Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERPAJAKAN 2

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 dan PASAL 26

Dosen Pengampu:
Dra. Susfa Yetti, M.Si., Ak

Disusun Oleh:
Kelompok 1 (R10)

Ivan Leonardo C1C021045

Dwi Juwita C1C021048

Novita Andriani C1C021059

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu serta berjalan
dengan lancar. Penulisan makalah yang berjudul “Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
23 dan Pasal 26” dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan 2.
Dalam proses penyusunan makalah, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan isi makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Susfa Yetti, M.Si., Ak. selaku dosen
pengampu mata kuliah perpajakan 2, karena tugas yang telah diberikan ini dapat membantu
para mahasiswa dalam menambah wawasan dan pengetahuan menjadi lebih luas.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari kekurangan.
Maka dari itu, penulis akan sangat menghargai semua kritikan serta saran dari pembaca. Hal
itu bertujuan untuk membangun makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis
berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat kepada pembacanya.

Jambi, 17 Oktober 2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................................................... 2

2.1. Pajak Penghasilan Pasal 23 ......................................................................................... 2

2.2. Pajak Penghasilan Pasal 26 ......................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12

3.2 Saran .......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Siti Kurnia Rahayu adalah pajak yang terhutang sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang wajib dipotong dan disetorkan oleh pemberi
kerja. Pajak atas penghasilan tersebut berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam betuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi akan menjadi
subjek pajak dalam negeri. Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir dalam tahun pajak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
a. Apa itu Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
b. Siapa pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
c. Apa saja yang termasuk subjek dan objek Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
d. Apa saja yang dikecualikan dari Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
e. Kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
f. Bagaimana cara menghitung tarif Pajak Penghasilan Pasal 23/26?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23/26.
b. Untuk mengetahui pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23/26.
c. Untuk mengetahui subjek dan objek Pajak Penghasilan Pasal 23/26.
d. Untuk mengetahui pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 23/26.
e. Untuk mengetahui kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 23/26.
f. Untuk mengetahui cara menghitung tarif Pajak Penghasilan Pasal 23/26.

1
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Pajak Penghasilan Pasal 23


A. Pengertian
Pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23) yaitu pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap
yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak
sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21, yang telah diatur dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008. Ketentuan mengenai hal lain
sehubungan dengan jasa yang dikenakan PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain yang
sebagaimana telah diubah PMK 141/PMK.03/2015 dan sudah mengalami
beberapa kali revisi dari tahun-tahun sebelumnya.
Menurut situs Dirjen Pajak, pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan
jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
(Resmi, 2019).

B. Pemotong PPh Pasal 23


Berikut ini pihak-pihak yang termasuk pemotong PPh Pasal 23:
1. Badan pemerintah
2. Sebjek pajak dalan negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu:
• Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas;
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
atas pembayaran berupa sewa.
C. Tarif dan penghasilan yang dikenakan pph Pasal 23
2
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 UU No.
36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:

1. Sebesar 15% dari Jumlah Bruto atas :


a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
c. Royalty
d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
yang dimaksut dalam Pasal 21 ayat 1 huruf e
2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan oenggunaan harta yang telah
dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa managemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21
• Jasa penilai (appraisal)
• Jasa aktuaris
• Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
• Jasa perancang
• Jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan migas, kecuali
yang dilakukan oleh but
• Jasa penunjang dibidang pembangunan migas dan panas bumi
• Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain
migas
• Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara
• Jasa penebangan hutan
• Jasa ppengolaan limbah
• Jasa penyedia tenaga kerja
• Jasa perantara dan keagenan
• Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh bursa efek, ksei dan kpei

3
• Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
ksei
• Jasa pengisian suara/ sulih suara
• Jasa mixing film
• Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemelihraan dan perbaikan
• Jasa instalasi/pemasangan mesin, pealatan, listrik, telepon, air, gas, ac
atau televisi kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang
lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat
sebagai pengusaha kontribusi
• Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, ac atau televisi kabel, alat transportasi/kendaraan atau
bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang
lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat
sebagai pengusaha kontribusi
• Jasa maklon
• Jasa penyelidikan dan keamanan
• Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
• Jasa pengepakan
• Jasa penyelidikan tempat dan waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk pem]nyimpanan informasi
• Jasa pembasmian hama
• Jasa kebersihan atau cleaning service
• Jasa catering atau tata boga
dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut
tidak memiliki nomer NPWP besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi
100% daripada tarif yang sebenarnya
D. Pengecualian pemungutan pph Pasal 23

Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal


23 sesuai dengan pasal 23 Aayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank


4
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai wajin
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan betempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
a. dividen berassal dari cadangan laba yang ditahan
b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak kolektif
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan
yang diatur dengan pmk.
E. Saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23

1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya pengasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak
ke bank presepsi atau kantor pos Indonesia
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani PPh yang dipotong
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23
dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh

5
Pasal 23, hal ini dimaksutkan untuk mempermudah pengawasan terhadap
pelaksanaan pemotongan PPh PAsal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang
merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan
dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang misalnya sewa kantor
cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang
yang bersangkutan.
F. Perhitungan tarif PPh Pasal 23
Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang
dibagikan, PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.
PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :
=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
Contoh Kasus-2:

Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman
membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-
PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Utang adalah :
=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010

Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada
Tuan. Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan”
sebesar Rp 1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010

6
PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat
Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010
Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas
undian tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20 Januari
2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31


Januari2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010

Contoh Kasus-5 :

PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp
20.000.000,- milik Budi

PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah


=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-

Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
Selalu susah adalah Rp 800.000,-

Contoh Kasus-6 :

PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi
Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000
( termasuk PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP

7
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-

2.2. Pajak Penghasilan Pasal 26


A. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

B. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26


Subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain BUT.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga
Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Jadi, WP luar negeri seperti ini mendapat penghasilan dari Indonesia tanpa
perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara
Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa
deviden dari PT Indosat.

C. Pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26


Wajib pajak luar negeri yang dikecualikan dari Subyek Pajak PPh pasal 26
ini adalah :

1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia
dengan syarat :
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;

8
b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
D. Tarif dan Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 26 disebutkan bahwa Tarif dan
Objek PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri berupa :
a. Deviden
b. Bunga, premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa:
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
E. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26
PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;

9
- Lembar ke dua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- Lembar ke tiga untuk arsip Pemotong.
PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan
dilampiri SSP lembar ke dua, bukti pemotongan lembar ke dua dan daftar bukti
pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir.

Contoh :

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling


lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling
lambat tanggal 20 Juni 2001.

F. Pemotong PPh Pasal 26


Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :

- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan
Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang
dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik
Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di
bawahnya.

- Subjek Pajak Badan dalam negeri


Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istilah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah
bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Indonesia dimana pengambilan keputusan – keputusan penting

10
tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulam, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

- Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang
melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah
orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukan,
perlombaan, seminar dan lain-lain.

- Bentuk Usaha Tetap (BUT)


BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di
Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilam yang bersumber dari
Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan
kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri. Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-
undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
diIndonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor
perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.

- Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya


Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative office (RO)
dari perusahaan-perusahaan asing (Resmi, 2019).

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23) yaitu pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang
menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud
dalam PPh Pasal 21, yang telah diatur dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan No.
36 tahun 2008.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan/materi atau
referensi pembelajaran dan menembah pengetahuan mahasiswa/i khususnya mengenai
Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk Ipor, Bendaharawan dan Industri Tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, S. (2019). PERPAJAKAN TEORI & KASUS BUKU 1 (11th ed.). Salemba Empat.

13

Anda mungkin juga menyukai