I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
III. punutup
a. Kesimpulan ........................................................................................................................... 43
A. LATAR BELAKANG
Dasar hukum pajak penghasilan pasal 23 UU PPh No. 36 tahun 2008, yang mengatur tentang
mekanisme pemotongan atas penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri atau
bentuk usaha tetap. Secara administrasi PPh pasal 23/26 hampir sama dengan PPh pasal 21/26,
perbedaan terletak pada subjeknya. Subjek PPh pasal 23 yaitu WP badan negeri dan BUT.
Sedangkan subjek pajak PPh pasal 26 yaitu wajib pajak luar negeri.
Dalam bab ini menjelaskan mengenai hal hal yang berkaitan dengan PPh pasal 23. Pada awalnya
membahas tentang definisi PPh pasal 23,k penghasilan yang dikenakan pajak, penghasilan yang
tidak dikenakan pajak, pemotong,, cara menghitung serta menyetorkan dan melaporkan PPh
pasal 23/26.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong
PPh pasal 21. PPh pasal 23 ini dibayar atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.
Berbeda dengan mardiasmo (2016) mengartikan PPh pasal 23 sebagai pemotongan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong
pajak penghasilan pasal 21.
Merujuk pada UU PPh yang ditujuk sebagai pemotong PPh pasal 23/26 yaitu pihak yang
berkewajiban memotong pajak atasa penghasilan yang dibayarkan dan menyetorkan PPh pasal
23/26 yang ddipotong ke kas Negara paling lambat 10 bulan berikutnya setelah terutang pajak.
Berikut ini pihak-pihak yang termsauk pemotong PPh pasal 23 :
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. perwakilan perusahaan duliar negeri lainnya
6. orang ribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala kantor
pelayanan pajak sebagai pemotong PPh pasal 23, yaitu :
akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), kecuali
camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan bebas
orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
Berikut ini termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 (selanjutanya disebut
wajib pajak PPh pasal 23).
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 tahun 2008 yaitu :
1) Dividen, termasuk deviden dari perusahaan sauransi kepda pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha (SHU) koperasi.
2) Bunga, termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
3) Royalty
4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya, selain yang telah dipotong PPh pasal 21
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dari
penghasilan lain sehubungan dengan penghargaan yang telah dikenai PPh sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh
6) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21 UU PPh
PPH pasal 23 juga mengatur beberapa penghasilan yang tidak dikenakan pajak denga rincian
daftar berikut ini:
PPh pasal 23 dihitung dengan mengalihkan tarif dan jumlah bruto penghasilan
yangdiformulasikan sebagai berikut :
1) Tarif
a) Dividen
b) Bunga
c) Royalty
d) Hadiah, bonus, dan penghargaan lain yang tidak dipotong PPh pasal 21
a) Sewa
b) Imbalan jasa yang tidak dipotong PPh pasal 21
Dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPh pasal 23 adalah jumlah bruto atas penghasilan
dari deviden, bunga, royalty, dan hadiah atau penghargaan yang sejenis sewa dan imbalan
sehubungan dengan jasa yang diberikan
Berdasarkan Peraturan menteri keuangan nomor 141/PMK.03/2015, jumlah bruto imbalan jasa
lain tidak termasuk pajak pertambahan nilai. Selain itu, jumlah bruto untuk imbalan lain
ditentukan sebagai berikut
1. bagi jasa catering, seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayar atau telah jatuh tempo pembanyarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak, badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT
2. bagi non jasa catering, seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayar atau telah jatuh tempo pembanyarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak, badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT.
Penghasilan berupa dividen, bunga, sewa, dan hadiah secara umum merup akan objek PPh Pasal
23. Akan tetap i, terdap at beberap a p erlakuan atas p engenaan PPh dividen, bunga, sewa, dan
hadiah.
a. Dividen yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% bersifat final.
b. Dividen yang diterima o leh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10%
bersifat final (dibahas dalam Bab 4 - PPh Pasal 17 ayat (2c)).
C. Dividen yang diterima o leh Wajib Pajak berbentuk Ko p erasi yang dividen tersebut berasal
dari cadangan laba tidak dibagi dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
d. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas dan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan syarat:
Pada tanggal 1 januari 2018 PT. briwijaya raya membanyarkan dividen tunai sebagai berikut :
Perhitungan PPh yang dipotong oleh Pt briwijaya raya atas pembanyaran dividen :
a. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20%
b. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangan di bursa efek
Indonesia dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final
c. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kep ada bank dikecualikan dari pengenaan PPh
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20% bersifat final (dibahas
dalam Bab 4- PPh Pasal 4 ayat (2)).
e. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumlah tidak
melebihi R p 240.000 sebulan dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas sim anan di koperasi dengan jumlah melebihi
R p 240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikenakan tarif 10% () bersifat final
(dibahas dalam Bab 4 - PPh p asal 4 ayat (2).
g. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a samp ai dengan f dikenakan tarif 15%
(lima belas p ersen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final). (bukan objek pajak).
Contoh 2 : PPh pasal 23/26 atas bunga
PT. pesona alam menerima bunga atas pemberian pinjaman kepada PT briwijaya raya senilai
15 juta.
PT mitra literasi merupakan sebuah penerbit buku, pada tanggal 5 juli 2018 membayar royalty
kepada para pernulis dengan rincian :
Perhitungan pph yang dipotong oleh PT. mitra literasi atas royalty yang dibayarkan kepda
penulis :
a. Sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10% (sep uluh p ersen) bersifat final (dibahas
dalam Bab 4 - PPh Pasal 4 ayat (2)).
b. Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat berat, mesin-mesin,
dan lain-lain dikenakan tarif 15% (lima belas p ersen) (PPh Pasal 23 bersiat tidak final).
PT . Super Baja merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang persewaan alat berat
konstruksi. Pada tanggal 25 Agustus 2018, PT .Super Baja menyewakan alat berat dengan PT
Bangun Makmur sebesar Rp 300.000.000 selama 3 tahun. PT . Bangun Makmur membayar
sewa p enuh diawal p ada tanggal 26 Agustus 2018. Penghitungan PPh Pasal 23, sebagai
berikut:
2% x Rp 300.000.000 = Rp 6.000.000
Jadi pembayaran PT .Bangun Makmur memotong PPh Pasal 23 atas jasa sewa yang diberikan
oleh PT .Super Baja, penerimaan PT . Super Baja setelah dikurang PPh Pasal 23 sebesar Rp
294.000.000 (Rp 300.000.000-Rp 6.000.000)
a. Hadiah p enghargaan yang diterima o leh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha T etap
dikenakan tarif 20% (dua p uluh p ersen) bersifat final.
b. Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final (dibahas dalam Bab 4 - PPh Pasal 4 ayat
(2)).
c. . Hadiah p enghargaan yang diterima Wajib Pajak o rang p ribadi dikenakan tarif Pasal
d. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15% (lima belas 17
UU PPh sesuai ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5). p ersen) PPh Pasal 23.
Conto h 5 : PPh Pasal 23/26 atas Hadiah
Pada tanggal 1 Juli 2018 PT . Bintang T V menjuarai lomba stasiun T V terfavorit dan
mendapatkan hadiah sebesar Rp 50.000.000.
Jadi hadiah yang diterima oleh PT .Bintang T V setelah dipotong PPh Pasal 23 yaitu R p
42.500.000 (Rp 50.000.000 - Rp 7.500.000).
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Yang dimaksud saat
terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh
pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
KASUS
PT Perdana merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirikan p ada
tahun 2000, beralamat di Jl. T entara Pelajar No . 7 Yogyakarta, NPWP: 01.555.444.1.541,000.
Pembayaran honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan
Oktober 2011 sebagai berikut:
1. Pada tanggal 10 Oktober 2011, membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri
Yogyakarta sebesar Rp 1.000.000. Bank Mandiri beralamat di JL. Diponegoro No 13a
Yogyakarta, NPWP: 01.222.333.2.541.000.
2. Pada tanggal 15 Okto ber 2011, membayar ro yalti kep ada beberap a p enulis, yaitu:
3. Pada tanggal 20 Oktober 2011, membayar jasa perbaikan mesin produksi yang telah rusak
sebesar Rp 15.000.000 kepada PT Maju Jaya, yang beralamat di JL. Go dean M u No . 26
Yogyakarta, NPWP: 01.446.577.2.541.000.
4. Pada tanggal 22 Oktober 2011, membayar fee sebesar Rp 22.000.000 kepada Kantor
Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl. Mrican No.200 Yogyakarta, NPWP:
04.322.233.2.541.000.
5. Pada tanggal 29 Oktober 2011, membayar sewa kendaraan untuk mendistribusikan hasil
produksi ke beberapa kota. Sewa dibayar kep ada Andika Rental yang beralamat di JL.
Adisucipto No . 38 Yogyakarta, NPWP: 01.111.333.1.541.000 sebesar Rp 6.000.000.
Diminta:
Buatkan SPT Masa PPh Pasal 23 Okto ber 2011 untuk PT Perdana.
Penyelesaian:
Penghitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuat oleh PT Perdana dijelaskan
sebagai berikut:
1 Atas p embayaran bunga sebesar Rp 1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak dipotong p ajak
karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kep ada bank merupakan akar
pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23.
2 Atas pembayaran royalti kepada penulis dipotong PPh Pasal 23 sebagai berikut:
Nama PPh yang dipotong Tambahan PPh Total PPH yang
karena tidak ber dipotong
NPWP
Monalisa 15% X 20.000.000 3.000.000
= 3.000.000
Yaganata 15% X 5.000.000 = 100% X 750.000 = 1.500.000
750.000 750.000
riskayanta 15% X 10.000.000 1.500.000
= 1.500.000
Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT Maju Jaya sebesar Rp 15.000.000
dipotong PPh Pasal 23 sebesar:
2% x R p 22.000.000
Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar R p 6.000.000, dipotong
PPh Pasal 23 sebesar:
T arif 2% x penghasilan bruto
= 2% x R p 6.000.000
aas royalti :
monalisa 3,000,000
yagananta 1,500,000
riskayanti 1,500,000
6,000,000
atas jasa :
740,000
atas sewa :
Total 6,860,000
Bukti pemotongan yang dilampirkan dalam kasus ini merupakan salah satu lampiran spt masa
yang diserahkan oleh pemotong pajak, yaitu PT. perdana. Bukti pemotongan seharunya dibuat
rangkap ke- 3, lembar ke-1 untuk wajib pajak, lembar ke-2 untuk kantor pelayanan pajak, dan
lembar ke-3 untuk pemotong pajak.
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 24
Pajak penghasilan pasal 24, selanjutnya disingkat PPh pasal 24, merupakan pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau di
peroleh wajib pajak dalam negeri.
Pada dasarnya, wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik
perusahaan yang diterima atau yang diperoleh dari luar negeri. Jika negara lain tempat wajib
pajak dalam negeri tersebut mengenakan pajak penghasilan maka wajib pajak tersebut akan
membayar atau terutang pajak atas penghasilan di negara yang bersangkutan ( di luar negeri ).
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atu diperoleh dari luar negeri, besarnya pajak atas penghasilan wajib
pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan terhadap total
pajak terutang atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
Jumlah pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang dibayar atau terutang di
luar negeri tersebut dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku di negara yang bersangkutan
dikalikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di negara yang bersangkutan. Jumlah
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri tersebut mungkin tidak semuanya dapat di
kreditkan dari total pajak terutang di indonesia. Pasal 24 UU PPh juga mengatur ketentuan
mengenai besarnya pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkan dari total pajak penghasilan terutang di indonesia.
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menghitung total PPh terutang
dalam suatu tahun pajak adalah menentukan jumlah penghasilan ( Biak penghasilan dari
dalam negeri maupun penghasilan dari luar negeri) yang digunakan sebagai dasar untuk
menghitung PPh tersebut.
1. Pengahasilan yang berasal dari usaha
2. Penghasilan lainnya, Sewa Bunga, Royalti dan lain lain.
3. Penghasilan berupa deviden yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari
pernyataan model sekurang kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara
bersama sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang kurangnya 50%
dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangnya di bursa efek.
r) Mauritius
s) Meksiko
t) Antilla Belanda
u) Nikagarua
v) Panama
w) Paraguay
x) Peru
y) Qatar
z) St Lusia
aa) Arab Saudi
bb) Venezuela
cc) Vanuatu
dd) Yunani
ee) Zambia
Contoh 1
Selama 2018, PT Arya Karya yang beralamat di Yogyakarta menerima dan memperoleh
penghasilan neto yang bersumber dari luar negeri.
1. Laba Usaha di Inggris dari tahun pajak 2018 sebesar Rp 500.000.000
2. Deviden atas kepemilikan saham pada X,Ltd di Jerman sebesar Rp 200.000.000 Yaitu
berasal dari keuntungan tahun 2016 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun
2017 dan baru akan dibayarkan dalam tahun 2018.
3. Deviden atas penyertaan saham sebanyak 70% pada Y Corporation di Hong Kong yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 600.000.000, yaitu berasal dari
keuntungan saham tahun 2017 yang berdasarkan keputusan menteri keuangan ditetapkan
akan diperoleh pada tahun 2018.
4. Bunga Obliga pada Z Inc Dikuala lumpur dihitung sebesar Rp 80.000.000 setiap semester
dan diterima pada setiap semester dengan rincian sebagai berikut.
a. Bunga Semester l tahun 2018 diterima bulan September 2018
b. Bunga semester ll tahun 2018 diterima pada bulan Maret 2019.
Contoh 2
PT Setia Karya Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari CV Tirta di
negara Negara X. Dalam tahun 2017 CV Tirta. Memperoleh keuntungan sebesar
US$100.000. Pajak penghasilan yang berlaku di negara X Adalah 58% dan pajak
deviden sebesar 48%
Keuntungan CV Tirta US$ 100.000
Pajak Penghasilan ( Corporate Income Tax ) atas CV Tirta (48%) US$ 58.000
US$ 42.000
Pajak Atas deviden ( 38%) US$ 15.960
Deviden yang dikirim ke indonesia US$ 26.040
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak
penghasilan yang terutang atas PT Setia Karya Indonesia adalah pajak yang
langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri,
dalam contoh tersebut, yaitu jumlah sebesar US$ 26.040.
Pajak penghasilan ( Corporate Income tax) Atas CV Tirta. Sebesar
US$58.000 tidak dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas
PT Setia Karya Indonesia Karena pajak sebesar US$58.000 Tersebut tidak
dikenakan langsung atas penghasilan atas penghasilan yang penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT Setai Karya Indonesia dari luar negeri, tetapi pajak
yang dikenakan atas keuntungan CV Tirta di Negara X.
Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi tingginya sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
dan penghasilan kena pajak ( PKP), atau setinggi tingginya sama dengan pajak
yang terutang atas PKP jika PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri(
menganut metode pengkreditan pajak terbatas atau Ordinary Credit Method)\
Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri diperbolehkan( PPh pasal 24)
Adalah nilai terrendah diantara tiga perhitungan berikut ini:
a. Total PPh terutang
b. Penghasilan neto luar negeri ÷ penghasilan kena pajak × total PPh terutang
c. PPh yang terutang atau dibayar diluar negeri
Catatan :
Total PKP = Penghasilan dari dalam negeri dan dari luar negeri
Total PPh terutang = Tarif Pasal 17 × total PKP
Pengahsilan yang terutang dan/atau dibayar diluar negeri = Tarif pajak
luar negeri × penghasilan di luar negeri
Besarnya PKP Sebagai dasar perhitungan total PPh terutang tidak
memasukkan penghasilan – penghasilan PPh nya bersifat Final.
Jika Jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit
pajak yang diperbolehkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan bersama
dengan PPh yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya
atau pengurang penghasilan dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Contoh 3.1
PT Adi jaya yang beralamat di Jawa Barat memperoleh penghasilan neto pada
tahun 2017 sebagai berikut.
Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000
( Tarif pajak yang berlaku adalah 20%)
Menghitung total PKP
Penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 500.000.000
Jumlah Penghasilan Neto Rp 1.000.000.000
Peredaran bruto dari kegiatan usaha melebihi Rp 50.000.000.000
Jumlah penghasilan neto sama dengan PKP Karena tidak terdapat
kompensasi kerugian atas pengurangan yang lain.
Menghitung Total PPh terutang
Tarif PPh pasal 17 Ayat (1)b × Penghasilan kena pajak
25% × Rp 1.000.000.000 = Rp 250.000.000
Menghitung PPh Maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan
Penghasilan luar negeri × Total PPh Terutang
Penghasilan Kena Pajak
Rp 500.000.000 × Rp 250.000.000 = Rp 125.000.000
Rp 1.000.000.000
Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar diluar negeri
Tarif pajak diluar negeri × Penghasilan luar negeri
20 % × Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan ( PPh pasal 24) adalah Rp
100.000.000 atau sebesar PPh yang etrutang atau dibayar diluar negeri. Jumlah ini
diperoleh dengan perbandingan penghasilan, dn PPh terutang atau dibayar diluar
negeri. Kemudian dipilih nilai terrendah dianatara ketiganya.
PPh maksimum
PPh Terutang/
dikreditkan sesuai PPh Pasal 24 :
Negara Total PPh terutang Dibayar di luar
dengan perbandingan Terendah Kolom
negeri
penghasilan
Prancis Rp250.000.000 Rp75.000.000 Rp60.000.000 Rp60.000.000
Qatar Rp250.000.000 Rp100.000.000 Rp100.000.000 Rp100.000.000
Rusia Rp250.000.000 Rp25.000.000 Rp35.000.000 Rp25.000.000
Total kredit pajak luar negeri di perbolehkan Rp185.000.000
Total kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh Pasal 24) Rp 185.000.000
Karena Jumlah ini masih lebih rendah dibanding total terutang ( Rp 250.000.000)
Pada SPT Pembetulan, Terdapat PPh masih harus dibayar sebesar Rp 50.000.000 Atas
kekurangan bayar tersebut tidak ditagih bunga
Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara
a. Membandingkan tigas hitungan berikut dan diambil angka terrendah
Hitungan 1 = PPh Terutang
= 25% × Rp 3.000.000.0000 = Rp 750.000.000
Hitungan ll = ( Penghasilann Luar Negeri ÷ Penghasilan kena pajak ) × PPh
Terutang
= ( 1 Miliar ÷ 3 Miliar ) × Rp 750.000.000
= Rp 250.000.000
Hitungan lll = PPh dibayar/ Terutang di luar negeri
= Tarif Pajak di luar negeri × Penghasilan di luar negeri
= 20% × 1 Miliar = Rp 200.000.000
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp 200.000.000
b. Membandingkan tarif pajak di luar negeri dan tarif pajak efektif atas PPh
terutang. Jika tarif pajak di luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh
terutang, Kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar/ Terutang di luar
negeri \. Sebaliknya, Jika tarif pajak di luar negeri lebih tinggi dari pada tarif
efektif PPh terutang, Kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan dengan
PPh terutang.
Pada Kasus di atas, Tarif pajak di luar negeri adala 20% sedangkan tarif efektif
PPh Terutang adalah 25% ( Rp 750.000.000 ÷ Rp 3.000.000.000).Tarif pajak luar
negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh terutang, Maka kredit pajak luar
negeri yang diperbolehkan adalah 20% × Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
Kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan cara
a) Membandingkan tiga hitungan berikut dan diambil angka terrendah
Hitungan l = PPh terutang
= 25% × Rp 4.000.000.000 = Rp 1.000.000.000
Hitungan ll = ( Penghaislan pajak luar negeri ÷ penghasilan kena pajak
) × PPh Terutang
= ( Rp 2 Miliar ÷ Rp 4 Miliar ) x Rp 1 Miliar
= Rp 500.000.000
Hitunagn lll = PPh dibayar/ Terutang di luar negeri
= Traif pajak di luar negeri × Penghasilan Luar negeri
= 20% × Rp 2 Miliar = Rp 400.000.000
b) Membandingkan tarif pajak diluar negeri dan tarif pajak efektif ats PPh
terutang jika tarif pajak luar negeri lebih rendah daripada tarif efektif PPh
terutang, Kredit pajak luar negeri sama dengan PPh dibayar/ Terutang luar
negeri. Sebaliknya, jika tarif pajak luar negeri lebih tinggi dari pada tarif
efektif PPh terutang, Kredit pajak luar negeri sama dengan perbandingan
penghasilan lur negeri dibagi penghasilan kena pajak kemudian dikalikan
dengan PPh terutang.
Pada kasus diatas, tarif pajak luar negeri adalah 20% Sedangkan tarif
efektif PPh terutang adalah 25% ( Rp 1 Miliar ÷ Rp 4 Miliar ). Tarif pajak
luar negeri lebih rendah daripda efektif PPh terutang. Maka kredit pajak
luar negeri yang diperbolehkan adalah 20 % × Rp 2 Miliar = Rp
400.000.000.
merujuk pada UU PPh No. 36 tahun 2008, yang dimaksud dengan pajaka penghasilan
pasal 26 ialah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang
terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakiloan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto.
Purwono (2010) menyatakan prinsip pemotongan pajak penghasilan pasal 26 tergantung pada
jenis penmbayaran penghasilan ke WP luar negeri serta ada tidaknya BUT diindonesia. Bila
terjadi perjanjian penghindaran padak berganda (P3B), maka atas semua pembayaran
penghasilan ke WP luar negeri, baik dari usaha/pekerjaan atau modal dikenakan tariff tax treaty
dengan syarat :
Bagi penjualan atau pengahasilan harta wajib pajak luar negeri di Indonesia akan dikenakan
pajak penghasilan pasal 26 bila penghasilan tersebut nilainya melebihi Rp. 10 juta, jia kurang
maka bukan termasuk objek pajak penghasilan pasal 26
Merujuk UU PPH subjek pajak penghasilan pasal 26 yaitu wajib pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap diindonesia.
Penjelasan dari wajib pajak luar negeri selain BUT terutang dalam UU pajak penghasilan
pasal 2 ayat 4 huruf b yang berbunyi : orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diindonesia,
orang pribadi yang berada diindonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Menurut purwono (2010) penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 merupakan imbalan
dengan nama dalam bentuk apapuyang diperoleh wajib pajak luar negeri sehubungan dengan
pekerjaan jasa, kegiatan dan penghasilan yang berasal dari pemanfaatan modal (pasif income).
Jenis jenis penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan pasal 26 sesuai dengan UU PPh
yaitu:
a. penghasilan yang berasal dari pekerjaan jasa, kegiatan atau pemanfaatan modal (modal
income)
1) Dividen
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5) Hadiah dan penghargaan
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan/atau
8) Keuntungan karena pembebasan utang
b. penghasilan dari penjualan harta atau pengalihan harta di Indonesia, barang barang tersebut
meliputi :
1) perhiasan mewah
2) berlian
3) emas
4) intan
5) jamm tangan mewah
6) barang antuk
7) lukisan mobil
8) motor
9) kapal pesiar
10) pesawat terbang ringan
Tariff yang digunakan yaitu 20%, namun bila penghasilan tersebut diterima oleh warga Negara
asing yang merupakan Negara mitra P3B, maka tariff yang berlaku yaitu tariff treaty.
Fungsi P3B yaitu merupakan menghilangkan hak pemajakan negera sumber, atau menurunkan
tariff sesuai kesepakatan. Pada umumnya, tariff P3B dibuat lebih kecil daripada tariff aturan
domestic. Berikut ini contoh tariff Tax Treaty :
Dividen Branch
No Country Interest Royalties
Portofolio Substantial Holding Profit Tax
1 Algeria 15% 15% 15% 15% 10%
2 Australia 10% 10%/15% 15% 15% 15%
3 Austria 10% 10% 15% 10% 12%
4 Bangladesh 10% 10% 15% 10% 10%
5 Belgium 10% 10% 15% 10% 10%
Brunei
6 10% 15% 15% 15% 10%
Darussalam
7 Bulgaria 10% 10% 15% 15% 15%
8 Canada 10% 10% 15% 10% 15%
9 Czech 12,5% 12,5% 15% 10% 12,5%
10 China 10% 10% 10% 10% 10%
11 Denmark 10% 15% 20% 10% 15%
12 Egypt 15% 15% 15% 15% 15%
13 Finland 10% 10%/15% 15% 10% 15%
14 France 15% 10% 15% 10% 10%
15 Germany 10% 10%/15% 15% 10% 10%
16 Hungary 15% 15% 15% 15% N/A
17 India 10% 15% 15% 10% 10%
18 Italy 10% 10%/15% 15% 10% 12%
19 Japan 10% 10% 15% 10% 10%
20 Jordan 10% 10% 10% 10% N/A
21 Korea 10% 15% 15% 10% 10%
22 Korea 10% 10% 10% 10% 10%
23 Kuwait 5% 20% 10% 10% 10%
24 Luxembourg 10% 12,5% 15% 10% 10%
25 Malaysia 15% 15% 15% 15% 12,5%
26 Mexico 10% 10% 10% 10% 10%
27 Mongolia 10% 10% 10% 10% 10%
28 Netherlands 10% 10% 10% 10% 10%
29 New Zealand 10% 15% 15% 15% N/A
30 Norway 10% 10%/15% 15% 15% 15%
31 Pakistan 15% 15% 15% 10% 10%
32 Philippines 15% 15%/25% 20% 15% 20%
33 Poland 10% 15% 15% 10% 10%
34 Romania 12,5% 12,5%/15% 15% 12,5% 12,5%
35 Russia 15% 15% 15% 15% 12,5%
36 Saudi Arabia N/A N/A N/A N/A N/A
37 Seychelles 10% 10% 10% 10% N/A
38 Singapore 10% 15% 15% 10% 15%
39 Slovak 10% 10%/15% 10% 10% 10%
40 South Africa 10% 10% 15% 10% 10%
41 Spain 10% 10% 15% 10% 10%
Sesuai
42 SriLanka 15% 15% 15% 15%
UU Domestik
43 Sudan 15% 10% 10% 10% 10%
44 Sweden 10% 10%/15% 15% 10% 15%
45 Switzerland 10% 12,5% 15% 10% 10%
46 Syria 10% 15%/20% 10% 10% 10%
47 Taipei /Taiwan 10% 10% 10% 10% 5%
Sesuai
48 Thailand ** 15% 20% 15%
UU Domestik
49 Tunisia 12% 15% 12% 12% 12%
50 Turkey 10% 10% 15% 10% 15%
51 UEA 5% 5% 10% 10% 5%
52 Ukraine 10% 10% 15% 10% 10%
53 United 10% 10%/15% 15% 10% 10%
Kingdom
54 USA 10% 10% 15% 10% 10%
55 Uzbekistan 10% 10% 10% 10% 10%
56 Venezuela 10% 20% 15% 10% 10%
57 Vietnam 15% 15% 15% 15% 10%
1) Dividen
2) Bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
3) Royalti, sewa, dan penghasilan
lain sehubungan dengan
penggunaan harta
4) Imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan
5) Hadiah dan penghargaan
6) Pensiun dan pembayaran berkala
lainnya
7) Premi swap dan transaksi lindung
nilai lainnya, dan/atau
8) Keuntungan karena pembebasan
utang
Thomas Edwelson adalah seorang warga Negara Inggris dengan status K/2, ia datang ke Indo
nesia beserta istri dan anaknya untuk menandatangani kontrak kerja dengan PT .Blue Black
sebagai pegawai kontrak selama 4 bulan mulai 1 Mei 2018. la menandatangani kontrak kerja
yang berisi tentang besarnya gaji yang dip ero leh sebesar GBP 25.000 per bulan. Tuan Thomas
menerima gaji pertamanya pada tanggal 31 Mei 2018. Kurs yang berlaku pada tanggal 31 Mei
2018 1 GBP = R p 17.000. (asumsikan Inggris tidak mempunyai perjanjian penganaan pajak
berganda dengan Indonesia). Penghitungan PPh Pasal 26 yaitu:
20% x (25.000 x 17.000) = R P 85.000.000
Jadi gaji yang diterima oleh Thomas setelah dipotong PPh Pasal 26 sebesar R p 340.000.000
(425.000.000 - 85.000.000)
Contoh 2: Penghasilan yang diperoleh wajib pajak luar negeri dari penjualan atau
pengalihan harta di Indonesia.
Nona Hyokjun merupakan warga Negara Korea Selatan pada tanggal 20 Agustus 2018 ke
Indonesia. Pada tanggal 1 Sep tember 2018 menjual barang antik dari korea selatan ke CV .
Unik Berkilau, sebuah toko yang melakukan jual beli barang antik. Barang antik milik nona
Hyokjun di hargai senilai R p . 750.000.000. Penghitungan PPh Pasal 26:
5% x R p . 750.000.000 = R p . 37.500.000
Jawaban:
a. Pemotongan PPh p asal 26 yang dilakukan o leh PT . Gold atas pembayaran preminya:
Conto h 4: penghasilan yang diperoleh wajib pajak luar negeri dari transaksi
penjualan saham perusahaan dalam negeri yang tidak diperjualbelikan dibursa efek
atau saham dari perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan
yang ada di Negara yang memberikan p erlindungan p ajak.
Jawab:
Penghitungan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT .Graham Sentosa Ind nesia, sebagai berikut:
5% x R p 5.000.000.000 = R p 250.000.000
Jadi PT . Graham Sentosa Indonesia memotong PPh Pasal 26 sebesar R p 250.000.000 dari PT .
Shang Hyu Co , secara teknis dari transaksi jualbeli saham diatas merupakan penjualan saham
perusahaan luar negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang ada diluar negeri, namun
sesungguhnya transaksi ini merup akan pengalihan kepemilikan perusahaan wajib pajak dalam
negeri oleh wajib pajak luar negeri.
Penghasilan kena pajak dari sebuah BUT di Indo nesia sebesar R p 25.000.000.000.
Penghitungan p ajak p enghasilan p asal 26 dihitung sebagai berikut:
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut di tanamkan kembali di Indonesia atas
penghasilan sebesar R p 18.750.000.000 tidak dipotong PPh Pasal 26.
1) Badan pemerintah
3) Penyelenggara kegiatan
4) BUT
Pengecualian dari p emotongan PPh p asal 26 yaitu penanaman kembali p enghasilan yang
diperoleh BUT di Indonesia, syarat-syarat dalam melakukan penanaman kembali sesuai
peraturan menteri keuangan no mo r 14/PMK .03/2011 sebagai berikut:
Penyetoran pemotongan ajak penghasilan p asal 26 paling lambat 10 hari bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Pelaporan p emotongan PPh Pasal 26 ke KPP selambat-lambatnya
pada tanggal 20 bulan takwim.
III.PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak Penghasilan pasal 23 dapat diartikan sebagai pemotongan pajak penghasilan sehubungan
dengan penghasilan yang diterima dari modal, penyerahan jasa atau Penyelenggaraan kegiatan
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Subjek PPh Pasal 23 melip uti: badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap , atauPerwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Termasuk objek PPh Pasal 23 yaitu Dividen, Bunga, Royalti, Sewa, Hadiah dan Imbalan.
Pemungut PPh Pasal 23 yaitu Badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
Penyelenggaraan kegiatan, Bentuk usaha tetap (BUT ), Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya, Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak. Tarif PPh Pasal 23 ada dua jenis yaitu: dua persen dan lima persen. Penyeto ran PPh
Pasal 23 paling lambat tanggal sep uluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang
pajak. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat,
paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pajak penghasilan pasal 24 dap at diartikan sebagai p ajak yang telah dip ungut di luar
negeri diperbolehkan sebagai p engkreditan terhadap p ajak yang terutang di Indo nesia. Subjek
pajak penghasilan p asal 24 yaitu wajib Pajak dalam negeri, baik o rang p ribadi atau badan
yang terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoeh
dari luar negeri. Objek Pajak penghasilan p asal 24 yaitu penghasilan dari luar negeri, baik
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan maupun modal dan penghasilan lainnya seperti
penghasilan saham, sekuritas lainnya, bunga, royalty, sewa, serta penghasilan bentuk usaha
tetap . Mekanisme penentuan besarnya kredit pajak diluar negeri adalah melalui 3 tahap
penghitungan di cari nilai yang terendah, tahapan tersebut antara lain: total PPh terutang,
penghasilan neto luar negeri dibagi penghasilan kena pajak dikali total PPh terutang, dan yang
terakhir PPh vang terutang atau dibayar di luar negeri. Apablia terjadi pengurangan atau
pengembalian
DAFTAR PUSTAKA