Oleh:
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Perpajakan, dengan judul “PPh pasal 23
dan PPh pasal 4 ayat 2”
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuaan berbagai pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki, Oleh
karena itu saran, masukan bahkan kritik yang membangun sangat dibutuhkan dari
berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi
perkembangan dunia pendidikan.
i
Daftar isi
Kata pengantar...........................................................................................................i
Daftar isi....................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan
1.3 Tujuan................................................................................................................2
Bab 4 Penutup
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 15
ii
Daftar pustaka
iii
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang, yang terdiri dari ribuan
pulau yang memiliki budaya yang beraneka ragam, lautan, dan sumberdaya alam yang
melimpah. Dengan perkembangan yang terjadi saat ini mendorong pemerintah untuk
melakukan perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas
negara guna membiayai pembangunan.
Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang sangat besar,
dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian besar bersumber
dari penerimaan pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak sendiri merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Pajak penghasilan pasal 22 atau disingkat PPh pasal 22 adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik
badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau
kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh pasal 22 adalah UU Pajak
Penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam
dan komprehensif mengenai pajak penghasilan (pph) pasal 22, maka yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai subjek PPh pasal 22, objek, pemungut,
pengecualian dari pengenaan pph pasal 22, saat terutang, batas waktu setor dan lapor,
serta contoh soal atau kasus yang berkaitan dengan pasal 22.
1
4. Apa saja yang dikecualikan dari PPh Pasal 23 ?
5. Kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 23 ?
6. Bagaimana cara menghitung tarif PPh Pasal 23 ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari PPh Pasal 23
2. Untuk mengetahui Siapa pemotong PPh Pasal 23
3. Untuk mengetahui Apa saja yang termasuk objek PPh Pasal 23
4. Untuk mengetahui Apa saja yang dikecualikan dari PPh Pasal 23
5. Untuk mengetahui Kapan saat terutang, pemungutan dan pelaporan PPh Pasal
23
6. Untuk mengetahui Bagaimana cara menghitung tarif PPh Pasal 23
2
BAB 2
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negreri
3. Penyelenggara dalam negeri
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
kepala kantor pelayanan pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu:
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
3
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
c. Royalty
d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
PPh yang dimaksut dalam Pasal 21 ayat 1 huruf e
2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan oenggunaan harta yang
telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa managemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21
jasa penilai (appraisal)
jasa aktuaris
jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
jasa perancang
jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan migas, kecuali
yang dilakukan oleh BUT
jasa penunjang dibidang pembangunan migas dan panas bumi
jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan
selain migas
jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara
jasa penebangan hutan
jasa ppengolaan limbah
jasa penyedia tenaga kerja
jasa perantara dan keagenan
jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh bursa efek, KSEI dan KPEI
jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI
jasa pengisian suara/ sulih suara
jasa mixing film
jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemelihraan dan perbaikan
4
jasa instalasi/pemasangan mesin, pealatan, listrik, telepon, air, gas,
AC atau televisi kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak
yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin
atau sertifikat sebagai pengusaha kontribusi
jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC atau televisi kabel, alat transportasi/kendaraan
atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang
lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat
sebagai pengusaha kontribusi
jasa maklon
jasa penyelidikan dan keamanan
jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
jasa pengepakan
jasa penyelidikan tempat dan waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk pem]nyimpanan informasi
jasa pembasmian hama
jasa kebersihan atau cleaning service
jasa catering atau tata boga
dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut tidak memiliki nomer NPWP besarnya tariff pemotongan adalah
lebih tinggi 100% daripada tarif yang sebenarnya
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai
dengan pasal 23 Aayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu:
5
b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor
4. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak kolektif
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan yang diatur
dengan PMK.
1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir
bulan terutangnya pengasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak ke
bank presepsi atau kantor pos Indonesia
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani PPh yang dipotong
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan
secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini
dimaksutkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan
pemotongan PPh PAsal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan
objek pemotongan PPh pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor
pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor pusat,
sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor
cabang misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan
dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
6
1. Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen
masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen
yang dibagikan, PT. Sukses Gagalnya wajib memungut PPh Pasal 23.
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
2. Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas
pinjaman membayarkan bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp
90.000.000,-
3. Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada
Tuan. Doan Wiro Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan”
sebesar Rp 1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat
Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-
7
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret
2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010
4. Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas
undian tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20
Januari 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
5. Contoh Kasus-5 :
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp
20.000.000,- milik Budi
Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
Selalu susah adalah Rp 800.000,-
6. Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi
Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp
2.200.000 ( termasuk PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-
8
Bab 3
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2
9
4) Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap bangun untuk dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Catatan:
Bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannya (termasuk
bunga dan diskonto) dalam satu tahun pajak tidak melebihi PTKP, atas pajak yang
telah dipotong dapat diajukan permohonan restitusi.
10
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari
selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Catatan:
Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperolah Wajib Pajak:
1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
2. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAN),
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian atau pemberian izin usaha;
tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bengunan
diatur dengan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan tersebut
penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bengunan dikenakan PPh yang bersifat final.
Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% baik atas penghasilan yang diterima
oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan
tanah dan/atau bangunan.
PPh (Final) = 10% x Bruto
Contoh :
Organisasi XYZ menyewa sebuah ruko dari Tuan AA untuk dijadikan kantor dengan
nilai sewa sebesar Rp 60.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh XYZ
adalah:
10% x Rp 60.000.000 = Rp 6.000.000
4. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BAGUNAN
Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar PPh Final 5% daru
jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta jual
beli/pengalihan dan NJOP tanah & bangunan sesuai SPPT PBB). Bagi Wajib Pajak
orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
11
jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah), penghasilan
yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan, dan
Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5 % (lima per seratus) dari
jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan Surat
Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan yang diperoleh dari pengalihan penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,
atau cara lain kepada pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. Atas transaksi pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di luar kegiatan usaha
pokoknya, diwajibkan menyetor PPh 5% melalui bank persepsi. Setoran PPh tersebut
tidak bersifat final, sehingga merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan yang
dapat dikreditkan. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan
termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan
umum, Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, kewajiban
pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan dihitung dan dilaksanakan
sendiri berdasarkan ketentuan Pasal 25.
PPh (Final) = 5% x Bruto
5. USAHA JASA KONSTRUKSI
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008. Berikut ini adalah beberapa
pengertian menurut PP No. 51 tahun:
Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan
konstruksi,layanan jasa pelaksaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
perlengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
12
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam modelpenggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembagunan (engineering, procurement and
construction) serta modal penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and
build).
Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksisampai
selesai dan diserahterimakan.
Penyediaan jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang
kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencanaan
konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya. Atas
penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha kecil;
PPh (Final) = 2% x Jumlah Jasa
2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha;
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyediaan
Jasa selain Penyediaan Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka dan angka 2;
PPh (Final) = 3% x Jumlah Jasa
4. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang dimiliki kualifikasi usaha; dan
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
5. 6% (enam persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
PPh (Final) = 6% x Jumlah Jasa
Pajak Penghasilan jasa konstruksi:
• dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Penggunaan Jasa
merupakan pemotongan pajak; atau
• disetor sendiri oleh Penyediaan Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.
6. PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN
13
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam
Peraturan Pemerintah No 132 Tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan tersebut
penghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau
dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang
wajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
bruto hadiah undian.
PPh (Final) = 25% x Bruto
Contoh :
PT ABC dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undian
dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yang
dipotong oleh PT ABC adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000
7. PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF
BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak
berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan Pemerintah No 17
Tahun 2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa
dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari margin awal.
PPh (Final) = 2,5% x Margin
14
Bab 4
Penutup
4.2 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21. Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat
pemotong pajak yang telah ditentukan oleh peraturan uu PPh pasal 23 begitu pula
dengan tarif dan penghasilan apasaja yang tergolong dapat dipotong PPh Pasal 23
ataupun yang dikecualikan. Makalah diatas juga menunjukan kapan saat terutang,
pelaporan dan penyetoran PPh pasal 23 yang telah ditentukan oleh UU.
15
16
Daftar pustaka