Anda di halaman 1dari 18

PAJAK PPH (PAJAK PENGHASILAN) PASAL 23

DISUSUN OLEH:

1. Vina Aryani (21809334083)


2. Alfiana Riska M (21809334081)
3. Ratih Candrawati P (21809334077)
4. Tiara Aulia Rahma (21809334028)
5. Muhamad Abduh (21809334230)

PERPAJAKAN PPH

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis diberikan kelancaran dalam
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pajak PPh Pasal 23 dan dapat menyelesaikan
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok yang di berikan oleh Ibu Dian
Normalitasari pada mata kuliah perpajakan. Selain itu dengan disusunnya makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai Pajak PPh Pasal 23.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dian Normalitasari dan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat menambah pengetahun serta dapat membantu penulis dan pembaca
dalam mencari informasi terkait Pajak PPh Pasal 23.

Penulis penyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan
dari makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 04 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
1.3. Tujuan.....................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................................5
2.1. Pengertian PPh Pasal 23.........................................................................................................5
2.2. Pemotong PPh Pasal 23..........................................................................................................5
2.3. Subjek PPh Pasal 23...............................................................................................................6
2.4. Objek PPh Pasal 23.................................................................................................................6
2.4. Bukan Objek Pajak PPh Pasal 23............................................................................................9
2.5. Menghitung PPh Pasal 23.....................................................................................................10
2.6. PPh atas Deviden, Bunga, Sewa, dan Hadiah.......................................................................11
2.7. PPh Pasal 23 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan......................................................13
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................14
Daftar Pustaka...................................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan pemasukan terbesar di Indonesia, dibutuhkan pengawasan oleh
pemerintah dalam menangani pemasukan perpajakan. Pengawasan yang dilakukan
berkaitan dengan pemungutan pajak di Indonesia. Sistem pemungutan perpajakan
di Indonesia terdiri atas official assessment, self assessment, dan withholding
system. Self assessment dan withholding system menuntut keaktifan Wajib Pajak
dalam melakukan kewajiban pemungutan dan pemotongan pajak yang meliputi
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak.
Pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23), yaitu pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap
yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. Pemotong PPh Pasal 23 ini diatur
dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari pajak PPh pasal 23?
2. Siapa saja yang termasuk pihak-pihak pemotong pajak PPh pasal 23?
3. Apa saja subjek pajak PPh pasal 23?
4. Apa saja objek pajak PPh pasal 23?
5. Apa saja yang tidak termasuk objek pajak PPh pasal 23?
6. Bagaimana cara menghitung pajak PPh pasal 23?
7. Bagaimana pengenaan pajak PPh pasal 23 atas dividen, bunga, sewa, dan
hadiah?
8. Bagaimana proses pajak PPh pasal 23 saat terutang, penyetoran, dan
pelaporan?

1.3. Tujuan
1. Dapat memahami mengenai pengertian pajak PPh pasal 23.
2. Dapat mengetahui pihak-pihak yang bertugas memotong pajak PPh pasal 23.
3. Dapat mengetahui subjek pajak PPh pasal 23.
4. Dapat mengetahui objek pajak PPh pasal 23.
5. Dapat mengetahui bukan objek pajak PPh pasal 23.
6. Dapat mengetahui cara menghitung pajak berdasarkan PPh pasal 23.
7. Dapat mengetahui pengenaan pajak sesuai PPh pasal 23 atas dividen, bunga,
sewa, dan hadiah
8. Dapat mengetahui proses pemotongan pajak PPh pasal 23 pada saat terutang,
penyetoran, dan pelaporan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian PPh Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara
kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayar atau
terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2.2. Pemotong PPh Pasal 23


Pihak-pihak yang termasuk pemotong PPh Pasal 23 adalah :
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasal 23, yaitu :
 Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
 Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
atas pembayaran berupa sewa.

2.3. Subjek PPh Pasal 23


Penerima penghasilan yang dikenai (subjek) PPh Pasal 23 :
1. Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan)
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

2.4. Objek PPh Pasal 23


Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 atau yang disebut sebagai subjek pajak
sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :
1. Dividen
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
3. Royalty
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang telah dipotong Pajak
Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU PPh

Jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 (sesuai Perautan Menteri Keuangan
Nomor 141/PMK.03/2015), meliputi :

1. Jasa penilai (appraisal)


2. Jasa aktuaris
3. Jasa kauntansi, pembukuan, dan astestasi laporan keuangan
4. Jasa hukum
5. Jasa arsitektur
6. Jasa perancang kota dan arsitektur lanskap (lanskap)
7. Jasa perancang (desain)
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh
BUT
9. Jasa penambangan dan penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan migas;
10. Jasa penjunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
11. Jasa penebangan hutan;
12. Jasa pengolahan limbang;
13. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (jasa outsourcing);
14. Jasa perantara dan/atau keagenan;
15. jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa sesuai Efek, KSEI, dan KPEI;
16. jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan olehh KSEI;
17. jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;,
18. jasa mixing film;
19. jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner,
pamflet, baliho, dan folder;
20. jasa sehubungan dengan perangkat lunak dan perangkat keras atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan;
21. jasa pembuatan dan/atau pengelolaan situs web;
22. jasa Internet termasuk sambungannya;
23. jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyampaian data informasi, dan/atau
program
24. jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, udara, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain itu yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan memiliki izin dan/atau sertifi kasi sebagai
pengusaha konstruksi;
25. jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain itu yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang lingkupnya di bidang konstruksi dan memiliki izin dan/atau sertifi kasi
sebagai pengusaha konstruksi
26. jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut, dan udara
27. 28. jasa maklom
28. jasa penyelidikan dan keamanan
29. jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
30. jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang,
atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan
31. jasa pembasmian hama;
32. jasa kebersihan atau cleaning service;
33. jasa sedot septic tank;
34. jasa pemeliharaan kolam;
35. jasa katering atau tata boga;
36. jasa freight forwading;
37. jasa logistik;
38. jasa pengurusan dokumen;
39. jasa pengepakan;
40. jasa loading dan unloading:
41. jasa laboratorium dan/atau dilakukan oleh lembaga atau rangka penelitian
akademis;
42. jasa pengelolaan parkir;
43. jasa penyondiran tanah:
44. jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
45. jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
46. jasa pemeliharaan tanaman;
47. jasa pemanenan;
48. jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau
perhutanan;
49. jasa dekorasi;
50. jasa pencetakan/penerbitan;
51. jasa penerjemahan;
52. jasa transportasi/ekspedisi, kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-
Undang Pajak Penghasilan;
53. jasa pelayanan kepelabuhanan;
54. jasa transportasi melalui jalur pipa;
55. pengelolaan jasa penitipan anak;
56. jasa pelatihan dan/atau kursus;
57. jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
58. jasa sertifikasi;
59. jasa survei;
60. jasa tester; dan
61. jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
Anggara Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
2.4. Bukan Objek Pajak PPh Pasal 23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan
objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan sewa guna usaha dengan hak
opsi
3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari komanditer yang modalnya
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
5. Sisa hasil usaha koperasi yang didirikan oleh koperasi kepada anggotanya ;
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur kredit dan/atau pembiayaan. Badan usaha yang
dimaksud adalah perusahaan pembiayaan yang telah mendapat izin Menteri
Keuangan; BUMN/BUMD yang khusus memberikan pembiayaan kepada usaha
mikro, menengah, dan koperasi (UMKM) termasuk perseroan terbatas (PT)
Permodalan Nasional Madani. Penghasilan yang dimaksud adalah imbalan yang
diberikan atas penyaluran pinjaman/pembiayaan termasuk pembiayaan syariah.

2.5. Menghitung PPh Pasal 23


PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto penghasilan, yang
dirumuskan sebagai berikut :
PPh Pasal 23 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak = Jumlah Bruto Penghasilan

Tarif
Tarif PPh Pasal 23 sebagai berikut :
1. Tarif 15% (lima belas persen) yang dikenakan atas penghasilan berupa:
 Dviden
 Bunga
 Royalti
 Hadiah, bonus, dan penghargaan lain yang tidak dipotong PPh Pasal 21.
2. Tarif 2% (dua persen) dikenakan atas penghasilan berupa :
 Sewa
 Imbalan jasa yang tidak dipotong PPh Pasal 21

Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan. Jumlah
bruto penghasilan adalah jumlah dividen, bunga, royalti, hadiah penghargaan, bonus,
sewa, dan imbalan jasa lain. Jumlah bruto imbalan jasa lain tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai. Selain itu, bruto untuk imbalan lainnya ditentukan sebagai
berikut:

1. Untuk jasa catering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah penghasilan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
2. Untuk jasa selain katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayrkan atau telah jatuh tempo pembayarannya, tidak termasuk poin-poin
berikut :
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan
berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa, Hal ini berlaku sepanjang disertai
kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, dan pembayaran lain yang
berkaitan dengan pekerjaan.
b. Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadann/pembelian barang atau
material yang terkait dengan jasa yang diberikan.
c. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa,
terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa.
d. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian atas biaya
yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka
pemberian jasa yang bersangkutan.

Pembayaran atas ketidakseimbangan jasa tersebut harus disertai dengan-bukti


meliputi kontrak kerja, daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain, faktur pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau
material, faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis, faktur
tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa
kepada pihak ketiga. Apabila tidak terdapat bukti-bukti tersebut, jumlah bruto
penghasilan sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 23 menjadi sebesar nilai
kontrak/pembayaran tidak dikurangi dengan pembayaran kepada pihak tenaga
kerja, pembelian material/bahan, dan pembayaran kepada pihak ketiga.

2.6. PPh atas Deviden, Bunga, Sewa, dan Hadiah


Penghasilan berupa dividen, bunga, sewa, dan hadiah secara umum merupakan objek
PPh Pasal 23. Akan tetapi, terdapat beberapa perlakuan atas pengenaan PPh dividen,
bunga. sewa, dan hadiah.
PPh atas Dividen
Pengenaan PPh atas dividen dibedakan sebagai berikut :
1. Dividen yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri yang dikenakan tarif 20% (dua
puluh persen) bersifat final.
2. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang
dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4- PPh
Pasal 17 ayat (2c)).
3. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Koperasi yang dividen tersebut
berasal dari cadangan laba tidak dibagi dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan
objek pajak).
4. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan
syarat:
 Dividen tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi, dan
 PT dan BUMN/BUMD tersebut mempunyai kepemilikan saham pada
pemberi dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari modal saham
disetor, dikecualikan dari pengenaan PPh (bukun objek pajak).
5. Dividen selain memenuhi ketentuan 1 sampai 4 dikenakan tarif 15% (lima belas
persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).

PPh atas Bunga

Pengenaan PPh atas bunga dibedakan sebagai berikut :

1. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tariff 20% (dua
puluh persen) bersifat final.
2. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangan di bursa
efek Indonesia dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final (dibahas dal
4- PPh Pasal 4 ayat (2)).
3. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari pengenaan
PPh (bukan objek pajak)
4. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20% (dua
puluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 - PPh Pasal 4 ayat (2).
5. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan
jumlah tidak melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan
dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
6. Bunga yang diterima oleh anggota atas koperasi di koperasi dengan jumlah
melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikenakan tarif
10% (sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4- PPh pasal 4 ayat (2)).
7. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuana 1 sampai dengan 6 dikenakan tarif
15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 tidak bersifat final).

PPh atas Sewa

Pengenaan PPh atas sewa dibedakan sebagai berikut :


1. Sewa tanah dan/atau bangunan yang dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat
final (dibahas dalam Bab 4- PPh Pasal 4 ayat (2)).
2. Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat berat,
mesin mesin, dan lain-lain yang dikenakan tarif 15% (lima belas persen) (PPh
Pasal 23 bersifat tidak final).

PPh atas Hadiah

Pengenaan PPh atas hadiah dibedakan sebagai berikut :

1. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk
Usaha Tetap dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
2. Hadiah undian yang dikenakan tarif 25% bersifat final (dibahas dalam Bab 4- PPh
Pasal 4 ayat (2)).
3. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi yang dikenakan
tarif Pasal 17 UU PPh sesuai ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5).
4. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan yang dikenakan tarif 15%
(lima belas persen) PPh Pasal 23.
2.7. PPh Pasal 23 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Hal yang
dimaksud dengan terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat
pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode
pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-
lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan
terutangnya pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 (dua) puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang
pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan
secara desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan PPh Pasal
23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor,
dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh
Pasal 23 dipotong disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21. Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat pemotong pajak yang
telah ditentukan oleh peraturan UU PPh pasal 23 begitu pula dengan tarif dan penghasilan
apasaja yang tergolong dapat dipotong PPh Pasal 23 ataupun yang dikecualikan. Makalah
diatas juga menunjukan kapan saat terutang, pelaporan dan penyetoran PPh pasal 23 yang
telah ditentukan oleh UU.

Penyetoran Pajak Penghasilan pasal 23 oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23 ke


kas negara dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Paling lambat tanggal
10 bulan takwim berikutnya setelah bulan timbulnya penghasilan yang menjadi objek Pajak
Penghasilan pasal 23. Pelaporan oleh pemotong Pajak Penghasilan pasal 23 menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Penghasilan pasal 23 selambat-lambatnya tanggal 20
bulan takwim berikutnya.
Daftar Pustaka

Resmi, Siti. 2019. PERPAJAKAN Teori & Kasus Edisi 11| Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.
s Edisi 11| Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai