Saran ............................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

S1 Akuntansi iii
Universitas Psmulang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang
dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Ya, berdasarkan azas
sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau
badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk pemajakannya
adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur dalam Pasal 26
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat
empat jenis PPh Pasal 26 yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26
ayat (2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh Pasal 26 ini memiliki
ruang lingkupnya sendiri.
PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan
PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya sama dengan
objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Pajak Penghasilan pasal 26?
2. Siapa saja Wajib Pajak Pajak Penghasilan 26?
3. Apa saja Objek Pajak Penghasilan 26?
4. Bagaimana Tarif Pajak Penghasilan pasal 26?
5. Bagaimana Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan pasal 26?
6. Bagaimana menghitung Pajak Penghasilan pasal 26?
1.3 Tujuan Penulisan
Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia
dalam taraf keilmuan, karena manusia pada dasarnya selalu ingin tahu sebab dari
suatu rentan akibat.

S1 Akuntansi 1
Universitas Pamulang
1. Untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Perpajakan serta untuk
wawasan dan ilmu kami pengetahuan kita akan bertambah terutama dalam
bidang perpajakan.
2. Untuk memahami Pengertian Pajak Penghasilan pasal 26
3. Untuk memahami Wajib Pajak Pajak Penghasilan 26
4. Untuk memahami Objek Pajak Penghasilan pasal 26
5. Untuk memahami Tarif Pajak Penghasilan pasal 26
6. Untuk memahami Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
pasal 26
7. Untuk memahani cara menghitung Pajak Penghasilan pasal 26
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai media untuk menambah wawasan.
2. Bahan referensi aktual.
3. Bahan bacaan dan pengetahuan.

S1 Akuntansi 2
Universitas Pamulang
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya
menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
2.2 Wajib Pajak PPh Pasal 26
Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah Wajib pajak luar negeri (orang
pribadi atau badan) selain bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
2.2.1 Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
(Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
26 ayat (1) adalah :
a. Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti
Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang
dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia
dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
b. Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat

S1 Akuntansi 3
Universitas Pamulang
kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di
Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut
dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang
Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c. Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan
yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah
orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan,
perlombaan, seminar dan lain-lain.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di
Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan
kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak
Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat
kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor,
pabrik, bengkel dan lain-lain.

S1 Akuntansi 4
Universitas Pamulang
e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia
juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah RepresentativeOffice
(RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
2.2.2 Pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26
Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan
terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib
Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia
tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara
Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen
dari PT Indosat. Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT
adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment
pelaporan SPT Tahunan.

2.3 Objek Pajak Penghasilan 26


Penghasilan yang menjadi objek PPh pasal 26 adalah:
a. Dividen,
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian uang,
c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta,
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan,
e. Hadiah dan penghargaan,

S1 Akuntansi 5
Universitas Pamulang
f. Pensiun dan pembayaran.
Disamping itu, atas setiap penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
(termasuk capital gain) kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat (2), yang
diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
di Indonesia, dan premi asuransi dan premi asuransi yang dibayarkan pada
perusahaan asuransi luar negeri, dikenakan pemotongan pajak. Besarnya
tarif pemotongan adalah 20% dari perkiraan penghasilan netto.

2.4 Tarif Pajak Penghasilan 26


 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri berupa :

PPh pasal 26 = penghasilan bruto x 20%


a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

PPh pasal 26 = (penghasilan bruto x perkiraan penghasilan neto) x 20%

a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia. Besarnya perkiraan


penghasilan neto untuk penjualan harta di Indonesia adalah 25% dari harga
jual.
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang (broker) kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi

S1 Akuntansi 6
Universitas Pamulang
reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi adalah sebagai
berikut :
 Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di
luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang (broker),
sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
 Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di Luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari
jumlah premi yang dibayar.
 Atas premi yang dibayar oleh perusahaan Reasuransi
yangberkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransidi Luar
negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari
jumlah premi yang dibayar.

 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company
yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di
Indonesia;

PPh pasal 26 = (penghasilan bruto x perkiraan penghasilan neto) x


20%
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.

PPh pasal 26 = (PKP-PPh terutang) x 20%

Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

S1 Akuntansi 7
Universitas Pamulang
 Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri, dan;
 Penanaman kembali dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-
lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh
penghasilan tersebut;
 Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan akte pendiriannya, paling lama satu tahun sejak perusahaan
tersebut didirikan
 Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

2.5 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih
dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26
rangkap 3 :
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke
KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Apabila pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran


paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling

S1 Akuntansi 8
Universitas Pamulang
lambat tanggal 20 Juni 2009.Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir
pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2.6 Penghitungan PPh Pasal 26


Contoh Kasus 1
Keisuke Shimaru (mantan kapten sepakbola dari Jepang) status kawin belum punya
anak, diundang ke Indonesia untuk melatih tim PS Sriwijaya selama tiga bulan dengan
honorarium US$7.000/bulan. Dengan kurs pasar US$1=Rp10,000 dan kurs SK Menkeu
US$1=9.600.
Diminta:
Hitunglah PPh 26 tiap bulan!
Berapa yang diterima Keisuke Shimaru?
Pembahasan:
PPh 26 atas hororarium:
20% x (7.000 X Rp9.600,00) = Rp13.440.000/bulan
Keisuke Shimaru menerima:
(7000 X Rp96.000) – Rp13.440.000,00 = Rp53.760.000/bulan
Contoh Kasus 2
Messi atlet dari Nigeria mengikuti perlombaan lari marathon di Indonesia pada mei 2007
dan berhasil merebut hadiah sebesar US$30,000. Kurs untuk US$1 = Rp9.000
Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
20% x US$30,000 x Rp9.000 = Rp54.000.000

S1 Akuntansi 9
Universitas Pamulang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha
tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar
negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).
3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai PPh 26 ini, diharapkan kepada para
pembaca sekalian untuk dapat lebih mengerti dan memahami mengenai pengertian
dan sistem perhitungan di dalam PPh 26 itu sendiri. Sehingga kedepannya kita dapat
menerapkan segala ilmu yang terkandung di dalam penulisan makalah ini ke dalam
dunia nyata yakni dunia kerja yang syarat akan prinsip profesionalitas dan
efektifitas.

S1 Akuntansi 10
Universitas Pamulang
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abuyamin, Oyok. 2010. Perpajakan Pusat dan Daerah. Bandung: Buku
Pendidikan IKAPI.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Publishing.
Resmi, Siti. 2013. Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 7 Buku I. Jakarta:
Salemba Empat.
Link and Sites:
http://www.pajak.go.id diakses tanggal 22 Agustus 2016
http://chusnulnuraeni.blogspot.com/2015/04/pajak-penghasilan-pasal-26.html
http://belajarbersamafian.blogspot.com/2016/12/pajak-penghasilan-pph-pasal-26.html
https://e-learning.unpam.ac.id/enrol/index.php?id=15076 (Pertemuan 17)

S1 Akuntansi 11
Universitas Pamulang

Anda mungkin juga menyukai