Anda di halaman 1dari 13

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH 26)

OLEH KELOMPOK VIII

1. ANGELINA MUTI (2210030123)


2. GIBERLIN C. ALA (2210030121)
3. SCRALET W. NDUN (2210030160)
4. SHOGJAKING B. P. E. P. B. LULU (2210030234)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNDANA

KUPANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Perpajakan yang berjudul "Pajak Penghasilan Pasal 26".

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah perpajakan.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Perpajakan yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini dan orang tua yang selalu
mendukung kelancaran tugas kami.

Akhirnya, penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,dan kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dengan segala kerendahan hati, saran
dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Kupang, 21 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii


BAB I .................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................................ 1
1.2 Rumusn Masalah ........................................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................................. 2
2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 ........................................................................................................ 2
2.2 Wajib pajak PPH pasal 26 ........................................................................................................................... 2
2.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 ......................................................................................................... 2
2.4 Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 ............................................................................................................... 3
2.5 Tarif Dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 ...................................................................................... 4
2.5.1 Tarif ..................................................................................................................................................... 4
2.5.2 Penghitungan PPh Pasal 26 ................................................................................................................... 4
2.6 Sifat Pemotong/Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26 ................................. 7
2.6.1Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26 ......................................................................................... 7
2.6.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26 ................................................................................................ 8
BAB III ................................................................................................................................................................ 9
PENUTUP ........................................................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................................. 9
3.2 Saran .......................................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut dalam ketentuan
Pajak Penghasilan di Indonesia. Ya, berdasarkan azas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk
pemajakannya adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur dalam Pasal 26 Undang-
undang Pajak Penghasilan 1984.
Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat empat jenis PPh Pasal 26
yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2). Pasal 26 ayat (2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis
PPh Pasal 26 ini memiliki ruang lingkupnya sendiri.
PPH Pasal 26 ayat (1) 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya
sama dengan adalah objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

1.2 Rumusn Masalah

1. Apa pengertian dari PPH pasal 26?


2. Siapa saja wajib pajak PPH pasal 26?
3. Pihak apa saja yang wajib melakukan pemotongan PPH pasal 26?
4. Apa sajaobjek PPH pasal 26?
5. Bagaimana Tarif PPH pasal 26 dan cara perhitungannya?
6. Apa saja sifat pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPH pasal 26?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari PPH pasal 26
2. Untuk mengetahui siapa saja wajib pajak PPH pasal 26
3. Untuk mengetahui Pihak apa saja yang wajib melakukan pemotongan PPH pasal 26
4. Untuk mengetahui penghasilan yang dipotong PPH pasal 26
5. Untuk mengetahui Tarif PPH pasal 26 dan Bagaimana cara perhitungannya
6. Untuk mengetahui sifat pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPH pasal 26

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26

Pajak penghasilan pasal 26 adalah pajak penghasilan atas deviden, bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalty, sewa dan penghasilan sehubungan
dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, penghargaan, pesiun, dan
pembayaran berkala lainnya yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negri selain Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia.

Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak tersebut adalah:

 pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia;
 pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.

2.2 Wajib pajak PPH pasal 26

Yang dikenakan pemotongan pph pasal 26 adalah waib pajak luar negri (orang pribadi atau badan)
selain bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan.

2.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26

Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah:

1) Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini.
Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah
Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di
bawahnya.

2
2) Subjek pajak dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan
dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan
mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu
istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di
mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.Pengertian
badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3) Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu
event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu
acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.

4) Bentuk usaha tetap (BUT)


BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga
menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar
negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu
bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.

5) Perwakilan perusahaan luar nereri lainnya

Perwakilan perusahaan luar nrgri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong
pph pasal 23. contohnya adalah Representative Offoce (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

2.4 Objek Pajak Penghasilan Pasal 26

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong pajak penghasilan pasa 26 (objek PPH pasa 26) adalah:

a) Deviden

3
b) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
c) Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e) Hadia dan penghargaan
f) Pension dan pembayaran berkala lainnya
g) Keuntungan karena pembebasan utang

2.5 Tarif Dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


2.5.1 Tarif
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 atau
sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antarnegara atau tax treaty.
Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tarif 20% dari penghasilan bruto;
b) Tarif 20% dari penghasilan neto;
c) Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan.

2.5.2 Penghitungan PPh Pasal 26

1. PPh Pasal 26=20% x Penghasilan bruto


Penghitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:
a) Dividen;
b) Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
c) Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d) Imbalan, sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
e) Hadia dan penghargaan
f) Pensiun dan pembayaran berkala linnya.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007, pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang
dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah
menurut Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku dalam hal terdapat penanaman modal di bidang-bidang
usaha tertentu dan/ atau di daerah-daerah tertentu.

4
Contoh 1.1
PT Perdana adalah penerbit buku cerita anak-anak. Pada bulan Maret 2016, perusahaan membayarkan royalti
sebesar Rp100.000.000 kepada Akira Toriyama sebagai pengarang buku cerita anak-anak DRAGON BALL.
Akira Toriyama adalah Wajib Pajak luar negeri.
PPH Pasal 26 yang dipotong oleh PT Perdana adalah:
20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000

Contoh 1.2
Jane adalah atlit dari Singapura. Dalam bulan Mei 2016, ia mengikuti perlombaan lari maraton di Indonesia
dan merebut hadiah uang sebesar US$20,000. Kurs untuk US$1 pada saat itu adalah Rp13.000.
PPH Pasal 26 yang dipotong oleh penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah:
20% x US$20.000 x Rp13.000. = Rp52.000.000

Contoh 1.3
Richard Mark (menikah dengan 2 orang anak) bekerja sebagai konsultan pada Hotel Melia di Jakarta dengan
gaji sebulan sebesar US$ 10.000. Richard Mark mulai bekerja pada tanggal 5 September 2016 dan berakhir
pada awal Juli 2017 (berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan berturut-turut). Kurs yang
berlaku pada bulan Maret 2016 menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp13,000 untuk US$1.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk Richard Mark pada bulan Maret 2007 adalah:
20% US$10.000 Rp13.000 = Rp26.000.000

2. PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


Penghasilan neto = Perkiraan penghasilan neto x Penghasilan bruto

Penghitungan tersebut diterapkan untuk


a) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b) Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah:


1) Besarnys perician penghasilan set ditong berdasarkan kondisi sebagai berd Untuk pemi yang dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di hur baik secara langsung maupun melalui palang besarnya
perkiraan penghasilan neto malalah se% (lima palith persen) dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan
bruto) sehingga:

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto

5
= 20% x (50% x Penghasilan bruto)
= 10% Penghasilan bruto
= 10% x Jumlah premi yang dibayar

2) Untuk premi yang dibayar perusahaan anirani yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto) sehingga

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


= 20% x (10% x Penghasilan bruto)
= 2% x Penghasilan bruto
= 2% x Jumlah premi yang dibayar

3) Untuk premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 5% (lima persen) dari jumlah
premi yang dibayar (penghasilan bruto) sehingga

PPh Pasal 26 = 20% x Fenghasilan neto


= 20% x (5% x Penghasilan bruto)
= 1% x Penghasilan bruto
= 1% x Jumlah premi yang dibayar

Contoh 2.1
PT Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun 2016. perusahaan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri Building Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT
Ananda kepada Building Life Inc. sebesar Rp1.000.000.000.
PPH Pasal 26 yang dipotong oleh PT Ananda adalah:
20% x 50% x Rp1.000.000.000 =Rp100.000.000

Contoh 2.2
Seperti pada Contoh 2.1., PT Ananda tidak mengasuransikan bangunannya langsung ke perusahaan asuransi di
luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan yang dimilikinya kepada perusahaan asuransi dalam negeri,
yaitu Perusahaan Asuransi Beringin Jaya dengan jumlah premi sebesar Rp750.000.000. Untuk mengurangi
risiko, Beringin Jaya mengasuransikan sebagian polis asuransinya kepada perusahaan asuransi di luar negeri
Tower Insurance Ltd. dengan premi sebesar Rp500.000.000.
Pasal 26 yang harus dipotong Beringin Jaya adalah:
20% x 10% x Rp 500.000.000 = Rp10.000.000

6
3. PPh Pasal 26 = 20% x (Penghasilan Kena Pajak - PPh terutang)
Penghitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang penghasilan atau bagian
labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.

Contoh 3.1
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp17.500.000.000.
PPh Pasal 26 dihitung sebagai berikut.

Penghasilan Kena Pajak Rp 17.500.000


PPh terutang: 25% x Rp17.500.000.000 Rp 4. 375.000 (-)
Penghasilan setelah dikurangi pajak Rp 13.125.000

PPh Pasal 26 yang terutang:


20% Rp13.125.000.000 = Rp 2.625.000.000

Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar
Rp13.125.000 tidak dipotong PPh Pasal 26.

2.6 Sifat Pemotong/Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26

2.6.1Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26


Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi
atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya tidak besifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat
dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Berikut ini penghasilan-penghasilanyang
dimaksad (pemotongannya tidak bersifat final).
a) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentukusaha tetap di Indonesia.
b) Penghasilan berupa dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang: royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan: pensiun dan
pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan reasuransi
yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak
dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk
usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.
c) Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak
dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

7
2.6.2 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
atauterutangnya penghasilan yang bersangkutan.
a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi
swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta; penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun: pensiun dan pembayaran berkala
lainnya.
b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
a) Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b) Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
c) Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi
atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong
d) Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25
(dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan disampaikan Namun, apabila bentuk usaha tetap tersebut meminta perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada penghitungan
sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan disampaikan, tetapi
tidak melampaui tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya
pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula
dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).

3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai PPh 26 ini, diharapkan kepada para pembaca sekalian untuk
dapat lebih mengerti dan memahami mengenai pengertian dan sistem perhitungan di dalam PPh 26 itu sendiri.
Sehingga kedepannya kita dapat menerapkan segala ilmu yang terkandung di dalam penulisan makalah ini ke
dalam dunia nyata yakni dunia kerja yang syarat akan prinsip profesionalitas dan efektifitas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul, Icuk Rangga Bawono dan Amin Dara (2016). Perpajakan : Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi
Kasus Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
Resmi, Siti. (2019). Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 11, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

10

Anda mungkin juga menyukai