Anda di halaman 1dari 15

PPh Pasal 23 dan 24

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Perpajakan”

Dosen Pengampu:

Dianita Meirini, S. A., M. Si

Disusun oleh : MBS 3G

Kelompok 8

1. Izzatul Abadiyah (12405183303)


2. Winda Puswining Rahayu (12405183331)
3. Johan Prakasa Sulaiman (12405183337)
4. M. Iqbal Candra P (12405183340)

JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN TULUNGAGUNG

Oktober 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas


segala karunianya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam
semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,dan
umatnya.

Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis


mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Maftukhin, M.Ag. Selaku Rektor Institut Agama Islam


Negeri Tulungagung
2. Bapak Dr.H. Dede Nurohman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam
3. Bapak Nur Aziz Muslim, M.H.I, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Syariah
4. Ibu Dianita Meirini, S. A., M. Si, sebagai pembimbing mata kuliah
Perpajakan yang telah memberikan pengarahan dan koreksi sehingga
makalah dapat terselesaikan.
5. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang
telah membimbing dan memberikan wawasannya sehingga studi ini
dapat terselesaikan
6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan
makalah ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT.
Dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya,makalah ini kami suguhkan kepada
segenap pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan. Semoga makalh ini bermanfaat dan mendapat ridha
Allah SWT.
Tulungagung, 10 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan .................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN
Pajak Penghasilan Pasal 23
A. Pengertian ................................................................................. 2
B. Pemotongan PPh Pasal 23 ........................................................ 2
C. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 ................. 2
D. Objek Pemotongan PPh Pasal 23 ............................................. 2
E. Pengecualian Objek Pemotongsn PPh Pasal 23 ....................... 3
F. Tarif Pemotongan ..................................................................... 4
G. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 ........................ 4

Pajak Penghasilan Pasal 24


A. Pengertian ................................................................................. 5
B. Subjek dan Objek PPh Pasal 24 ............................................... 5
C. Penggabungan Penghasilan ...................................................... 5
D. Batas Maksimum Kredit Pajak ................................................. 6
E. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri ......................... 7
F. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 ........................ 7

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan sumber dana
alamnya. pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang
mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sector demi
meningkatkan pendapatan atau kas negara guna membiayai pembangunan,
dana tersebut berasal dari APBN dan APBD, dimana sebagian besar
bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak
memiliki peranaan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Di mana pajak tersebut sebagian diambil dari penghasilan. Pajak
penghasilan merupakan pajak yang di pungut oleh bendaharawan pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instasi atau lembaga
pemerintah ata lembaga lembaga negara lain berkenan dengan pembayaran
atas penyerahan barang.badan-badan tertentu yang berkenan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya.
Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 23
dan PPh Pasal 24. Ketentuan dalam PPh Pasal 23 merupakan pajak yang
dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong pph pasal 21.
Sedangkan, PPh Pasal 24 adalah pajak yang dipungut diluar negri atas
penghasilan wajib pajak luar negri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang terkait dalam pajak penghasilan pasal 23?
2. Apa saja yang terkait dalam pajak penghasilan pasal 24?
C. Tujuan Penulisan
1. Menganalisa subjek dan memahami mekanisme pemotongan PPh pasal
23
2. Menganalisa subjek dan memahami mekanisme pemotongan PPh pasal
24

1
BAB II

PEMBAHASAN

Pajak Penghasilan Pasal 23

A. Pengertian
Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atass
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelengraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

B. Pemotongan PPh Pasal 23


Pemotongan PPh Pasal 23 adalah pihak yang membayarkan
penghasilan, yang terdiri atas:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat
penunjukkan dari Direktur Jendral Pajak untuk memotong pajak PPh pasal
23.

C. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23


a. WP dalam negeri;
b. BUT

D. Objek Pemotongan PPh Pasal 23


Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 yaitu sebagai berikut:
1. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis.

2
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

E. Pengecualian Objek Pemotongsn PPh Pasal 23


PPh Pasal 23 juga mengatur beberapa penghasilan yang tidak
dikenakan pajak dengan rincian daftar berikut ini:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, dan BUMN/BUMD dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan
di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
 bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor;
4. Deviden yang diterima oleh pribadi
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
6. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan koperasi kepada
anggotanya;
7. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan

3
F. Tarif Pemotongan
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tanggal
31 Desember 2008, besaran tarif PPh pasal 23 yaitu:

1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto atas dividen,
bunga, royalti, dan hadiah.
2. Sebesar 2% (dua persen) dari penghasilan bruto atas:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

Berdasarkan pasal 23 ayat (1a) UU PPh, wajib Pajak yang menerima


atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh pasal
23 dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya
tarif pemotongan PPh pasal 23 adalah lebih tinggi 100%. Jika tarifnya 15%
bagi yang mempunyai NPWP, maka bagi yang tidak memiliki NPWP tarifnya
30%, dan jika tarif 2% bagi yang memiliki NPWP, maka bagi yang tidak
memiliki NPWP tarifnya menjadi 4%.

G. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23


Contoh perhitungan PPh pasal 23 adalah sebagai berikut:

Contoh 1
Pak Rizal menerima royalti sebesar Rp. 50.000.000,00 atas publikasi hasil
karyanya. Hitunglah PPh pasal 23 dan jumlah uang yang diterima Pak Rizal.

Jawab:

PPh Pasal 23 = 15% × Bruto

Royalti Pak Rizal = Rp 50.000.000,00


PPh pasal 23
15% × Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
Uang yang diterima Pak Rizal = Rp 42.500.000,00

Contoh 2

4
Pak Halim menerima penghasilan bruto dari sewa rumah kos-kosan sebesar
Rp. 40.000.000,00. Pak Halim mempunyai NPWP. Hitunglah PPh 23.

Jawab:

PPh Pasal 23 = 2% × Bruto

Penghasilan Pak Halim = Rp 40.000.000,00


PPh pasal 23
2% × Rp 40.000.000,00 = Rp 800.000,00
Penghasilan neto Pak Halim = Rp 39.200.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 24

A. Pengertian
Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya
pajak atas penghasilan atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yanga terutang tas seluruh penghasilan Wajib
Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun
digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di
Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary crdit method dengan
menrapkan per country limitation.

B. Subjek dan Objek PPh Pasal 24


Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri
terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima
atau diperoleh di luar negeri. Objek PPh Pasal 24 adalah penghasilan yang
berasal dari luar negeri.

C. Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan
sebagai berikut:
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).

5
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilannya tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 ayat 2 UU
PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut
ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan.

D. Batas Maksimum Kredit Pajak


Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan,
sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
bergerak adalah negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan
atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan
barada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta
tetap berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

6
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah diantara 3
unsur/perhitungan berikut ini:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2. (penghasilan luar negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak) × PPh atas
seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam
hal penghasilan kena pajak adlah lebih kecil daripada penghasilan luar
negeri).

Batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara (per country


limination) yaitu apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa
negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara. Rugi usaha di luar negeri, maka dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri.

E. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri


Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di
luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan kepada Drektur Jendreal
Pajak dengan dilampiri:
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran Pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar


negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan
PPh.

F. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24

Perhitungan kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24)


PT. Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00 dengan tarif pajak
sebesar 40%
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00

Maka jumlah penghasilan neto adalah:

7
Rp5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00 = Rp9.000.000.000,00

1. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17)


25% x Rp9.000.000.000,00 = Rp.2.250.000.000,00

2. PPh maksimum yang dapat dikreditkan


(penghasilan LN : total penghasilan) × total PPh terutang
(Rp5.000.000.000,00 : Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00
= Rp1.250.000.000,00

3. PPh terutang atau dibayar di luar negeri


40% x Rp5.000.000.000,00 = Rp2.000.000.000,00

Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan


adalah sebesar Rp1.250.000.000,00 atau sebesar PPh maksimum yang dapat
dikreditkan. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh
maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di
Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.

Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Dalam


Negeri
PT Selera Rakyat berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto
dalam tahun 2015 sebagai berikut:
1. Di Belanda memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar
Rp600.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku 30%)
2. Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000,00

Perhitungan kredit pajak luar negeri:


1. Jumlah penghasilan neto atau penghasilan kena pajaknya adalah:
Rp600.000.000,00 – Rp200.000.000,00 = Rp400.000.000,00
2. PPh terutang (menurut tarif pasal 17)
25% x Rp 400.000.000,00 = Rp100.000.000,00
4. PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(penghasilan LN : total penghasilan) × total PPh terutang
(Rp600.000.000,00 ; Rp400.000.000,00) x Rp100.000.000,00

8
= Rp150.000.000,00
5. PPh terutang atau dibayar di luar negeri
30% x Rp600.000.000,00 = Rp180.000.000,00
Kredit pajak yang diperoleh (PPh pasal 24) adalah Rp150.000.000.
Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh
maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau
dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.

Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Luar Negeri


PT Fiskal memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai beikut:
1. Di negara A memperoleh penghasilan (laba) Rp1.000.000.000,00 dengan
tarif pajak sebesar 35% (Rp350.000.000,00)
2. Di negara B memperoleh penghasilan (laba) Rp3.000.000.000,00 dengan
tarif pajak sebesar 20% (Rp600.000.000,00)
3. Di negara C menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4. Penghasilan usaha di Indonesia RP4.000.000.000,00

Perhitungan kredit pajak luar negeri sebgai berikut:


1. Penghasilan luar negeri
a. Laba di negara A Rp1.000.000.000,00
b. Laba di negara B Rp3.000.000.000,00
c. Rugi di negara C RP - +
Jumlah penghasilan luar negeri Rp4.000.000.000,00

2. Penghasilan dalam negeri Rp4.000.000.000,00

3. Jumlah penghasilan neto atau penghasilan kena pajak adalah:


RP4.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00

4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17)


25% x Rp8.000.000.000,00 = Rp2.000.000.000,00

5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:


a. Untuk negara A:
(Rp1.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.000,00

9
= Rp250.000.000,00
Pajak terutang di negara A sebesar Rp350.000.000,00 maka
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan = Rp250.000.000,00
b. Untuk negara B:
(Rp3.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.000,00
= Rp750.000.000,00
Pajak terutang di negara B sebesar Rp600.000.00,00 maka
maksimum kredit pajak yang dikreditkan Rp750.000.000,00
c. Di negara C PT Fiskal menderita kerugian sebsar
Rp2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam
perhitungan Penghasilan Kena Pajak.Kerugian unu juga tidak dapat
dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.

6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:


Rp250.000.000,00 + Rp750.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh pasal 24 atau
kredit luar negeri merupakan pajak yang sudah dibayarkan diluar negeri dan
dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan penghasilan yang ada di dalam
negeri sehingga menghindari wajib pajak dari pengenaan pajak berganda,
maka dari itu, para wajib pajak dalam negeri yang memiliki penghasilan
selain didalam negeri hendaknya dapat melaporkan penghasilan mereka
diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari penghasilan didalam negeri
sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.
Pajak merupakan iuran wajib pajak yang dipungut dari warga Negara
Indonesia yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Untuk
mendukung berjalannya pembangunan di Indonesia dibutuhkan peran serta
kesadaran masyarakat tentang kewajiban mambayar pajak, karena pada
akhirnya hasil penerimaan pajak dari masyarakt juga akan digunakan untuk
kepentingan masyarakat. Sehingga fungsi dari diberlakukannya pajak adalah
pencapaian peningkatan ekonomi negara.

B. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini, diharapkan pada para
pembaca khususnya mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami
tentang Keragaman dalam organisasi. Dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Kami selaku penulis memohon kritik dan saran dari
para pembaca mengenai makalah kami dengan kesempurnaan kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2018. Perpajakan. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Rachmawati. Kartika D, “PPh Pasal 24” dalam


https://www.slideshare.net/kartikadwirachmawati/pph-pasal-24-68750545,
diakses pada 10 Oktober 2019

Kelas Pajak, “Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 24” dalam


https://news.ddtc.co.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-24-
9192?page_y=3029 diakses pada 10 Oktober 2019

12

Anda mungkin juga menyukai