Anda di halaman 1dari 23

PERPAJAKAN 1

“PAJAK PENGHASILAN PASAL 23”

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

B1C122093 KIKI SALSABILA

B1C122101 MONICHA REFINA FIRMAN


B1C122104 NABILA BELADINA SABILA
B1C122109 NUR MADINAH AFIFAH
B1C122111 RAHMAT SAPUTRA WAGINOPO
B1C122117 SITTI NUR SYAHIRA
B1C122119 SYAIFUL ARIF

B1C122125 YUSIA HANIFA


B1C122127 AHMAD
B1C122134 ANASTASYA RIZKYNA LUTFI
B1C122137 ANITA RAHMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HALU OLEO
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan Baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta Kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat Nanti.Penulis mengucapkan syukur kepada
Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, Baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk Menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Perpajakan dengan judul
“Pajak Penghasilan Pasal 23”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan Masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, Penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya Makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. dan Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang Sebesar-besarnya Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 8 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

2.1 Pajak Penghasilan 23............................................................................... 3

2.2 Pemotong PPh Pasal 23 ........................................................................... 3

2.3 Penerima Penghasilan yang Dikenai (Subjek) PPh Pasal 23 ..................... 4

2.4 Penghasilan yang Dikenakan (Objek) PPh Pasal 23 ................................. 4

2.5 Penghasilan yang Dikecualikan Dari Pemotongan PPh Pasal 23 .............. 8

2.6 Menghitung PPh Pasal 23 ........................................................................ 9

2.7 PPh Atas Dividen, Bunga, Sewa dan Hadiah ........................................... 16

2.8 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 .......................... 18

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh pasal 23) yaitu pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak dalam Negri atau bentuk usaha
tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal
penyerahan jasa atau penyelengaraan kegiatan selain yang telah dipotong
pajak sebagaimana yang dimaksud PPh Pasal 21.
Dalam UU pajak penghasilan Pasal 23 No. 36 Tahun 2008 dimana yang
dapat memotong PPh 23 adalah badan pemerintah. Wajib pajak dalam negri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negri
lainnya dan wajib pajak orang dalam negri tertentu yang di tunjuk Direktur
Jendral Pajak. Dengan diterbitkanya UU Pajak Penghasilan Pasal 23 No. 36
Tahun 2008 tentang kententuan umum dan tatacara perpajakan maka telah
terjadi reformasi perpajakan yang dilakukan pihak Direktorat Jendral Pajak
sehingga wajib pajak diharapkan menjadi lebih patuh dan diberikan segala
bentuk kemudahan dalam proses perpajakan. Disamping itu penghasilan yang
diperoleh atas kegiatan usaha badan akan dikenakan pajak penghasilan badan.
Menurut Resmi (2016:327), menyatakan bahwa Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib
Pajak Dalam Negeri baik Orang Pribadi ataupun badan, Bentuk Usaha Tetap
yang bersumber dari modal, dan penyerahan jasa, selain penyelenggara
kegiatan yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh Subjek Pajak Dalam Negeri atau Badan Pemerintah, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.Dapat
disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 23 ialah penghasilan Wajib Pajak
yang diperoleh dari modal (bunga, dividen, royalty, dll) yang dipungut oleh
pemungut pajak, penyerahan jasa, penyelenggara kegiatan selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari PPh Pasal 23?
2. Siapa yang termasuk pemotong PPh Pasal 23?
3. Siapa sajakah penerima penghasilan yang menjadi subjek PPh pasal 23?
4. Penghasilan mana sajakah yang di jadikan objek PPh Pasal 23?
5. Apa saja penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23?
6. Bagaiman menghitung PPh pasal 23?
7. Berapa pengenaan PPh atas Dividen, Bunga, Sewa dan Hadiah?
8. Kapan saat terutang, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari PPh Pasal 23
2. Mengetahui siapa yang termasuk pemotong PPh Pasal 23
3. Mengetahui siapa sajakah penerima penghasilan yang menjadi subjek PPh
pasal 23
4. Mengetahui penghasilan yang di jadikan objek PPh Pasal 23
5. Mengetahui apa saja penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh
Pasal 23
6. Mengetahu cara menghitung PPh pasal 23
7. Dapat mengetahui berapa pengenaan PPh atas Dividen, Bunga, Sewa dan
Hadiah
8. Mengetahui Kapan saat terutang, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan 23

Pajak penghasilan Pasal 23 ialah pajak yang dipotong atas penghasilan


yang bersumber dari modal, penyerahan jasa, penghargaan dan hadiah, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21 menurut Susyanti dan Dahlan (2015:6).
Menurut Resmi (2016:327), menyatakan bahwa Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib
Pajak Dalam Negeri baik Orang Pribadi ataupun badan, Bentuk Usaha Tetap
yang bersumber dari modal, dan penyerahan jasa, selain penyelenggara
kegiatan yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang
oleh Subjek Pajak Dalam Negeri atau Badan Pemerintah, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 23 ialah penghasilan
Wajib Pajak yang diperoleh dari modal (bunga, dividen, royalty, dll) yang
dipungut oleh pemungut pajak, penyerahan jasa, penyelenggara kegiatan
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pajak penghasilan Pasal 23, selanjutnya disingkat PPh Pasal 23, adalah
pajak yang dipotong atas spenghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayar atau terutang oleh
badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2.2 Pemotong PPh Pasal 23

Berikut ini pihak-pihak yang termasuk pemotong PPh Pasal 23

1. Badan pemerintah.
2. Subjek Pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.

3
4. Bentuk usaha tetap.
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya.
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasal 23,
yaitu:
 akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),
kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
 orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
Pembukuan pembayaran berupa sewa.
2.3 Penerima Penghasilan yang Dikenai (Subjek) PPh Pasal 23

Berikut ini termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23


(selanju disebut Wajib Pajak PPh Pasal 23).

1. Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan).


2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2.4 Penghasilan yang Dikenakan (Objek) PPh Pasal 23
Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 (selanjutnya disebut objek PPh
Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :
1. Dividen,
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang:
3. Royalti:
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri orang prijasehubunga yang berasal dari penyelenggara
kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan Perbedaan
penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21
dengan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah untuk PPh Pasal 23, Wajib
Pajaknya bisa Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi maupun Wajib
Pajak dalam negeri badan, tetapi untuk PPh Pasal 21 Wajib Pajaknya

4
adalah Wajib Pajak dalam negeri orang pribadisebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh:
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai PajakPenghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) UU PPh
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasakonsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.

Jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 (sesuai Peraturan Menteri
Keuangan Nomor jasa keuangan 141/PMK.03/2015), meliputi:

1. jasa penilai (appraisal);


2. jasa aktuaris,
3. jasa kauntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan:
4. jasa hukum
5. jasa arsitektur;
6. jasa perancang kota dan arsitektur lanskap (landscape);
7. jasa perancang (design),
8. jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan migas, kecuali
yang dilakukan oleh BUT:
9. jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas
bumi dan penambangan migas;
10. jasa penambangan dan jasa penunjang selai di bidang usaha panas
bumi dan penambangan migas;
11. jasa penjunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. jasa penebangan hutan;
13. jasa pengolahan limbang:
14. jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli
(outsourcingservices)
15. jasa perantara dan/atau keagenan;

5
16. jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, KSEL, dan KPEI;
17. jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan
oleh KSEI;
18. jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. jasa mixing film;
20. jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise,
banner, pamflet, baliho, dan folder;
21. jasa sehubungan dengan software dan hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan;
22. jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. jasa Internet termasuk sambungannya;
24. jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data
informasi, dan/atau program;
25. jasa instalasi/pemasdigan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, selain yang Kan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan memilik in dan/atau
sertifi kasi sebagai pengusaha konstruksi;
26. jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas,AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan memiliki izin dan/atau sertifi kasi sebagaipengusaha
konstruksi;
27. jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut, dan
udara;
28. jasa maklom;
29. jasa penyelidikan dan keamanan;
30. jasa penyelenggara kegiatan atau eventorganizer;
31. jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media
luar ruang, atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau
jasa periklanan;

6
32. jasa pembasmian hama;
33. jasa kebersihan atau cleaning service;
34. jasa sedot septic tank;
35. jasa pemeliharaan kolam;
36. jasa katering atau tata boga;
37. jasa freightforwarding,
38. jasa logistik;
39. jasa pengurusan dokumen;
40. jasa pengepakan;
41. jasa loading dan unloading,
42. jasa laboratorium dan/atau dilakukan oleh lembaga atau rangka
penelitia akademis;
43. jasa pengelolaan parkir;
44. jasa penyondiran tanah;
45. jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. jasa pemeliharaan tanaman:
48. jasa pemanenan;
49. jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan/ata perhutanan;
50. jasa dekorasi;
51. jasa pencetakan/penerbitan;
52. jasa penerjemahan;
53. jasa pengangkutan/ekspedisi, kecuali yang telah diatur dalam Pasal
15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
54. jasa pelayanan kepelabuhanan;
55. jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
56. jasa pengelolaan penitipan anak;
57. jasa pelatihan dan/atau kursus;
58. jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. jasa sertifikasi;

7
60. jasa survei;
61. jasa tester; dan
62. jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya
dibebankan pada Anggara Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
2.5 Penghasilan yang Dikecualikan Dari Pemotongan PPh Pasal 23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh
Pasal 23 (bukan Ohi PPh Pasal 23) sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) UU No. 36
Tahun 2008, yaitu:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank:
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan sewa guna usaha dengan
hak opsi:
3. dividen tak bagian leber yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor:
4. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yangmodalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dankongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif,
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya,
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuanganyang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Badan usuha yang dimaksud adalah perusahaan pembiayaan yang telah
mendapat izin Menteri Keuangan; BUMN/BUMD yang khusus

8
memberikan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi (UMKM) termasuk perseroan terbatas (PT) Permodalan Nasional
Madani. Penghasilan yang dimaksud adalah imbalan yang diberikan atas
penyaluran pinjaman/pembiayaan termasuk pembiayaan syariah.
2.6 Menghitung PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto
penghasilan, yang diformulasikan sebagai berikut.
 PPh Pasal 23 - Tarif fx Dasar Pengenaan Pajak
 Dasar Pengenaan Pajak = Jumlah Bruto Penghasilan
1. Tarif
Tarif PPh Pasal 23 sebagai berikut.
 Tarif 15% (lima belas persen) dikenakan atas penghasilan berupa:
a. Dividen,
b. bunga,
c. royalti,
d. hadiah, bonus, dan penghargaan lain yang tidak dipotong PPh
Pasal 21.
 Tarif 2% (dua persen) dikenakan atas penghasilan berupa:
a. sewa,
b. imbalan jasa yang tidak dipotong PPh Pasal 21.
 Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto
penghasilan. Jumlah bruto penghasilan adalah jumlah dividen, bunga, royalti,
hadiah penghargaan, bon sewa, dan imbalan jasa lain. Berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 141 PMK.03/2015, jumlah bruto imbalan jasa lain
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai Selain itu, jumlah bruto untuk
imbalan lain ditentukan sebagai berikut
1. Untuk jasa katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
Contoh:

9
CV Sofan merupakan usaha jasa katering. Dalam rangka penerimaan
mahasiswa baru di Universitas Palagan, CV Sofan dan Universitas Palagan
mengadakan kontrai penyediaan makan berupa snack dan makan siang
sebanyak 500 paket selama 3 hari dengan harga Rp25.000 per paket.
 Jumlah bruto penghasilan sebagai dasar pengenaan pajak adalah 3
x 500 x Rp25.000 Rp37.500.000.
 PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Universitas Palagan adalah 2% x
Rp37.500.000 = Rp750.000.
2. Untuk jasa selain jasa katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh
jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya, tidak termasuk poin-poin berikut
 Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain sebagaiimbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontral dengan
pengguna jasa. Hal ini berlaku sepanjang disertai kontrak kerja dan
daftar pembayaran gaji, upah, dan pembayaran lain berkaitan
dengan pekerjaan.

Contoh:

1) CV Sarana merupakan usaha bidang pengadaan tenaga kerja.


CV Sarana melakukan kontrak dengan Bank Artha dalam
penyediaan 15 orang tenaga Teller dengan gi masing-masing
Rp3.000.000 per bulan. Imbalan jasa penyediaan tenaga Teller
adalah Rp 10.000.000. Tenaga Teller selanjutnya menjadi
pegawai Bank ArthiJumlah penghasilan bruto sebagai dasar
pengenaan PPh adalah Rp10.000.000.
2) CV Sarana melakukan kontrak dengan Hotel Nyaman berkaitan
dengan penyediaan tenaga cleaning service (CS). Nilai kontrak

10
sebesar Rp90,000.001. terdiri atas gaji 40 orang tenaga CS
masing-masing Rp2.000.000 dan imbulat jasa penyediaan
tenaga CS sebesar Rp 10.000.000.

a) Jika CV Sarana tidak memberikan rincian pembayaran gaji


tenaga CS kepada Hotel Nyaman, jumlah penghasilan bruto
sebagai dasar pengenaan pajak adalah Rp90.000.000.
b) Jika CV Sarana memberikan rincian pembayaran gaji
tenaga CS kepada Hotel Nyaman, jumlah penghasilan bruto
sebagai dasar pengenaan pajak adalah Rp 10.000.000. CV
Sarana memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji
kepada tenaga CS
 Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian
barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan.
 Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui
penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa.
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian
(reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa
kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan.

Contoh:

PT Yogya melakukan kontrak kerja dengan PT Advertising. PT


Advertising merupakan usaha agen periklanan. Pembuatan dan
pemasangan iklan dipesankan dari perusahaan yang khusus
menangani pembuatan dan pemasangan iklan, yaitu PT Dinda.
Kontrak antara PT Yogya dan PT Advertising senilai
Rp158.000.000 dengan rincian sebagai berikut.
1) Jasa pembuatan materi iklan (dibuat sendiri oleh PT
Advertising) sebesar Rp50.000.000.
2) Fee agen (diterima oleh PT Advertising) sebesar
Rp8.000.000.

11
3) Biaya pembuatan dan pemasangan iklan (yang membuat
adalah PT Dinda sehinggaPT Advertising membayar
kepada PT Dinda) sebesar Rp100.000.000.
 Apabila PT Advertising tidak menunjukkan/melampirkan
bukti pembayaran senilai Rp 100.000.000 kepada PT
Yogya, jumlah bruto sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 23
adalah Rp158.000.000. Bukti pembayaran senilai Rp
100.000.000 merupakan bukti pembayaran oleh PT
Advertising kepada PT Dinda aias pembuatan dan
pemasangan iklan. PT Dinda merupakan subkontraktor PT
Advertising.
 Apabila PT Advertising menunjukkan/melampirkan bukti
pembayaran senilai Rp100.000.000 kepada PT Yogya,
jumlah bruto sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 23 adalah
Rp50.000.000+ Rp8.000.000 = Rp58.000.000. PT
Advertising memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran
kepada PT Dinda dengan dasar pengenaan pajak senilai
jumlah bruto kontrak yaitu Rp100.000.000.

Pembayaran atas imbalan jasa tersebut harus disertai dengan bukti-bukti


meliputi kontrak kerja, daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain, faktur pembayaran atas pengadaan/pembelian barang
atau material, faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian secara
tertulis, faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh
penyedia jasa kepada pihak ketiga. Apabila tidak terdapatbukti-bukti tersebut,
jumlah bruto penghasilan sebagai dasar pengenaan PPh P nilai
kontrak/pembayaran tidak dikurangi dengan pembayaran koye tenaga kerja,
pembelian material/bahan, dan pembayaran kepada pihak ketiga.

12
 Menghitung PPh Pasal 23
Perhitungan PPh pasal 23 sesuai jenis penghasilan di jelaskan pada tabel
berikut ini :
Jenis Penghasilan Tarif Dasar PPh Pasal 23
Pengenaan
pajak
Dividen 15% Jumlah bruto 15% x jumla
bruto
Bunga
Royalti
Hadiah, bonus, dan
penghargaan lain,
yang tidak dipotong
PPh pasal 21
Sewa 2% Jumlah bruto 2% x jumlah
bruto
Imbalan jasa (teknik,
manajemen,konstruksi,
konsultan, jasa lain)
yang tidak dipotong
PPh Pasal 21

 Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagai beikut:


1. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 terhadap Dividen
Penghasilan berupa dividen dikenakan pemotongan PPh Pasal 23
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. PPh Pasal 23 =
15% x Bruto
Contoh I:
PT. Solusindo membayar dividen kepada CV. Perkasa sebesar Rp
250.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Solusindo yaitu:
15% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 37.500.000,00.
2. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, termasuk Premium dan
Diskonto, serta Imbalan atas Jaminan Penghasilan Utang.
Penghasilan yang berasal dari bunga dikenakan PPh Pasal 23
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. PPh Pasal 23 =
15% x Bruto
Contoh 2:

13
PT. Karya Utama membayar bunga atas pinjaman kepada PT. Indo
Jaya sebesar Rp. 85.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong oleh
PT. Kaya Utama yaitu: 15% x Rp. 85.000.000,00 = Rp.
12.750.000,00.
3. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Royalti Penghasilan berupa
Royalti dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima
belas persen) dari jumlah bruto. PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Contoh 3:
CV. Selera Makan membayar royalty kepada Ny. Sulastri atas
pemakaian merek dagang Ayam Goreng “Bu Lastri” sebesar Rp
40.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong oleh CV. Selera
Makan ialah: 15% x Rp. 40.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00. Dan
jika Ny. Sulastri tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka
PPh Pasal 23 yang dikenakan CV. Selera Makan yaitu: 30% x Rp.
40.000.000,00. = Rp. 12.000.000,00.
4. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah, Bonus, Penghargaan
dan sejenisnya Atas hadiah sehubungan dengan kegiatan dan
penghargaan oleh Wajib Pajak Badan termasuk BUT dikarenakan
pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23 = 15% x Bruto
Contoh 4:
CV. Perdana mendapatkan hadiah sebuah mobil senilai Rp.
250.000.000,00. Sebagai distributor terbaik dari PT. Artha Jaya
PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Artha Jaya ialah:
15% x Rp. 250.000.000,00. = Rp. 37.500.000,00.
5. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain
sehubungan dengan Penggunaan Harta Penghasilan yang
bersumber dari sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta dikenakan potongan Pajak Penghasilan Pasal 23
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). PPh Pasal 23 = 2% x Bruto

14
Contoh 5:
PT. Sejahtera Raya menyewa sebuah traktor milik Susanto dengan
nilai sewa sebesar Rp. 15.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong
PT. Sejahtera Raya ialah:
2% x Rp. 15.000.000,00. = Rp. 300.000,00. Dan apabila Susanto
tidak memiliki NPWP, maka PPh yang akan dipotong oleh PT.
Sejahtera Raya ialah: 4% x Rp. 15.000.000,00. = Rp. 600.000,00.
6. Cara menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan sehubungan dengan
Jasa Manajemen, Jasa konstruksi, Jasa Konsultan, Jasa Teknik,
dan Jasa Lainnya. Penghasilan berupa imbalan sehubungan
dengan jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, jasa
teknik, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari
jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 23 = 2% x Bruto
Contoh 6:
1. PT. Pilar Utama yang baru berdiri meminta jasa dari CV.
Konsultindo untuk membuat sistem akuntansi perusahaan
dengan imbalan sebesar Rp. 15.000.000,00. (termasuk PPN
Rp. 1.363.636,00.) PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT.
Pilar Utama ialah: 2% x Rp. 15.000.000,00. = Rp.
272.727,27.
2. CV. Duta Bangsa membayarkan jasa cleaning service
kepada PT. Mitra Makmur sebesar Rp. 16.000.000,00. PPh
Pasal 23 yang dipotong oleh CV. Duta Bangsa ialah:
2% x Rp. 16.000.000,00. = Rp. 320.000,00. Dan apabila
PT. Mitra Makmur tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal
23 yang dipotong CV. Duta Bangsa ialah:
4% x Rp. 16.000.000,00. = Rp. 640.000,00.
3. CV. Terang Abadi mengikat kontrak dengan PT. Indah
yang merupakan perusahaan katering makanan untuk

15
menyediakan makan siang bagi karyawan perusahaan
tersebut selama satu tahun dengan nilai kontrak sebesar Rp.
150.000.000,00.PPh Pasal 23 yang dipotong CV. Terang
Abadi ialah: 2% x Rp. 150.000.000,00. = Rp. 3.000.000,00.
2.7 PPH Atas Dividen, Bunga, Sewa, dan Hadiah
Penghasilan berupa dividen, bunga, sewa, dan hadiah secara umum
merupakan objek PPh Pasal 23. Akan tetapi, terdapat beberapa perlakuan atas
pengenaan PPh dividen, bunga, sewa, dan hadiah.
 PPh Atas Dividen
Pengenaan PPh atas dividen dibedakan sebagai berikut.
a. Dividen yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20%
(dua puluh persen)bersifat final.
b. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab
4 - PPh Pasal 17 ayat (2c)).
c. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Koperasi yang
dividen tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi dikecualikan
dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
d. Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) dan Badan Usaha Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan syarat:
1) dividen tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi, dan
2) PT dan BUMN/BUMD tersebut mempunyai kepemilikan
saham pada pemberi dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal saham disetor, dikecualikan
dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
e. Dividen selain memenuhi ketentuan huruf a sampai d dikenakan tarif
15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).
 PPh Atas Bunga
Pengenaan PPh atas bunga dibedakan sebagai berikut.

16
a. Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20%.
(dua puluh persen) bersifat final.
b. Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangan
di bursa Indonesia dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final
(dibahas dalam 4- PPh Pasal 4 ayat (2)).
c. Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari
pengenaan (bukan objek pajak)
d. Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20%
(dua p persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 – PPh Pasal 4 ayat (2)).
e. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi
dengan jun tidak melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah)
sebulan dikecuali dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
f. Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi
dengan jun melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah)
sebulan dikenakan tarif (sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab
4 – PPh pasal 4 ayat (2)).
g. Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai dengan f
dikenakan tariff 15% (PPh pasal 23 bersifat tidak final).
 PPh Atas Sewa
Pengenaan PPh atas sewa dibedakan sebagai berikut.
a. Sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10% (sepuluh persen)
bersifat (dibahas dalam Bab 4-PPh Pasal 4 ayat (2)).
b. Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat
berat, me mesin, dan lain-lain dikenakan tarif 15% (lima belas persen)
(PPh Pasal 23 bersifat Tidak final).
 PPh Atas Hadiah
Pengenaan PPh atas hadiah dibedakan sebagai berikut.
a. Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain
Bentuk Tetap dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
b. Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final (dibahas dalam Bab 4 –
PPh Pasal 4 Ayat (2)).

17
c. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dikenakan
tarif 17 UU PPh sesuai ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5).
d. Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif
15% (lima persen) PPh Pasal 23.
2.8 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau Pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan. Hal yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan
yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong
pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak
selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutangnya pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang
dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23
dilakukan secara desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh
Pasal 23. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap
pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan
dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor
cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang
yang bersangkutan.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemotongan PPh Pasal 23 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku


dalam Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94
Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan
Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yaitu pada akhir bulan jatuh tempo
pembayaran penghasilan. Penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan tepat waktu atau
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah satu masa pajak juga sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2010
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
Pembayaran Pajak.
Pelaporan SPT PPh Masa Pasal 23 juga dilakukan sesuai ketentuan
yang berlaku yakni paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah satu
masa pajak tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan
Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran
dan Penundaan Pembayaran Pajak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Yoga. 2010. Prosedur perhitungan dan pelaporan PPh Pasal 23 atas
komisi agen penjualan tiket pada PT. Garuda Indonesia. Skripsi. Universitas
Gunadarma. Jakarta.

Mardiasmo. 2010. Perpajakan. Edisi Revisi. Penerbit Andi.Yogyakarta.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Barata, Adya. 2011. Panduan Lengkap Pajak Penghasilan. Penerbit Visimedia.


Jakarta.

Resmi, Siti. 2019. Perpajakan Teori dan Kasus. Penerbit Salemba Empat. Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai