Pengantar perpajakan
Dosen pengampu
Oleh:
Kelompok 7
KELAS A
PROGRAM PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dra. Emi Salmah, M.Si.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Pengantar Perpajakan yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................2
2.1. PPh Pasal 26.............................................................................................................2
2.2. Objek PPh Pasal 26...................................................................................................2
2.3. Pengecualian Objek PPh Pasal 26.............................................................................3
2.4. Ciri-Ciri PPh Final......................................................................................................3
2.5. Subjek PPh Final.......................................................................................................4
2.6. Objek dan Tarif PPh Final..........................................................................................4
2.7. Perhitungan PPh Final...............................................................................................7
BAB III PENUTUP........................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................10
3.2 Saran.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................12
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui PPh Pasal 26
2. Untuk mengetahui objek PPh pasal 26
3. Untuk mengetahui pengecualian objek PPh Pasal 26
4. Untuk mengetahui ciri-ciri PPh Final
5. Untuk mengetahui subjek PPh Final
6. Untuk mengetahui objek dan tarif PPh Final
7. Untuk mengetahui perhitungan PPh Final
1
BAB II PEMBAHASAN
1. Deviden.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Hadiah dan penghargaan.
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7. Premi Swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
8. Keuntungan karena pembebasan utang.
Selain itu, tarif sebesar 20% juga dikenakan atas pendapatan dari penjualan aset yang
ada di Indonesia, serta premi asuransi, dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung
maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. Besaran tarif ini
2
juga dikenakan laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau
2
bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan
khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia. Tarif
PPh Pasal 26 sebesar 20% juga dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi
dengan pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Namun, jika
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, maka tidak dikenakan PPh Pasal
26. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, subjek pajak PPh Pasal 26 adalah Wajib
Pajak (WP) luar negeri (selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia)
Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari
suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan
dimaksud dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan
Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan diberikan apabila seluruh
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk
Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk:
1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pemegang saham;
3. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia; atau
4. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia.
PPh Final bertujuan untuk mempermudah proses perpajakan bagi para wajib
pajak dan mendorong para pengusaha untuk membayar pajak secara sukarela
sehingga mengurangi penghindaran pajak. PPh Final dikenakan pada transaksi
tertentu, seperti penjualan atau jasa, dan tidak memungkinkan wajib pajak untuk
menangguhkan pembayaran pajak dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah
Indonesia juga mendorong penggunaan PPh Final sebagai sarana untuk
memberikan insentif kepada para investor dan pengusaha dengan
memberlakukan tarif pajak yang lebih rendah atau bahkan tidak membayar pajak
sekalipun.
Empat ciri khas atau empat hal yang harus dimengerti tentang PPh final:
3
1. PPh final adalah withholding taxes. Jenis penghasilan yang dikenai PPh final
akan dipotong oleh pemberi penghasilan dan disetorkan ke Kas Negera oleh
3
2. pemotong. Walaupun demikian, dalam hal PPh final belum dipotong, maka
Wajib Pajak penerima penghasilan wajib hukumnya membayar sendiri PPh final
terutang.
3. PPh final adalah flat. Cara menghitung PPh final cukup dengan mengalikan tarif
yang ditentukan di peraturan pemerintah dengan jumlah bruto penghasilan.
Berbeda dengan PPh umum yang dikenai dari penghasilan neto.
4. biaya untuk mendapatkan PPh final non-deductable atau tidak dapat
dikurangkan
dengan penghasilan bruto PPh umum. Artinya, harus ada koreksi positif di SPT
Tahunan atas biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan final yang dikenai
PPh final.
5. PPh final memiliki kamar sendiri yang tidak dapat digabungkan dengan PPh
umum. Sehingga pajak yang sudah dibayar dengan jenis pajak PPh final, maka
pajak tersebut bukan merupakan kredit pajak bagi PPh umum.
Walaupun tidak dapat dikreditkan tidak berarti bukan kredit pajak. Karena tidak dapat
dikreditkan maksudnya tidak dapat dikreditkan dengan PPh umum. Tetapi tetap dapat
dikreditkan dengan PPh final yang terutang.
Kredit pajak adalah proses memperhitungkan pajak yang sudah dibayar dengan pajak
terutang. Tetapi kredit pajak ini harus diperhitungkan dengan jenis pajak yang sama.
Bahkan, sesama PPh final juga tidak dapat saling memperhitungkan.
Pengenaan PPh secara final berarti penghasilan yang diterima atau diperoleh
akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu
pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
PPh yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor
sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, tetapi sudah
langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut.
Maka dari itu, penghasilan yang dikenakan pajak ini tidak akan dihitung lagi
PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan
penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut
juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
PPh Final menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022, dikenakan pada wajib pajak pribadi
dan badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.
4
Objek pajak memiliki definisi sebagai penghasilan yang dikenakan oleh
pajak. Dalam hal ini apabila terdapat penghasilan yang termasuk dalam kategori
ataupun
4
kriteria sebagai objek pajak, maka penghasilan tersebut akan dikenakan tarif
sesuai dengan jenis pajak yang berlaku.
Sama halnya dalam pajak penghasilan (PPh) final, dimana terdapat beberapa
penghasilan yang termasuk dalam PPh final. Merujuk dalam ketentuan PPh
Final yang berlaku, maka objek pajaknya yang dimaksud meliputi :
1. Bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta jasa
giro dengan tarif sebesar 20%
2. PPh atas bunga obligasi (surat utang) dengan tarif sebesar 10% - 20%
3. PPh atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dengan tarif sebesar 20%
4. PPh atas hadiah berupa undian dengan tarif sebesar 25%
5. PPh atas transaksi penjualan saham pada Bursa Efek. Tarif sebesar 0,5% untuk
transaksi penjualan saham pendiri dan tarif sebesar 0,1% untuk transaksi saham
bukan pendiri
6. PPh atas penghasilan perusahaan modal ventura dari penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dengan tarif
sebesar 0,1%
7. PPh atas persewaan atas tanah dan/atau bangunan dengan tarif sebesar 10%
8. PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk usaha real
estate dengan tarif sebesar 5%. Sedangkan, tarif sebesar 1% dikenakan atas
pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana
9. PPh atas penghasilan dari usaha dalam bentuk jasa konstruksi, dengan tarif
sebagai berikut:
a. Tarif sebesar 1,75% dikenakan terhadap pelaksana jasa konstruksi kecil dengan
sertifikasi
b. Tarif sebesar 4% dikenakan terhadap pelaksana jasa konstruksi tanpa sertifikasi
c. Tarif sebesar 2,65% dikenakan terhadap pelaksana konstruksi menengah dan
besar
d. Tarif sebesar 2,65% dikenakan atas penyedia jasa yang mempunyai sertifikasi
badan usaha
e. Tarif sebesar 4% dikenakan atas penyedia jasa yang mempunyai sertifikasi
badan usaha
f. Tarif sebesar 3,5% dikenakan terhadap perancang atau pengawas jasa konstruksi
oleh penyedia jasa konstruksi yang mempunyai sertifikasi usaha
g. Tarif sebesar 6% dikenakan terhadap perancang atau pengawas jasa konstruksi
oleh penyedia jasa konstruksi yang tidak mempunyai sertifikasi usaha.
10. PPh atas penghasilan perusahaan penerbangan yang dilakukan di dalam negeri
dengan tarif sebesar 1,8%
11. PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran yang dilakukan di dalam negeri
dengan tarif sebesar 1,2%
12. PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran maupun penerbangan luar negeri
dengan tarif sebesar 2,64%
13. PPh atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang kantor perwakilan dagangnya
berada di Indonesia dengan tarif sebesar 0,44%
14. PPh atas selisih lebih peninjauan kembali aktiva tetap dengan tarif sebesar 10%.
5
2.7. Perhitungan PPh Final
Untuk lebih mendalami pehaman mengenai PPh Pasal 4 ayat 2, berikut adalah beberapa
ulasan contoh soal perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2:
a. Pajak atas Hadiah Undian dan Penghargaan
PT Oke Indonesia menyelenggarakan penarikan hadiah undian atas kupon-kupon yang
telah dikirimkan oleh para pelanggannya, dengan hadiah senilai Rp100.000.000. Dalam
penarikan undian tersebut nama Budiman muncul sebagai pemenang hadiah undian.
Bagaimana penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas hadiah undian
yang harus dipotong oleh PT Oke Indonesia?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Oke Indonesia adalah 25% x Rp100.000.000
= Rp25.000.000.
b. Pajak atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Pada tanggal 12 Agustus 2015, Rahmat membeli 1 unit rumah dari developer PT Griya
Persada seharga Rp800.000.000 secara tunai. Antara PT Griya Persada dengan Rahmat
belum dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) karena sertifikat rumah
tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan terlebih dahulu dengan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara PT Griya Persada sebagai penjual dan
Rahmat sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut masih atas nama PT Griya Persada.
Sebelum dilakukan AJB antara PT Griya Persada dengan Rahmat, rumah tersebut oleh
Rahmat dijual kepada Indra Aji, sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan
pembeli yang tercantum dalam PPJB rumah tersebut menjadi PT Griya Persada sebagai
penjual dan Indra Aji sebagai pembeli.
Bagaimana penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas pengalihan rumah
tersebut?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Griya Persada dalam kasus ini yaitu sebesar
2,5% x Rp800.000.000 =Rp20.000.000.
o PPh Pasal 15
a. PPh Pasal 15 atas perusahaan pelayaran dalam negeri
PT X merupakan perusahaan pelayaran dalam negeri yang melakukan usaha pelayaran
termasuk penyewaan kapal. Pada tanggal 2 Agustus 2020, PT X melakukan kontrak
dengan PT Pulp dalam rangka pengangkutan bahan setengah jadi untuk pembuatan
kertas (pulp) dari Malang ke Cirebon sebesar Rp 850.000.000 dan dibayarkan pada
tanggal 23 Agustus 2020.
6
Jawab:PPh Pasal 15 yang terutang
= 1,2% x Rp 850.000.000 = Rp 10.200.000
b. PPh Pasal 15 atas Perusahaan Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri yang
punya BUT di Indonesia
Perusahaan penerbangan luar negeri XLiner (BUT) menyewakan pesawat kecil kepada
PT A dengan nilai sewa Rp 700.000.000.
Jawab:
PPh Pasal 15 yang wajib dipotong
= 2,64% x Rp 700.000.000 = Rp. 18.480.000
PPh tersebut bersifat final, kemudian dipotong dan disetor oleh PT A selaku pemberi
penghasilan.
o PPh Pasal 19
PT. X memiliki aset bangunan dengan harga perolehan Rp 500 juta dibeli tanggal 1
Januari 2014. Aset ini didepresiasikan selama 20 tahun tanpa nilai sisa. Perusahaan
mengajukan permohonan revaluasi aset di tahun 2018 dan baru disetujui dan melakukan
revaluasi aset pada 31 Desember 2019 dengan nilai revaluasi berdasarkan nilai pasar
yaitu Rp 540 juta. Berikut perhitungan PPh Pasal 19 yang terutang.
Jawab:
Selisih nilai revaluasi
= Rp 540 juta – Rp 500 juta = Rp 40 juta
PPh Pasal 19 yang terutang pada 31 Desember 2019
= 10% x Rp 40 juta
o PPh Pasal 21
Tommy bekerja di Universitas Nusantara. Ia memperoleh gaji sebulan beripa gaji poko
Rp. 6.000.000. Tommy juga membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000. Tomm
sudah menikah tapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh 21 adalah:
Pengurangan:
7
2. Iuran Pensiun Rp. 100.000
(Rp. 400.000)
(Rp.58.500.000)
o PPh Pasal 22
Kasus dan Pertanyaan:
PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi Dinas
Pendidikan Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT DTC melakukan
penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar Rp11.000.000 (nilai sudah
termasuk PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan
Kota Tangerang Selatan?
Jawaban:
N Diketahui Nilai (Rp)
o
8
Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang
Selatan sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk
PPN.
Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah
yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-
pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM,
dan benda-benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi mengenai PPh 26 dan PPh final di atas, dapat disimpulkan
bahwa PPh 26 dan PPh final merupakan dua jenis pajak yang berbeda dalam aspek
pengenaannya. PPh 26 dikenakan pada penghasilan yang diterima wajib pajak dari
pihak luar negeri yang tidak memiliki kewajiban pajak di Indonesia, sedangkan PPh
final dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dari pihak dalam
negeri yang telah ditetapkan sebagai PPh final.
Pengenaan PPh 26 dan PPh final memiliki perbedaan dalam tarif pajak yang
diterapkan. PPh 26 memiliki tarif pajak sebesar 20% dari penghasilan bruto, sedangkan
PPh final memiliki tarif pajak yang ditetapkan secara khusus sesuai dengan jenis usaha
yang dilakukan.
Dalam praktiknya, PPh 26 seringkali menjadi permasalahan bagi wajib pajak
karena prosedurnya yang kompleks dan membutuhkan pemahaman yang cukup dalam
hal pengajuan penghindaran gandaan pajak. Sementara itu, PPh final lebih sederhana
dalam pengenaannya, namun tarif pajak yang dikenakan bisa lebih tinggi jika
dibandingkan dengan PPh 26
3.2 Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan terkait PPh 26 dan PPh final:
1. Memperdalam Pengetahuan tentang PPh 26 dan PPh final
Wajib pajak hendaknya memperdalam pengetahuan tentang PPh 26 dan PPh final,
termasuk aturan serta prosedur administratif yang berlaku. Hal ini dapat membantu
wajib pajak dalam menghindari kesalahan dalam pengajuan pemberitahuan dan
penghindaran gandaan pajak.
2. Menjaga Konsistensi dalam Pemberitahuan Pajak
Konsistensi dalam pemberitahuan pajak sangat penting untuk menghindari kesalahan
yang berpotensi merugikan baik bagi wajib pajak maupun pihak lain yang terkait. Oleh
karena itu, wajib pajak perlu memastikan bahwa pemberitahuan pajak yang diajukan
konsisten dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
3. Mengoptimalkan Penggunaan Fasilitas Penghindaran Gandaan Pajak
Wajib pajak sebaiknya memanfaatkan fasilitas penghindaran gandaan pajak yang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat membantu wajib pajak dalam
menghindari kesalahan dalam pengenaan pajak ganda atau overtaxed.
4. Konsultasi dengan Para Ahli Perpajakan
Konsultasi dengan para ahli perpajakan dapat membantu wajib pajak dalam mengetahui
aturan pajak yang berlaku dan menjelaskan prosedur yang diperlukan. Konsultasi ini
10
dapat menghindarkan wajib pajak dari kesalahan dalam pengajuan pemberitahuan dan
penghindaran gandaan pajak.
5. Meningkatkan Keterbukaan dalam Hal Pajak
Wajib pajak perlu meningkatkan keterbukaannya terutama dalam hal pajak. Hal ini
dapat membantu wajib pajak dalam menghindari terjadinya kesalahan dalam pengajuan
pemberitahuan pajak dan memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan oleh
pajak sudah tersedia dengan baik.
Dengan memahami beberapa saran di atas, diharapkan wajib pajak dapat mempertajam
pemahaman dalam hal pelaksanaan PPh 26 dan PPh final dan menghindari resiko
kesalahan dalam pengenaan pajak serta memastikan keteraturan dalam memberikan
pemberitahuan pajak.
11
DAFTAR PUSTAKA
Pertapsi.2016.Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 22. Diakses pada 27 August 2023
Pukul 15.40, dari https://pertapsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-22
Suparman, Raden Agus.2022.Empat Ciri Khas PPh Final. Diakses pada 27 August
2023 Pukul 14.30, dari https://www.pajakonline.com/empat-ciri-khas-pph-final/
12