Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“PENGENDALIAN INTERNAL”

Oleh:

NAMA : SITI MA’RIFAH ADANG

NIM : 2123756042

KELAS/SEMESTER : B/3

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

POLITEKNIK NEGERI KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi yang
berjudul “PENGENDALIAN INTERNAL” dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang Jurnal dan Buku Besar dan juga
bagi penulis

Kupang, 08 Desember 2022

Penulis

Siti Ma’rifah Adang

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................

Daftar isi..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

1. Latar Belakang.........................................................................................................
2. Rumusan Masalah ...................................................................................................
3. Tujuan......................................................................................................................
4. .................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................

2.1. Konsep & Definisi Pengendalian Internal..............................................................


2.2.Tujuan & Keterbatasan Pengendalian Internal........................................................
2.3. Pihak Yang Bertanggung Jawan Dalam Pengendalian Internal.............................
2.4. Unsur Pengendalian Internal..................................................................................
2.5. Praktek Pengendalian Internal (Pengujian Pengendalian)......................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

3.1. Simpulan.................................................................................................................
3.2. Saran ......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

iii
BAB I 
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Pada dasarnya, setiap pelaku bisnis “yang baik” dari masa ke masa pasti memiliki
kesadaran akan pentingnya “penegendalian internal” agar dapat sejalan dengan tujuan
bisnis itu dan siap menghadapi peluang dan tantangan di luar institusi maupun di waktu
mendatang. Namun, umumnya para pembisnis menerjemahkan pengendalian intern
dalam perspektif yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan kurangnya wawasan sekitar isu
ini.
Apa saja yang menjadi aspek (lingkup) untuk membangun pengendalian internal
yang baik?. Dalam dunia Pengawasan Bisnis dikenal 2 pendekatan: Classic Internal
Control dan Coso Framework of Internal Control. Pengendalian Internal klasik tidak
terpisahkan dari perkembangan ilmu manajemen dan menekankan pada sistem
pengendalian yang terdokumentasi dengan baik, mulai dari perencanaan (plan),
pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan pembangunan (act). 
Sejalan dengan berlalunya waktu, semakin disadari adanya berbagai faktor yang
masih perlu diartikulasikan lebih jauh, seperti faktor manusia (falsafah hidup, gaya
hidup, perilaku, kompetensi) yang saling berinteraksi dalam lingkungan bisnis yang
membentuk tata nilai (budaya) perusahaan, adanya risiko intrinsik atau risiko potensial
yang kurang terbaca pada historical/current data, dan kelemahan komunikasi internal.
Sebuah organisasi nirlaba independen yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan melalui etika dan pengendalian intern yang efektif yang
disebut dengan Committee Of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO), dibentuk pada tahun 1985.
 
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, diketahui bahwa pengendalian internal
mempunyai beberapa konsep pendekatan dan cara pengujian nya yang dapat di ambil
permasalahannya sebagai berikut: 
1. Apa sajakah konsep pengendalian internal?
2. Bagaimana cara menguji pengendalian internal kedua konsep tersebut?

3. Tujuan 
Adapun tujuan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pengendalian internal sebagai dasar dalam melakukan
pengujian pengendalian.
2. Untuk mengetahui cara pengujian pengendalian yang menguji ke efektivitasan
pengendalian internal.
 

iv
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep & Definisi Pengendalian Internal

Standar pekerjaan lapangan kedua berbunyi sebagai berikut:


“pemahaman memadai atas pengendalian harus diperoleh untuk merencankan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”.
Pengendalian Intern sebagai objek yang harus difahami oleh auditor dalam
Pengawasan Bisnis dikenal 2 pendekatan: Classic Internal Control dan Coso Framework
of Internal Control. Pengendalian Internal klasik tidak terpisahkan dari perkembangan
ilmu manajemen dan menekankan pada sistem pengendalian yang terdokumentasi dengan
baik, mulai dari perencanaan (plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan
pembangunan (act).
SA Seksi 319 Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan
Keuangan paragraf 06 mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang disesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang Keandalan pelaporan keuangan, Kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta Efektivitas dan efesiensi operasi yang
merupakan tiga tujuan utama pengendalian intern.
Dari definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini:
1. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan
suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri
bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan sebuah rangkaian
tindakan yang bersifat pervasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan
hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur entitas.
2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya
terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari
setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan
personel lain.
3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai,
bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan
pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian
menyebabkan intern tidak dapat memberikan keyakinan muttlak.
4. Pengendalian intern ditujunkan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan:
pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.

Ciri – ciri Pengendalian Internal yang Baik, Menurut Tunggal dalam bukunya
Struktur Pengendalian Intern (1995:12-21), terdapat 4 hal yang mempengaruhi
pengelolaan persediaan : 
1. Suatu struktur organisasi yang didalamnya terdapat pemisahan tanggung jawab
fungsional yang sesuai. 
a. Pemisahan kegiatan dari pembukuan 

v
b. Pemisahan tugas antara controller dan bendaharawan 
c. Kedudukan organisatoris pengolahan data 
2. Suatu sistem yang mencakup prosedur otorisasi dan pencatatan yang sesuai
agar memungkinkan pengendalian yang wajar atas harta, hutang, pendapatan,
dan biaya. 
3. Cara kerja yang wajar yang harus digunakan dalam pelaksanaan tugas 
dan fungsi masing – masing bagian organisatoris. 
4. Kepegawaian dengan mutu yang sepadan dengan tanggung jawabnya.

Langkah – langkah dalam Pengendalian Internal :


Menurut Willson dan Campbell dalam bukunya Controllership (1986:123)
mengatakan bahwa terdapat 3 langkah dalam mengevaluasi pengendalian intern, yaitu: 
1. Mengidentifikasikan kegiatan pokok, resiko dan kemungkinan adanya
kebobolan pada setiap komponen operasi perusahaan dan merumuskan sasaran
sasaran pengendalian dalam hubungannya dengan kegiatan tersebut. 
2. Menguraikan (dengan flowchart) dan memahami berbagi sistem yang
dipergunakan dalam mengolah transaksi – transaksi, melindungi harta perusahaan
dan menyiapkan laporan akuntansi keuangan. 
3. Terakhir, mengevaluasi sistem, dengan perhatian khusus terhadap kelemahan –
kelemahan penting yang mungkin ditemukan, untuk memastikan bahwa sistem
tersebut memberikan kepastian yang wajar bahwa tujuan pengendalian mungkin
dicapai.
Kelemahan dalam mengimplementasikan lingkungan pengendalian internal
adalah karena kurangnya mekanisme pengawasan, tercermin dari ketidakjelasan
akuntabilitas dari pengurus dan pengelola keuangan pemerintah dan kegagalan dalam
mengembangkan kesadaran dan budaya pengendalian dalam instansi pemerintahan
tersebut. Kurangnya komitmen manajemen entitas dalam melakukan proses
pengendalian dan menerapkan sanksi bagi yang melanggar ketentuan, kebijakan dan
prosedur yang sudah ditetapkan, kurangnya komunikasi dan informasi, dan termasuk
belum memadainya pelaksanaan identifikasi resiko atas kegiatan operasional entitas.
Tidak berjalannya aktivitas pengendalian pada level aktivitas fungsional seperti
pemisahan fungsi, otorisasi, verifikasi, serta evaluasi atas resiko dan kinerja entitas.
Pengendalian intern adalah berbagai kebijakan, praktik dan prosedur yang diterapkan
oleh perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya yaitu :
a. Menjaga Aktiva Perusahaan
b. Memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi
c. Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
d. Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang ditetapkan oleh
      pihak manajemen.
Dari definisi diatas mengharus kan auditor untuk merencanakan sifat, saat, dan
lingkup pengujian internal control.

vi
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2000, dalam Yos, 2010), mendefinisikan
pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang penvapaian tiga golongan berikut: keandalan pelaporan keuangan,
efektifitas dan efisiensi operasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Jadi, pengendalian internal adalah  suatu batasan- batasan yang dibuat oleh organisasi
atau perusahaan dalam mengendalikan setiap kegiatan proses bisnis, agar sesuai dengan
ketetapan-ketetapan yang berlaku, dan memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang
tidak diinginkan oleh organisasi atau perusahaan. Risiko tersebut seperti penyalahgunaan
data dimana karyawan atau user tidak memiliki kepentingan tidak dapat mengambil atau
mengakses data tersebut.
Dari konsep diatas maksudnya ialah bahwa auditor harus memahami bahwa
pengendalian internal itu merupakan terdiri dari 4 rangkaian konsep yaitu bagian dari
suatu proses yang dijalankan oleh orang dengan memeberikan keyakinan yang memadai
artinya hasilnya tidak mutlak benar dan memilki tujuan yang saling keterkaitan.

2. Tujuan & Keterbatasan Pengendalian Intern


Pengendalian intern adalah berbagai kebijakan, praktik dan prosedur yang
diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya yaitu :
a.Menjaga Aktiva Perusahaan
b.Memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi
c.Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
d.Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang ditetapkan oleh
pihak manajemen.
Menurut Tunggal dalam bukunya Struktur Pengendalian Intern (1995:2)
terdapat 4 tujuan pengendalian internal, yaitu: 
1. Untuk menjamin kebenaran data akuntansi. Manajemen harus memiliki data
akuntansi yang dapat diuji ketepatannya untuk melaksanakan operasi perusahaan.
Berbagai macam data digunakan untuk mengambil keputusan yang penting. 
2. Untuk mengamankan harta kekayaan dan catatan pembukuannya. Harta fisik
perusahaan dapat saja dicuri, disalahgunakan ataupun rusak secara tidak sengaja.
Hal yang sama juga berlaku untuk harta perusahaan yang tidak nyata seperti
perkiraan piutang, dokumen penting, surat berharga, dan catatan keuangan.
Sistem pengendalian internal dibentuk guna mencegah ataupun menemukan harta
yang hilang dan catatan pembukuan pada saat yang tepat. 
3. Untuk menggalakkan efisiensi usaha Pengendalian dalam suatu perusahaan
juga dimaksud untuk menghindari pekerjaan – pekerjaan berganda yang tidak
perlu, mencegah pemborosan terhadap semua aspek usaha termasuk pencegahan
terhadap penggunaan sumber – sumber dana yang tidak efisien. 
4. Untuk mendorong ditaatinya kebijakan pimpinan yang telah digariskan.
Manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Sistem pengendalian internal memberikan jaminan akan ditaatinya prosedur dan
peraturan tersebut oleh perusahaan. 

vii
5. Penilaian. Harus dibuat ketentuan agar memberikan kepastian bahwa seluruh
harta telah dinilai dengan selayaknya sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim
dan bahwa penyesuaian – penyesuaian telah dilakukan dengan syah. Pengendalian
yang dianut dalam suatu unit usaha dan dibentuk untuk mencapai tujuan pertama
dan kedua diatas (yaitu, menjamin kebenaran data akuntansi, mengamankan harta
kekayaan dan catatan pembukuan) disebut pengendalian akuntansi intern (internal
accounting controls). 
Pengendalian yang dianut untuk mencapai tujuan ketiga dan keempat tersebut
diatas (yaitu, menggalakkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan
pimpinan yang telah digariskan) disebut pengendalian operasional (operasional
controls) atau pengendalian administrasi (administrative controls).

Tujuan pengendalian intern menurut (mulyadi) adalah untuk memberikan keyakinan


memadai atas tiga golongan tujuan yaitu :
1. Keandalan informasi keuangan,
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
3. Efektivitas dan efesiensi operasi.
Karena tidak semua tujuan pengendalian intern tersebut relevan dengan audit atas
laporan keuangan, tanggung jawab auditor dalam mematahi standar pekerjaan lapangan
kedua sebagimana disajikan diatas, hanya dibatasi pada golongan tujuan pertama
keandalan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, auditor berkewajiban untuk memahami
pengendalian intern yang ditunjukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum
di Indonesia.
Keterbatasan Pengendalian Intern
Pengendalian intern setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan. Oleh karena itu, di
atas telah disebutkan bahwa pengendalian intern hanya memberikan keyakinan memadai,
bukan mutlak, kepada manajemen dari dewan komisaris tentang pencapaian tujuan
entitas. Berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian
intern:
1. Kesalahan dalam pertimbangan.seringkali, manajemen dan personel lain dapat
salah dalam mempertimbangkan keputusan yang diambil atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan
waktu, atau tekanan lain.
2. Gangguan. Gangguan dalam pengendalian yang telah diterapkan dapat terjadi
karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena
kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat
sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat
pula mengakibatkan gangguan.
3. Kolusi. Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut
dengan (collusion). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern
yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya

viii
ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang
dirancang.
4. Pengabaian oleh manajemen. Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau
prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan
pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan
semu. Contohnya adalah manajemen melaporkan laba yang lebih tinggi dari
jumlah sebenarnya untuk mendapatkan bonus lebih tinggi bagi dirinya atau untuk
menutupi ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
5. Biaya lawan manfaat. Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan
pengendalian intern tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari
pengendalian intern tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun
manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan
mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya
dan manfaat suatu pengendalian intern.

3. Pihak Yang Bertanggung Jawab Dalam Pengendalian Intern


Setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab terhadap, dan menjadi bagian dari,
penegndalian intern organisasi. Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian intern beserta perannya berikut ini:
 Manajemen. 
Manjemen bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menyelenggarakan
secara efektif pengendalian intern organisasinya. Direktur utama perusahaan
bertanggung jawab untuk menciptakan atmosfer pengendalian di tingkat puncak, agar
kesadaran terhadap pentingnya pengendalian menjadi tumbuh diseluruh organisasi,
selain itu juga untuk menjamin bahwa semua komponen pengendalian intern terwujud
di dalam organisasinya. Direktur keuangan dan akuntansi menjalankan peran penting
dalam perancangan, implementasi, dan pemantauan sistem pelaporan keuangan
organisasi, penyusunan rencana dan anggaran perusahaan, penilaian dan analisis
kinerja, serta pencegahan dan pendeteksian pelaporan keuangan yang menyesatkan.

 Dewan komisaris dan komite audit. 


Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan
pengendalian intern.
Fungsi komite audit yang secara langsung berdampak terhadap auditor adalah:
a. Menunjuk auditor yang melaksanakan audit tahunan terhadap laporan keuangan
perusahaan.
b. Membicarakan lingkup audit dengan auditor.
c. Meminta auditor untuk melakukan komunikasi langsung mengenai masalah-masalah
besar yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya.
d. Me-review laporan keuangan dan laporan audit pada saat audit selesai dilakukan.
 Auditor intern. 

ix
Auditor intern bertangggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi
mamadai atau tidaknya pengendalian intern entitas dan membuat rekomendasi
peningkatannya. Auditor intern bukan pihak utama yang bertanggung jawab atas
pengendalian intern entitas. Pihak utama yang bertanggung jawab atas pengendalian
intern entitas adalah manajemen, dewan komisaris, dan komite audit.
 Personel lain entitas.
Peran dan tanggung jawab semua personel lain yang menyediakan informasi
atau menggunakan informasi yang dihasilkan oleh pengendalian intern  harus
ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik. Contohnya, semua personel harus
memahami bahwa mereka bertanggung jawab untuuk mengkomunikasikan masalah
yang timbul sebagai akibat ketidakpatuhan terhadap pengendalian intern, atau
bertanggung jawab untuk menjadikan manajemen tingkat yang lebih tinggi sadar atas
terjadinya tindakan pelanggaran hukum di dalam entitas.
 Auditor independen. 
Bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan, auditor dapat
menemukan kelemahan pengendalian intern kliennya, sehingga ia dapat
mengkomnikasikan temuan auditnya tersebut kepada manajemen, komite audit, atau
dewan komisaris. Berdasarkan temuan auditor tersebut, manajemen dapat melakukan
peningkatan pengendalian  entitas. Namun, perlu disadari bahwa tujuan auditor dalam
studi terhadap pengendalian intern kliennya adalah untuk memungkinkan auditor
merencanakan prosedur auditnya, oleh karena itu auditor independen tidak dapat
diharapkan untuk menyatakan pendapat atas efektivitas pengendalian intern kliennya.
 Pihak luar lain. 
Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian intern entitas
adalah badan pengatur (regulatory body), seperti Bank Indonesia dan Bapepam.
Badan pengatur ini mengeluarkan persyaratan minimum pengendalian intern yang
harus dipenuhi oleh suatu entitas dan memantau kepatuhan entitas terhadap
persyartan tersebut.
4. Unsur Pengendalian Intern
“COSO” menyebutkan bahwa terdapat lima komponen pengendalian intern,
yaitu lingkungan pengendalian, penentuan resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, serta pengawasan atau pemantauan (Anastasia & Lilis,2010:83).”
SA Seksi 319 Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan
Keuangan paragraf 07 mneyebutkan lima unsur pokok pengendalian intern: 
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu
organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian.
Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian
intern, yang membentuk disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian menetapkan
corak organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya.

x
Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian
inter, menyediakan disiplin dan struktur.
Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu
entitas antara lain:
1. Nilai integritas dan etika,
2. Komitmen terhadap kompetensi,
3. Dewan komisaris dan komite audit,
4. Filosofi dan gaya operasi manajemen,
5. Struktur organisasi,
6. Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab,
7. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia,
8. Kesadaran pengendalian.

Dalam standar pekerjaan lapangan kedua, auditor harus memperoleh


pemahaman atas lingkungan pengendalian yang mempunyai dampak besar
terhadap keseriusan pengendalian intern yang diterapkan  pengendalian
entitas.Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik
dan manajer entitas mengenai pentingnya pengendalian intern entitas. Efektivitas
informasi dan komunikasi serta aktivitas pengendalian sangat ditentukan oleh
atmosfer yang diciptakan oleh lingkungan pengendalian. Sebagai contoh, dalam
suatu perusahaan yang manajemen puncaknya menganggap anggaran hanya
sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pemilik perusahaan, bukan sebagai alat
manajemen untuk perencanaan dan pengendalian kegiatan perusahaan,
lingkungan seperti ini akan mengakibatkan manajemen menengah dan karyawan
tidak serius dalam melaksankan anggaran perusahaan.
2. Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi,
analisis, dan pengelolaan resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan
keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Penaksiran
risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran risiko yang
terkandung dalam laporan keuangan dan desain dan implementasi aktivitas
pengendalian yang ditunjukan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat
minimum dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat. Penaksiran risiko
manajemen harus mencakup pertimbangan khusus terhadap risiko yang dapat timbul
dari perubahaan keadaan, seperti:
1. Bidang baru bisnis atau transaksi yang memerlukan prosedur akuntansi yang
belum pernah dikenal.
2. Perubahan standar akuntansi.
3. Hukum dan peraturan baru.
4. Perubahan yang berkaitan dengan revisi sistem dan teknologi baru yang
digunakan untuk pengolahaan informasi.
5. Pertumbuhan pesat entitas yang menuntut perubahan fungsi pengolahan dan
pelaporan informasi dan personel yang terlibat di dalam fungsi tersebut.

xi
3. Informasi Dan Komunikasi
Sistem akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, merakit, menggolongkan,
menganalisis, mencatat dan melaporkan transaksi suatu entitas, serta
meyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang entitas tersebut. Transaksi
terdiri dari pertukaran aktiva dan jasa antara entitas dengan pihak luar, dan transfer
atau penggunaan aktiva dan jasa  dalam entitas. Fokus utama kebijakan dan prosedur
yang berkaitan dengan sistem akuntasi adalah bahwa transaksi dilaksanakan dengan
cara yang mencegah salah saji dalam asersi manajemen di laporan keuangan. Oleh
karena itu, sistem akuntansi yang efektif dapat memberikan keyakinan memadai
bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah:
1. Sah.
2. Telah diotorisasi.
3. Telah dicatat.
4. Telah dinilai secara wajar.
5. Telah digoongkan secara wajar.
6. Telah dicatat dalam periode yang seharusnya.
7. Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar.
Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang
terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan
dengan pekerjaan orang lain, baik yang ada di dalam maupun di luar organisasi.
Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpangan kepada pihak yang
lebih tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan
keuangan, daftar akun, dan memo juga merupakan bagian dari komponen
informasi dan komunikasi dalam pengendalian intern.
4. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini
membaearikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksankan untuk
mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki
berbagai macam tujuan dan diterapkan dalam berbagai tingkat dan fungsi organisasi.
Sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian (yang mencerminkan sikap dan
tindakan penting dalam pengendalian) dan informasi dan komunikasi (yang
memproses transaksi dan melaksanakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang,
suatu entitas memerlukan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan
bahwa tujuan perusahaan akan tercapai. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan
audit atas laporan keuangan dapat digolongkan ke dalam berbagai kelompok. Salah
satu cara penggolongan adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian pengolahan informasi
Banyak perusahaan sekarang mengunakan komputer untuk pengolahan
informasi umumnya dan terutama informasi akuntansinya. Pengendalian
pengolahan informasi dibagi menjadi dua: 
a. Pengendalian umum (general control)

xii
Unsur pengendalian umum ini meliputi: organisasi pusat pengolahan
data, prosedur dan standar untuk perubahan program, pengembangan
sistem dan pengoperasian fasilitas pengolahan data.
b. Pengendalian aplikasi (application control)
Berbeda dengan pengendalian umum seperti yang telah di uraikan di
atas, pengendalian aplikasi dirancang untuk memenuhi persyaratan
pengendalian khusus setiap aplikasi.
Pengendalian aplikasi mempunyai tujuan berikut ini:
1. menjamin bahwa semua transaksi yang telah diotorisasi telah di
proses sekali saja secara lengkap.
2. menjamin bahwa data transaksi lengkap dan teliti.
3. menjamin bahwa pengolahan data transaksi benar dan sesuai dengan
keadaan.
4. menjamin bahwa hasil pengolahan data dimanfaatkan untuk tujuan
yang telah ditetapkan.
5. menjamin bahwa aplikasi dapat terus menerus berfungsi.
Pengendalian aplikasi terhadap pengolahan transaksi tertentu
dikelompokan menjadi :
1. Prosedur otorisasi yang memadai:
Di dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari yang
memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Misalnya dalam
melaksankan transaksi pembelian, prosedur otorisasi diatur sebagai berikut:
a. Kepala fungsi gudang: kepala fungsi ini berwenang memberikan otorisasi atas
permintaan pembelian yang ditunjukan kepada fungsi pembelian.
b. Kepala fungsi pembelian: kepala fungsi ini berwenang memberikan otorisasi atas
surat order pembelian yang diterbitkan oleh fungsi pembelian.
c. kepala fungsi penerimaan: kepala fungsi ini berwenang memberikan otorisasi pada
laporan penerimaan barang yang diterbitkan oleh fungsi penerimaan.
d. Kepala fungsi akuntansi: kepala fungsi ini berwenang memberikan otorisasi pada bukti
kas keluar yang dipakai sebagai dasar pencatatan terjadinya transaksi pembelian.
Dengan demikian, transaksi pembelian yang mengubah utang, sedian, atau biaya
akan dicatat dan disajikan dengan ketelitian dan keandalan yang tinggi, karena didasarkan
atas dokumen sumber (bukti kas keluar) dan dokumen pendukung (surat order pembelian,
laporan penerimaan barang dan faktur dari pemasok) yang dihasilkan melalui prosedur
otorisasi seperti yang telah diuraikan diatas. Pengendalian akuntansi tersebut menjamin:
a. Barang dan jasa yang dibeli adalah yang diperlukan oleh perusahaan, yang dibuktikan
dengan adanya surat permintaan pembeliaan dari fungsi gudang atau pemakai.
b. Barang yang diterima adalah barang yang dipesan, yang dibuktikan dengan adanya surat
order pembelian yang diotorisasi oleh kepala fungsi pembelian.
c. Utang yang dicatat adalah kewajiban perusahaan atas barang atau jasa yang dibeli dan
diterima oleh perusahaan, yang dibuktikan dengan bukti kas keluar yang dilampiri
laporan penerimaan barang yang ditanda tangani oleh kepala fungsi penerimaan barang,
faktur dari pemasok, dan surat order pembelian.
2. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang cukup
xiii
Seperti telah disebutkan diatas, setiap transaksi di dalam organisasi hanya
terjadi atas dasar otorisasi dari yang memiliki wewenang untuk menyutujui terjadinya
transaksi tersebut. Oleh karena itu, di dalam organisasi, harus dibuat prosedur otorisasi
atas terlaksananya setiap transaksi. Formulir merupakan media yang digunakan untuk
merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi
di dalam organisasi. Oleh karena itu, penggunaan formulir harus diawasi sedemikian
rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di lain pihak, formulir merupakan
dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi di dalam catatan
akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam di dalam
formulir dicatat didalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan
yang tinggi. Dengan demikian prosedur otorisasi akan menjamin dihasilkannya
dokumen sumber yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi masukan yang andal
bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan
informasi yang teliti dan andal mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya
suatu organisasi.
Dalam perancangan dokumen dan catatan, unsur pengendalian intern yang
harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
1. Perancangan dokumen bernomor urut tercetak. Penggunaan foemulir bernomor
urut tercetak (pre-numbered form), yang pemakainnya harus
dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang, akan dapat menetapkan
pertanggungjawaban terlaksananya setiap transaksi.
2. Pencatatan transaksi harus dilakukan pada saat transaksi terjadi, atau segera
setelah transaksi terjadi. Jika pencatatan transaksi dilakukan dalam jarak waktu
yang semakin jauh dari saat terjadinya transaksi, catatan akuntansi akan
semakin kurang keandalannya dan kemungkinan terjadinya kesalahan akan
semakin tinggi.
3. Perancangan dokumen dan catatan harus cukup sederhana untuk menjamin
kemudahan dalam pemahaman terhadap dokumen dan catatan tersebut.
4. Sedapat mungkin dokumen dirancang untuk memenuhi berbagai keperluan
sekaligus. Sebagai contoh, dokumen faktur penjualan dirancang untuk dasar
pencatatan transaksi penjualan dalam jurnal penjualan, sebagai pemberitahuan
jumlah komisi penjualan kepada wiraniaga (salesperson), dan sebagai dasar
pencatatan piutang ke dalam kartu piutang.
5. Perancangan dokumen dan catatan yang mendorong pengisisan data yang
benar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasukan unsur pengendalian
intern dalam pengisian dokumen atau catatan. Sebagai contoh, suatu dokumen
berisi instruksi yang jelas tentang cara pengisian dan distribusinya, dan kolom
khusus untuk data berupa angka.
3. Pengecekan secara independen
Pengecekan secara independen mencakup verifikasi terhadap (1) pekerjaan
yang dilaksanakan sebelumnya oleh individu atau departemen lain atau (2) penilaian
semestinya terhadap jumlah yang dicatat.Empat aktivitas pengendalian yang terdiri
dari: (1) pemisahan fungsi yang memadai, (2) prosedur otorisasi yang memadai, (3)
perancangan dan dokumen dan catatann yang cukup, serta (4) pengendalian fisik atas
kekayaan dan catatan memerlukan pengecekan atau verifikasi intern secara terus

xiv
menerus untuk memantau efektivitas pelaksanaanya. Karena pengendalian intern
cenderung mengalami perubahan karena waktu yang berubah, maka diperlukan review
secara terus menerus terhadap unsur-unsur pengendalian  intern. Sebagai contoh,
karyawan cenderung secara sengaja atau tidak sengaja (lupa) tidak mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan suatu transaksi jika tidak ada orang lain yang
mengamati dan menilai kinerja mereka. Untuk menjamin bahwa setiap karyawan
perusahaan melaksanakan aktivitas pengendalian yang telah ditetapkan, diperlukan
pengecekan secara independen terhadap kinerja karyawan. Cara yang paling murah
biayanya adalah dengan pemisahan fungsi otorisasi transaksi, fungsi penyimpanan,
dan fungsi akuntansi. Pemisahan fungsi ini akan secara otomatis menciptakan
verifikasi independen terhadap pelaksanaan masing-masing fungsi dalam pelaksanaan
suatu transaksi.
Kunci penting yang diperlukan dalam pelaksanaan verifikasi intern ini adalah
independensi karyawan yang melaksanakan verifikasi tersebut. Jika seorang karyawan
melaksanakan sautu tahap transaksi dan kinerjanya akan diverifikasi secara
independen oleh karyawan lain; maka prosedur ini akan menjamin masing-masing
karyawan akan bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, karena masing-
masing karyawan sadar bahwa pekerjaannya akan diverifikasi oleh karyawan lainnya.
Untuk menjamin indepedensi, verifikasi kinerja tidak boleh dilaksanakan oleh
karyawan yang memiliki kedudukan di bawah karyawan yang diverfikasi kinerjanya.
Contoh pengecekan secara independen dan asersi yang berkaitan disajikan berikut ini:
a. Karyawan Bagian Penerimaan memverifikasi kesesuaian jenis, jumlah, dan kualitas
barang yang diterima dari pemasok dan data yang tercantum dalam copy order pembelian
yang diterima dari Bagian Pembelian (asersi keberadaan dan keterjadian serta
kelengkapan).
b. Suvervisior penjualan mengecek harga per satuan barang yang tercantum dalam faktur
penjualan yang dibuat oleh karyawan dengan harga resmi yang ditetapkan oleh
perusahaan (asersi penilaian atau lokasi).
c. Kepala Bagian Keuangan memverifikasi jumlah yang tercantum dalam formulir cek yang
dibuat oleh karyawan Bagian Utang dengan dokumen yang mendukung cek tersebut
(bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya) sebelum ia menandatangani cek tersebut
(asersi penilaian atau lokasi).
d. Kepala Bagian Akuantansi memverifikasi jumlah yang tercantum dalam bukti setor bank
yang diterima dari kasir dengan printout komputer yang berisi total kredit yang di-posting
ke buku pembantu piutang usaha (asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan
penilaian dan alokasi).
2. Pemisahan fungsi yang memadai
Struktur organisasi merupakan rerangka pembagian tugas kepada unit-unit
organisasi yang dibentuk untuk melaksannnkan kegiatan pokok perusahaan. Di
dalam  perusahaan manufaktur misalnya, kegiatan pokok perusahaan dibagi
menjadi dua: memproduksi dan menjual produk. Untuk melaksanakan kegiatan
pokok tersebut dibentuk departemen produksi, departemen pemasaran, dan
departemen keuangan dan umum. Departemen-departemen ini kemudian dibagi-
bagi lebih lanjut menjadi unit-unit organisasi yang lebih kecil untuk

xv
melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan. Pembagian tugas di dalam
organisasi ini di dasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
a. Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi akuntansi.
b. Pemisahan fungsi otorisasi transaksi dari fungsi penyimpanan aktiva yang bersangkutan.
c. Pemisahan fungsi otorisasi dari fungsi akuntansi.
Tujuan pokok pemisahan fungsi ini adalah untuk mencegah dan dapat
dilakukannnya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Jika seseorang memilki
kesempatan untuk melakukan kesalahan dan ketidakberesan dalam melaksanakan
tugasnya tanpa dapat dicegah atau tanpa dapat dideteksi segera oleh unsur-unsur
pengendalian intern yang dibentuk, ditinjau dari sudut pandang pengendalian
intern, jabatan orang ttersebut merupakan incompatible occupation.
3. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan
Cara yang paling baik dalam pelindungan kekayaaan dan catatan adalah
dengan menyediakan perlindungan secara fisik. Sebagai contoh penggunaan
gudang untuk menjaga sediaan akan melindungi sediaan dari kemungkinan
kerusakan dan pencurian. Penggunaan almari besi tahan api untuk penyimpanan
uang dan surat berharga merupakan perlindungan yang baik terhadap jenis
kekayaan tersebut. Perlindungan fisik juga diperlukan untuk catatan dan
dokumen. Pembuatan kembali catatan yang rusak akan memerlukan biaya yang
besar dan waktu yang banyak. Dapat dibayangkan apa yang akan tterjadi jika
catatan piutang perusahaan rusak dan dokumen polis asuransi serta sertifikat
piutang wesel hilang. Dengan demikian, perusahaan akan lebih baik
mengeluarkan biaya untuk penjagaan catatan dan dokumen serta biaya untuk
pembuatan catatan pengganti (backup records) bila dibandingkan dengan
menanggung risiko kerugian sebagai akibat kerusakan atau hilangnya catatan dan
dokumen.
Penggunaan alat mekanik dapat juga digunakan untuk menambah jaminan
bahwa informasi akuntansi dicatat secara teliti dan tepat waktu. Sebagai contoh
penggunaan register kas akan menambah perlindungan terhadap kas dan ketelitian
catatan kas perusahaan.
4. Review atas kinerja
Review atas kinerja mencakup review dan analisis yang dilakukan oleh
manajmen atas:
a. Laporan yang meringkas rincian jumlah yang tercantum dalam akun buku pembantu,
seperti daftar umur piutang usaha, laporan penjualan menurut daerah pemasaran,
wiraniaga, produk, dan customer.
b. Kinerja sesungguhnya dibaandingkan dengan jumlah menurut anggaran, prakiraan, atau
jumlah tahun yang lalu. 
c. Hubungan antara serangkaian data, seperti data keuangan dengan data non keuangan
(contoh, perbandingan antara bed occupancy rate suatu rumah sakit dengan data

xvi
pendapatan dari rawat inap).
5. Pemantauan
Pemantauan adalah proses yang berkelanjutan untuk menaksir kualitas
pengendalian internal dari waktu ke waktu serta untuk mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan. Pengawasan dicapai melalui aktivitas yang terus
menerus, atau evaluasi terpisah, atau kombinasi keduanya. 

5. Praktek Pengendalian Internal (Pengujian Pengendalian)


Dalam memenuhi standar auditing kedua, perlu dibedakan antara prosedur
pemahaman atas pengendalian intern dan pengujian pengendalian (test of control). Dalam
pelaksanaan standar tersebut, auditor melaksankan prosedur pemahaman pengendalian
intern dengan cara mengumpulkan informasi tentang desain pengendalian intern dan
informasi apakah desain tersebut dilaksakan. Di samping itu, pelaksanaan standar
tersebut juga mengharuskan auditor melakukan pebgujian terhadap efektivitas
pengendalian intern dalam mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pengujian ini
disebut dengan istilah pengujian kepatuhan (complience test) atau sering disebut dengan
pengujian pengendalian (test of control).
Oleh karena itu dalam prakteknya auditor dalam menguji kepatuhan terhadap
pengendalian intern, auditor melakukan dua macam pengujian:
1. Penggujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian intern.
2. Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalian intern.
1. Pengujian Adanya Kepatuhan
Untuk menentukan apakah informasi mengenai pengendalian yang
dikumpulkan oleh auditor benar-benar ada, auditor melakukan dua macam
pengendalian:
a. Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu.
Dalam membuktikan adanya kepatuhan pengendalian intern, auditor dapat
memilih transaksi tertentu, kemudian melakukan pengamatan adanya unsur-
unsur pengendalian intern dalam pelaksanaan transaksi tersebut, sejak
transaksi tersebut dimulai sampai dengan selesai.
b. Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi dan yang telah dicatat.
Dalam hal tertentu, auditor seringkali melakukan pengujian terhadap
pengendalian intern dengan cara melaksanakan pengujian terhadap transaksi
tertentu yang telah terjadi dan telah dicatat dalam catatan akuntansi. Dalam
hal ini auditor harus memilih transaksi tertentu kemudian mengikuti
pelaksanaanya (reperforming) sejak awal sampai selesai, melalui dokumen-
dokumen yang dibuat dalam transaksi tersebut dan pencatatanya dalam
catatan akuntansi. Sebagai contoh untuk menyelidiki apakah sistem pembelian
benar-benar dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum dalam buku panduan
sistem sistem akuntansi, auditor memeriksa surat permintaan pembelian, surat
permintaan penawaran harga, surat order pembelian, laporan penerimaan
barang dan bukti kas keluar. Informasi yang perlu diperiksa disini adalah

xvii
tanda tangan otorisasi pejabat yang berwenang, untuk membuktikan apakah
sistem otorisasi yang telah ditetapkan benar-benar dilaksanakan.
2. Pengujian Tingkat Kepatuhan
Dalam pengujian pengendalian terhadap pengendalian intern, auditor tidak
hanya berkepentingan terhadap eksistensi unsur-unsur pengendalian intern, namun
auditor juga berkepentingan terhadap tingkat kepatuhan klien terhadap pengendalian
intern. Dalam pengujian tingkat kepatuhan klien terhadap pengendalian intern
pembelian, auditor dapat menempuh prosedur audit berikut ini:
1. Mengambil sampel bukti kas masuk dan memeriksa kelengkapan dokumen
pendukungnya (surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktor
dari pemasok) serta tanda tangan pejabat yang berwenang baik dalam bukti
kas keluar maupun dokumen pendukungnya. 
Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan kepastan transaksi
pembelian telah diotorisasi oleh pejabat-pejabat yang berwenang.
2. Melaksanakan pengujian bertujuan ganda (dual-purpose test), yang merupaka kombinasi
antara pengujian yang tujuannya untuk menilai efektivitas pengendalian intern (pengujian
pengendalian) dan pengujian yang tujuannya menilai kewajaran informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan (pengujian subtantif).

BAB III 
PENUTUP

1.  Simpulan 
Pada dasarnya, setiap pelaku bisnis “yang baik” dari masa ke masa pasti memiliki
kesadaran akan pentingnya “penegendalian internal” agar dapat sejalan dengan tujuan
bisnis itu dan siap menghadapi peluang dan tantangan di luar institusi maupun di waktu
mendatang. Namun, umumnya para pembisnis menerjemahkan pengendalian intern

xviii
dalam perspektif yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan kurangnya wawasan sekitar isu
ini.
Model COSO adalah salah satu model pengendalian internal yang banyak
digunakan oleh para auditor sebagai dasar untuk mengevaluasi, mengembangkan
pengendalian intern.
Dari definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini:
1. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan
suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri
bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan sebuah rangkaian
tindakan yang bersifat pervasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan
hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur entitas.
2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya
terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari
setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan
personel lain.
3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai,
bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan
pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian
menyebabkan intern tidak dapat memberikan keyakinan muttlak.
4. Pengendalian intern ditujunkan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan:
pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.
Oleh karena itu dalam prakteknya auditor dalam menguji kepatuhan terhadap
pengendalian intern, auditor melakukan dua macam pengujian:
1. Penggujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian intern.
2. Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalian intern.
Berdasarkan semua diatas penulis menyimpulkan bahwa pengendalian intern
mempunyai 4 konsep sebagai dasar dari rangkaian pengendalian intern seperti definisi,
tujuan keterbatasan, peranan anggota entitas, serta unsur pengendalian internal dan
mempunyai 2 cara pengujian dalam prakteknya untuk menguji keefektivitasan sebuah
pengendalian internal entitas.
2. Saran 
Setelah disusunnya makalah mengenai “Pengendalian Internal Konsep Dan
Prakteknya” diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya dimata kuliah
“Internal Auditing”
DAFTAR PUSTAKA

Chairun Nisak, P. (2013). Sistem Pengendalian Internal dalam pencegahan Fraud pada satuan kerja
perangkat daerah (SPKD) pada Kabupaten Bangkalan. JAFFA Vol 1 No 1, 15-12.
Ferykool. (2015, April Selasa). Retrieved November Selasa, 2016, from Blogspot:
http://fekool.blogspot.co.id/2015/04/auditing-pengujian-pengendalian-menilai.html

xix
Habibie, N. (2013). Analisis Penendalian Internal Piutang Usaha Pada PT Adira Finance Cabang
Manado. Jurnal EMBA Vol 1 No 3, 494-502.
Hendro, A. I. (2016). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Mirra Wacana Media.
Kumaat, V. G. (2010). Internal Auditing. Jakarta: Erlangga.
Mulyadi. (2009). Auditing 1. Jakarta : Salemba Empat.
Nilawati. (2014, Januari Senin). Retrieved November Selasa, 2016, from Blogspot:
http://nilawati21.blogspot.co.id/2014/01/pengauditan-1-pengujian-pengendalian.html
Pakpahan, E. (2013, maret Selasa). Retrieved November Selasa, 2016, from Blogspot:
http://tugasakhiramik.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-sistem-pengendalian-intern.html
Saateralupus. (2009, November Rabu). Retrieved November Selasa, 2016, from wordpress:
https://sasteralipus.wordpress.com/2009/11/04/pengendalianintern/
Sukrisno, A. (2012). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan PUblik. Jakarta:
Salemba Empat.

xx

Anda mungkin juga menyukai