Anda di halaman 1dari 18

MENGENAI PPN DAN PPnBM

“PERPAJAKAN”

KELOMPOK IV :

1. Ida Ayu Made Listia Dewi (2202612011013)


2. Ida Bagus Gde Radita Putra Keniten (2202612011019)
3. Dewa Gede Noval (2202612011025)
4. Ni Putu Wina Febrianti (2202612011031)
5. Ni Luh Intan Ari Yulianti (2202612011032)
6. I Dewa Ayu Virgia Hari Trisna P (2202612010157)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2023/2024

2
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur saya panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa ( Ida
Sang Hyang Widhi Wasa) karena atas rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Perpajakan dengan judul “mengenai PPN
dan PPnBM”
Penyajian materi pada makalah ini kami dapatkan di berbagai sumber,
sehingga dapat dipelajari sesuai dengan perkembangan terkini, dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Om Santih,Santih,Santih,Om

Gianyar, 21 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
2.1 Mendefinisikan Pajak Penghasilan Pasal 22............................. 2
2.1.1 Pengertian PPh Pasal 22.................................................. 2
2.1.2 Pemungut Dan Objek PPh Pasal 22................................ 2
2.1.3 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22......................... 3
2.1.4 Saat Terutang Dan Pelunasan / Pemungutan PPh
Pasal 22............................................................................ 4
2.1.5 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh
Pasal 22............................................................................ 4
2.2 Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 22.................................. 6
2.2.1 Tarif PPh Pasal 22........................................................... 6
2.2.2 Contoh Perhitungan PPh Pasal 22................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................ 9
3.1 Kesimpulan............................................................................... 9
3.2 Saran. ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah kontribusi wajib Negara yang terutang ole orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak
yang ditimbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak.
Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
Dikenakan setiap rantai distribusi (multi stage tax). Sepanjang suatu transaksi
memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP
penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian
menyetorkan ke kas Negara dan kemudian melaporkannya. Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari
barang atau jasa dalam pere darannya dari produsen ke konsumen. PPN disebut
Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST). PPN termasuk jenis
pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung
pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam undang-
undang Paiak Pertambahan Nilai. Mekanisme pengenaan PPnBM in sedikit
berbeda dengan PPN.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian PPN dan PPn-BM?
2. Bagaimanakah Subjek PPN dan PPn-BM dan yang Dikecualikan?
3. Bagaimanakah Objek PPN dan PPn-Bm dan yang Dikecualikan?
4. Bagaimanakah Tarif PPN dan PP-BM?
5.Bagaimanakah Dasar Hukum Pengenaann PPN dan PPn-BM?
6. Bagaimanakah Contoh dan Kasus Perhitungan PPN dan PP-BM?
1.3 Tujuan

1
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk konkret dari
subbagian
kegiatan pengajaran pada matakuliah Perpajakan, sebagai salah satu bentuk
penjabaran
kegiatan perkuliahan yang biasa disebut sebagai tugas yang sudah menjadi
salah satu kewajiban mahasiswa yang mengontrak matakuliah tersebut.
Makalah in pun disusun
dengan beberapa tujuan lain diantaranya:
1. Mengumpulkan teori-teori serta PPN dan PPn-BM pada pustaka yang kami
lakukan.
2. Untuk memberikan gambaran terhadap kasus PPN dan PPn-BM.
3. Untuk lebih mempelajari dan memahami dari kajian yang penulis paparkan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mendefinisikan PPN dan PPnBM

Pada PPN, jenis pungutan yang dibebankan adalah pungutan atas nilai tambah
barang. Sementara, PPnBM merupakan pungutan tambahan yang dikenakan
selain PPN kepada barang yang sifatnya mewah.

2.1.1 Subjek PPN dan PPnBM yang dikecualikan

[19A. Pengusaha

Dalam pasal 1 angka 14 UU PPN:

"Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam

kegiatan

usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor

barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari


luar

Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau


memantaatkan jasa dari luar Daerah Pabean." Pengertian orang pribadi
dirasa cukup jelas, sedangkan pengertian badan dalam pasal 1 angkal3 UU
PPN adalah "sekumpulan orang

dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun

yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan


komanditer,

[19.12, 11/5/2023] Jia: perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha daerah dengan nama

3
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap."

Untuk memperjelas rang lingkup dari arti pengusaha maka perhatikan ilustrasi ini:

Dika seorang mahasiswa mendapatkan kiriman DVD Player dari saudaranya yang

berada di Singapura. Berdasarkan pasal 1 ayat 9 Dika mengimpor DVD Player,

tetapi berdasarkan pasal I ayat 14 Dika bukan seorang pengusaha di bidang impor

karena kegiatan yang dilakukan tidak berhubungan dengan pekerjaan atau


usahanya.

Arry, Seorang pengusaha di bidang jual beli barang elektronik. la mengimpor


televisi

secara berkala dari Cina. Berdasarkan uraian tersebut Arry bisa dikatakan seorang

pengusaha karena la melakukan impor berkaitan dengan pegerjaan atau kegiatan

usahanya.

Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajak bisa terdiri dari Orang Pribadi atau
Badan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Usahal Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

4
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yaydsall,

organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi lainnya, lembaga dan

bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif

dan Bentuk Usaha Tetap

2.1.2 Pemungut Dan Objek PPh 22


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor
barang.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;

3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang


bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),
kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.

4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan


Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT.
Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT.
Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari
non APBN.

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri.

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,


pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas

5
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
pedagang pengumpul.

8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong


sangat mewah.

2.1.3 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.

3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk


diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.

4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya


yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air


minum/PDAM, benda-benda pos.

6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan


dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.

7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor


Perbendaharaan dan Kas Negara.

8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang


yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian
yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.

9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

2.1.4 Saat Terutang Dan Pelunasan / Pemungutan Pasal 22

6
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3,
dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran.

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22


butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan.

4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22


butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order).

5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22


butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2.1.5 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 22


1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang
dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau
bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu)
hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat
tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan

7
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan
bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :

a. lembar pertama untuk pembeli;

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor


Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan


dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah
masa pajak berakhir.

4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling
lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak
penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP
dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek


PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut
atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan
formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek


PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

8
berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22
rangkap 3 yaitu:

a. lembar pertama untuk pembeli;


b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP


setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2.2 Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 22

2.2.1 Tarif PPh Pasal 22


1. Atas impor :
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor;

b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari


nilai impor;

c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual
lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,


BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4)
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk
PPN dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22


butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

9
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)

c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari


pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7)
ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar
0,5% (setengah persen) dari nilai impor.

7. Atas Penjualan

a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari


Rp20.000.000.000,00

b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari


Rp10.000.000.000,00

c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga


pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan
lebih dari 500 m2.

d. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau


pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas
bangunan lebih dari 400 m2.

10
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari
10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi
purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual
lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM.

8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 22.

2.2.2 Contoh Perhitungan PPh Pasal 22

1. Bendahara membeli 5 printer dari PT ABCD dengan harga beli Rp


22.000.000 (harga termasuk PPN).
Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:
Harga pembelian = Rp. 22.000.000
Dasar pengenaan pajak = Rp. 20.000.000
(100/110 x Rp.22.000.000)
Maka penghitungan PPh pasal 22 yakni 1,5% x Rp. 20.000.000 = Rp.
300.000
2. PT DFG selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas,
menyerahkan bahan bakar minyak senilai 700.000.000 (tidak termasuk
PPN) kepada PT JCM yang merupakan bukan perusahaan SPBU. Maka
PPh pasal 22 yang dipungut adalah:
Pajak penghasilan pasal 22 atas penyerahan hasil produksi migas x nilai
jual yakni 0,3% x Rp. 700.000.000 = Rp. 2.100.000

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang
dipungut oleh:
a. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lainnya.
c. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
3.2 Saran
Setelah penulis memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan
pembayaran pajak guna membantu meningkatkan APBN dan APBD
khususnya pada PPh pasal 22.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.pajak.com/pajak/pph-pasal-22-definisi-tarif-cara-menghitung/amp/
https://www.softwarepajak.net/news/142-seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22/
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22

13

Anda mungkin juga menyukai